Anda di halaman 1dari 12

TINJAUAN PUSTAKA

CPO (Crude Palm Oil)


Sumber energi yang tergolong minyak nabati yang dapat digunakan sebagai
bahan penyusun ransum diantaranya adalah minyak kelapa sawit (Scott et al., 1982).
Crude Palm Oil (CPO) merupakan sumber lemak yang sudah banyak digunakan
untuk pakan ayam baik broiler maupun layer. Selain murah penggunaan CPO dalam
pakan juga dapat meningkatkan warna kuning dalam pakan. Crude palm oil
mengandung asam-asam lemak tidak jenuh dalam jumlah sedikit dibandingkan
minyak nabati lainnya. Berdasarkan kandungan asam lemaknya CPO digolongkan ke
dalam minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya yang paling besar
dibandingkan dengan asam lemak lainnya (Anggorodi, 1979).
Indonesia adalah negara penghasil CPO terbesar pada tahun 2011 dengan
produksi sebesar 23 juta ton per tahun. Pola peningkatan permintaan CPO untuk
ekspor maupun konsumsi domestik menunjukkan bahwa komoditas non migas ini
memiliki potensi untuk dikembangkan. Konsumsi negara-negara tujuan ekspor rata-
rata meningkat dengan laju 26,97% dari tahun 1980-2010. Tahun 2010 ekspor CPO
sebesar 16.480.000 ton. Konsumsi domestik CPO tercatat juga mengalami kenaikkan
dari tahun ke tahun, sampai bulan Agustus tahun 2010 konsumsi CPO dalam negeri
tetap mengalami kenaikkan hingga 5.240.000 ton (Ramadhan, 2011).

Jagung
Jagung merupakan pakan yang sangat baik untuk ternak. Jagung sangat
disukai ternak dan pemikaiannya dalam ransum ternak tidak ada pembatasan. Jagung
tidak mempunyai antinutrisi dan sifat pencahar. Walaupun demikian pemakaian
dalam ransum ternak perlu dibatasi karena tidak ekonomis dan dapat menyulitkan
ternak tersebut untuk berproduksi apabila digunakan terlalu tinggi.
Jagung mempunyai kandungan energi metabolis 3.300 kkal/kg, protein kasar
8,5%, lemak kasar 3,8% dan kandungan serat kasarnya 2,5% (Leeson dan Summers,
2005). Jagung kuning merupakan jenis jagung yang biasa digunakan untuk pakan
unggas, karena banyak mengandung karoten (xanthophyl) dan vitamin A. Karoten
berpengaruh terhadap pigmen kuning dalam cadangan lemak dan kuning telur.

3
Jagung kuning banyak mengandung asam amino sistin dan dapat merangsang nafsu
makan ayam (Scott et al., 1982)

Ayam Broiler
Ayam broiler merupakan ayam tipe berat pedaging yang lebih muda dan
berukuran lebih kecil, dapat tumbuh sangat cepat sehingga dapat dipanen pada umur
4 minggu yang ditujukan untuk menghasilkan daging dan menguntungkan secara
ekonomis jika dibesarkan (Amrullah, 2004). Ayam broiler adalah ayam jantan atau
betina yang berumur dibawah 8 minggu ketika dijual dengan bobot badan tertentu,
mempunyai pertumbuhan yang cepat serta mempunyai dada yang lebar dengan
timbunan daging yang baik. Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai proses yang
sangat kompleks meliputi pertambahan bobot hidup dan pertambahan semua bagian
tubuh secara merata dan serentak (Maynard et al., 1979). Salah satu kriteria untuk
mengukur pertumbuhan adalah dengan pengukuran pertambahan bobot badan (PBB).
PBB diartikan sebagai kemampuan untuk mengubah zat-zat nutrisi yang ada dalam
ransum menjadi daging (Tillman et al., 1998). Ayam broiler mampu membentuk 1
kg daging atau lebih hanya dalam waktu 30 hari dan bisa sampai 1,5 kg dalam waktu
40 hari. Biasanya ayam broiler dipanen setelah umurnya mencapai 45 hari dengan
bobot badan berkisar 1,5-2,5 kg (Didinkaem, 2006). Konsumsi ransum, bobot badan,
pertambahan bobot badan, dan konversi ransum yang direkomendasikan pada
berbagai umur ayam broiler strain Ross disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar Konsumsi Air minum, Konsumsi Ransum, Bobot Badan,


