Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PERILAKU ORGANISASI

“Kepribadian dan Emosi”

Disusun Oleh:
Rahmat Dedi Susanto – A1C017129
Rizza Azilia Kurniasari – A1C017140
Seftina Fatrizia - A1C017146

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MATARAM
2020

KATA PENGANTAR
      
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya  dan inayahnya hingga
penulis bisa menyelesaikan tugas makalah ini, dan selanjutnya Solawat beriring Salam buat
Junjungan Nabi besar Muhammad SAW, yang telah membimbing manusia kejalan yang benar.
Makalah yang berjudul PERILAKU ORGANISASI  ini berisi tentang konsep perilaku
organisasi.
 Namun demikian penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan
saran sangat penulis harapkan demi perbaikan di kemudian hari.

                                                                           

Mataram, Maret 2020

                

Penyusun,
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Etika merupakan cerminan dari kepribadian seseorang. Melalui cara beretika inilah seseorang
dapat menilai dan mengetahui sifat dan ciri kepribadian dari orang lain.Dalam pembentukan
etika ini banyak sekali faktor yang mempengaruhi, baik itu faktor internal maupun eksternal.
Sifat bawaan dari lahir atau watak merupakan faktor internal yang paling berpengaruh pada etika
seseorang. Secara ilmiah hal ini disebabkan oleh faktor keturunan atau genetika seseorang.
Sedangkan dari faktor eksternal, etika seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana
tempat seseorang itu berada. Apabila seseorang berada pada lingkungan yang baik dan beretika
tinggi maka dapat dipastikan akan beretika tinggi layaknya orang-orang yang berada, dan
sebaliknya apabila seseorang berada pada lingkungan yang beretika rendah maka dapat
dipastikan pula akan beretika layaknya orang-orang disekitarnya berada. Hal ini sangat sesuai
dengan kata-kata bijak yang mengatakan ”at the first you make habbit at the last habbit make
you”, yang berarti bahwa pada awalnya kamu membuat suatu kebiasaan, pada akhirnya
kebiasaan itulah yang membentuk dirimu” (zero to hero; 26).
Pada dasarnya kepribadian dari diri seseorang merupakan suatu cerminan dari kesuksesan.
Seseorang yang mempunyai kepribadian yang unggul adalah seseorang yang siap untuk hidup
dalam kesuksesan. Sebab dalam kepribadian orang tersebut terdapat nilai-nilai positif yang selalu
memberikan energi positif terhadap paradigma dalam menghadapi tantangan dan cobaan
kehidupan. Sebaliknya, seseorang dengan kepribadian yang rendah adalah seseorang yang selalu
dilingkupi dengan kegagalan. Sebab pada diri seseorang tersebut mengalir energi-energi negatif
yang terhadap paradigma dalam menghadapi tantangan dan cobaan kehidupan.
Dapat dipastikan bahwa nilai-nilai kepribadian seseorang mengalami pasang surut seiring
dengan besarnya tantangan dan cobaan yang dihadapi. Ada seseorang yang semakin ditempa
oleh tantangan dan cobaan menjadi semakin kuat dan memiliki kepribadian yang dahsyat, namun
ada pula seseorang yang semakin besar tantangan dan cobaannya menjadi semakin terpuruk dan
putus asa.
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah yang membahas kepribadian dan nilai ini terdapat beberapa masalah
diantaranya :

1. Apakah arti dari kepribadian dan emosi itu?


2. faktor-faktor apakh yang mempengaruhi kepribadian?
3. Bagaimana cara menilai kepribadian?
4. Apakah arti penting dari emosi?
BAB II

PEMBAHASAN

1. KEPRIBADIAN
a) Terminologi Kepribdian

Sofyandi dan Garniwa (2007: 74) menyatakan hubungan antara perilaku dengan
kepribadian mungkin merupakan salah satu masalah paling rumit yang harus dipahami oleh
para manajer. Kepribadian amat banyak dipengaruhi oleh faktor kebudayaan dan sosial.
Tanpa mempersoalkan bagaimana orang mendefenisikan kepribadian, beberapa prinsip pada
umumnya diterima oleh para ahli psikologi. Prinsip-prinsip itu adalah:

 Kepribadian adalah suatu keseluruhan yang terorganisasi, apabila tidak, individu itu tidak
mempunyai arti.
 Kepribadian kelihatannya di organisasi dalam pola tertentu. Pola ini sedikit banyak dapat
diamati dan diukur.
 Walaupun kepribadian mempunyai dasar biologis, tetapi perkembangan khususnya adalah
hasil dari lingkungan social dan kebudayaan.
 Kepribadian mempunyai berbagai segi yang dangkal, seperti sikap untuk menjadi
pemimpin tim, dan inti yang lebih dalam, seperti sentiment mengenai wewenang atau etika
kerja.
 Kepribadian mencakup ciri-ciri umum dan khas. Setiap orang berbeda satu sama lain
dalam beberapa hal, sedangkan dalam beberapa hal serupa.

