Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH SEMINAR KEPERAWATAN ANAK

“KONSEP DAN ASKEP PADA NEONATUS RESIKO TINGGI


PREMATURITAS”

DOSEN PENGAMPU:
OSWATI HASANAH, M. Kep., Sp. Kep. An.

OLEH :
KELOMPOK 1 (A 2018 2)
ALDI ARSENTA 1811110191 NURUL ASIKIN 1811110446
ADINDA NIA OKTAVIANI 1811113751 PUPUT PUTRIANI 1811110891
ANNISA RAMADHANI 1811112392 ROFINGATUL HASANAH 1811110923
DINA AMANDA R. 1811113599 SHISI GUSNITA 1811111717
HANIFA ARIFANY 1811113045 SONIA DEWITA 1811112485
JEWI UTAMI 1811111201 TASYA SYAHFA ISLAMIC1811113733
MIFTAHUL JANNAH 1811125315 YOSSY RAMADHANI 1811110734
NATASYA RAISHYA ALFI1811110882

2
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2020

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkat-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar. Tak lupa pula penulis
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Oswati Hasanah, M.Kep. , Sp. Kep. An.
selaku dosen pembimbing dalam mata kuliah Keperawatan Anak. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dari semua pihak yang telah
berpartisipasi didalam penyusunan makalah ini sehingga dapat diselesaikan tepat
pada waktunya.
Makalah ini berjudul tentang “Konsep dan Askep Pada Neonatus Resiko
Tinggi Prematuritas” dalam mata kuliah Keperawatan Anak. Penulis juga
menyadari bahwa materi dan teknik yang digunakan dalam makalah ini masih
memiliki beberapa kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca
sangat penulis harapkan agar makalah ini menjadi lebih sempurna. Atas kritik dan
sarannya diucapkan terimakasih.

Pekanbaru, 23 Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan..................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Defenisi................................................................................................................3
B. Epidemiologi.......................................................................................................3
C. Etiologi dan Faktor Predisposisi..........................................................................3
D. Manifestasi Klinis..............................................................................................13
E. Klasifikasi bayi prematur..................................................................................14
F. Patofisiologi.......................................................................................................15
G. Patogenesis Persalinan Prematur.......................................................................18
H. Pertumbuhan Berat Badan Bayi Prematur.........................................................20
I. Pemeriksaaan Penunjang pada Bayi Prematur..................................................20
J. Penatalaksanaan Bayi Prematur........................................................................21
K. Komplikasi pada Bayi Prematur........................................................................23
L. Asuhan Keperawatan.........................................................................................26
BAB III PENUTUP..............................................................................................35
A. Kesimpulan........................................................................................................35
B. Saran..................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan penelitian, tercatat sekitar 10-15% bayi lahir prematur atau
sebelum waktunya. Dan umumnya bayi yang lahir prematur akan memiliki
banyak masalah setelah lahir. Dibanding bayi yang lahir normal, bayi
prematur memang cenderung bermasalah. Belum matangnya masa gestasi
menyebabkan ketidakmatangan pada semua sistem organnya, misalnya pada
sistem pernapasan (organ paru-paru), sistem peredaran darah (jantung),
sistem pencernaan dan penyerapan (usus) dan sistem saraf pusat (otak).
Ketidakmatangan pada sistem-sistem organ itulah yang membuat bayi
prematur cenderung mengalami kelainan-kelainan dibanding bayi normal.
Pada bayi prematur risiko gangguan pendengaran pun jadi lebih tinggi.
Kurang lebih 5% bayi prematur yang lahir kurang dari 32 minggu masa
kehamilan akan mengalami kehilangan pendengaran pada usia 5 tahun
(Hendarto, 2009).
Bayi prematur merupakan bayi yang lahir dengan usia kehamilan < 32
minggu, mempunyai risiko kematian 70 kali lebih tinggi, karena mereka
mempunyai kesulitan untuk beradaptasi dengan kehidupan di luar rahim
akibat ketidak matangan sistem organ tubuhnya seperti paru-paru, jantung,
ginjal, hati dan sistem pencernaannya, sekitar 75% kematian perinatal
disebabkan oleh prematuritas (Krisnadi dkk, 2009) . Menurut definisi WHO,
bayi prematur adalah bayi lahir hidup sebelum usia kehamilan minggu ke 37
(dihitung dari hari pertama haid terakhir). Bayi prematur ataupun bayi
preterm adalah bayi yang berumur kehamilan 37 minggu tanpa
memperhatikan berat badan, sebagian besar bayi prematur lahir dengan
berat badan kurang 2500 gram (Surasmi dkk, 2003).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka didapatkan pertanyaan
“bagaimana konsep asuhan keperawatan pada neonatus resiko tinggi
prematuritas?”
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang definisi prematuritis
2. Untuk mengetahui penyebab prematuritis.
3. Untuk mengetahui dampak prematuritis.
4. Untuk mengetahui komplikasi prematuritis.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang prematuritis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi
Persalinan prematur adalah persalinan kurang bulan dengan usia
kehamilan sebelum 37 minggu dengan berat janin kurang 2500 gram.
(Cunningham, 2013)
Persalinan prematur adalah persalinan yang berlangsung pada usia
kehamilan 20–37 minggu dihitung dari haid pertama haid terakhir.
(ACOG,1995 dalam buku Prawirohardjo, 2010)
Persalinan premature menurut World Health Organization (WHO)
didefinisikan persalinan dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau
berat kurang dari 2500 gram. (Manuaba, 2012).
Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005
menetapkan bahwa persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi pada
usia kehamilan 22 – 37 minggu.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bayi prematur
adalah bayi lahir hidup yang usia kehamilannya kurang dari 37 minggu
dengan berat badan bayi lahir di bawah 2500 gram.
B. Epidemiologi
Angka kejadian prematur yang tinggi masih menjadi pusat perhatian
dunia hingga kini. Tingkat kelahiran prematur di Amerika Serikat sekitar
12,3% dari keseluruhan 4 juta kelahiran setiap tahunnya dan merupakan
tingkat kelahiran prematur tertinggi di antara negara industri. Angka
kejadian kelahiran prematur di Indonesia belum dapat dipastikan jumlahnya,
dalam studi yang dilakukan di RSUP Dr. Kariadi Semarang tahun 2002
didapatkan kelahiran prematur sebesar 138 kasus (4,6%). Namun
berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan
tahun 2007, proporsi BBLR di Indonesia mencapai 11,5%, meskipun angka
BBLR tidak mutlak mewakili angka kejadian kelahiran prematur.
C. Etiologi dan Faktor Predisposisi
1. Faktor Iatrogenik

3
Perkembangan teknologi dan etika kedokteran, menempatkan janin
sebagai individu yang mempunyai hak atas kehidupannya. Apabila
kelanjutan kehamilan dapat membahayakan janin, maka janin harus
dipindahkan ke lingkungan luar yang lebih baik dari rahim ibu, bila
ibu terancam oleh kehamilannya, maka kehamilan harus di akhiri.
(Cunningham, 2013)
Mengakhiri kehamilan karena indikasi medis merupakan
pertimbangan awal dalam pertolongan persalinan yang tidak dapat
dihindari, sehingga untuk mempertahankan kehamilan tidak dapat
dilakukan karena memberikan dampak yang buruk baik terhadap
keselamatan ibu maupun janin. Mengakhiri kehamilan adalah langkah
terbaik yang bisa dilakukan secara persalinan normal maupun
tindakan operatif seksio sesaria.
Menurut Annath dan Vintzileos (2006), penyebab persalinan
prematur berdasarkan indikasi medis adalah Pre-eklamsia, distress
janin, kecil masa kehamilan, solusio plasenta, plasenta previa,
perdarahan tanpa sebab yang jelas, diabetes, penyakit ginjal dan
pecahnya ketuban sebelum persalinan dengan usia kehamilan kurang
37 minggu sebagai mekanisme patologis akibat adanya infeksi intra
amnion dimana adanya cenderung untuk mengakhiri kehamilan.
Menurut Meis dkk (2013), melaporkan bahwa 28% persalinan
prematur dengan kehamilan tunggal disebabkan oleh 50% akibat pre-
eklamsia, 25% akibat gawat janin, 25% akibat IUGR, solusio plasenta
atau kematian janin, sedangkan 72% terjadi secara spontan dengan
atau tanpa disertai ketuban pecah dini.
Menurut Sarwono Prawirohardjo (2010), bahwa mengakhiri
kehamilan bukan hanya karena indikasi medis yang menambah
prevalensi terjadinya persalinan prematur, tetapi kejadian persalinan
prematur mengancam dengan selaput ketuban utuh atau ketuban pecah
prematur dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu akan
menambah daftar meningkatnya angka persalinan prematur.
2. Faktor Maternal