Pertambahan Bobot Badan, dan Konversi Ransum yang Ayam Broiler
Strain Ross
Umur Konsumsi Konsumsi Bobot Pertambahan Konversi
Air Minum Ransum Badan Bobot Badan Ransum
(minggu) Kumulatif Kumulatif (g/ekor) (g/ekor)
(ml/ekor) (g/ekor)
1 225 161 182 140 0,9
2 1080 523 455 413 1,1
3 1425 1149 874 832 1,3
4 3842 2065 1412 1370 1,4
5 7035 3248 2021 1939 1,6
6 10510 4622 2633 2470 1,7
Sumber : Ross (2007)
Menurut Ross (2009), ayam broiler optimal diproduksi pada wilayah sub
tropis atau berada pada kisaran suhu 20 - 25 oC dengan kelembaban udara berkisar

4
60 -70%. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ayam broiler adalah bangsa, tipe
ayam, jenis kelamin, energi metabolis, kandungan protein dan suhu lingkungan
(Wahju, 2004). Semakin tua umur ayam maka suhu lingkungan yang dibutuhkan
semakin rendah atau sejuk, hal ini terkait dengan suhu dalam tubuh ayam yang
semakin meningkat akibat semakin banyak energi panas yang dilepaskan akibat
proses metabolisme zat nutrisi (Ross, 2009).

Konsumsi Pakan
Konsumsi pada umumnya diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang
dimakan oleh ternak, yang kandungan zat makanan di dalamnya digunakan untuk
mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk keperluan produksi ternak tersebut
(Tillman et al., 1998). Konsumsi pakan adalah jumlah makanan yang terkonsumsi
oleh ternak bila bahan makanan tersebut diberikan ad libitum. Konsumsi pakan
merupakan faktor essensial sebagai dasar untuk hidup pokok dan untuk produksi.
Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor hewan, faktor
makanan yang diberikan dan faktor lingkungan (suhu dan kelembaban). Jumlah
konsumsi pakan merupakan salah satu tanda terbaik bagi produktivitas ternak.
Konsumsi pakan sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin, besarnya tubuh,
keaktifan dan kegiatan pertumbuhan atau produktivitas lainnya, yaitu suhu dan
kelembaban udara. Suhu udara yang tinggi maka konsumsi pakan akan menurun
karena konsumsi air minum yang tinggi berakibat pada penurunan konsumsi energi.
Konsumsi juga sangat dipengaruhi oleh palatabilitas yang tergantung pada beberapa
hal, yaitu penampilan dan bentuk makanan, bau, rasa, tekstur dan suhu lingkungan
(Church dan Pond, 1988). Standar konsumsi ransum ayam broiler Strain Ross dapat
dilihat pada Tabel 1.
Menurut Kartasudjana dan Suprijatna (2006), ayam mengkonsumsi ransum
untuk memenuhi kebutuhan energinya, sebelum kebutuhan energinya terpenuhi ayam
akan terus makan. Jika ayam diberi makan dengan kandungan energi rendah maka
ayam akan makan lebih banyak. Konsumsi ransum setiap minggu bertambah sesuai
dengan pertambahan bobot badan. Setiap minggunya ayam mengonsumsi ransum
lebih banyak dibandingkan dengan minggu sebelumnya (Fadilah, 2004). Energi
metabolis yang diperlukan ayam berbeda, sesuai tingkat umurnya, jenis kelamin dan
cuaca. Semakin tua ayam membutuhkan energi metabolis lebih tinggi (Fadilah,

