Anda di halaman 1dari 6

ZAT ADITIF PADA MAKANAN : PEWARNA, PEMANIS, PENGAWET, PENYEDAP

RASA

Zat aditif pada makanan disini akan dibatasi pembahasannya meliputi


pewarna, pemanis. pengawet, dan penyedap rasa. Sepertinya kita akan bisa
terlepas dengan yang namanya zat aditif makanan, sehingga kita harus tahu
penggunaannya. Karena sebagian ada yang merugikan dan ada juga yaang
menguntungkan.

ZAT ADITIF PADA MAKANAN

Terdapat beragam jenis makanan yang kita konsumsi sehari – hari. Kelompok
makanan seperti tampak pada gambar di bawah merupakan makanan yang telah
diolah atau yang disebut makanan olahan. Dahulu, ketika teknologi pangan belum
berkembang seperti saat ini, tidak banyak makanan dan minuman olahan yang
beredar. Sebagai contoh, dahulu orang membuat roti cukup dengan menggunakan
bahana dasar terigu, ragi, dan air. Akan tetapi, sekarang tidak cukup hanya dengan
bahan utama itu saja, masih perlu tambahan bahan lainnya, misalnya perasa atau
flavor (bahan untuk menimbulkan aroma dan rasa tertentu) dan bahan pewarna.
Jadi, ketika makanan olahan diproses ke dalam makanan tersebut telah
ditambahkan zat – zat kimia dengan tujuan tertentu. Zat – zat kimia yang
ditambahkan ke dalam makanan untuk meningkatkan kualitasnya yang mencakup
rasa, penampilan, warna, keawetan dan lain – lain disebut zat aditif makanan.

Begitu banyak zat aditif pada makanan yang saat ini digunakan para
produsen pada setiap produknya. Hal itu membuat kita semakin sulit memilih
makanan / bahan makanan yang betul – betul bebas dari zat aditif makanan. Sampai
– sampai ingin rasanya semua bahan makanan kita produksi sendiri. Padahal, perlu
sobat ketahui bahwa pemakaian zat aditif pada makanan tidak pernah dapat
dihindari karena dalam beberapa hal fungsinya memang diperlukan dalam proses
pembuatan bahan makanan tersebut. Selain itu, tidak semua zat aditif pada
makanan berbahaya atau tidak bernilai gizi. Beberapa di antaranya malah berguna
bagi tubuh kita karena mengandung vitamin atau malah mencegah kanker. Namun
begitu, penggunaan zat aditif makanan yang berlebihan dapat merugikan kesehatan.
Oleh karena itu, pemakaiannya arus selalu terkendali sehingga dampak negatifnya
dapat diminimalkan.

Dewasa ini zat aditif pada makanan digunakan untuk tujuan yang lebih
beragam sesuai dengan perkembangan teknologi penngolahan pangan. Kendati
begitu, penggunaan zat aditif makanan pada produk pangan terikat pada norma –
norma yang arus dipatuhi secara moral. Zat aditif pada makanan yang digunakan
harus mempunyai sifat – sifat sebagai berikut.

Dapat mempertahankan nilai gizi makanan tersebut


Tidakmengurangi zat – zat esensial di dalam makanan

Mempertahankan atau memperbaiki mutu makanan

Menarik bagi konsumen, tetapi tidak merupakan suatu penipuan

Nah, melihat luasnya cakupan fungsi zat aditif pada makanan, tampaknya
memaang sulit untuk lepas sama sekali dari penggunaannya. Meskipun begitu,
sering juga terjadi kasus – kasus yang merugikan , yakni ketika zat aditif pada
makanan digunakan pada situasi yang searusnya tidak diperlukan, penggunaan
yang berlebihan, menyalahi spesifikasi, atau sengaja digunakan bahan – bahan
terlarang. Misalnya, kasus penggunaan boraks dan formalin pada produk – produk
seperti susu, tahu, dan bakso. Oleh karena itu, mari kita kenal zat aditif pada
makanan secara lebih rinci

APA SAJA YANG TERMASUK DALAM ZAT ADITIF PADA MAKANAN?