4
a. Usia Ibu
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam
menentukan pertumbuhan dan perkembangan janin adalah usia,
kematangan, fisik, dan alat reproduksi. Secara fisik dan mental usia
yang paling baik untuk hamil berkisar antara 20 – 35 tahun karena
pada usia tersebut secara biologis memiliki alat reproduksi wanita
yang berkembang dan berfungsi secara maksimal dan merupakan
puncak kesuburan, begitu juga faktor kejiwaan sudah matang
sehingga tidak mempengaruhi berbagai faktor penyulit ketika hamil
seperti keguguran, perdarahan bahkan kematian.
Menurut Widyastuti (2009), usia reproduktif adalah 20
– 30 tahun, bila kehamilan di usia kurang 20 tahun secara fisik dan
psikis kurang terutama pemenuhan gizi, sedangkan usia lebih 35
tahun mengalami kemunduran fungsi dan daya tahan tubuh
sehingga mudah terkena penyakit, keguguran, persalinan prematur.
Ilmu kedokteran mengatakan bahwa secara biologis saat usia
dibawah 20 tahun, tubuh memiliki organ reproduksi yaitu sel telur
yang belum siap matang dan belum sempurna, dikhawatirkan
mengganggu perkembangan janin serta berisiko tinggi mengalami
kondisi buruk pada saat hamil seperti tekanan darah tinggi,
diabetes mellitus, kelahiran premature, IUGR, depresi post partum
bahkan kematian yang tinggi karena perdarahan dan infeksi.
Menurut Casanueva dkk (2005), setelah dilakukan penelitian
bahwa faktor maternal yang terkait dengan persalinan prematur
adalah usia ibu terlalu muda atau terlalu tua, kemiskinan, pekerjaan
yang terlalu berat. (Cunningham, 2013)
Menurut Manuaba (2010), satu resiko terjadinya persalinan
prematur mengancam adalah faktor usia yaitu terjadi pada ibu
hamil berusia muda atau tua, antara usia kurang dari 18 tahun atau
diatas 40 tahun. Dimana pada usia terlalu muda hal yang paling
penting adalah faktor gizi dan kesiapan mental yang kurang siap
dalam menjalani proses kehamilan, sehingga menimbulkan strees

5
bahkan depresi yang berakibat buruk terhadap kesehatan dan
berpengaruh terhadap kehamilan.
Wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun akan lebih berisiko
lebih tinggi mengalami penyulit-penyulit obstetri sebagai akibat
peningkatan dalam masalah kesehatannya seperti hipertensi,
diabetes, solusio plasenta, persalinan prematur, lahir mati dan
plasenta previa yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan
mortalitas terutama perinatal. (Cunningham, 2013)
b. Riwayat Kelahiran Prematur
Menurut Spong (2007), dalam buku Cunningham menyatakan
salah satu faktor utama terjadinya persalinan prematur adalah
memiliki riwayat kelahiran prematur.
Ibu yang pernah mengalami dan memiliki kehamilan prematur
sebelumnya rentan untuk melahirkan secara prematur kembali,
demikian juga memiliki riwayat aborsi atau keguguran sebelumnya
rentan terjadi persalinan prematur.
Bloom (2001) melakukan penelitian di RS. Parkland bahwa
wanita yang melahirkan anak pertama prematur, meningkat tiga
kali lipat dibanding dengan wanita yang bayi pertamanya lahir
cukup bulan. (Cunningham, 2013)
Wanita yang telah mengalami kelahiran prematur pada
kehamilan yang terdahulu memiliki risiko 20% sampai 40% untuk
terulang kembali kejadian persalinan prematur. (Varney, 2007)
c. Trauma
Trauma, inkompetensi servik, stress, gaya hidup dengan
merokok dan infeksi saluran kemih maupun infeksi vaginosis
bacterial memberikan andil penyebab terjadinya persalinan
prematur. (Goldenberg & Coper, dkk dalam buku Cunningham,
2013)
Riwayat yang mengalami jatuh, terpukul pada perut atau riwayat
pembedahan seperti seksio sesarea sebelumnya. (Oxorn, 2010)
Melakukan hubungan seksual dapat terjadi trauma karena

6
menimbulkan rangsangan pada uterus sehingga terjadi kontraksi
dan sperma yang yang mengandung hormon prostaglandin
merupakan hormon yang dapat merangsang kontraksi uterus.
(Bobak, 2005)
d. Infeksi
Vaginosis bakterial dimana pada kondisi ini flora normal yaitu
dominan kuman lactobacillus yang memproduksi hydrogen
peroksida digantikan kuman anaerob dikaitkan dengan persalinan
prematur mengancam, persalinan prematur dan ketuban pecah dini.
(Cunningham, 2013)
Hiller dkk (1995), vaginitis bacterial telah dikaitkan dengan
abortus spontan, persalinan kurang bulan, ketuban pecah dini,
kurang bulan korioamnionitis dan infeksi cairan ketuban.Vaginosis
bakterial adalah kondisi dimana flora normal vagina laktobasilus
digantikan dengan bakteri anaerob gradnerella vaginalis dan
mycoplasma homilis. Diagnosa dari bacterial vaginosis (BV)
didasarkan atas pemeriksaan PH vagina > 4,5, bau amine bila
lender vagina ditambah KOH, sel clue dimana sel epitel vagina
diliputi bakteri, pengecatan dengan gram tampak adanya sel putih
dengan flora campuran
Meskipun beberapa penelitian menghubungkan ini dengan
persalinan prematur mengancam atau ketuban pecah prematur.
(Cunningham, 2013)
Skoring Vaginal Gram Stains For Bacterial Vaginosis (Nugent Score)

Number/oil Immersion
Organism Morphotype Score
Field
> 30 0
5 – 30 1
Lactobacillus-like (parallel-sided,
1–4 2
Gram positif rods
<1 3
0 4
Mobiluncus – like (Curved, Gram >5 2

7
<1–4 1
negative-rods)
0 0
> 30 4
Gardnelella/Bacteroides like (tiny, 05 – 30 3
gram-variabel coccobacili, gram 1–4 2
negative rods with vacuoles <1 1
0 0
( FORBES, et al, 2007)
INTERPRETASI HASIL

NO SKOR INTERPRETASI
1 0–3 NORMAL
INTERMEDIET, ULANG LAGI :
2 4–6 Clue Cells ( - )  Intermediet
Clue Cells ( + )  BV
3 7 – 10 Bacterial Vaginosis
Pada hasil intermediet perlu dilakukan pengulangan
pemeriksaan swab vagina dalam jangka waktu satu minggu guna
melihat perkembangan apakah adanya bakteri yang
berkembangbiak atau tidak.
Infeksi saluran kemih juga merupakan penyebab persalinan
prematur, hal ini disebabkan karena peningkatan hormon
progesterone sehingga ureter mengalami dilatasi sehingga
timbuknya refluks air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter.
(Prawiroharjo, 2010)
Menurut Faundes dkk (1998), dilatasi kaliks ginjal dan ureter
mulai terjadi pada kehamilan 14 minggu dan kemungkinan
disebabkan oleh relaksasi lapisan otot yang dipicu adanya hormon
progesteron. (Cunningham, 2013)
Infeksi saluran kemih pada kehamilan dapat menimbulkan
beberapa komplikasi antara lain pyelonefritis, persalinan prematur,
pre-eklampsi, korioramnionitis, ketuban pecah dini, sepsis
neonatorum. Pyelonefritis dalam kehamilan dapat berkembang
menjadi sepsis pada10-20% kasus. (Jenifer, 2012).