Kelima gagasan ini tercakup dalam defenisi kepribadian berikut ini: Sofyandi dan
Garniwa (2007: 75) menyatakan “kepribadian seseorang ialah seperangkat karakteristik
yang relatif mantap, kecenderungan dan perangai yang sebagian besar dibentuk oleh factor
keturunan dan oleh factor-faktor sosial, kebudayaan, dan lingkungan. Perangkat variable ini
menentukan persamaan dan perbedaan perilaku individu,”.
Rivai dan Mulyadi (2012: 234) kepribadian adalah organisasi dinamis pada
masing-masing system psikofisik yang menetukan penyesuaian unik pada lingkungannya
dan kepribadian merupakan total jumlah dari seorang individu dalam beraksi dan
berinteraksi dengan orang lain, atau dapat pula dikatakan bahwa kepribadian adalah
himpunan karakteristik dan kecenderungan yang stabil serta menentukan sifat umum dan
perbedaan dalam perilaku sesorang. Hal ini paling sering digambarkan dalam bentuk sifat-
sifat yang dapat diukur dan diperlihatkan oleh seseorang.

Masganti (2012: 60) menyatakan kepribadian adalah cara seseorang yang bersiat
khas dalam beradaptasi dengan lingkungannya.

Menurut Allport dalam buku Masganti (2012: 60) mendefinisikan kepribadian


sebagai: “personality is the dynamic organization within the individual of those
psychophysical system that determine his unique adjustments to his environment”
(kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu yang berasal dari sistem psiko-
fisikis yang menentukan keunikan seseorang beradabtasi dengan lingkungannya).

Badeni (2013: 16) menyatakan kepribadian mengacu pada keunikan yang dimiliki
seseorang dalam berbagai aspek, sifat, dan perilaku yang khas yang ditampilkan seseorang
ketika menghadapi orang lain, suatu objek, atau peristiwa. Oleh karena itu kepribadian
sangat berbeda-beda.

Thoha (2011: 67) menyatakan kepribadian dapat diartikan sebagai suatu sistem
yang dinamis dan memberikan dasar dari semua perilaku. Kepribadian terdiri dari tiga
subsistem: Id, Ego, dan Superego.

Nasrudin (2010: 215-216) Beberapa penggunaan istilah kepribdian yang sering digunakan
dalam pembicaraan sehari-hari adalah sebagai berikut.

a. Kepribadian sebagai sesuatu yang dimiliki atau tidak dimiliki yaitu kepribadian oleh
seseorang. Dalam pembicaraan sehari-hari, kita sering mendengar ucapan, “ Kantor A
mendapat kemajuan yang pesat karena dipimpin oleh seorang pemimpin yang memiliki
kepribadian, sedangkan kantor B menjadi kacau karena dipimpin oleh seorang pemimpin
yang kurang memiliki kepribadian. “ Orang yang memiliki kepribadin sering diartikan
sebagai seseorang yang mempunyai pendirin yang teguh, dapat bertindak tegas, konsekuen,
dan sebagainya.
b. Kepribadian diartikan sebagai kepribadian yang kaya (lot of personality) dan kepribadian
yang gersang (no personality) yaitu kepribadian yang kaya sering diartikan sebagai suatu
kepribadian yang memiliki sifat-sifat, mempunyai daya tarik terhadap orang lain,terutama
dalam pertemuan pertama; tingkah laku yang menarik; sopan santun; sikap
yangmenyenangkan orang lain, yaitu sifat-sifat yang member kesan pertama yang
baik.Adapun kepribadian yang gersang menunjukkan kepada sifat-sifat tak ada kesan yang
mendalam, membosankan, kurang semangat, dan mudah dilupakan orang lain.
c. Kepribadian adalah pengaruh seseorang kepada orang lain yaitu keadaan kepribadian
seseorang dinilai dari pengaruhnya terhadap orang lain. Orang yang berpengaruh atau
besar pengaruhnya terhadap orang lain adalah orang yang besar kepribadiannya. Adapun
orang kecil pengaruhnya atau tidak mempunyai pengaruh terhadap orang lain adalah orang
yang kecil pribadinya. Pengaruh seseorang itu sering dipengaruhi pula oleh jabatan, ilmu,
lingkungan sekitar, tempat tinggal, teman dan sebagainya.
d. Kepribadian diartikan sebagai sifat agresif atau tidak agresif dalam pengertian ini,
kepribadian diartikan sebagai pribadi yang kuat, pribadi yang lemah, selalu ingin berkuasa,
mengalah, menyerang, dan sebagainya.
Menurut pengertian dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan kepribadian
adalah salah satu karakteristik, etika, moral, yang dimiliki oleh setiap individu dimana sifat
dan keprbadian yang dimilikinya akan mempengaruhi maju mundurnya suatu organisasi.