Menurut peraturan Menkes No. 235 (1979), zat aditif makanan dapat
dikelompokan menjadi 14 kelompok berdasarkan fungsinya. Kelompok – kelompok
tersebut, yaitu :

Antioksidan dan antioksidan sinergis

Anti kempal

Pengasam, penetral dan pendapar

Enzim

Pemanis buatan

Pemutih dan pematang

Penambah gizi

Pengawet

Pengemulsi, pemantap, dan pengental

Pengeras

Pewarna alami dan sintesis

Penyedap rasa dan aroma

Sekuestran

Zat aditif makanan lain


Dari mana zat aditif pada makanan diperoleh? Selain dari ekstrak bahan alami,
dapat juga dibuat dari reaksi – reaksi tertentu. Dengan demikian, dikenal sebutan zat
aditif makanan alami dan zat aditif makanan buatan (artifisial).

A. PEWARNA MAKANAN

zat aditif pada makanan - pewarna makananTujuan pemberian pewarna


pada makanan hanyalah untuk memperbaiki penampilan makanan sehingga lebih
menarik perhatian. Di Indonesia sudah dikenal banyak pewarna alami, misalnya
kunyit (warna kuning), daun suji dan daun pandan (warna hijau), warna telang
(warna biru keunguan), gula kelapa (warna merah kecoklatan), cabe dan bunga
belimbing sayur (warna merah).

Pewarna alami ini sangat aman bagi kesehatan manusia. Namun,


pengetahuannya kurang maksimal karena masih memiliki rasa atau aroma yang
dapat mengganggu rasa atau aroma makanan aslinya.

Untuk mengatasi masalah tersebut, sekarang sudah banyak diproduksi


pewarna makanan sintesis. Misalnya: violet GB (warna ungu), sunset yellow FCF
(warna oranye), tartrazine (warna kuning), indigo carmine (warna biru). Namun,
harga pewarna makanan sintesis tersebut relatif mahal, sehingga ada orang yang
tidak bertanggung jawab menggantinya dengan pewarna tekstil yang harganya
murah tapi berbahaya bagi kesehatan. Pewarna tekstil yang sering disalah gunakan
sebagai pewarna makanan, antara lain rhodamine B (warna merah) dan metanil
yellow (warna kuning). Bahan – bahan itu dapat memicu terjadinya kanker.

B. PEMANIS MAKANAN

zat aditif pada makanan - pemanis makananGula putih dan gula merah
adalah pemanis alami yang sangat umum pemakaiannya. Namun, penderita
diabetes (kencing manis) dan obesitas (kegemukan) tidak dianjurkan menggunakan
pemanis alami ini karena dapat meningkatkan kadar gula dan menambah berat
badan.

Untuk itu telah tersedia pemanis sintesis renda kalori seperti siklamat dan
sakarin. Namun, sejak tahun 70-an penggunaan siklamat dan sakarin telah dilarang
di Amerika Serikat karena dicurigai dapat mengakibatkan kanker. Sebagai gantinya,
tahun 1981 diproduksi aspartam sebagai pemanis sintetis yang kemanisannya kira –
kira 160 kali gula putih. Sorbitol adalah salah satu jenis pemanis sintetis yang tidak
terurai dalam mulut sehingga tidak merusak gigi, tetapi pemakaian yang berlebihan
dapat mengakibatkan diare.
Baru – baru ini telah ditemukan pemanis sintetis generasi terkini, yaitu
neotam. Pemanis ini merupakan turunan dari aspartam yang kemanisannya 7.000 –
13.000 kali tingkat kemanisan gula. Tak kurang dari seratus penelitian telah
membuktikan bahwa neotam aman dikonsumsi oleh semua kalangan, baik anak –
anak, wanita hamil maupun penderita diabetes.

Tabel tingkat kemanisan relatif pemanis sintetis terhadap gula (sukrosa)

Pemanis Sintetis Tingkat Kemanis Relatif

Aspartam 160

Sakarin 500

Sukralosa 600

P-4000 4.000

Neotam 13.000

C. PENGAWET MAKANAN

zat aditif pada makanan - pengawetan makanan

sejak zaman dahulu pengasinan merupakan salah satu cara menngawetkan


makanan secara alami

Kerusakan makanan terutama disebabkan oleh mikroba (bakteri, jamur, dan


ragi). Untuk mengawetkan makanan, kita harus membunuh mikroba tersebut atau
menyimpan makanan pada kondisi dimana mikroba tidak dapat berkembang biak
dengan baik.

Gula dan garam adalah pengawet alami yang sudah digunakan sejak zaman
dahulu, misalnya pada manisan, asinan, telur asin, ikan asin, dan lain – lain. Jika
mikroba kontak dengan larutan gula atau garam yang pekat maka air akan mengalir
dari mikroba ke larutan melalui membran selnya. Akibatnya, mikroba mengalami
dehidrasi (kekurangan air) dan mati sehingga makanan tidak busuk. Namun,
penggunaan gula dan garam sebagai pengawet dapat mengakibatkan makanan
berasa terlalu manis atau asin.