5
2004). Menurut Wahju (2004), energi yang dikonsumsi oleh ayam digunakan untuk
pertumbuhan jaringan tubuh, produksi, menyelenggarakan aktivitas fisik dan
mempertahankan temperatur tubuh yang normal. Leeson dan Summer (2001)
menyatakan bahwa kebutuhan energi untuk ayam broiler periode starter 3050 kkal/kg
ransum pada tingkat protein 22%, sedangkan periode finisher 3150 kkal/kg ransum
pada tingkat protein 18%.
Angka kebutuhan energi yang absolut tidak ada karena ayam dapat
menyesuaikan jumlah rasnsum yang dikonsumsi dengan kebutuhan energi bagi
tubuhnya (Rizal, 2006). Kebutuhan protein untuk ayam yang sedang bertumbuh
relatif lebih tinggi karena untuk memenuhi tiga macam kebutuhan yaitu untuk
pertumbuhan jaringan, hidup pokok dan pertumbuhan bulu (Wahju, 2004). Rasyaf
(1992) menyatakan bahwa kebutuhan energi metabolis berhubungan erat dengan
kebutuhan protein yang mempunyai peranan penting pada pertumbuhan ayam broiler
selama masa pertumbuhan. Amrullah (2004) menyatakan bahwa lemak dapat
ditambahkan dalam ransum hingga 8%.

Konversi Ransum
Konversi ransum adalah pembagian antara konsumsi pada suatu minggu
dengan pertambahan berat badan yang dicapai pada minggu tersebut (Rasyaf, 1999).
Menurut Wahju (2004), konversi ransum adalah jumlah ransum yang dibutuhkan
untuk menghasilkan satu unit PBB (Pertambahan Bobot Badan), semakin besar
ukuran dan tua ternak maka nilai konversinya akan semakin tinggi. Faktor utama
yang mempengaruhi konversi ransum adalah temperatur, kualitas ransum, kualitas
air, pengafkiran, penyakit, manajemen pemeliharaan dan juga faktor pemberian
ransum, penerangan dan faktor sosial (Anggorodi, 1979).

Cekaman Panas
Cekaman merupakan kondisi ternak dengan kesehatan terganggu yang
disebabkan adanya lingkungan yang terjadi secara terus menerus pada hewan dan
mengganggu proses homeostasis (Leeson dan Summers, 2001). Cekaman panas
terjadi ketika ayam tidak mampu menyeimbangkan panas di dalam tubuhnya dengan
panas yang ada di lingkungan. Menurut Kusnadi (2006), cekaman panas pada ayam

6
broiler dapat menurunkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, efisiensi
penggunaan ransum, dan meningkatnya angka kematian.
Ayam adalah salah satu hewan homeotermik yang memiliki kemampuan
untuk mempertahankan suhu tubuhnya relatif stabil pada suatu kisaran suhu yang
sempit walaupun terjadi perubahan suhu yang besar pada lingkungan. Cekaman
panas yang berkepanjangan akan menyebabkan penurunan produksi hormon tiroksin
sehingga konsumsi pakan menjadi rendah dan menyebabkan pertumbuhan terhambat
sehingga produksinya rendah (Sahin et al., 2002).

Metabolisme Karbohidrat dan Lemak

Metabolisme Karbohidrat
Sebagian besar dari energi dipergunakan hewan untuk keaktifan dalam
pelaksanaan reaksi-reaksi kimia yang membantu metabolisme (Amrullah, 2004).
Karbohidrat, protein dan lemak menyediakan energi untuk hewan dengan kandungan
energi yang berbeda (Damron, 2003). Kandungan energi bruto pada karbohidrat kira-
kira 3,74 kkal/gram (Leeson dan Summers, 2001). Nutrien yang mengandung karbon
menyediakan energi untuk hewan (Taylor dan Field, 2004).
Karbohidrat mensuplai hampir seluruhnya untuk energi sebab merupakan
sumber energi yang lebih ekonomis dibandingkan dengan protein. Energi yang
digunakan sebagai daya hidup hewan, tetapi kebanyakan digunakan sebagai energi
kimia yang dibutuhkan dalam proses pengubahan pakan menjadi produk ternak serta
untuk menjaga keseimbangan temperatur tubuh (Taylor dan Field, 2004).
Glukosa merupakan sumber yang dibutuhkan untuk menghasilkan energi.
Siklus utama pemecahan glukosa untuk membentuk energi terdapat dalam 2 tahap.
Tahap yang pertama diketahui sebagai proses glikolisis dan tahap yang kedua
merupakan lanjutan dari tahap sebelumnya, yang sering dikenal dengan nama siklus
krebs. Pada tahap glikolisis, satu mol glukosa akan dirombak menjadi
dihydroxyacetone phospate yang kemudian akan memiliki hasil akhir 2 mol piruvat
(Gambar 1). Proses glikolisis tersebut menghasilkan total 8 mol ATP (Mc Donald,
2002).