b) Determinan Kepribadian

Pertanyaan yang sering mengemukakan adalah faktor apa saja yang dapat
memengaruhi kepribadian. Sering kali diperdebatkan apakah kepribadian dibawa sejak
kelahiran ataukah dibentuk oleh lingkungan. Persoalannya bukan sekedar masalah seperti
hitam atau putih. Menurut Robbins dan Judge dalam buku Wibowo (2014: 16) kepribadian
adalah merupakan hasil dari Heredity dan Environment, dan penelitian mendukung bahwa
Heredity lebih penting daripada Environment. Robbins melihat bahwa Situation
memengaruhi Heredity dan Environment pada kepribadian. Sementara itu, McShane dan
Von Glinow menambahkan bahwa Life Experience atau pengalaman hidup, terutama pada
awal kehidupan juga membentuk sifat kepribadian seseorang. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa determinan atau faktor yang memengaruhi kepribadian terdiri dari
unsur-unsur sebagai berikut: Heredity atau keturunan merupakan faktor yang ditentukan
oleh konsepsi. Ketinggian fisik, kemenarikan wajah, gender, temperamen, komposisi otot
dan refleks, tingkat energi, dan ritme biologis umumnya dipertimbangkan untuk sebagian
atau seluruhnya dipengaruhi oleh orang tua, dengan biologis, fisiologis danmelekat dengan
susunan psikologi. Faktor lingkungan memainkan peranan penting dalam membentuk
kepribadian. Faktor yang menggunakan tekanan pada pembentukan kepribadian
adalahbudaya di mana kita tumbuh, pada pembentukan kondisi awal, norma di antara
keluarga, teman, dan kelompok sosial, dan pengaruh lain menurut pengalaman kita.

Situasi juga memengaruhi Heredity dan Environment pada kepribadian.


Kepribadian individu, meskipun biasanya stabil dan konsisten, dapat berubah dalam situasi
tertentu. Tuntutan yang berbeda dari situasi yang berbeda memerlukan aspek yang berbeda
dari kepribadian. Kita tidak dapat melihat pola kepribadian dalam isolasi. Tetapi kita jua
tidak tahu bahwa situasi tertentu lebih relevan daripada lainnya dalam memengaruhi
kepribadian. Di samping generalisasi tersebut, sebenarnya masih perlu diperhatikan
kenyataan adanya perbedaan individual yang sangat penting. Pengalaman hidup yang dilalui
seseorang sejak kecil, menjadi dewasa dan sampai mencapai umur lanjut akan memengaruhi
kepribadian seseorang.

Menurut Robbins dan Judge (2009: 127-128) menyatakan kepribadian dihasilkan


oleh faktor keturunan dan lingkungan. Keturunan menunjukkan pada faktor genetik seorang
individu, tinggi fisik, bentuk wajah, gender, temperamen, komposisi otot dan reflex, tingkat
energi, dan irama biologis adalah karakteristik yang pada umumnya dianggap, apakah
sepenuhnya atau secara substansial dipengaruhi oleh siapa orang tua anda, yaitu komposisi
biologis psikologis dan psikologis bawaan mereka. Pendekatan keturunan berpendapat
bahwa penjelasan pokok mengenai kepribadian seseorang adalah struktur molekul dari gen
yang terdapat dalam kromosom. Terdapat tiga dasar penelitian berbeda yang memberikan
sejumlah krebidilitas terhadapargumen bahwa faktor keturunan memiliki peran penting
dalam menentukan kepribadian seseorang. Dasar pertama berpokus pada penyokom genetic
dari prilaku dan temperamen anak-anak. Dasar kedua berpokus pada anak-anak kembar yang
dipisahkan sejak lahir. Dasar ketiga meneliti konsintensi kepuasan kerja dari waktu ke waktu
dan dalam berbagai situasi.

Faktor lain yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap pembentukan karakter
kita adalah lingkungan dimana kita tumbuh dibesarkan, norma, keluarga, teman-teman,
kelompok sosial, dan pengaruh-pengaruh lain yang kita alami. Faktor-faktor lingkungan ini
memiliki peran dalam membentuk kepribadian kita. Sebagai contoh, budaya membentuk
norma, sikap, dan nilai yang diwariskan dari satu geerasi kegenerasi berikutnya dan
menghasilkan konsistensi seiring berjalannya waktu. Ideologi yang secara intens berakar
disuatu kultur mungkin hanya memiliki sedikit pegaruh pada kultur yang lain, misalnya,
orang-orang Amerika Utara memiliki semangat ketekunan, keberhasilan, kompetisi,
kebebasan, dan etika kerja protestan tertanam dalam diri mereka melalui buku, system
sekolah, keluarga, teman. Ada cara lain dimana lingkungan relevan untuk membentuk
kepribadian. Kepribadian seseorang, meskipun padaumumnya stabil dan konsistensi, dapat
berubah bergantung pada situasi yang diahadapinya. Meskipun kita belum mampu
mengembangkan pola klasifikasi yang akurat untuk situasi-situasi ini, kita tahu bahwa ada
bebrapa situasi, mislnya, tempat ibadah atau cara pekerjaan membatasi banyak perilaku,
sementara situasi lainnya. Misalnya, piknik ditaman umum membatasi relatif lebih sedikit
perilaku dengan perkataan lain, tuntutan yang berbeda dari situasi yang berbeda
memunculkan aspek yang berbeda dari kepribdian seseorang. Oleh karena itu, kita tidak
boleh melihat pola-pola kepribadian secara terpisah.