Asam cuka merupakan pengawet alami yang efektif karena mikroba tidak
dapat bertumbuh dengan baik pada suasana asam. Asam cuka sering digunakan
sebagai bahhan pengawet untuk mentimun, bawang, cabe, dan lain – lain:

Natrium nitrit, digunakan sebagai pengawet dalam sosis, burger, dan daging
kaleng. Natrium nitrit dapat menghambat pertumbuhan bakteri seperti Clostridium
botulinium yang menyebabkan keracunan makanan.
Asam benzoat / natrium benzoat, digunakan sebagai pengawet makanan dan
minuman, jus buah, saos, sambal, dan kecap. Asam benzoat / natrium benzoat
dapat mengambat pertumbuhan bakteri dan ragi yang merusak makanan.

Asam propionat / natrium propionat, digunakan sebagai pengawet roti dan


keju. Asam propionat / natrium propionat dapat menghambat pertumbuhan jamur
dan ragi..

Penggunaan zat pengawet tersebut harus selalu dikontrol karena pemakaian


yang berlebihan dapat mmerugikan kesehatan. Misalnya, natrium nitrit dapat
mengakibatkan kanker, sedangkan natrium benzoat dapat mengakibatkan gangguan
syaraf dan alergi.

Sampai saat ini di Indonesia masi terjadi penyalahgunaan pemakaian bahan


pengawet untuk makanan. Boraks yang merupakan bahan kimia pembuatan keramik
sering digunakan sebagai pengawet pada proses pembuatan mie dan bakso.
Sedangkan formalin, bahan kimia pengawet mayat, banyak digunakan untuk
mengawetkan ikan segar dan tahu. Hal ini berbahaya bagi kesehatan karena dapat
mengakibatkan keracunan, gatal – gatal, iritasi paru – paru, gangguan sistem
pencernaan dan kematian.

D. PENYEDAP MAKANAN

zat aditif pada makanan - penyedap rasa alami

penyedap rasa alami

Tujuan penambahan penyedap rasa adalah untuk memperkaya rasa


makanan dan memberi rasa pada makanan yang tidak mempunyai rasa misalnya,
es krim, dan jelly. Penyedap rasa alami sudah digunakan sejak zaman dahulu,
misalnya garam, gula, cuka, bumbu, rempah – rempah, bawang, dan lain – lain.

Untuk menguatkan atau mempertegas rasa beberapa bahan , makanan,


misalnya daging, ikan, sayur, mie, serta idangan lainnya digunakan penyedap rasa
sintetis, seperti MSG (monosodium glutamate) atau vetsin. Pemberian 0,1% MSG
telah dapat meningkatkan rasa suatu makanan menjadi lebih sedap.

Penggunaan MSG yang berlebihan dapat mengakibatkan sesak nafas, sakit


dada, pusing dan mudah letih. Gejala penyakit ini disebut Chinese Restaurant
Syndrome.

AMANKAH ZAT ADITIF PADA MAKANAN?

Jadi, kalau memang tidak bisa dihindari, amankah mengkonsumsi zat aditif
pada makanan? Jawabannya tergantung pada zat aditif makanan yang digunakan,
kondisi penggunaannya, tujuan penggunaan, jumlah dan ketepatan spesifikasinya.
Jawaban yang lebih pasti adalah, bahan pangan tanpa zat aditif belum tentu lebih
aman daripada yang ditambahkan zat aditif makanan. Contoh, mana yang lebih baik
produk makanan yang muda tengik atau yang telah ditambahkan antioksidan
tokoferol (provitamin E) atau vitamin C, sehingga tertunda ketengikannya?

Dalam kaitan dengan keamanan pangan, penggunaan zat aditif pada


makanan diatur dengan berbagai peraturan, baik secara nasional maupun
internasional. Secara nasional, misalnya lewat peraturan yang dikeluarkan oleh
Depkes maupun Keputusan Presiden. Saat ini telah pula diatur dalaam Undang –
Undang Pangan No.7 tahun 1996. Pada skala internasional, pengaturan zat aditif
pada makanan terdapat dalaam “Food Chemical Codex” dan aturan – aturan negara
adidaya seperti yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat dengan FDA-nya yang juga
banyak dipakai sebagai acuan negara – negara lain.

Anda mungkin juga menyukai