Anda di halaman 1dari 11

HERD IMMUNITY DAN KONSEKUENS

Maju mundur saya mau nuliskan ini. Sudah sejak dua hari lalu. Takut disalah artikan.
Karena teori dan pilihan skenario ini berat. Nampaknya gak ada pilihan lain.

Kemarin saya gak memproduksi tulisan apa-apa. Diam. Banyak diskusi dengan seorang
Mahasiswa Doktoral di Univ Pisa Italia. Diskusi juga dengan sahabat yang lagi nemenin istrinya
S3 di Belanda. Bincang juga dengan Dokter yang lagi ambil Sub Spesialis di Kobe Jepang.
Simpulannya sama : Herd Immunity.

Sebelum saya menuliskan skenario ini. Saya ijin menyampaikan disclaimer dulu. Saya
orang awam. Bukan ahli apa-apa.

Latar belakang pendidikan sempet kuliah engineering. Sempat doank. Jadi tulisan saya
boleh dikritik, karena saya bukan virolog, bukan juga dokter klinis, atau expert di bidang corona.
Jadi dalam membaca tulisan saya, jangan begitu percaya. Tulisan orang awam. Biasa aja.

Saya menulis ini karena dorongan banyak temen-temen. Saya menyadari punya
kemampuan menulis. Maka niatnya membantu orang lain mudah faham. Maka saya menulis,
agar kemudian kita memahami jalan keluar dari kabut gelap kedepan.

Bombardir pertanyaannya selalu sama.

 Menurut ente kapan Rend ini berakhir?


 Vaksin bakalan bener ada atau nggak?
 Ini jalan keluarnya kira-kira bagaimana ya? Dan seterusnya.

Pertanyaan itu yang membuat saya tenggelam dalam berbagai literatur ilmiah. Dalam dan
luar negeri. Hingga website resmi corona virus yang berbahasa Italia itu saya coba terjemahkan
satu-satu istilahnya di grafik. Capek memang.

Pertanyaan itu pula yang menggiring kepala saya pada satu skenario paling mungkin di
Indonesia : Herd Immunity.

Agar kita bisa memahami tentang pilihan sulit ini, ijinkan saya membahas tentang apa
yang dilakukan Wuhan, Korsel dan Italia. Versus dengan apa yang dilakukan Iran.

Di Wuhan, Korsel dan Italia, skenario Lockdown terbukti berhasil. Karena memang
warganya dan pemerintahnya punya kapasitas.

Warganya punya tabungan untuk hidup kedepan. Warganya teredukasi. Hampir semua
connected. Jadi komunikasi keputusan negara mudah.
Beda kayak di negeri ini, masih ada yang belum terjangkau internet. Adapun punya
smartphone dan internet, aplikasinya joget. Gak bisa akses info ilmiah.

Pemerintah Cina dan Italia juga punya sumber dana. Ngasih diskon. Ngasih bantuan.
Menjaga supply pangan. Bukan berarti Indonesia gak punya dana. Ada. Tapi gak bisa untuk
segini banyak orang.

Konsep lockdown ini seperti "menghapus file". Anda seperti pukul nyamuk satu-satu.
Virus ini makhluk yang butuh inang. Butuh reservoir untuk hidup. Butuh agen. Butuh nempel di
makhluk hidup agar dia bisa eksis. Maka virus tanpa inang akan mati. Tanpa menempel di inang
ia akan selesai. Begitu teorinya. Waktu bertahan tanpa inang berbeda pendapat antar ilmuwan.
Gak akan saya bahas.

Wuhan, Korsel, Italia, menerapkan pola ini : virus pada manusia dipaksa mati dengan anti
bodi. Virus diluar tubuh manusia dibiarkan mati, hilang, atau dibersihkan. Yang positif di isolasi.
Yang sakit berat di rawat. Yang nampak tidak bergejala juga di test massal. Untuk dicari yang
positif yang mana. Begitu positif, di isolasi lagi. Kenapa? Karena menjadi carrier tanpa gejala
inilah yang menjadi biang gak selesainya sebaran kasus.