8
Gejala terjadinya infeksi saluran kemih yang sering ditemukan
adalah urgensi, frekuensi dan disuria. Gejala-gejala tersebut tidak
spesifik untuk infeksi saluran kemih, karena pada 81% wanita
hamil normal akan mengalami frekuensi. Pada kondisi
pyelonephritis didapatkan tanda-tanda demam, nyeri pada daerah
costovertebral, nyeri ketok ginjal, nyeri pinggang, serta mual-mual.
Untuk menegakkan diagnosa diperlukan pemeriksaan kultur
dengan spesimen urine porsi tengah, nilai ambang untuk
menegakkan diagnosa infeksi saluran kencing simtomatik adalah
103 cfu/ml, sedangkan untuk infeksi saluran kencing yang
asimptomatik adalah 105 cfu/ml. pemeriksaan kultur urine
membutuhkan waktu 24 – 48 jam dan biaya yang cukup mahal.
Beberapa penelitian mencoba menggunakan dip stick dengan
menilai leukosit esterase dan nitrit sebagai pemeriksaan penunjang
pengganti kultur, didapatkan hasil bahwa kultur urine masih tidak
dapat tergantikan. (Schnarr dan Smaill, 2008, Ocviyanti, 2012)
Sensitivitas pemeriksaan menggunakan stik sebesar 60% bila
jumlah bakteri 105 cfu/ml, dan 22% bila bakteri < 105 cfu/ml.
pemeriksaan urine sebaiknya dilakukan pagi hari pada kencing
pertama. Hal ini dilakukan untuk mengurangi hasil negatif palsu.
(Junizaf, 2012)
Studi lain menyebutkan pemeriksaan menggunakan stik dengan
kombinasi leukosit esterase dan nitrit memiliki akurasi yang lebih
rendah dibanding kultur urine. Tetapi pemeriksaan ini dapat
dilakukan sebagai screeaning di fasilitas tingkat pertama/
Puskesmas. Idealnya bila didapatkan hasil nitrit yang positif harus
dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur urine. (Ocviyanti, 2012)
e. Gaya Hidup
Menurut Ehrenberg dkk (2009), Merokok, pertambahan berat
badan yang tidak adekuat dan penggunaan narkoba berperan
penting pada insiden terjadinya persalinan prematur. (Cunningham,
2013)

9
Faktor psikologis seperti depresi, cemas dan stres kronik telah di
laporkan terkait dengan kelahiran prematur. (Copper, 1996)
Negges dkk (2004) melakukan penelitian hubungan signifikan
antara terjadi persalinan berat badan lahir rendah dengan persalinan
prematur pada wanita yang mengalami cidera akibat kekerasan
fisik. (Cunningham, 2013)
f. Kesenjangan Ras dan Etnik
Menurut Kistka dkk (2007), melakukan analisis tentang
kesenjangan ras yang tidak tergantung pada faktor risiko medis dan
sosial ekonomi, bahwa wanita kulit hitam memiliki peningkatan risiko
kelahiran prematur berulang dengan menyiratkan bahwa adanya
faktor intrinsik pada populasi ini. (Cunningham, 2013)
g. Pekerjaan
Jam kerja yang panjang dan kerja fisik yang berat berhubungan
dengan peningkatan terjadinya persalinan prematur. (Cunningham,
2013)
Menurut Goldenberg dkk (2008), melakukan penelitian
mengenai aktivitas fisik berhubungan dengan persalinan prematur
telah membuahkan hasil yang bertentangan. (Cunningham, 2013)
Pekerjaan atau aktivitas yang terlalu berat sewaktu hamil dapat
menimbulkan kontraksi rahim. (Taufan, 2010)
h. Genetik
Kelahiran prematur yang bersifat berulang, berhubungan dengan
keluarga dan ras telah menimbulkan pendapat bahwa genetika
mungkin memainkan peran penyebab. (Ananta, 2009)
i. Penyakit Periodunta
Peradangan gusi merupakan peradangan kronik anaerob yang
mempengaruhi sebanyak 50% wanita hamil. (Cunningham,2013)
Vergnes dan Sixoin (2007) melakukan meta-analisa terhadap 17
penelitian dan menyimpulkan bahwa penyakit periodontal secara
bermakna berkaitan dengan kelahiran prematur. (Cunningham,
2013)

10
j. Jarak Kehamilan
Sebuah study meta analisis ditemukannya bahwa jarak
kehamilan yang masih kurang dari 18 bulan erat kaitannya terjadi
berat badan lahir rendah, persalinan prematur, dan ukuran bayi
tidak sesuai dengan usia kehamilannya, sehingga dapat dikatakan
bahwa jarak kehamilan yang terlalu dekat dapat memberikan
dampak negatif atau berbahaya bagi ibu karena dapat
menyebabkan komplikasi yaitu mengalami anemia pada masa
kehamilan berikutnya dan dapat memberikan dampak yang
berbahaya bagi kesehatan ibu dan bayinya. Hal tersebut terjadi
karena tubuh seorang ibu belum cukup untuk dapat mengumpulkan
cadangan nutrisi setelah melalui kehamilan pertamanya.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan kepada
para ibu untuk mengatur jarak antara kehamilannya antara 2 hingga
5 tahun. Karena diharapakan tubuh seorang ibu diberikan
kesempatan untuk mengembalikan organ reproduksi seperti semula
dan kesempatan ibu untuk dapat memberikan ASI secara optimal,
Apabila seorang ibu hamil dan masih menyusui bayinya dimana
tubuh akan melepaskan hormon oksitosin sehingga dapat memicu
kontraksi uterus. Bila kehamilan kurang dari 37 minggu akan
terjadi persalinan prematur.
Menurut Conde-agudelo (2006), melaporkan bahwa jarak
kehamilan yang lebih pendek dari 18 bulan dan lebih panjang 59
bulan dikaitkan dengan peningkatan risiko kelahiran prematur.
(Cunningham,2013)
k. Inkompetensi Servik
Menurut Norwitz dan Schorge (2008), dimana kondisi servik
tidak mampu untuk mempertahankan kehamilan hingga waktu
kelahiran tiba karena efek fungsional servik, ditandai dengan
terbukannya servik tanpa disertai rasa nyeri dan berakhir dengan
pecahnya ketuban saat kehamilan prematur sehingga meningkatkan
terjadinya persalinan prematur. (Cuninngham, 2013)

11
l. Anemia
Terjadinya anemia dalam kehamilan bergantung dari jumlah
persediaan besi dalam hati, limpa dan semua sumsum tulang.
Selama masih mempunyai cukup pesediaan besi, Hb tidak akan
turun dan jika persediaan ini habis haemoglobin akan turun dan ini
akan terjadi pada bulan ke 5-6 kehamilan. Pada waktu janin
membutuhkan banyak zat besi, anemia akan mengurangi
kemampuan metabolism tubuh sehingga mengganggu
pertumbuhan dan perkewmbangan janin janin dalam rahim, bila
terjadi anemia pengaruh terhadap hasil konsepsi adalah terjadinya
persalinan prematur, cacat bawaan, cadangan besi kurang, kematian
janin dalam kandungan, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini
dan mudah terjadi infeksi. ( Prawirohardjo, 2010 )
Pada saat ibu hamil mengalami kekurangan zat besi akan timbul
keluhan merasa lelah meskipun tidak beraktifitas, kulit pucat,
denyut jantung cepat, sulit bernafas, dan sulit konsentrasi. Batas
kadar haemoglobin menurut World Health Organization (WHO)
anemia pada ibu hamil dibagi menjadi tiga kriteria : Normal > 11
gr %, Anemia ringan 8-11 gr %, Anemia berat < 8 gr%.
3. Faktor Janin
a. Kehamlan kembar
Persalinan pada kehamilan kembar besar kemungkinan terjadi
masalah seperti resusitasi neonatus, persalinan prematur, perdarahan
post partum, malpresentasi kembar ke dua, atau perlunya tindakan
seksio sesaria. (Varney, 2007)
Menurut Norwitz dan Schorge (2008), persalinan pada
kehamilan kembar meningkat sesuai bertambahnya jumlah janin
yaitu lama kehamilan rata-rata adalah 40 minggu pada kehamilan
tunggal, 37 minggu pada kehamilan kembar dua, 33 minggu pada
kehamilan kembar tiga, 29 minggu pada kehamilan kembar empat.
b. Intra Uterine Fetal Death (IUFD)
Kematian janin dalam rahim (IUFD) adalah kematian janin

