KATA PENGANTAR
Puji syukur kami naikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih
karunianya kami dapat menyelesikan makalah dengan judul “Karakteristik
Perawat Yang Memfasilitasi Hubungan Terapeutik“ ini.
Dalam penyusunan makalah ini, kami saling bertukar pikiran untuk
membuatnya. Dalam kesempatan ini kami ingin berterima kasih kepada dosen
yang telah memberikan kami tugas ini, agar membantu kami dalam mengetahui
lebih dalam mengenai Karakteristik Perawat Yang Memfasilitasi Hubungan
Terapeutik dengan mencari sendiri referensi yang kami butuhkan &
merampungkannya dalam sebuah makalah & tak lupa segala bantuan yang di
berikan oleh dosen yang bersangkutan, yang telah meluangkan waktunya
walaupun beliau sangat sibuk & memberikan kami bimbingan dalam
menyelesaikan makalah kami.
Kami menyadari betul bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu kami selaku penyusun makalah ini sangat
mengharapkan kritik & saran yang bersifat membangun dari dosen mata kuliah ini
& juga pembaca demi kesempurnaan makalah selanjutnya.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Komunikasi Terapeutik 3
B. Karakteristik Perawat Yang Memfasilitasi Hubungan Terapeutik 6
C. Self Awereness 9
D. Eksplorasi Perasaan 14
E. Kemampuan Menjadi Model (Panutan) 15
F. Panggilan Jiwa 16
G. Etika & Tanggung Jawab 16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 17
B. Saran 17
Daftar Pustaka 18
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi senantiasa berperan penting dalam proses kehidupan
manusia. Komunikasi merupakan inti dari kehidupan social manusia dan
merupakan komponen dasar dari hubungan antar manusia, karena komunikasi
yang baik dapat melancarkan kegiatan social manusia. Banyak permasalahan
dapat diidentifikasi dan dipecahkan melalui komunikasi tetapi, banyak pula hal
kecil dalam kehidupan manusia yang berubah menjadi permasalahan yang besar
karena komunikasi. Hal tersebut terjadi karena kesalahan saat mealkukan
komunikasi. (Suryani, 2015)
Komunikasi merupaakn kunci kesuksesan pelayanan kesehatan, baik
pelayanan keperawatan di rumah sakit maupun di masyarakat. Oleh karena itu,
perawat di tuntut untuk mampu berkomunikasi secara efektif. Dalam dunia
keperawatan, komunikasi yang efektif di sebut juga komunikasi yang terapeutik.
(Suryani, 2015)
Hingga saat ini, literature tentang komunikasi terapeutik dalam Bahasa
Indonesia masih kurang sehingga banyak perawat dan mahasiwa (termasuk
kelompok kami) kesulitan dalam mencari dan memahami cara menerapkan
komunikasi terapeutik di tatanan pelayanan keperawatan. Akibat tugas dari dosen
yang membuat kami mengidentifikasi berbagai jenis buku komunikasi dalam
keperawatan demi mencari topic yang di tugaskan pada kelompok kami. Makalah
ini kami tujukan kepada pembaca dengan harapan agar berguna untuk
meningktkan atau memperbaharui pengetahuan mereka mengenai komunikasi
terapeutik. Dikarenakan telah di jelaskannya apa itu komunikasi dan
komponennya pada semester yang lalu, maka yang akan kami bahas pada bagian
latar belakang makalah ini hanya mengenai komunikasi terapeutik. (Suryani,
2015)
ii
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang yang telah kami buat diatas maka yang
ingin kami tahu mengenai inti sari dari makalah ini adalah seperti apa
karakteristik perawat yang memfasilitasi hubungan terapeutik?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan di buatnya makalah ini adalah untuk mengetahui karakteristik
perawat yang memfasilitasi hubungan terapeutik.
ii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Komunikasi Terapeutik
1. Pengertian Komunikasi Terapeutik
Dalam profesi keperawatan, komunikasi menjadi sangat penting karena
merupakan alat atau metode utama dalam melaksanakan proses keperawatan.