Maka Wuhan dan Italia sangat ketat dengan lockdown. Kalo warga korsel, tanpa disuruh
pun sudah teratur lockdown. Mirip Jepang. Mereka tahan semua orang didalam rumah. Karena
andai yang didalam rumah gak ditest, virus akan mengalami masa inkubasi hingga 14 hari. Bakal
mati sendiri. Apalagi Wuhan menjalani lockdown 2 bulan.

Wuhan secara strategi sebenarnya menahan interaksi sosial. Lalu membiarkan yang
sebenarnya positif walau tidak dites memiliki antibodi dengan sendirinya. Begitu juga yang
dilakukan di Italia. Di lock. Diberesin satu demi satu. Hingga targetnya zero casses per day
seperti Wuhan.

Secara garis bessr begitu. Hingga Wuhan hari ini memulangkan dokter-dokternya.
Menutup rumah sakit darurat. Dan sudah 3 hari ini zero case covid-19. Mereka sudah statement
menang atas corona.

Strateginya begitu. Total lockdown. Semua di isolasi di rumah. Disiplin. Rumus ini akan
buyar kalo yang satu nau di isolasi sementara yang lain masih keluyuran. Bubar dah skema
lockdown.

Sekarang kita ke negeri ini, kita buka mata dan hati ya. Saya sampaikan ini murni
pendapat atas masalah kemanusiaan. Sentimen politik kita bahas nanti. Bukan saatnya.

Begini...

Ramai di linimasa ini, sahabat dominan menyerukan lockdown. Menganggap bahwa


skenario Wuhan dan Italia bisa kita lakukan. Dari apa yang saya lihat hari ini - semoga saya
salah - Total Lockdown bukan skenario kita. Kecuali cuma slowdown soci distancing, bubarin
keramaian. Itu masih bisa. Tapi kalo ngekep warga di rumah. Hmmm.. Susah.

Lockdown itu membutuhkan jumlah petugas yang cukup. Di Italia, polisi mondar-
mandir, yang keluar tanpa keperluan didenda ratusan euro. Cek aja linimasa. Banyak beritanya.
Itu aja sudah pake polisi, terjadi puluhan ribu pelanggaran. Masih aja keluar. Lalu kita lihat di
Indonesia. Jelas sulit Bisa dibayangkan polisi kita nahan masyarakat gak keluar rumah. yang
keluar di denda. Ditilang aja ngamuk kok. Apalagi didenda untuk sekedar keluar rumah. Wah..
Chaos.

Belum lagi, di Wuhan dan Italia, mereka punya solusi, kalo diam di rumah, stay at home,
work for home, makan mereka terjamin. Di Indonesia rada repot.

Di kita, kalo gak keluar rumah, makannya gimana? Seriusan ini. Saya nulis begini bukan
berarti besok Anda langsung ngumpul-ngumpul dan keluar rumah. Arah tulisan says gak kesitu.
Saya cuma ingin buka mata kita semua. Lockdown kayak Wuhan dan Itali, untuk negeri dengan
sosio kultur kayak Indonesia. Gak bisa.

Rame kan di berita, udah jelas jadi suspect, malah bantu-bantu nikahan tetangga.
Ditelpon sama dinkes untuk ngontrol, malah ngakunya di rumah, padahal jalan-jalan.

Itu cuma ngisolasi 1 orang aja, kita gak sanggup lho. Asli. Apalagi 271 juta jiwa di hold.
Atau Jabodetabek aja deh, 25 jutaan warga, di hold gak boleh keluar rumah kompak. Gak bisa.
Beneran.

Menutup event-event perkumpulan insyaAllah bisa. Meniadakan gathering ibadah bisa.


InsyaAllah. Tapi kalo total lockdown. Apalagi bahasanya lockdown antar daerah. Nampak resiko
sosialnya besar dan ini juga yang kayaknya ada di fikiran Pak Jokowi.