12
dalam uterus yang beratnya 500 gr atau lebih dalam usia kehamilan
telah mencapai 20 minggu atau lebih. (Saifuddin, 2006)
c. Kelainan Kongenital
Menurut Dollan dkk (2007), setelah mengendalikan faktor
pengganggu, kehamilan dengan janin mengalami kecacatan
berkaitan erat dengan kelahiran prematur. (Cunningham, 2013)
D. Manifestasi Klinis
Menurut Rukiyah & Yulianti (2012), ada beberapa tanda dan gejala yang
dapat muncul pada bayi prematur antara lain adalah sebagai berikut:
1. Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu.
2. Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram.
3. Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm.
4. Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm.
5. Lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm.
6. Rambut lanugo masih banyak.
7. Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang.
8. Tulang rawan daun telinga belum sempuna pertumbuhannya.
9. Tumit mengkilap, telapak kaki halus.
10. Genetalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh labia
mayora dan klitoris menonjol (pada bayi perempuan). Testis belum
turun ke dalam skrotum, pigmentasi dan rugue pada skrotum kurang
(pada bayi laki-laki).
11. Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah.
12. Fungsi saraf yang belum atau tidak efektif dan tangisnya lemah.
13. Jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan otot dan
jaringan lemak masih kurang.
14. Vernix caseosa tidak ada atau sedikit bila ada.
Menurut Proverawati & Sulistyorini (2010), bayi prematur menunjukkan
belum sempurnanya fungsi organ tubuh dengan keadaan lemah, yaitu
sebagai berikut :
1. Tanda-tanda bayi prematur sesuai masa kehamilan (SMK):
a. Kulit tipis dan mengkilap.

13
b. Tulang rawan telinga sangat lunak, karena belum terbentuk dengan
sempurna.
c. Lanugo (rambut halus atau lembut) masih banyak ditemukan
terutama pada daerah punggung.
d. Jaringan payudara belum terlihat, puting masih berupa titik.
e. Pada bayi perempuan, labia mayora belum menutupi labia minora.
f. Pada bayi laki-laki, skrotum belum banyak lipatan dan testis
kadang belum turun.
g. Garis telapak tangan kurang dari 1/3 bagian atau belum terbentuk.
h. Kadang disertai dengan pernapasan yang tidak teratur.
i. Aktivitas dan tangisan lemah.
j. Reflek menghisap dan menelan tidak efektif atau lemah.
2. Tanda-tanda bayi prematur kecil untuk masa kehamilan (KMK):
a. Umur bayi bisa cukup, kurang atau lebih bulan, tetapi beratnya
kurang dari 2500 gram.
b. Gerakannya cukup aktif dan tangisannya cukup kuat.
c. Kulit keriput, lemak bawah kulit tipis.
d. Pada bayi laki-laki testis mungkin sudah turun.
e. Bila kurang bulan maka jaringan payudara dan puting kecil.
E. Klasifikasi bayi prematur
Usia kehamilan normal bagi manusia adalah 40 minggu. Menurut World
Health Organization (WHO), usia kehamilan pada bayi yang baru lahir
dikategorikan menjadi prematur, normal, dan lebih bulan. Kelahiran
prematur terjadi sebelum 37 minggu usia kehamilan dan bisa dibagi menjadi
3. Usia kehamilan ini dihitung dari hari pertama setelah siklus menstruasi
terakhir (Bobak, Lowdermilk dan Jensen, 2005). Bayi prematur
diklasifikasikan dalam tiga golongan, antara lain:
1. Bayi Derajat Prematur di Garis Batas (Border Line Prematur)
Berat badan bayi 2500 gr dengan masa gestasi 37 minggu.Masalah
yang sering muncul pada golongan ini adalah adanya ketidakstabilan
tubuh, kesulitan menyusu, ikterik, respiratory distress syndrome

14
(RDS) mungkin muncul.Lipatan pada kaki sedikit, payudara lebih
kecil, lanugo banyak, dan genitalia kurang berkembang.
2. Bayi Prematur Sedang (Moderately Prematur)
Masa gestasi antara 31–36 minggu dengan berat badan 1500– 2500
gram.Masalah yang biasa muncul dalam golongan ini adalah adanya
ketidakstabilan tubuh, pengaturan glukosa, RDS, ikterik, anemia,
infeksi, kesulitan menyusu.Seperti pada bayi prematur di garis batas
tetapi lebih parah, kulit lebih tipis, lebih banyak pembuluh darah yang
tampak.
3. Bayi Sangat Prematur (Extremely Prematur)
Masa gestasi antara 24 – 30 minggu dengan berat badan berkisar
antara 500-1400 gram.Hampir semua bayi prematur dalam golongan
ini memiliki masalah komplikasi yang berat.Ukuran kecil dan tidak
memiliki lemak, kulit sangat tipis, dan sering kali kedua matanya
masih berdempetan.
F. Patofisiologi
Secara umum, penyebab persalinan premature dapat di kelompokkan
dalam 4 golongan:
1. Aktivasi dari pencetus terjadinya persalinan
2. Inflamasi/infeksi
3. Perdarahan plasenta
4. Peregangan yang berlebihan pada uterus
Mekanisme pertama ditandai dengan stres dan anxietas yang biasa terjadi
pada primipara muda yang mempunyai predisposisi genetik.Adanya stres
fisik maupun psikologi menyebabkan aktivasi prematur dari aksis
Hypothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA) ibu dan menyebabkan terjadinya
persalinan prematur. Aksis HPA ini menyebabkan timbulnya insufisiensi
uteroplasenta dan mengakibatkan kondisi stres pada janin. Stres pada ibu
maupun janin akan mengakibatkan peningkatan pelepasan hormon
Corticotropin Releasing Hormone (CRH), perubahan pada
Adrenocorticotropic Hormone (ACTH), prostaglandin, reseptor oksitosin,
matrix metaloproteinase (MMP), interleukin-8, cyclooksigenase-2,

15
dehydroepiandrosteron sulfate (DHEAS), estrogen plasenta dan pembesaran
kelenjar adrenal.
Mekanisme kedua adalah decidua-chorio-amnionitis, yaitu infeksi
bakteri yang menyebar ke uterus dan cairan amnion. Keadaan ini merupakan
penyebab potensial terjadinya persalinan prematur. Infeksi intraamnion akan
terjadi pelepasan mediator inflamasi seperti pro-inflamatory sitokin (IL-1β,
IL-6, IL-8, dan TNF-α). Sitokin akan merangsang pelepasan CRH, yang
akan merangsang aksis HPA janin dan menghasilkan kortisol dan DHEAS.
Hormon-hormon ini bertanggung jawab untuk sintesis uterotonin
(prostaglandin dan endotelin) yang akan menimbulkan kontraksi. Sitokin
juga berperan dalam meningkatkan pelepasan protease (MMP) yang
mengakibatkan perubahan pada serviks dan pecahnya kulit ketuban.
Mekanisme ketiga yaitu mekanisme yang berhubungan dengan
perdarahan plasenta dengan ditemukannya peningkatan hemosistein yang
akan mengakibatkan kontraksi miometrium. Perdarahan pada plasenta dan
desidua menyebabkan aktivasi dari faktor pembekuan Xa (protombinase).
Protombinase akan mengubah protrombin menjadi trombin dan pada
beberapa penelitian trombin mampu menstimulasi kontraksi miometrium.
Mekanisme keempat adalah peregangan berlebihan dari uterus yang bisa
disebabkan oleh kehamilan kembar, polyhydramnion atau distensi berlebih
yang disebabkan oleh kelainan uterus atau proses operasi pada serviks.
Mekanisme ini dipengaruhi oleh IL-8, prostaglandin dan COX.