c. Dimensi Kepribadian
Kepribadian mengandung beberapa dimensi, indikator, sifat, ciri, unsur,
komponen, atau karakteristik. Adapun beberapa teori pengembangan kepribadian menurut
Suhendi dan Anggara (2010: 44-47) menyatakan:
1. Teori Psikoanalitik
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Sigmund Freud. Menurut teori ini, untuk
memahami kepribadian seseorang, kita harus melihat ke dalam dirinya (intrapsychis) apa
yang menjadi dasar perilakunya.
2. Teori sifat atau perangai
Sifat atau perangai seseorang dapat diteliti dengan berbagai cara. Ada yang
berpendapat bahwa sifat seseorang dapat diketahui melalui pendekatan bahwa sifat
seseorang dapat diketahui melalui pendekatan biologis. Maksudnya, sifat manusia
ditentukan oleh faktor genetisnya masing-masing.
3. Teori tingkat Kebutuhan
Teori hierarki kebutuhan (hierarchy of needs) merupakan teori yang kita kenal
dengan teori Maslow atau teori motivasi. Dalam membangun teori hierarki kebutuhan-
kebutuhan yang bersifat deduktif, Maslow bertitik tolak dari tiga asumsi pokok. Badeni
(2013 : 19) Berdasarkan hasil-hasil penelitian, ada lima dimensi besar yang
menggambarkan karakteristik kepribadian seseorang individu:
 Extroversion (ekstroversil)
Suatu dimensi kepribadian yang menggambarkan seseorang yang mampu
bersosialisasi,
suka berkumpul, dan tegas. Sebaliknya adalah individu introvert, ia cenderung pendiam,
malu-malu, dan tenang.
 Agreeableness (kemampuan bersepakat)
Suatu dimensi kepribadian yang menggambarkan seseorang yang baik hati, bisa
bekerja sama dan percaya pada orang. Sedangkan orang yang rendah dalam kemampuan
bersepakat adalah orang yang dingin, tidak mampu bersepakat, dan antagonistik.
 Consientiousness (sifat berhati-hati).
Suatu dimensi Kepribadian yang menggambarkan seseorang yang bertanggung
jawab, dapat diandalkan, gigih, dan terorganisasi. Sedangkan orang yang memiliki sifat
tidak hati-hati adalah mereka yang mudah bingung, tidak terorganisir dan tidak handal.
 Emotional Stability (kestabilan emosi).
Suatu dimensi kepribadian yang mencirikan seseorang yang tenang, percaya diri,
kokoh (positif) lawannya gugup, tertekan, dan tidak kokoh (negatif)
 Openness to experience (keterbukaan terhadap pengalaman).
Suatu dimensi kepribadian yang menggambarkan seseorang yang imajinatif,
artistik, sensitif, dan intelektual. Sebaliknya adalah dimensi kepribadian yang
kontroversial, dan menemukan kenyamanan dalam keakraban.

Secara umum dalam ilmu psikologi terdapat 3 teori kepribadian untuk memahami
kepribadian seseorang yaitu :
 trait theory (teori sifat)
Teori sifat mengatakan bahwa kepribadian sebagai keunikan yang dimiliki
seseorang dilihat dari sifat (traits) tertentu, seperti ketelitian dan ketidaktelitian,
keramahan dan ketidakramahan, dan lain-lain.
 psychodynamic theory (teori psikodinamik)
Sigmund Freud dalam buku Badeni (2013 : 20), mengatakan bahwa setiap
individu memiliki kepribadian yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh setiap orang
memiliki cara yang berbeda-beda dalam menghadapi rangsangan-rangsangan yang
mereka hadapi.
 humanistic theory (teori humanistik)
Menekan bahwa setiap manusia memiliki kemampuan tumbuh dan beraktualisasi
diri.
Menurut hasil penelitian dari Debora Eflina Purba dan Ali Nina Liche Seniati menyatakan
bahwa struktur kepribadian berdasarkan sifat dapat dilihat antara lain dengan menggunakan
kepribadian lima besar (the big five personality) yang dikembangkan oleh Costa dan McCrae
(Costa & McCrae, 1992; McCrae, etal., 1998) yaitu :
 Neuroticism
Sifat pencemas, mudah depresi, pemarah, mudah takut, tegang, rawan kritik,
serta emosional dan merupakan sifat negatif
 Extraversion
Sifat mudah bergaul, banyak bicara, aktif, asertif, suka berteman, dan suka
bergembira
 Openness to experience
Berisikan sifat imajinatif, kreatif, ingin tahu, memiliki pemikiran bebas dan
orisinil, menyukai variasi, sensitif terhadap seni
 Agreeableness
Sifat ramah, lembut hati, percaya pada orang lain, murah hati, setuju pada
pendapat orang lain, penuh toleransi dan baik hati
 Conscientiousness
Merupakan sifat bersungguh-sungguh, bertanggungjawab, tekun, teratur, tepat
waktu, ambisius, mau bekerja keras, dan berorientasi pada keberhasilan.