Maka bisa dilihat di Iran. Mereka masih terus aktivitas. Adanya yang terjangkit covid-19
dan sakit berat, ya mereka hadapi. Nanti saya jelaskan di tulisan berikut, kenapa Iran begitu.
Keadaan diatas membuat skenario "pukul nyamuk satu-satu" gak mungkin jalan. Kita gak bisa
paksa warga didalam rumah. Kita gak bisa membersihkan pergerakan. Akan tetap terus terjadi
pergerakan massa, walau kecil. Padahal yang bergerak bisa jadi sudah positif covid-19 namun
tanpa gejala apa-apa. Ini yang membuat skenario lockdown buyar. Belum lagi dengan slowdown
nya Jakarta. Dan status Jakarta menjadi episenter pendemi. Membuat banyak warga jabodetabek
mudik ke kampung halaman. Panah-panah merah sudah menyebar ke daerah. Ini seperti anak-
anak muda Lombardi yang mudik ke Italia selatan. Persis.Intinya skenario Lockdown sulit
jalan.Lalu bagaimana mengakhiri wabah ini?

Satu dua expert sudah mulai bicara. Walau malu-malu. Kecuali menteri pertahanan Israel
yang pada akhirnya bicara tentang ini juga : Herd Immunity. Termasuk PM Inggris Pak Borris.
Begini,

Virus yang menjangkiti tubuh akan diserang oleh antibodi ini. Inilah tafakur mendalam kita hari
ini, antibodi kita menyusun bahan baku serangan untuk virus covid-19. Khusus untuk si dia saja.

Maka muncul angka 14 harian, atau kurang, dimana antibodi kita menyusun serangan ke covid.
Hingga antibodi yang khusus dibentuk untuk covid terbentuk.

Maka setelah terbentuk antibodi alami covid, tubuh kita kebal covid. Secara teori, tidak lagi bisa
dijangkiti covid-19. Mudah-mudahan teorinya bener.

Nah, Ketika sudah cukup banyak masyarakat yang terjangkiti covid-19, akan terbentuk
"sekawanan" manusia yang sudah kebal covid-19. Dan disaat itulah terbentuk namanya
Kekebalan Kawanan : Herd Immunity.

Coba deh, buka video-video yang viral tentang melandaikan kurva. Kan disitu sudah diberitahu,
bahwa pada akhirnya semua orang akan terjangkit. Tinggal kecepatan lonjakan yang gejala berat
saja. Itu yang diperlambat.

Ikhtiar social diatancing kita akan kesitu arahnya. Melandaikan kurva. Memberikan waktu bagi
paramedis untuk melayani yang sakit berat. Jangan sampai okupansi rumah sakit gak cukup.
Maka jangan sampai yang positif covid dan gejala berat jumlahnya puluhan ribu atas satu waktu.

Teori Herd Community ini berat untuk disampaikan. Secara ilmiah, 60%-70% masyarakat akan
terjangkit. Dan kemudian mayoritas yang bertahan akan membentuk antibodi alami.

Di Wuhan, mungkin gak butuh sampai 60-70 persen. Karena mereka total lockdown. Mereka
sampai semprot kota pake disinfektan 2 hari sekali. memang targetnya bunuh virus. Bisa jadi
juga mereka sudah nemu vaksin. Sudah di shot ke sebagian besar populasi. Itu juga bikin Herd
Immunity.
Italia juga nampak cara memeranginya sama. Total Lockdown.

Namun lihatlah Iran, mereka nampaknya pake teori ini, biarkan semua terpapar pada akhirnya.
Mereka gak punya kapasitas untuk lockdown. Yang ada tinggal gali kuburan massal di Qom. Ini
fakta.

Nampak Iran sudah memahami tracknya. Berharap Her Immunity.

Iran menjadi parah karena adanya embargo dari US, yang membuat alat-alat medis kurang. Iran
sampai mau minjem ke IMF untuk perawatan. Skenario paparan maksimal memang butuh
persiapan.

Walau skenario terpapar xepat tidak kita pilih, melihat kondisi negeri dan perilakunya, inilah
yang sebenarnya akan kita hadapi.

**

Saya secara pribadi berharap, slowdown dan social distancing yang kita lakukan sekarang akan
memperlambat penularan, memberikan waktu pada fasilitas kesehatan untuk bersiap. Tapi tidak
bisa mencegah penularan pada semua.

Adapun waktu yang terus berjalan, semoga bisa menjadi buying time untuk menunggu vaksin.