16
17
G. Patogenesis Persalinan Prematur
Persalinan prematur dapat terjadi secara spontan atau karena ada indikasi.
Persalinan prematur secara spontan dapat terjadi pada selaput ketuban yang
masih intak atau karena ketuban pecah dini (preterm premature rupture of
fetal membranes). Persalinan prematur atas indikasi bisa tejadi karena
kondisi yang terjadi pada ibu ataupun janin. Kondisi pada ibu yang sering
menginduksi adalah kejadian preeklampsia, plasenta previa sedangkan pada
janin adalah karena pertumbuhan janin terhambat. Namun, kedua kondisi ini
dapat terjadi secara bersamaan. Dari semua kasus persalinan prematur yang
terjadi, 25% terjadi atas indikasi dan 75% terjadi secara spontan dimana
45% dengan selaput ketuban yang masih intake dan 30% dengan kasus
ketuban pecah dini (Romero, 2007).
Proses persalinan aterm dan prematur pada dasarnya adalah sama,
perbedaannya hanya pada usia kehamilan. Mekanisme umum persalinan
yaitu adanya kontraksi uterus, pendataran serviks, dan ketuban pecah.
Perbedaan yang paling mendasar antara persalinan aterm dan prematur
adalah persalinan aterm terjadi sebagai hasil proses fisiologis dari
mekanisme umum persalinan sedangkan persalinan prematur sebagai hasil
proses patologis yang mengaktifkan salah satu atau lebih komponen dari
mekanisme umum persalinan (Romero, 2007).
Mekanisme umum persalinan pada persalinan aterm ataupun prematur
melibatkan psoses anatomik, biokimia, imunologi, endokrin, dan hal klinis
pada ibu dan janin. Banyak klinisi lebih menekankan pada komponen uterus
meliputi kontraksi miometrium, dilatasi serviks dan pecahnya ketuban.
Namun, dapat terjadi perubahan sistemik seperti peningkatan kadar
Corticotropin Releasinng Hormone (CRH) di plasma (Romero, 2007).
Keseluruhan aktivasi mekanisme persalinan dipicu oleh suatu sinyal.
Prostaglandin dipertimbangkan sebagai kunci dalam onset persalinan karena
dapat memicu kontraksi miometrium, perubahan matrix ekstraselular yang
berhubungan dengan pendataran serviks dan aktivasi membran desidua
(Romero, 2007).

18
Infeksi merupakan salah satu penyebab persalinan prematur.
Mikroorganisme ataupun produk yang dihasilkan dapat memicu inflamasi
pada cairan amnion dan korioamnion (Cunningham et al, 2004).
Penelitian menunjukkan bahwa 25%-40% kasus persalinan prematur
karena infeksi. Microbial invasion of the amniotic cavity (MIAC) terdapat
pada 12,8% wanita yang mengalami persalinan prematur dengan selaput
ketuban yang masih intak dan 32% pada persalinan prematur dengan
ketuban pecah dini. Mikroorganisme yang paling sering ditemui di cairan
amnion adalah mikoplasma dari daerah genitalia (Romero, 2007).

Sumber: Romero dan Lockwood


Tahap 1: Perubahan flora normal di vagina/serviks.
Tahap 2: Mikroorganisme berada di antara korion dan amnion.
Tahap 3: Infeksi intraamnion.
Tahap 4: Invasi fetus.
Menurut Prawirohardjo (2011), kasus persalinan prematur dapat terjadi
sebagai akibat proses patogenik yang merupakan mediator biokimia yang
mempunyai dampak terjadinya kontraksi rahim dan perubahan serviks,
yaitu:
1. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu
maupun janin, akibat stress pada ibu atau janin.
2. Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi asendens
dari traktus genitourinaria atau infeksi sistemik.

19
3. Perdarahan desidua.
4. Peregangan uterus patologik.
5. Kelainan pada uterus atau serviks.
H. Pertumbuhan Berat Badan Bayi Prematur
Pertumbuhan mempunyai dampak terhadap aspek fisik, sedangkan
perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi organ tubuh, keduanya
berjalan secara berkesinambungan dalam tubuh manusia. Pertumbuhan
(growth) adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan
interseluler, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam arti
sebagian atau keseluruhan. Bersifat kuantitatif sehingga dapat diukur
dengan mempergunakan satuan panjang dan berat.
Menurut Santoso (2003) mengemukakan Kenaikan berat badan hingga 3
bulan pertama pada bayi prematur dapat di perkirakan sebagai berikut:
1. 150-200 gram seminggu untuk bayi berat lahir <1500 gram (20-30
gram).
2. 200-250 gram seminggu untuk bayi berat lahir 1.500-2.500 (30-35 gram).
I. Pemeriksaaan Penunjang pada Bayi Prematur
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada bayi prematur dan BBLR adalah sebagai berikut:
1. Jumlah sel darah putih: 18.000/mm3. Neutrofil meningkat hingga
23.000-24.000/mm3 hari pertama setelah lahir dan menurun bila ada
sepsis.
2. Hematokrit (Ht): 43%-61%. Peningkatan hingga 65% atau lebih
menandakan polisitemia, sedangkan penurunan kadar menunjukkan
anemia atau hemoragic prenatal/perinatal.
3. Hemoglobin (Hb): 15-20 gr/dl. Kadar hemoglobin yang rendah
berhubungan dengan anemia atau hemolisis yang berlebihan.
4. Bilirubin total: 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl pada 1-2
hari, dan 12 gr/dl pada 3-5 hari.
5. Destrosix: tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah
kelahiran rata-rata 40-50 mg/dl dan meningkat 60-70 mg/dl pada hari
ketiga.

20
6. Pemantauan elektrolit (Na, K, Cl): dalam batas normal pada awal
kehidupan.
7. Pemerisa Analisa gas darah
J. Penatalaksanaan Bayi Prematur
Menurut Hariati (2010) bayi yang lahir prematur memerlukan perawatan
yang lebih intensif karena bayi prematur masih membutuhkan lingkungan
yang tidak jauh berbeda dari lingkungannya selama dalam kandungan. Oleh
karena itu, di rumah sakit bayi prematur akan mendapatkan perawatan
sebagai berikut:
1. Pengaturan suhu
Bayi prematur sangat cepat kehilangan panas badan atau suhu tubuh
bahkan dapat juga terjadi hipothermia, karena pusat pengaturan suhu
tubuh belum berfungsi dengan baik. Oleh karena itu bayi dirawat dalam
inkubator. Inkubator dilengkapi dengan alat pengatur suhu dan
kelembaban agar bayi dapat mempertahankan suhu normal. Suhu
inkubator untuk bayi kurang dari 2000 gram adalah 35˚C dan untuk berat
2000-2500 gram maka suhunya 34˚C agar bayi dapat mempertahankan
suhunya sampai 37˚C (Prawirohardjo, 2006).
2. Pencegahan infeksi
Bayi prematur sangat rentan terhadap infeksi karena kadar
immunoglobulin yang masih rendah, aktifitas bakterisidial neutrofil, efek
sitotoksik limfosit juga masih rendah, fungsi imun belum dapat
mengidentifikasi infeksi secara aktual. Bayi akan mudah menghadapi
infeksi terutama infeksi nosokomial (Manuaba, 2008). Perawatan umum
yang biasa dilakukan adalah tindakan aseptik, mempertahankan suhu
tubuh, membersihkan jalan nafas perawatan tali pusat dan memberikan
cairan melalui infus.
3. Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi Bayi Prematur
Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi diantaranya menentukan
pemilihan susu, cara pemberian dan jadwal pemberian sesuai dengan
kebutuhan pada bayi prematur. Susu adalah sumber nutrisi yang utama
bagi bayi. Selama belum bisa mengisaplly dengan benar, minum susu