2. Emosi
a. Terminologi Emosi
Ahli psikologi memandang manusia adalah makhluk yang secara alami mamiliki
emosi. Menurut James, Emosi adalah keadaan jiwa yang menampakkan diri dengan sesuatu
perubahan yang jelas pada tubuh. Emosi setiap orang adalah cerminan keadaan jiwanya,
yang akan tampak secara nyata pada perubahan jasmaninya. Sebagai contoh ketika
seseorang diliputi emosi marah, wajahnya memerah, napasnya menjadi sesak, otot-otot
tangannya akan menegang, dan energi tubuhnya memuncak.
Menurut Chaplin dalam buku Safaria dan Saputra (2009: 12) merumuskan emosi
sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan
yang disadari, yang mendalam sifatnya, dan perubahan perilaku. Emosi merupakan keadaan
yang ditimbulkan oleh situasi tertentu. Misalnya kalau orang mengalami ketakutan mukanya
menjadi pucat, jantungnya berdebar-debar, jadi adanya perubahan-perubahan kejasmanian
sebagai rangkaian dari emosi yang dialami oleh individu yang bersangkutan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu panggilan jiwa yang
menggetarkan pergolakan pikiran, nafsu, hati, yang bisa berdampak positif atau negatif.
Pada dasarnya emosi manusia bisa dibagi menjadi dua kategori umum jika dilihat
dari dampak yang ditimbulkannya.
 Kategori pertama adalah emosi positif atau biasa disebut dengan afek positif. Emosi
positif memberikan dampak yang menyenangkan dan menenangkan. Macam dari emosi
positif ini seperti tenang, santai, rileks, gembira, lucu, haru, dan senang.
 Kategori kedua adalah emosi negatif atau afek negatif. Ketika kita merasakan emosi
negatif ini maka dampak yang kita rasakan adalah negatif, tidak menyenangkan dan
menyusahkan. Macam dari emosi negatif diantaranya sedih, kecewa, putus asa, depresi,
tidak berdaya, frustasi, marah, dendam, dan masih banyak lagi.
Menurut Ivancevich dan Matteson (2006: 127) Salah satu utama yang
membedakan orang dengan tekhnologi adalah bahwa orang memiliki emosi. Emosi
seseorang adalah keadaan yang dicirikan oleh rangsangan psikologis dan perubahan ekspresi
wajah, gerakan tubuh, dan perasaan subjektif. Di masa lalu, emosi sering kali diabaikan
dalam studi prilaku organisasi dan manajemen. Lingkungan kerja dianggap rasional dan
merupakan tempat yang cukup stabil di mana emosi ada tapi bukan prioritas utama untuk
dipahami.
Memeriksa Emosi
Alasan yang mendasari pemeriksaan emosi adalah titik di mana emosi saling
dihubungankan dengan perilaku adaptif dasar seperti membantu orang lain, mengasingkan
diri, mencari wilayah kerja yang nyaman, dan menyerang seseorang secara verbal karena
telah memulai rumor yang tidak benar. Akan tetapi, tampak jelas juga bahwa emosi dapat
memiliki efek negatif. Rasa benci dan takut dapat merusak perilaku dan hubungan. Detak
jantung yang semakin cepat, perut yang “melilit,” keringat yang mengucur, dan rasa gugup
merupakan reaksi tubuh yang diawali oleh rasa takut, marah, jijik, senang, dan kagum.

Emosi Utama
Studi penelitian telah menentukan delapan emosi primer utama: takut, terkejut,
sedih, senang, jijik, marah, antisipasi, dan penerimaan. Kedelapan emosi utama ini dapat
bervariasi dalam hal intensitas. Kesedihannya misalnya, dapat berkisar dari kesedihan ringan
hingga kesedihan mendalam yang membuat orang tidak dapat melakukan apapun. Bentuk
paling lunak dari emosi disebut suasana hati (mood). Suasana hati adalah keadaan emosional
yang berintensitas rendah dan bertahan lama. Suasana hati bertindak sebagai faktor emosi
yang ringan, yang mempengaruhi prilaku sehari-hari. Selain emosi primer terdapat emosi
sekunder atau emosi lain seperti agresi, cinta, kagum, penyesalan, puas, optimis, dan
kecewa. Juga terdapat bauran emosi. Sebagai contoh, seorang karyawan mungkin
mengalami rasa senang dan takut bahwa seorang rekan kerja yang tidak disukainya akan
diberhentikan. Hasilnya mungkin adalah antisipasi bahwa karyawan tersebut akan menjadi
karyawan berikutnya yang diberhentikan.