Sampai di titik ini, Anda pembaca mungkin merasa saya mendoakan yang buruk untuk negeri.
Sama sekali tidak. Ini ulasan ilmiah dari studi literatur saja. Bahwa begitulah wabah berakhir.
Hampir semua orang terjangkit dan membentuk antibodi alami.
Semoga sampai disini hati tetap dingin dan optimis. Karena ini baru setengah tulisan. Berikutnya
saya akan menuliskan tentang konsekuensinya.

***

Target saya menulis ini adalah... agar kita sebagai anak bangsa bisa memitigasi konsekuensinya.

Karena inilah yang saya bisa rasakan dan simpulkan. Walau mudah-mudahan salah. Her
Immunity ini skenario negeri kita.

Maka konsekuensi pertama adalah "bersiap terpapar"

Slowdown di rumah ini harus menjadikan kita pribadi yang sehat jasmani dan batin. Karena
paparannya cepat atau lambat akan segera datang. Apalagi si covid ini rada bandel, cepet nular.

Makan yang bergizi , perkuat imunitas tubuh, istirahat yang cukup, olahraga gerakkan tubuh,
bantu tubuh menyiapkan metabolisme yang optimum, untuk memproduksi antibodi covid secara
mandiri.

Untuk urusan ini sudah banyak yang menuliskannya. Saya gak mau nulis ulang. Silakan cari
sendiri.

Termasuk persiapan batin, mulailah memaafkan diri sendiri, memaafkan orang lain, saling
mendoakan. Kita perlu batin yang sehat untuk masa-masa ekstrim seperti ini.

***

Konsekuensi kedua adalah "mayoritas jadi carrier"


Dengan demografi anak negeri yang penuh anak muda. Secara statistik, masyarakat kita akan
mengalami gejala ringan di anak muda. Bahkan tak bergejala.

Maka anak muda negeri ini akan dominan menjadi cariier virus.

Ini juga yang harusnya diedukasi mendalam. Bahwa positif covid-19 bukan seperti positif HIV.
Ini ada diberita, begitu positif covid-19 malah kabur. Salah faham kayaknya. Butuh diedukasi.

Dengan simpulan ini, saya menyarankan bangun gerakan pisahkan manula dan anak muda. untuk
usia 50 tahun keatas, jangan sampai berbaur dengan yang muda.

Inget gak, 60-70% harus terpapar virus agar terbentuk Herd Immunity.

Kita siasati saja. 60% yang terjangkit itu biar anak muda saja. Kemungkinan illnes beratnya
kecil. Dibawah 10%. Begitu kata lietaratur ya. Cross cek aja. Gak maksud sok tau.

Ini juga termasuk pada resiko kerja. Untuk di rumah sakit misalnya. Dokter senior, konsulen
senior, mundur aja ke belakang meja. Kontrol dari jauh. Komando dari meja. Jadi penasehat dan
pengarah ke dokter-dokter yang under 50. Seriusan ini. Bisa gak kira-kira. Atau etis gak kira-
kira.

Karena kalo pola paparan mayoritas ini kena ke generasi elder negeri ini, ini yang membuat
tingkat kematian tinggi seperti Italia.

Pada orang tua, pada masayikh itu terdapat kemuliaan dan kebaikan, kita sangat perlu
keberadaan mereka untuk tetap sehat dan mendoakan kita. Mengarahkan. Dan menasehati.
Baca data yang jujur. China 2M populasi, Italia 60 juta Populasi. Angka kematian di Italia sudah
melebihi Cina akan covid. Ini karena para manula gak segera dipisahkan dengan yang muda.

***

Konsekuensi ketiga "Siapkan Fasilitas Medis"

Angka ilmiahnya sudah ada. 60% Terjangkit. Mayoritas tanpa gejala.

20% gejala ringan. Bisa isolasi mandiri.

10% gejala berat yang dimana sepertiganya diprediksi meninggal. Maka muncul angka kematian
3%.

Coba simulasi aja. Gak nakut-nakutin, agar kita bersiap.

Barusan saya sudah ketik simulasi angkanya. Tapi saya gak tega. Jadi saya hapus lagi. Hitung
saja sendiri ya.

Intinya,....

Jangan sampai kayak Italia hari ini, kaget gak ada tempat rawat. Padahal Italia ini negeri yang
kesehatan gratis. Kesehatan ini jadi nomor 1 perhatian. Ujian memang. Kita doakan segera
berlalu.

Akhirnya sibuk bangun tenda darurat. Sibuk nyari gedung untuk rumah sakit. Full sampe lorong-
lorong kepake semua.
Kita jangan sampai kaget di akhir. Mumpung ada waktu, siapin aja dari sekarang.

Jangan nunggu intruksi pemerintah, sediakan aja secara swadaya dari arus bawah. Siapin
bangunannnya. Bed nya. Pelan-pelan.

Dengan skenario terpapar 60% populasi, lebih baik mumpung ada waktu kita bersiap. Karena
jumlah penduduk kita 4,5 kali Italia. Beneran.

Saya sudah teriak-teriak berkali-kali, kalo pendekatan pencegahan/preventif gak bisa, ya sudah
fokus pengobatan.

Maka saya membaca langkah Pak Jokowi, beliau sebenernya menuju pada Herd Immunity.

"5 juta obat sudah dibeli"

Ini sudah langkah pengobatan. Adapun ceramah tentang pembatasan gerak, hanya normatif.

"Mohon pada pemerintah daerah untuk memperhatikan prosedur kesehatan"

Tafsirnya luas. Tapi kalo niat ngobatin, jelas, beliau impor obat. Jelas sudah arahnya.

Wisma Atlet towernya akan dijadikan rumah sakit darurat.

Ada pulau yang disiapkan jadi pulai isolasi.


Arah pemerintah ini nampak bersiap mengobati dan merawat ketimbang melockdown. Karena
perhitungannya bisa jadi kita banyak anak muda, memang yang diharapkan antibodi alami anak
negeri yang bekerja. Lalu selamatkan yang elder.

Maka konsekuensi ketiga ini perlu kita dalami.

Satu masjid satu rumah sakit darurat.

Pak Erick Tohir saja sudah calling relawan. Oprec relawan secara nasional. Ndak lama lagi akan
banyak program wakaf dan infaq alat medis.

Memang kesitu arahnya. Virus akan memapar ke mayoritas anak bangsa. Biarkan Herd
Immunity terbentuk dengan sendirinya.

Yang perlawanan antibodinya tanpa gejala ya alhamdulillah.

Yang sakit ringan-sedang bisa isolasi mandiri di rumah. Semoga rumahnya ada. repot kalo yg
gak punya rumah, kamarnya gak cukup, perlu ada rumah isolasi tambahan.

Yang sakit berat, semoga fasilitas kesehatan kita bisa obati dan tanggulangi.

Dan semoga angka kematian rendah. Angka 8,5% death rate itu karena di kita belum banyak
yang test covid. Kasihan Pak Jokowi, jadi bulan-bulanan data yang kurang representatif.

Saya yakin death rate kita kecil. Coba saja nanti mass rapid test. Akan banyak yang positif tanpa
gejala. dan death rate akan kecil sekali.

***
Panjang ya.. Saya juga sampe keram ini nulisnya. Maaf.

Semoga Herd Immunity segera terbentuk untuk negeri ini.

Segera kita beraktifitas lagi.

Segera kita belanja lagi ke kaki lima, gerakkan ekonomi UMKM.

Segera kita wisata domestik lagi, lakukan economic transfer antar daerah.

Segera kita produksi apa-apa yang gak di impor lagi. Mumpung negeri orang lagi restart pabrik,
mumpung gak ada yang berani ke Indonesia.

Segera kita bangun negeri, dunia lagi de-globalisasi. Sekat-sekar antar negara makin keras dan
tebal.

Bagus aja itu mah... Kesempatan kita urus diri kita sendiri. Nanam bawang putih sendiri. Nanam
padi sendiri. Bikin baju sendiri. Wassalam import. Ahlan wa sahlan kemandirian negeri.

Segeralah terbentuk wahai Herd Immunitiy.

URS

***

Tulisan ini adalah bentuk muhasabah keras untuk anak negeri, jika kita tidak bisa se serius
Wuhan dan Italia, maka skenarionya akan menuju Herd Immunity dengan alami.

Anda mungkin juga menyukai