21
dilakukan dengan menggunakan pipet atau melalui enteral (Manuaba,
2007). Reflek hisap pada bayi prematur belum sempurna, kapasitas
lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan terutama lipase masih
kurang disamping itu kebutuhan protein 3-5 g/hari dan tinggi kalori (110
kal/kg/hari) agar berat badan bertambah.
Jumlah ini lebih tinggi dari yang diperlukan bayi cukup bulan.
Pemberian minum dimulai pada waktu bayi berumur tiga jam agar bayi
tidak menderita hipoglikemia dan hiperbilirubinemia. Sebelum
pemberian minum pertama harus dilakukan pengisapan cairan lambung.
Untuk mengetahui ada tidaknya atresia esofagus dan mencegah muntah.
Permulaan cairan diberikan sekitar 50–60 ml/kg BB/hari dan terus
dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 ml/kg BB/hari (Prawirohardjo,
2006)
4. Penimbangan berat badan
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi yang
berhubungan dengan daya tahan tubuh. Pemantauan dan monitoring
harus dilakukan secara ketat (Prawirohardjo, 2006). Setiap bayi yang
lahir akan ditimbang berat badannya. Berat badan merupakan salah satu
ukuran yang menggambarkan komposisi tubuh bayi secara keseluruhan
mulai dari kepala, leher, dada, perut, tangan, dan kaki. Berat badan yang
rendah saat lahir menunjukkan kondisi bayi yang kurang sehat.
5. Membantu beradaptasi
Perawatan di rumah sakit pada bayi yang tidak mengalami komplikasi
bertujuan membantu bayi beradaptasi dengan lingkungan barunya.
Setelah suhunya stabil dan memenuhi kriteria pemulangan biasanya
sudah dibolehkan dibawa pulang. Beberapa Rumah Sakit yang
menggunakan patokan berat badan untuk pemulangan bayi prematur,
sebagai contoh bayi prematur diperbolehkan pulang jika berat minimal 2
kg atau 2000 gram (Maulana, 2008).
6. Pemberian Oksigen
Ekspansi paru yang memburuk merupakan masalah serius bagi bayi
prematur yang dikarenakan tidakadanya surfaktan. Kadar oksigen yang

22
tinggi akan menyebabkan kerusakan jaringan retina bayi yang dapat
menimbulkan kebutaan (Manuaba, 2009).
7. Bantuan pernapasan
Segera setelah lahir jalan napas orofaring dan nasofaring dibersihkan
dengan isapan yang lembut. Pemberian terapi oksigen harus hati-hati dan
diikuti dengan pemantauan terus menerustekanan oksigen darah arteri
antara 80-100 mmHg. Untukmemantau kadar oksigen secara rutin dan
efektif dapat digunakanelektroda oksigen melalui kulit (Surasmi,
Handayani, dan Kusuma, 2003).
Mengkaji kesiapan untuk intervensi terpilih yaitu beri stimulasi bila
perlu pada status bayi dan kesiapannya, dorong fleksi pada posisi
telentang dengan menggunakan gulungan selimut, berikan bayi pembatas
tubuh melalui pembedongan atau menggunakan gulungan selimut pada
tubuh dan kakinya (Straight, Barbara R, 2005).
K. Komplikasi pada Bayi Prematur
1. Gangguan pernafasan
a. Respiratory distress syndrome (RDS)
Respiratory distress syndrome (RDS) merupakan sindromgan
gguan pernafasan. Gangguan kesehatan yang dialami bayi prematur
cukup rentan dan bisa mengancam jiwanya. Ancaman yang paling
berbahaya adalah kesulitan bernapas. Hal ini akibat paru-paru serta
seluruh sistem pernapasannya, seperti otot dada dan pusat pernafasan
di otak, serta belum dapat bekerja secara sempurna atau imatur
(Bobak, Lowdermilk dan Jensen, 2005).
b. Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan bayi yang tidak bernafas spontan dan
teratur, sehingga dapat menimbulkan gangguan lebih lanjut. Bayi
prematur merupakan salah satu penyebab terjadinya asfiksia
(Manuaba, 2008).
c. Aspirasi Mekonium
Merupakan penyakit paru yang berat yang ditandai dengan
pneumonitis kimiawi dan obstruksi mekanis jalan nafas. Penyakit ini

23
terjadi akibat inhalasi cairan amnion yang tercemar mekonium
peripartum sehingga terjadi peradangan jaringan paru dan hipoksia.
Pada keadaan yang berat proses patologis berubah menjadi hipertensi
pulmonal peristen, morbiditas lain dan kematian. Bahkan dengan
terapi yang tepat, bayi yang parah sering kali meninggal atau
menderita kerusakan neurologis jangka panjang (Cunningham et al,
2005).
d. Retrolental Fibroplasia
Penyakit ini ditemukan pada bayi prematur yang disebabkan oleh
gangguan oksigen yang berlebihan. Pemberian oksigen dengan
konsentrasi tinggi akan memberikan vasokonstriksi pembuluh darah
retina. Setelah bernafas dengan udara yang biasa maka pembuluh
darah akan mengalami vasokonstriksi pembuluh darah retina yang
diikuti oleh poliferasi kapilerkapiler ke daerah yang iskemi sehingga
terjadi perdarahan, fibrosis, distorsi, dan parut retina sehingga bayi
menjadi buta (Prawirohardjo, 2006).
2. Gangguan Metabolik
a. Hipotermia
Bayi prematur akan dengan cepat kehilangan panas tubuh dan
menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas tubuh belum
berfungsi dengan baik. Kemampuan untuk mempertahankan panas
tubuh bayi prematur terbatas karena pertumbuhan otot- otot yang
belum memadai dan lemak subkutan yang sedikit, belum matangnya
system saraf pengatur suhu tubuh (Surasmi, Handayani dan Kusuma,
2003).
b. Hipoglikemia
Hipoglikemia pada bayi prematur terjadi karena jumlah glukosa
yang rendah karena cadangan glikogen belum mencukupi. Glukosa
berfungsi sebagai makanan otak pada tahun pertama kelahiran
pertumbuhan otak sangat cepat sehingga sebagian besar glukosa
dalam darah digunakan untuk metabolisme (Surasmi, Handayani dan
Kusuma, 2003).

24
3. Gangguan Imunitas
a. Gangguan Imunologi
Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya
kadar IgG. Bayi prematur relatif belum sanggup membentuk antibodi
dan daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan masih belum
baik (Prawirohardjo, 2006).
b. Ikterus
Ikterus adalah menjadi kuningnya warna kulit, selaput lendir dan
berbagai jaringan karena tingginya zat warna empedu. Ikterus
neonatal adalah suatu gejala yang sering ditemukan pda bayi baru
lahir. Biasanya bersifat fisiologis tetapi dapat juga patologis karena
fungsi hati yang belum matang (imatur) menyebabkan gangguan
pemecahan bilirubin dan menyebabkan hiperbilirubinea. Bayi yang
mengalami ikterus patologis memerlukan tindakan dan penanganan
lebih lanjut (Manuaba, 2009).
4. Gangguan Sistem Peredaran Darah
a. Perdarahan intraventricular haemorrhage (IVH)
Perdarahan kecil dalam lapisan germinal ventrikel leteral otak
sering dijumpai pada pemeriksaan ultrasonografi bayi prematur,
terutama yang mengalami asfiksia atau masalah pernapasan yang berat
yang mengakibatkan hipoksia, hipertensi dan hiperkapnia pada bayi.
Keadaan ini menyebabkan aliran darah ke otak bertambah sehingga
mudah terjadi perdarahan pada otak (Prawirohardjo, 2006).
b. Anemia
Anemia fisiologik pada bayi prematur disebabkan oleh supresi
eritropoesis pasca lahir, persediaan besi janin yang sedikit, serta
bertambah besarnya volume darah akibat pertumbuhan yang lebih
cepat. Oleh karena itu anemia pada bayi prematur terjadi lebih dini
(Cunningham et al, 2005).
5. Gangguan jantung
Kejadian PDA ( Patent Ductus Arteriosus ) adalah keadaan yang
umum pada bayi prematur. Penutupan ductusarteriosus yang tertunda