Ekspresi
Ekspresi emosi yang paling mendasar tampak merupakan hal yang umum.
Individu yang buta sejak lahir memiliki sedikit kesempatan untuk belajar ekspresi emosi
dengan mengamati orang lain. Akan tetapi, walaupun buta, mereka menggunakan ekspresi
wajah yang sama seperti orang lain untuk menunjukkan rasa senang, sedih, marah, benci,
dan lain sebagainya.

Bahasa Tubuh : Mimicking


Studi komunikasi melalui gerakan tubuh, postur, gerak gerik, dan ekspresi wajah
disebut kinesika (kinesics). Hal tersebut lebih sering disebut “bahasa tubuh.” Ahli Psikologi
Bargh dan Chartrand mengidentifikasikan aspek dari bahasa tubuh yang mereka sebut “efek
bunglon (chameleon effect).” Hal tersebut merujuk pada fakta bahwa orang sering kali
secara tidak sadar meniru postur, gaya, dan ekspresi wajah dari orang dengan siapa mereka
berinteraksi.

Umpan-Balik Wajah
Berdasarkan penelitian, aktivitas emosional menyebabkan perubahan terprogram
dalam ekspresi wajah. Sensasi wajah menyediakan informasi bagi otak yang membantu kita
menentukan emosi tertentu apa yang kita rasakan. Hal ni disebut hipotesis umpan-balik
wajah. Hipotesis ini menyatakan bahwa memiliki ekspresi wajah dan menyadarinya akan
membuahkan pengalaman emosional. Ekman yakin bahwa “membentuk ekspresi” (making
faces) benar-benar dapat menyebabkan emosi. Dalam salah satu studi, partisipan dibimbing
otot demi otot mengenai bagaimana mengatur ekspresi wajah mereka untuk menunjukkan
rasa terkejut, jijik, marah, takut, dan senang.

Kerja emosional
Mengelola emosi untuk kompensasi disebut emotional labor. Dalam organisasi,
kerja emosional mungkin melibatkan meningkatkan, memalsukan, atau menekan emosi
untuk memodifikasi ekspresi emosional. Beberapa penelitian menemukan bahwa mengelola
emosi (misalkan emotional labor) merupakan hal yang sangat memancing stress dan
mungkin menghasilkan kejenuhan (burnout). Asumsinya adalah bahwa mengelola emosi
memerlukan usaha, waktu, dan energi. Terdapat dua cara bagi individu untuk mengelola
emosi mereka yaitu :
a) surface acting, di mana seseorang mengatur ekspresi emosionalnya
b) deep acting, dimana seseorang memodifikasi perasaan untuk mengekspresikan suatu
emosi yang diinginkan.
Wibowo (2014: 75) menyatakan membahas tentang emosi biasanya tidak dilakukan sebagai
terminologi yang berdiri sendiri. Terdapat tiga terminologi yang saling terkait yaitu :
a) Affect merupakan terminologi generik yang mencakup tentang perasaan yang luas yang
dialami orang.
b) Emotions adalah perasaan yang kuat diarahkan kepada seseorang atau sesuatu.
c) Moods merupakan perasan yang cendurung kurang kuat daripada emosi dan dengan
kekurangan dorongan konstekstual. Moods dapat diberi makna kurang lebih sebagai
suasna hati atau suasana batin.