7
Gambar 1. Proses Glikolisis
Sumber: McDonald, 2002

Dua mol piruvat hasil dari glikolisis dioksidasi menghasilkan 1 karbon CO2
dan Acetyl coenzyme A. Acetyl coenzyme A kemudian dioksidasi menjadi karbon
dioksida dan air melalui siklus Krebs (Gambar 2). Perombakan acetyl coenzyme A
menjadi karbon dioksida dan air menghasilkan 30 mol ATP. Jadi total ATP yang
dihasilkan dari 1 mol glukosa adalah 38 mol ATP (McDonald, 2002).

8
Gambar 2. Siklus Krebs
Sumber: McDonald, 2002

Metabolisme Lemak
Lemak yang cukup dalam tubuh ayam broiler yang dipasarkan diperlukan
untuk memberikan penampakan yang bagus pada hasil pemotongan dan untuk
memperbaiki kualitas dagingnya. Akan tetapi, jika terlalu banyak akan merusak.
Trigliserida adalah lemak utama yang disimpan dalam jaringan tubuh ayam. Sekitar
95% trigliserida datang dari ransum, 5%nya disintesis dalam tubuh. Lemak dapat
meninggalkan sel-sel lemak dalam tubuh berupa lipoprotein, dan karena itu, lemak
ransum menjadi faktor penentu perlemakan. Tetapi kelebihan lemak tidak pernah
dapat dibuang dari tubuh. Kalau terlalu banyak lemak yang dikonsumsi,
kelebihannya akan disimpan dalam sel lemak kecuali sedikit yang dirombak ketika
tubuh memerlukan energi (Amrullah, 2004).
Lemak mempunyai energi bruto sekitar 9,1 kkal/gram, nilai ini adalah 82%
dari 11,2 kkal yang dibutuhkan untuk mendeposisikan 1 kg lemak dalam tubuh

9
(Leeson dan Summers, 2001). Menurut Anggorodi (1994), lemak merupakan
kelompok lipida sederhana sebagai hasil reaksi esterifikasi asam lemak netral
(trigliserida) dengan gliserol. Lipida tidak larut dalam air tetapi larut dalam eter,
kloroform, dan benzena. Lemak berperan penting dalam metabolisme energi dengan
keberadaan fraksi gliserol yang dapat diubah oleh tubuh ternak menjadi fruktosa,
kemudian diubah menjadi glukosa yang dapat digunakan sebagai sumber gula dalam
darah.
Lemak digunakan sebagai sumber energi dalam bentuk gliserol. Gliserol
diperoleh dari perombakan triacylglycerol melalui lipase. Gliserol memiliki sifat
glikogenik yang kemudian akan memasuki siklis glikolisis dalam bentuk
dihydroxyacetone phospate (McDonald, 2002). Produksi dihydroxyacetone phospate
ditunjukkan oleh Gambar 3.

Gambar 3. Perombakan Gliserol menjadi DHAP


Sumber: McDonald, 2002

Bentuk dihydroxyacetone phosphate kemudian dapat diubah kembali menjadi


bentuk glukosa. Glukosa dapat dibentuk melalui kebalikan reaksi aldolase untuk
menghasilkan fructose-1,6-diphosphate yang kemudian dikonversi kembali menjadi
glukosa melalui aktivitas hexose diphosphatase, glucose-6-phosphate isomerase, dan
glucose-6-phospatase. Jika glukosa ini akan digunakan untuk memproduksi energi
dapat dihasilkan 21 ATP setiap mol gliserol (Mcdonald, 2002).
McDonald (2002) menjelaskan bahwa, di sisi lain, dihydroxyacetone
phosphate dapat memasuki proses glikolisiss dan dimetabolis menjadi piruvat
kemudian melewati siklus tricarboxylic acid diubah menjadi karbon dioksida dan air.
Perombakan gliserol menjadi energi kemudian akan menghasilkan 22 mol ATP
setiap 1 mol gliserol.

10
Suplementasi vitamin E dan vitamin C
Kandungan vitamin dalam ransum harus mencukupi kebutuhan, namun
kandungan vitamin dalam ransum tersebut dikhawatirkan dapat berkurang jumlahnya
seiring proses pembuatan ransum sehingga jumlahnya tidak lagi mencukupi
kebutuhan ternak. Selain itu, pemberian vitamin melalui ransum ternak tidak terlal
efektif karena dapat banyak terbuang melalui ekskreta. Pada waktu cuaca panas
ayam akan lebih banyak minum. Air minum akan membuat vitamin lebih larut dan
terbuang keluar tubuh. Cara terbaik untuk mengatasi hal ini adalah memberikan
campuran vitamin melalui air minum tiga hari berturut-turut dalam selang dua
minggu. Dengan demikian, cadangan vitamin akan cukup dan laju metabolisme
dapat dipertahankan (Amrullah, 2004).
Puthpongsiriporn et al. (2001) melaporkan bahwa pemberian vitamin E
sebanyak 65 IU/kg pakan dan vitamin C sebanyak 1000 ppm melalui air minum pada
ayam petelur yang mengalami stress panas tidak mempengaruhi paramater produksi
tetapi mempengaruhi level status immunitas, kandungan antioksidan dalam kuning
telur dan kandungan antioksidan pada plasma darah. Pemberian vitamin E sebanyak
60 mg/kg pakan yang dikombinasikan dengan vitamin C sebanyak 60 mg/kg pakan
pada hewan kesayangan yang sehat tidak berdampak banyak pada sistem imun dan
parameter antioksidan tubuh (Hesta et al., 2009). Hal ini menunjukkan bahwa
peningkatan suplementasi vitamin E yang dikombinasikan vitamin C akan lebih
optimal ketika ternak dalam kondisi stress baik itu yang diakibatkan oleh lingkungan
atau dalam tubuh ternak itu sendiri. Hal ini disebabkan ketika stress ternak akan
mengalami gangguan sintesa vitamin C dalam tubuh dan tingginya radikal bebas
dalam tubuh yang dapat merusak membran sel dan jaringan tubuh.

Vitamin E
Vitamin E ditemukan oleh Evans dan Bishop sebagai vitamin yang larut
dalam lemak atau minyak dan dikenal juga sebagai alpha-tocopherol (Anggorodi,
1994). Vitamin E termasuk vitamin larut lemak yang erat kaitannya dengan
metabolisme lemak, berfungsi sebagai antioksidan dalam pemecahan rantai asam
lemak, berperan dalam sistem kekebalan dan penuaan serta behubungan erat dengan
metabolisme mineral selenium. Selain sebagai proteksi dari peroksidasi lemak,
vitamin E berperan sebagai regulator sistem kekebalan tubuh di tingkat sel.

11
Suplemetasi vitamin E 100 mg/kg pakan dapat mempengaruhi sistem kekebalan
tubuh ketika berlangsung stres panas (Niu et al., 2009). Sahin et al. (2002)
melaporkan bahwa pemberian vitamin E sebanyak 250 mg/kg pakan memperbaiki
performa ayam broiler dan menurunkan konsentrasi tryglicerida serta kolesterol
dalam plasma darah yang dipelihara dalam kondisi stress panas (32 oC). Rasio
heterophyl (H) : lympocyte (L) meningkat yang menandakan kemampuan sistem
imun dalam melakukan phagocytosis meningkat dengan pemberian vitamin E 30 kali
dosis normal (10 mg/kg pakan) pada ayam broiler.
Groff dan Sareen (2005) menyatakan bahwa vitamin E memiliki fungsi
memelihara integritas sel tubuh, mencegah peroksidasi asam-asam lemak tak jenuh
yang berada pada phospolipid membrane seluler, membran mitokondria dan
endoplasmik retikulum. Vitamin E merupakan vitamin yang larut dalam lemak.
Untuk dapat dilarutkan dalam air minum ayam broiler maka perlu dilakukan
miselisasi atau perubahan berat jenis partikel serta penambahan stabilizer berupa
gula laktosa.

Vitamin C
Vitamin C bisa disintesa oleh tubuh ayam pada kondisi normal dan hewan
dewasa, fungsinya ialah sebagai antioksidan dalam berbagai reaksi yang bisa
merugikan tubuh, sintesa vitamin C dalam tubuh erat kaitannya dengan level glukosa
tubuh dan akan berkurang ketika terjadi stress. Ayam broiler memungkinkan sintesis
vitamin C ini karena mempunyai ketiga enzim yang diperlukan yakni enzim
NADPH, L-gulonolakton oxidase, D-glukuronolakton reduktase yang semuanya
terdapat dalam ginjal ayam. Dalam keadaan cekaman panas, ayam tidak dapat
mensintesis vitamin C ini sehingga perlu ditambahkan dalam pakan (Morrison,
1961). Mckee et al. (1997) melaporkan bahwa pemberian vitamin C 150 mg/kg
pakan mempengaruhi sistem penyimpanan energi didalam tubuh yang bisa
digunakan ketika asupan energi berkurang saat stress panas berlangsung. Vitamin C
bisa teroksidasi, terdegradasi oleh enzim dan rusak oleh suhu pemanasan.
Mekanisme vitamin C sebagai antioksidan disajikan dalam Gambar 4.

12
Gambar 4. Mekanisme Kerja Vitamin C sebagai Antioksidan
Sumber: Lehninger, 2005

Menurut Lehninger (2005), mekanisme kerja vitamin C sebagai antioksidan


dibagi menjadi 3 tahap yaitu 1) selama oksidasi oleh asam askorbat, sebuah radikal
bebas disebut radikal asam semidehidroaskorbic dibentuk tetapi memiliki paruh
waktu yang pendek 2) Oksidasi senyawa radikal tersebut membentuk asam
dehidroaskorbic 3) asam dehidroaskorbik dapat dikurangi dengan hidrogen yang
berasal dari glutathione tereduksi.
Hasil penelitian Kusnadi (2006) pada ayam broiler umur 3-5 minggu
menunjukkan bahwa pemberian vitamin C nyata (P<0,05) meningkatkan konsumsi
ransum dan PBH (pertambahan bobot harian). Konsumsi ransum meningkat dari
1436 gram/ekor pada kontrol menjadi 1584, 1556, dan 1595 gram/ekor masing-
masing untuk suplementasi vitamin C sebanyak 250, 500 dan 750 ppm. Pertambahan
bobot badan harian meningkat dari 670 gram/ekor pada kontrol menjadi 774, 800,
dan 791/ekor gram masing-masing untuk suplementasi vitamin C sebanyak 250, 500
dan 750 ppm.

Income Over Feed and Chick Cost (IOFCC)

Income Over Feed and Chick Cost (IOFCC) merupakan peubah penting yang
secara ekonomis dapat menggambarkan besarnya keuntungan yang diperoleh dari
tiap-tiap perlakuan. IOFCC sendiri adalah perbedaan rata-rata pendapatan (dalam

13
rupiah) yang diperoleh dari hasil penjualan satu ekor ayam pada akhir penelitian
dengan rata-rata pengeluaran biaya DOC ditambah ransum satu ekor ayam selama
penelitian. Faktor yang mempengaruhi antara lain harga DOC, konsumsi ransum,
bobot badan akhir dan harga jual per kg bobot hidup. Untuk mengetahui income
over feed and chick cost (IOFCC) dapat digunakan rumus menurut
Santoso dalam Mide (2007):

IOFCC = TP (Rp) – {BR (Rp) + DOC (Rp)} (Rp)}

Keterangan :
IOFCC= Income Over Feed and Chick Cost
TP = Total Penjualan
BR = Biaya Ransum + vitamin E dan C

14

Anda mungkin juga menyukai