25
akan mengakibatkan penurunan oksigen ke sirkulasi sistemik sehingga
menjadikan faktor predisposisi pada gangguan oksigenasi (Bobak,
Lowdermilk, dan Jensen, 2005).
6. Gangguan Pada Otak
Intraventrikular hemorrhage, perdarahan intrakranial pada neonatus.
Penambahan aliran darah ke otak disebabkan karena tidak adanya
otoregulasi cerebral pada bayi prematur, sehingga mudah terjadi
perdarahan (Prawirohardjo, 2006).
7. Gangguan Cairan Elektrolit
a. Gangguan Ginjal
Kerja ginjal yang belum matang serta pengaturan pembuangan sisa
yang belum sempurna serta ginjal yang imatur baik keadaan anatomis
dan fisiologis. Produksi urin yang masih sedikit tidak mampu
mengurangi kelebihan air tubuh dan elektrolit dari badan akibatnya
terjadi edema dan asidosis metabolik (Prawirohardjo, 2006).
b. Gangguan Pencernaan dan Nutrisi
Distensi abdomen akibat dari motilitas usus berkurang. Volume
lambung berkurang sehingga waktu pengosongan lambung bertambah
(Prawirohardjo, 2006). Saluran pencernaan yang belum berfungsi
sempurna membuat penyerapan makanan tidak optimal. Aktifitas otot
pencernaan belum sempurna membuat pengosongan lambung lambat
(Bobak, Lowdermilk, dan Jensen, 2005).
c. Gangguan Elektrolit
Cairan yang diperlukan tergantung dari masa gestasi, keadaan
lingkungan dan penyakit bayi. Kehilangan cairan melalui tinja dari
janin yang tidak mendapatkan makanan melalui mulut sangat sedikit.
Kebutuhan cairan sesuai dengan kehilangan cairan (Proverawati,
2009).
L. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian pada Bayi Prematur
Pengkajian pada bayi prematur dilakukan dari ujung rambut hingga
ujung kaki, meliputi semua sistem pada bayi. Pengkajian diawali dari

26
anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan harus dilakukan
dengan teliti (Proverawati & Sulistorini, 2010). Menurut Surasmi, dkk
(2003), pengakajian pada bayi prematur meliputi:
a. Pengkajian umum pada bayi
Pengkajian umum pada bayi antara lain meliputi:
1) Penimbangan berat badan.
2) Pengukuran panjang badan dan lingkar kepala.
3) Mendiskripsikan bentuk badan secara umum, postur saat
istirahat, kelancaran pernapasan, edema dan lokasinya.
4) Mendiskripsikan setiap kelainan yang tampak.
5) Mendiskripsikan tanda adanya penyulit seperti warna pucat,
mulut yang terbuka, menyeringai, dan lain-lain.
b. Masalah yang berkaitan dengan ibu
Masalah-masalah tersebut antara lain adalah hipertensi,
toksemia, plasenta previa, abrupsio plasenta, inkompeten servikal,
kehamilan kembar, malnutrisi, diabetes mellitus, status sosial
ekonomi yang rendah, tiadanya perawatan sebelum kelahiran
(prenatal care), riwayat kelahiran prematur atau aborsi, penggunaan
obat-obatan, alkohol, rokok, kafein, umur ibu yang di bawah 16
tahun atau di atas 35 tahun, latar pendidikan rendah, kehamilan
kembar, kelahiran prematur sebelumnya dan jarak kehamilan yang
berdekatan, infeksi seperti TORCH atau penyakit hubungan seksual
lain, golongan darah dan faktor Rh.
c. Pengkajian bayi pada saat kelahiran
Umur kehamilan biasanya antara 24 sampai 37 minggu,
rendahnya berat badan saat kelahiran (kurang dari 2500 gram),
lapisan lemak subkutan sedikit atau tidak ada, bayi terlihat kurus,
kepala relatif lebih besar dari pada badan dan 3 cm lebih lebar
dibanding lebar dada, nilai Apgar pada 1 sampai 5.
d. Kardiovaskular
Pada bayi prematur denyut jantung rata-rata 120-160/menit pada
bagian apikal dengan ritme yang teratur, pada saat kelahiran

27
kebisingan jantung terdengar pada seperempat bagian interkostal,
yang menunjukkan aliran darah dari kanan ke kiri karena hipertensi
atau atelektasis paru. Pengkajian sistem kardiovaskuler dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Menentukan frekuensi dan irama denyut jantung.
2) Mendengarkan suara jantung.
3) Menentukan letak jantung tempat denyut dapat didengarkan,
dengan palpasi akan diketahui perubahan intensitas suara
jantung.
4) Mendiskripsikan warna kulit bayi, apakah sianosis, pucat
pletora, atau ikterus.
5) Mengkaji warna kuku, mukosa, dan bibir.
6) Mengukur tekanan darah dan mendiskripsikan masa pengisian
kapiler perifer (2-3 detik) dan perfusi perifer.
e. Gastrointestinal
Pada bayi prematur terdapat penonjolan abdomen, pengeluaran
mekonium biasanya terjadi dalam waktu 12 jam, reflek menelan
dan mengisap yang lemah, tidak ada anus dan ketidaknormalan
kongenital lain. Pengkajian sistem gastrointestinal pada bayi dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Mendiskripsikan adanya distensi abdomen, pembesaran
lingkaran abdomen, kulit yang mengkilap, eritema pada dinding
abdomen, terlihat gerakan peristaltic dan kondisi umbilikus.
2) Mendiskripsikan tanda regurgitasi dan waktu yang berhubungan
dengan pemberian makan, karakter dan jumlah sisa cairan
lambung.
3) Jika bayi menggunakan selang nasogastrik diskripsikan tipe
selang pengisap dan cairan yang keluar (jumlah, warna, dan
pH).
4) Mendiskripsikan warna, kepekatan, dan jumlah muntahan.
5) Palpasi batas hati.

28
6) Mendiskripsikan warna dan kepekatan feses, dan periksa adanya
darah sesuai dengan permintaan dokter atau ada indikasi
perubahan feses.
7) Mendiskripsikan suara peristaltik usus pada bayi yang sudah
mendapatkan makanan.
f. Integumen
Pada bayi prematur kulit berwarna merah muda atau merah,
kekuning-kuningan, sianosis, atau campuran bermacam warna,
sedikit vernix caseosa dengan rambut lanugo di sekujur tubuh, kulit
tampak transparan, halus dan mengkilap, edema yang menyeluruh
atau pada bagian tertentu yang terjadi pada saat kelahiran, kuku
pendek belum melewati ujung jari, rambut jarang atau bahkan tidak
ada sama sekali, terdapat petekie atau ekimosis. Pengkajian sistem
integumen pada bayi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Menentukan setiap penyimpangan warna kulit, area kemerahan,
iritasi, abrasi.
2) Menentukan tekstur dan turgor kulit apakah kering, halus, atau
bernoda.
3) Mendiskripsikan setiap kelainan bawaan pada kulit, seperti
tanda lahir, ruam, dan lain-lain.
4) Mengukur suhu kulit dan aksila.
g. Muskuloskeletal
Pada bayi prematur tulang kartilago telinga belum tumbuh
dengan sempurna yang masih lembut dan lunak, tulang tengkorak
dan tulang rusuk lunak, gerakan lemah dan tidak aktif atau letargik.
Pengkajian muskuloskeletal pada bayi dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
1) Mendiskripsikan pergerakan bayi, apakah gemetar, spontan,
menghentak, tingkat aktivitas bayi dengan rangsangan
berdasarkan usia kehamilan.
2) Mendiskripsikan posisi bayi apakah fleksi atau ekstensi.

29
3) Mendiskripsikan perubahan lingkaran kepala (kalau ada
indikasi) ukuran tegangan fontanel dan garis sutura.
h. Neurologis
Pada bayi prematur reflek dan gerakan pada tes neurologis
tampak resisten dan gerak reflek hanya berkembang sebagian.
Reflek menelan, mengisap dan batuk masih lemah atau tidak
efektif, tidak ada atau menurunnya tanda neurologis, mata biasanya
tertutup atau mengatup apabila umur kehamilan belum mencapai
25-26 minggu, suhu tubuh tidak stabil atau biasanya hipotermi,
gemetar, kejang dan mata berputarputar yang bersifat sementara
tapi bisa mengindikasikan adanya kelainan neurologis. Pengkajian
neurologis pada bayi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Mengamati atau memeriksa reflek moro, mengisap, rooting,
babinski, plantar, dan refleks lainnya.
2) Menentukan respon pupil bayi.
i. Pernapasan
Pada bayi prematur jumlah pernapasan rata-rata antara 40-60
kali/menit dan diselingi dengan periode apnea, pernapasan tidak
teratur, flaring nasal melebar (nasal melebar), terdengar dengkuran,
retraksi (interkostal, suprasternal, substernal), terdengar suara
gemerisik saat bernapas. Pengkajian sistem pernapasan pada bayi
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Mendiskripsikan bentuk dada simetris atau tidak, adanya luka
dan penyimpangan yang lain.
2) Mendiskripsikan apakah pada saat bayi bernapas menggunakan
otototot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung, atau
subternal, retraksi interkostal atau subklavikular.
3) Menghitung frekuensi pernapasan dan perhatikan teratur atau
tidak.
4) Auskultasi suara napas, perhatikan adanya stridor, crackels,
mengi, ronki basah, pernapasan mendengkur dan keimbangan
suara pernapasan.