b. Dimensi Emosi

Menurut Robbins dalam buku Wibowo (2014 : 82) menyatakan menunjukkan adanya
tiga dimensi emosi, yaitu:
1. Variety
Terdapat banyak sekali pariasi emosi, namun yang pentingadalah adalah penentuan
klasifikasi yang bersifat positif dan negatif. Emosi positif, sepertikebahagiaan dan
harapan,menunjukkan evaluasi atau perasaan menyenangkan. Emosi negatif, seperti
marah atau benci, menyatakan sebaliknya.Perlu diinggat bahwa emosi tidak dapat bersifat
netral, netral adalah non emosional. Namun, kebanyakan orang lebih banyakmenunjukkan
emosi negative dari pada positif. Disamping itu, dari banyaknya variasi emosi, dilakukan
identifikasi enam emosi yang bersifat universal, yaitu: anger (kemarahan), fear (takut),
sadness (kesedihan), happiness (kebahagiaan), disgust (muak), dan surprise (terkejut).
a. Takut, cemas dan khawatir
Ketiga macam emosi ini berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh
sesuatu. Pada rasa takut ancaman ini lebih khusus dan jelas sedang pada cemas dan
khawatir onjek yang mengancamnya tidak begitu jelas. Seorang merasa khawatir
karena menghadapi suatu situasi yang tidak bisa memberikan jawaban yang jelas,
tidak bisa mengharapkan sesuatu pertolongan, dan tidak ada harapan yang jelas akan
mendapatkan hasil. Kecemasan dan kekhawatiran memiliki nilai positif, asalkan
intensitasnya tidak begitu kuat, sebab kecemasan dan kekhawatiran yang ringan
dapat merupakan motivasi. Kecemasan dan kekhawatiran yang sangat kuat bersifat
negatif sebab dapat menimbulkan gangguan baik secara psikis maupun fisik.
b. Marah dan permusuhan
Marah dan permusuhan merupakan suatu perasaan yang dihayati oleh
seseorang atau suatu kelompok yang cenderung bersifat menyerang. Pada umumnya
kedua jenis emosi ini diberi konotasi negatif, walaupun sesungguhnya merupakan
suatu kondisi yang normal. Keduanya merupakan suatu cara individu menyesuaikan
diri dengan lingkungan dan memenuhi kebutuhannya melalui bentuk perilaku agresif
atau menyerang. Marah dan permusuhan terhadap sesuatu perbuatan atau keadaan
yang negatif adalah sesuatu yang konstruktif, asalkan intensitas penghayatannya
tidak terlalu kuat serta dinyatakan dengan cara yang konstruktif pula.
c. Rasa bersalah dan rasa berduka
Kedua emosi ini dialami seseorang karena kegagalan atau kesalahan dalam
melakukan sesuatu perbuatan yang berkenaan dengan norma. Seperti halnya dengn
jenis-jenis emosi yang lain, keduanya memiliki nilai positif apabila intensitasnya
tidak terlalu kuat dan diterima sebagai koreksi terhadap dirinya. Apabila
intensitasnya terlalu kuat dan dialami dalam tempo yang cukup panjang, maka akan
memberikan beberapa dampak negatif (Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge
dalam Perilaku Organisasi, 2012).
2. Intensity
Orang memberikan tanggapan yang berbeda pada dorongan emosi yang kepribadian
individual. Diwaktu lain merupakanhasil dari kebutuhan pekerjaan. Orang beragam
dalamkemampuannya menyatakan intensitasnya. Pekerjaanmembuat permintaan intensitas
berbeda dalam bentukemotional labor.
3. Frequency and Duration
Menunjukkan seberapa sering emosi perlu ditunjukkan dan untuk berapa lama.
Emotional labor yang memerlukan frekuensitinggi atau durasi panjang adalah lebih
menuntut danmemerlukan lebih banyak pengarahan oleh pekerja. Makaapabila pekerja
dapat berhasil mencapai emotional demand daripekerja tertentu tergantung tidak hanya
pada emosi apa yangperlu ditunjukkan dan intensitasnya. Tetapi juga padabagaimana
sering dan untuk berapa lama usaha harusdilakukan.

c. Tipe Emosi
Orang banyak mengalami emosi dan berbagai kombinasi emosi, tetapi semua mempunyai
dua tampilan umum. Pertama,emosi membangkitkan evaluasi global (dinamakan
coreeffek)bahwa sesuatu adalah baik atau buruk, bermanfaat atau berbahaya, didekati atau
dihindari. Kedua, semua emosi menghasilkan beberapa tingkat penggiatan. Tetapi mereka
sangat berubah-ubah dalam penggiatan tersebut, yaitu seberapa banyak mereka meminta
perhatian kita dan memotivasi kita untuk bertindak.

d. Emotional Labor
Emotional laboradalahsituasiketikaseorangkaryawanmengekspresikanemosi yang
organizationally desiredselamaberlangsungnyainteraksi interpersonal.Setiap karyawan harus
mengerahkan “tenaga” fisik dan mental pada saat ia membawa tubuh dan kemampuan
kognitifnya ke dalam pekerjaan. Tapi kebanyakan pekerjaan juga membutuhkan “tenaga”
emosional.Konsep emotional labor awalnya dikembangkan dalam hubungan dengan
pekerjaanpelayanan. Tetapi emotional labor juga relevan pada hampir setiappekerjaan.
Tantangan sebenarnya timbul ketika pekerja harusmelakukan satu emosi sambilmerasakan
adanya emosi lain.

e. Sumber Emosi dan Suasana Hati


1. Kepribadian
Kepribadian memberi kecenderungan kepada orang untuk mengalami suasana hati
dan emosi tertentu. Sebagai contoh, beberapa orang merasa bersalah dan merasakan
kemarahan dengan lebih mudah dibandingkan orang lain. Orang lain mungkin merasa
tenang dan rileks dalam situasi apa pun. Dengan perkataan lain, suasana hati dan emosi
memiliki sebuah komponen ciri pada mereka-sebagian besar orang mempunyai
kecenderungan tetap untuk mengalami suasana hati dan emosi tertentu.
2. Cuaca
Cuaca memiliki sdikit pengaruh terhadap suasana hati. Seorang ahli
menyimpulkan, “Berlawanan dengan pandangan kultur yang ada, data ini menunjukkan
bahwa orang-orang tidak melaporkan suasana hati yang lebih baik pada hari yang cerah
(atau, sebaliknya, melaporkan suasana hati yang lebih buruk pada hari gelap dan hujan).
Korelasi ilusif menjelaskan mengapa orang-orang cenderung berpikir bahwa cuaca yang
menyenangkan meningkatkan suasana hati mereka. Korelasi ilusif (illusory correlation)
terjadi ketika orang mengasosiasikan dua kejadian yang pada kenyataannya tidak
memiliki sebuah korelasi
3. Stres
Di tempat kerja, kejadian sehari-hari yang menimbulkan stres (suart elektronik
yang tidak menyenangkan, tenggat waktu yang tidak masuk akal, hilangnya kesempatan
penjualan besar, teguran dari waktu ke waktu secara negatif memengaruhi suasana hati
karyawan. Tingkat stres dan ketegangan yang menumpuk di tempat kerja dapat
memperburuk suasana hati karyawan, sehingga menyebabkan mereka mengalami lebih
banyak emosi negatif.

