B. BPHTB
Dalam pembahasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, akan dijumpai
beberapa pengertian-pengertian yang sudah baku, antara lain :
° Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang
dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
° Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum
yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau
badan.
° Hak atas Tanah dan atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak
pengelolaan deserta bangunan diatasnya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Undang-undang Nomor
16 tahun 1985 tentang Rumah Susun, dan ketentuan peraturan peundanga-undangan yang
berlaku lainnya.
B. BPHTB
Sebagai dasar hukum pengenaan Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan adalah
Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2000 dan beberapa aturan pelaksanaannya.
5. Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan PBB & BPHTB (SPOP & SPPT)
A. PBB
Tata Cara Perhitungan
PBB = Tarif pajak x NJKP
= 0,5 % x [ persentase NJKP x (NJOP – NJOPTKP) ]
Rumus perhitungan di atas dapat dibuat dengan urutan perhitungan sebagai berikut :
Nilai jual Objek Pajak bumi/tanah: luas x NJOP per m2 xxx
Nilai jual Objek Pajak bangunan: luas x NJOP per m2 xxx (+)
Nilai jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan PBB xxx
Nilai jual Objek Pajak Tidak Kenai Pajak xxx (-)
Nilai jual Objek Pajak sebagai dasar perhitungan PBB xxx
Nilai jual kena Pajak persentase (%) x NJOP xxx
PBB : 0,5 % x NJKP xxx
===
Contoh :
Wajib Pajak CV Perdana mempunyai objek pajak berupa :
- Tanah seluas 800 m2 dengan NJOP Rp 335.000 per m2
- Bangunan (rumah) seluas 400 m2 dengan NJOP Rp 505.000 per m2
- Taman mewah seluas 200 m2 dengan NJOP Rp 98.000 per m2
- Pagar mewah sepanjang 100 m dan tinggi rata-rata 150 cm dengan NJOP Rp 1.200.000 per
m2
Persentase Nilai Jual Kena Pajak (assessment value) sebesar 20 % dan NJOPTKP ditetapkan
sebesar Rp 10.000.000
Besarnya PBB yang terutang dihitung sebagai berikut :
- NJOP tanah (800 m2 x Rp 335.000) Rp 268.000.000
- NJOP bangunan :
- Rumah
(400 m2 x Rp 505.000) Rp 202.000.000
- Taman mewah
(200 m2 x Rp 98.000) Rp 19.600.000
- Pagar mewah
(100 x 1,50 m2 x Rp 1.200.000) Rp 180.000.000
Rp 401.600.000 (+)
- NJOP sebagaidasarperhitungan PBB Rp 669.600.000
- NJOPTKP (diketahui) Rp 10.000.000 (-)
-NJOP sebagai dasar perhitungan PBB Rp 659.600.000
- NJKP (20% x Rp 659.600.000) Rp 131.920.000
- PBB :
0,5% x Rp 131.920.000 = Rp 659.600
B. BPHTB
Tata Cara Perhitungan
BPHTB = Tarif paja x NPOPKP
= 5 % x ( NPOP – NPOPTKP )
Contoh :
Tuan Akbar membeli tanah dan bangunan dengan nilai perolehan objek pajak Rp
500.000.000.
Besarnya BPHTB yang terutang dihitung sebagai berikut :
NPOP Rp 500.000.000
NPOPTKP Rp 60.000.000 (-)
NPOPKP Rp 440.000.000
============
Pajak BPHTB yang terutang :
5% x Rp 440.000.000 = Rp 22.000.000
Bea Materai
1. Pengertian
Bea meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen yang bersifat perdata dan
dokumen untuk digunakan di pengadilan.
Secara lengkapnya, Bea meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen yang
menurut Undang-Undang Bea Meterai menjadi objek Bea Meterai. Dokumen yang dikenai
bea meterai antara lain adalah dokumen yang berbentuk surat yang memuat jumlah uang,
dokumen yang bersifat perdata, dan dokumen yang dapat digunakan di muka pengadilan
misalnya dokumen kontrak pengadaan meja kursi kantor, dokumen perjanjian pembangunan
gedung kantor dengan pengusaha jasa konstruksi, dan dokumen kontrak pengadaan jasa
tenaga kebersihan.
Nilai bea meterai yang berlaku saat ini Rp. 3.000,00 dan Rp. 6.000,00 yang
disesuaikan dengan nilai dokumen dan penggunaan dokumen. Bea meterai tidak diperlukan
nomor identitas baik untuk wajib pajak maupun objek pajak. Pembayaran bea meterai terjadi
terlebih dahulu daripada saat terutang. Waktu pembayaran dapat dilakukan secara isidentil
dan tidak terikat waktu.
2. Dasar Hukum
a. Surat Perjanjian dan surat lainnya yang dibuat dengan tujuan sebagai alat pembuktian
mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat pendata.
b. Akta notaris termasuk salinannya.
c. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek yang harga nominalnya lebih dari
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
d. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, yakni:
3. Cek dan Bilyet Giro dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,- tanpa batas
pengenaan besarnya harga nominal.
4. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang memiliki harga nominal hingga
Rp1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 3.000,- sedangkan yang memiliki harga nominal
lebih dari Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp6.000,-.
5. Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat
kolektif yang memiliki jumlah harga nominal hingga dengan Rp1.000.000,- dikenakan Bea
Meterai Rp 3.000,-, sedangkan yang memiliki harga nominal lebih dan Rp 1.000.000,-
dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp6.000,-.
1. dokumen yang dibuat oleh satu pihak, adalah pada saat dokumen itu diserahkan;
Saat terutang Bea Meterai atas dokumen yang dibuat oleh satu pihak, adalah pada saat
dokumen itu diserahkan dan diterima oleh pihak untuk siapa dokumen itu dibuat, bukan
pada saat ditandatangani, misalnya kuintansi, cek, dan sebagainya.
2. dokumen yang dibuat oleh lebih dari salah satu pihak, adalah pada saat selesainya
dokumen itu dibuat;
Saat terhutang Bea Meterai atas dokumen yang dibuat oleh lebih dari salah satu pihak,
adalah pada saat dokumen itu telah selesai dibuat, yang ditutup dengan pembubuhan tanda
tangan dari yang bersangkutan. Sebagai contoh surat perjanjian jual beli. Bea Meterai
terhutang pada saat ditandatanganinya perjanjian tersebut.
3. dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat digunakan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/9173263/Materi_PBB_dan_BPHTB
https://www.pajak.go.id/content/3513-bea-meterai
tax-center.pajak.go.id