30
5) Mendiskripsikan sura tangis bayi apakah keras atau merintih.
6) Mendiskripsikan pemakaian oksigen meliputi dosis, metode,
tipe ventilator, dan ukuran tabung yang digunakan.
7) Tentukan saturasi (kejenuhan) oksigen dengan menggunakan
oksimetri nadi dan sebagian tekanan oksigen dan
karbondioksida melalui oksigen transkutan (tcPO2) dan
karbondioksida transkutan (tcPCO2).
j. Perkemihan
Pengkajian sistem pekemihan pada bayi dapat dilakukan dengan
cara mengkaji jumlah, warna, pH, berat jenis urine dan hasil
laboratorium yang ditemukan. Pada bayi prematur, bayi berkemih 8
jam setelah kelahirandan belum mampu untuk melarutkan ekskresi
ke dalam urine.
k. Reproduksi
Pada bayi perempuan klitoris menonjol dengan labia mayora
yang belum berkembang atau belum menutupi labia minora. Pada
bayi laki-laki skrotum belum berkembang sempurna dengan ruga
yang kecil dan testis belum turun ke dalam skrotum.
l. Temuan sikap
Tangis bayi yang lemah, bayi tidak aktif dan terdapat tremor.
2. Diagnosa Keperawatan yang Sering Terjadi pada Bayi Prematur
Diagnosa keperawatan dibuat setelah dilakukan pengkajian.
Beberapa diagnosis dapat ditetapkan untuk semua bayi, tetapi
diagnosis tertentu ditetapkan sesuai dengan hasil pengkajian yang
ditemukan (bervariasi sesuai kondisi bayi). Masalah yang lazim
muncul atau diagnosa keperawatan yang sering muncul pada bayi
prematur berdasarakan NANDA Nic Noc (2015), adalah sebagai
berikut:
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas otot-
otot pernafasan dan penurunan ekspansi paru.
b. Ketidakadekuatan pemberian ASI berhubungan dengan
prematuritas.

31
3. Intervensi Keperawatan pada Bayi Prematur
Perencanaan keperawatan untuk bayi prematur dan bayi berisiko tinggi
lainnya bergantung pada diagnosis masalah kesehatan yang menempatkan
bayi pada kondisi risiko tinggi. Rencana atau intervensi keperawatan pada
bayi prematur berdasarkan NANDA Nic Noc (2015) adalah sebagai berikut:
N
DIAGNOSA NOC NIC
O
1 Ketidakefektifan pola Tujuan : Intervensi :
nafas berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan Airway Management
imaturitas otot-otot keperawatan selama 1x24 1. Posisikan pasien untuk
pernafasan dan penurunan jam jalan nafas dalam memaksimalkan
ekspansi paru. kondisi bebas atau paten ventilasi.
dan pola nafas mejadi 2. Identifikasi pasien
efektif. perlunya pemasangan
Kriteria Hasil : alat jalan nafas bantuan.
1. Suara nafas bersih, 3. Lakukan suction bila
tidak ada sianosis, perlu.
tidak ada dispneu, bayi 4. Auskulatasi suara nafas,
mampu bernapas catat adanya suara nafas
dengan mudah. tambahan.
2. Irama nafas teratur, 5. Monitor respirasi dan
frekuensi pernafasan status O2.
dalam batas normal Oxygen Therapy
(30-40 kali/menit pada 1. Bersihkan mulut,
bayi), tidak ada suara hidung dan secret
nafas abnormal. trakea.
3. Tanda-tanda vital 2. Pertahankan jalan nafas
dalam batas normal. yang paten.
N : 120-130 3. Atur peralatan
kali/menit. oksigenasi.
TD : 70-90/50 mmHg. 4. Monitor aliran oksigen.
T : 36,6˚C-37,2˚C. 5. Pertahankan posisi
pasien.

32
N
DIAGNOSA NOC NIC
O
RR : 30-40 kali/menit. 6. Observasi adanya
tanda-tanda distres
respirasi seperti
retraksi, takipneu,
apneu, sianosis.
Vital Sign Monitoring
1. Monitor tekanan darah,
nadi, suhu, dan
pernafasan.
2. Monitor frekuensi dan
kualitas nadi.
3. Monitor frekuensi dan
irama pernafasan.
4. Monitor suara paru.
5. Monitor pola
pernapasan abnormal.
6. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit.
7. Monitor adanya
sianosis perifer.
8. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign.
2 Ketidakadekuatan Tujuan : Intervensi :
pemberian ASI Setelah dilakukan asuhan Bottle Feeding
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 1. Posisikan bayi semi
prematuritas. jam bayi dapat diberikan fowler.
minum ASI dengan 2. Letakkan pentil dot di
efektif. atas lidah bayi.
Kriteria Hasil: 3. Monitor atau eveluasi
1. Tetap mempertahankan reflek menelan sebelum

33
N
DIAGNOSA NOC NIC
O
laktasi. memberikan susu.
2. Perkembangan dan 4. Tentukan sumber air
pertumbuhan bayi yang digunakan untuk
dalam batas normal. mengencerkan susu
3. Kemampuan penyedia formula yang kental
perawatan dalam atau dalam bentuk
melakukan bubuk.
penghangatkan, 5. Pantau berat badan bayi
pencairan, dan setiap hari.
penyimpanan ASI 6. Bersihkan mulut bayi
secara aman. setelah bayi diberikan
4. Berat badan bayi susu.
bertambah 20-30 Lactation Suppression
gram/hari. 1. Fasilitasi proses
5. Tidak ada respon alergi bantuan interaktif untuk
sistemik pada bayi. membantu
6. Status respirasi seperti mempertahanan
jalan napas, pertukaran keberhasilan proses
gas, dan ventilasi napas pemberian ASI.
bayi adekuat. 2. Sediakan informasi
7. Tanda-tanda vital bayi tentang laktasi dan
dalam batas normal. teknik memompa ASI
N : 120-130 kali/menit (secara manual atau
TD : 70-90/50 mmHg elektrik), cara
T : 36,6˚C-37,2˚C mengumpulkan dan
RR : 30-40 kali/menit menyimpan ASI.

34
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bayi prematur bayi yang lahir dengan usia kehamilan < 32 minggu,
mempunyai risiko kematian 70 kali lebih tinggi, karena mereka mempunyai
kesulitan untuk beradaptasi dengan kehidupan di luar rahim akibat ketidak
matangan sistem organ tubuhnya seperti paru-paru, jantung, ginjal, hati dan
sistem pencernaannya, sekitar 75% kematian perinatal disebabkan oleh
prematuritas (Krisnadi dkk, 2009) . Menurut definisi WHO, bayi prematur
adalah bayi lahir hidup sebelum usia kehamilan minggu ke 37 (dihitung
darihari pertama haid terakhir). Bayi prematur ataupun bayi preterm adalah
bayi yang berumur kehamilan 37 minggu tanpa memperhatikan berat badan,
sebagian besar bayi prematur lahir dengan berat badan kurang 2500 gram
(Surasmi dkk, 2003).
B. Saran
Adapun saran yang kelompok kami buat adalah jika dalam penulisan
ini terdapat kekurangan dan kesalahan, kami mohon maaf. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kami dapat membuat
makalah yang lebih baik di kemudian hari maka dari itu penyaji meminta
maaf sebesarnya.

35
DAFTAR PUSTAKA

Ai Yeyeh, Rukiyah, Yulianti, Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita.
Jakarta: Trans Info Medika.

Hariati S .2010. Efektivitas Terapi Musik Terhadap Peningkatan Berat Badan Dan
Suhu Tubuh Bayi Premature Di Makasar. Tesis FIK UI. Depok.

NANDA NIC NOC, 2015 Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Organization, WH. Prematuritas (World Health Day 2013) . Geneva, WHO 2013.

Suspimantari, cahya. 2014. PREMATURITAS. Dikutip dari: eprints.undip.ac.id

Anda mungkin juga menyukai