4. Aktivitas Sosial
Aktivitas sosial yang bersifat fisik (berski atau berjalan kaki dengan teman),
informal (pergi ke sebuah pesta), atau Epicurean (makan bersama orang lain) lebih
diasosiasikan secara kuat dengan peningkatan suasan hati yang positif dibandingkan
kejadian-kejadian formal (menghadiri sebuah rapat) atau yang bersifat duduk terus-
menerus (menonton TV dengan teman).
5. Tidur
Kualitas tidur memengaruhi suasana hati. Para sarjana dan pekerja dewasa yang
tidak memperoleh tidur yang cukup melaporkan adanya perasaan kelelahan yang lebih
besar, kemarahan, dan ketidakramahan. Satu dari alasan mengapa tidur yang lebih
sedikit, atau kualitas tidur yang buruk, menempatkan orang dalam suasana hati yang
buruk karena hal tersebut memperburuk pengambilan keputusan dan membuatnya sulit
untuk mengontrol emosi. Sebuah penelitian terbaru menyatakan bahwa kurang tidur pada
malam sebelumnya juga memperburuk kepuasan kerja seseorang pada hari berikutnya,
karena sebagian besar karena orang merasa lelah, cepat marah, dan kurang waspada.
6. Olahraga
Terapi olahraga berpengaruh paling kuat terhadap mereka yang mengalami
depresi. Walaupun olahraga berpengaruh secara konsisten terhadap suasana hati, tetapi,
tidak terlalu kuat-kuat. Jadi, olahraga dapat membantu Anda berada dalam suasana hati
yang lebih baik, tetapi jangan mengharapkan mukjizat.
7. Usia
Suatu penelitian atas orang-orang yang berusia 18 hingga 94 tahun
mengungkapkan bahwa emosi negatif tampaknya semakin jarang terjadi seiring
bertambahnya usia seseorang. Bagi seseorang yang lebih tua, suasana hati positif yang
tinggi bertahan lebih lama dan suasana hati yang buruk menghilang dengan lebih cepat.
Penelitian tersebut mengimplikasikan bahwa pengalaman emosional cenderung membaik
bersama bertambahnya usia, sehingga seiring bertambah tua, kita mengalami lebih sedikit
emosi negatif.
8. Gender
Pria dan wanita diasosiasikan dengan cara yang berbeda-beda. Pria diajarkan
menjadi kuat dan berani. Menunjukkan emosi tidak konsisten dengan citra ini.
sebaliknya, wanita diasosiasikan untuk mengasuh, mungkin inilah penyebab adanya
persepsi bahwa wanita biasanya lebih ramah dan hangat dibandingkan pria. Sebagai
contoh, wanita diharapkan untuk mengekspresikan lebih banyak emosi positif pada
pekerjaan (ditunjukkan dengan tersenyum) dibandingkan pria, dan mereka memang
demikian. Penejelasan kedua adalah wanita mungkin memperlihatkan emosi mereka
dibandingkan pria. Ketiga, wanita mungkin memiliki kebutuhan yang lebih besar
terhadap penerimaan sosial dan juga, sebuah kecondongan yang lebih tinggi untuk
menunjukkan emosi-emosi positif, seperti kebahagiaan (Stephen P. Robbins dan Timothy
A. Judge dalam Perilaku Organisasi, 2012).
BAB III
PENUTUP

3.1           KESIMPULAN
Kepribadian membentuk perilaku setiap individu. Jadi apabila ingin memahami dengan baik
perilaku seseorang dalam suatu organisasi, sangatlah berguna jika kita mengetahui sesuatu
tentang kepribadiannya.

Emosi setiap orang adalah cerminan keadaan jiwanya, yang akan tampak secara nyata pada
perubahan jasmaninya. Sebagai contoh ketika seseorang diliputi emosi marah, wajahnya
memerah, napasnya menjadi sesak, otot-otot tangannya akan menegang, dan energi tubuhnya
memuncak.

DAFTAR PUSTAKA

Wijaya Candra, (2017), Perilaku Organisasi.. Lembaga Peduli Pengembangan Pendidikan


Indonesia (LPPPI), Medan.

Wulantika L, (2019), Kepribadian dan Emosi, Universitas Komputer Indonesia. Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai