Anda di halaman 1dari 2

Kita terlalu mengartikan hukum alam dengan sederhana

Pasti pernah mendengar kata-kata

“sebuah kebaikan akan dibalas dengan kebaikan, begitupun sebaliknya”

“banyaklah memberi agar banyak menerima”

“banyaklah mengasihi agar banyak dicintai”

“Perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, begitupun sebaliknya”

Dan banyak lainnya.

Tapi pernahkah kita menjumpai suatu kekecewaan karena berharap hukum alam tersebut terwujud?
Terlalu seringkah kita melakukan kebaikan tidak dibalas dengan kebaikan pula? Atau kita merasa
sudah memberikan banyak kepercayaan ternyata dibalas dengan pengkhianatan? Atau bahkan kita
melihat hubungan orang lain, tidak terdiri dari keseimbangan antara perempuan baik dan laki-laki
baik. Seringkah kita seperti itu?

Ya namanya juga manusia, kita mengartikan semua hukum alam tersebut hanya dengan akal kita,
dengan akal manusia, yang penuh keterbatasan ini. Semua hukum diatas, kita terlalu artikan
sederhana. Padahal sudut pandang dari hukum alam tersebut tentunya bukan asumsi kita, tapi
perspektif alam sendiri. Sudut pandang Tuhan.

Alam ini kita tahu, terlalu rumit untuk disederhanakan. Kecuali hubunganmu dengannya yang
katamu sangat sederhana, haha. Sesuatu yang kita anggap baik memang kadang tidak berakhir
dengan baik, tapi menurut Tuhan itu adalah suatu hal yang baik. Bagaimana bisa hal itu baik
menurut Tuhan? Tentu ada suatu runtutan pemikiran yang rumit dibaliknya. Yang bahkan kita tahu
beberapa hari, bulan , tahun berikutnya bahkan sampai tiada pun tidak sampai akal kita mengetahui
jawabannya.

Hubungan seseorang yang mungkin kita anggap tidak terdiri dari keseimbangan perempuan baik dan
laki-laki baik tersebut, siapa tahu ada makna kebaikan didalamnya. Yang sekali lagi, perspektif yang
berjalan adalah perspektif Tuhan, bukan kita ini.

Lalu darimana kekecewaan kita berasal? Tentu berawal dari justifikasi kita sendiri yang
mengecewakan. Manusia memang sangat senang untuk menjustifikasi dengan amat angat cepat,
kadang-kadang kalap untuk melihat sudut pandang yang lain, terlalu terbawa emosi dan
mengabaikan nalar untuk berpikir tenang. Sebenarnya kita tahu bahkan semua yang ditakdirkan
Tuhan adalah berbuah kebaikan. Tapi karena kita sudah menghakimi bahwa hal itu buru, maka buruk
pulalah pemikiran kita, kecewalah kita, kecewa terus-terusan.

Kadang-kadang, manusia adalah makhluk yang suka menghakimi dan berharap secara berlebihan.
Meskipun sudah diminimalisasi, sifat itu pasti akan muncul. Selalin menghakimi, tentu berharap
adalah sumber kekecewaan. Kita terlalu mengharapkan kebaikan yang kita tanam akan berbuah
kebaikan pula. Ketika sudah diberi panen kebaikan oleh Tuhan, namun itu tidak sesuai dengan
kebaikan di mayoritas, kita menghakimi bahwa itu bukan suatu kebaikan. Kita akhirnya kecewa.
Maka dari itu, berharap berlebihan adalah salah satu sifat buruk manusia yang susah dihilangkan,
sekuat apapun dia berusaha, minimal pasti dia menyimpan sedikit kekecewaan.

Sehingga, suatu paket komplit. Apabila seorang manusia suka berharap berlebihan dan menghakimi
sesuatu dengan cepat, dibalut dengan mendewakan perspektif manusia yang begitu sederhana,
kekecewaan akan selalu datang.

Hukum alam tidak sesederhana itu, semoga kita selalu kuat menjalani hidup 

Anda mungkin juga menyukai