Dalam asuhan keperawatan komunikasi di tujukan untuk mengubah perilaku
klien kearah yang lebih baik agar mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
Berdasarkan tujuan tersebut komunikasi dalam keperawatan disebut
komunikasi terapeutik. (Suryani, 2015)
Northouse berpendapat bahwa komunikasi terapeutik adalah kemampuan
atau keterampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stress,
mengatasi gangguan psikologis serta belajar tentang bagaimana berhubungan
dengan orang lain. (Suryani, 2015)
Stuart dan Laraia menyatakan bahwa hubungan terapeutik perawat
dengan klien merupakan hubungan interpersonal yang saling menguntungkan
sehingga perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama serta
memperbaiki pengalaman emosional klien. Hibdon menyimpulkan bahwa
pendekatan konseling yang memungkinkan klien menemukan siapa dirinya
merupakan focus dari komunikasi terapeutik. (Suryani, 2015)
Dari beberapa pengertian diatas, dapat dipahami bahwa komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan
terapi. Seorang perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang
dihadapinya melalui komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik dapat
terlaksana ketika perawat mampu menunjukan sikap empati, berkomunikasi
secara efektif serta mampu memberikan respons terhadap pikiran, kebutuhan
dan perhatian klien. (Suryani, 2015)
ii
rendah diri dan kondisinya memburuk. Misalnya, seorang penderita stroke yang
mengalami lumpuh ingin kembali bisa berjalan dalam waktu satu minggu, hal
tersebut tentunya tidak realistic. Di sinilah peran perawat untuk membantuk klien
menyadari keadaan dirinya serta memotivasi klien untuk tetap berusaha selama
proses rehabilitasi hingga klien dapat mencapai tujuannya untuk bisa berjalan
kembali. (Suryani, 2015)
d. Peningkatan Identitas dan Integritas Diri
Keadaan sakit yang terlalu lama dan tidak kunjung sembuh cenderugn
menyebabkan klien mengalami gangguan identitas dan integritas dirinya. Klien
yang mengalami gangguan identitas dan integritas diri biasanya tidak mempunyai
rasa percaya diri dan merasa rendah diri. Melallui komunikasi terapeutik,
diharapkan perawat dapat membantu klien meningkatkan identitas dan integritas
dirinya. (Suryani, 2015)
3. Prinsip Dasar Dalam Komunikasi Terapeutik
Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun dan
mempertahankan hubungan yang terapeutik. (Suryani, 2015)
a. Hubungan Terapeutik Perawat-Klien
Hubungan perawat dengan klien merupakan hubungan terapeutik yang
saling menguntungkan. Hubungan ini di dasarkan pada prinsip “humanity of
nurse and client”. Kualitas hubungan perawat dengan klien di tentukan oleh cara
perawat mengidentifikan dirinya sebagai manusia (human). Hubungan perawat
dengan klien tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong dengan kliennya,
tetapi merupakan hubungan antar manusia yang bermartabat. (Suryani, 2015)
b. Menghargai Keunikan Klien
Perawat harus menghargai keunikan klien, kakrena setiap individu
mempunyai karakter yang berbeda-beda. Karena itu, perawat perlu memahami
perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga,
budaya dan keunikan setiap individu. (Suryani, 2015)
ii
Seorang perawat yang baik selalu berkata jujur pada kliennya. Sikap yang
tidak jujur dari perawat dapat menyebabkan klien menarik diri, merasa
dibohongi, membenci perawat atau berpura-pura patuh. Sebagai contoh, perawat
harus menerangkan dengan jujur dan jelas alas an klien harus berpuasa sehari
sebelum dilakukan prosedur pemeriksaan. Perawat juga harus secara jujur
menjawab pertanyaan klien tentang perkembangan penyakitnya atau apabila
perawat kurang mampu menjelaskan, perawat dapat meminta klien untuk
bertanya pada dokter yang menanganinya. (Suryani, 2015)
2. Tidak Membingungkan Dan Cukup Ekspresif
Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaliknya menggunakan
kata-kata yang mudah di mengerti serta tidak berbelit-belit. Kemampuan
komunikasi nonverbal perawat harus cukup ekspresif dan harus sesuai dengan
ungkapan verbalnya. Ketidaksesuaian antara verbal dan nonverbal perawat
menimbulkan kebingungan bagi klien. Misalnya, ketika perawat mengatakan
“Saya mengerti perasaan Anda”, komunikasi nonverbalnya adalah perawat harus
menatap mata klien dengan tatapan penuh pengertian serta posisi badan sedikit
membungkuk ke arah klien. (Suryani, 2015)
3. Berpikir Positif
Berpikir positif terhadap hal yang disampaikan klien melalui respons
verbalnya sangat penting, baik dalam membina hubungan saling percaya maupun
membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif yang ditunjukkan
dengan sikap yang hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien.
(Suryani, 2015)
Ellis, Gates dan Kenworthy menyatakan, inti dari hubungan terapeutik
adalah kehangatan dan sikap positif. Sikap yang negative terhadap klien seperti
merendahkan, bicara sambil melakukan kegiatan lain atau menilai sikap klien
dapat merusak hubungan terapeutik perawat-klien. Rusaknya hubungan
terapeutik dapat menghambat tujuan yang dicapai. (Suryani, 2015)
ii
perawat menerima klien apa adanya. Seorang perawat yang baik tidak akan
memandang hina pada klien dan keluarganya, walaupun klien tersebut datang
dengan pakaian yang kummel dan kotor. (Suryani, 2015)
7. Sensitive Terhadap Perasaan Klien
Seorang perawat professional yang perhatian terhadap kliennya sebaiknya
selalu bertanya pada dirinya sendiri “Apakah saya ini sudah sensitive terhadap
perasaan atau kebutuhan orang lain?”. Tanpa kemampuan ini, seorang perawat
tidaka akan mampu menjalankan perannya, Karen perawat tifak mampu menjalin
hubungan terapeutik dengan baik. Apabila pada saat berkomunikasi perawat
tidak sensitive terhadap perasaan kliennya, perawat dapat menyinggung perasaan
klien. Misalnya, karena tertarik dengan perselingkuhan suami klien, perawat
dengan tergesa-gesa bertanya tentang perselingkuhan tersebut dengan
mengabaikan privasi klien, padahal baru berkenalan. (Suryani, 2015)
8. Tidak Terpengaruh Oleh Masa Lalu
Salah satu karakteristik perawat yang efektif dan mampu
mempertahankan hubungan terapeutik adalah perawat tidak mudah terpengaruh
oleh masa lalu klien maupun masa lalunya sendiri. (Suryani, 2015)
Seorang perawat harus melupakan kejadian menyakitkan di masal lalu
dan menguatkan koping klien dalam menghadapi permasalahan yang di hadapi
saat ini. (Suryani, 2015)
Dirinya tahu
Hanya Orang lain yang tahu
Orang lain tahu
Dirinya dan Orang lain tidak
Hanya dirinya yang tahu
tahu
Kesadaran satu adalah kuadran yang terdiri atas perilaku, pikiran, dan
perasaan yang diketahui oleh individu dan orang lain disekitarnya. Misalnya,
saya merasa bahwa saya individu yang ramah, dan orang lain juga menilai
begitu. Kuadran dua yang sering disebut kuadran buta, karena hanya diketahui
oleh orang lain, sementara individu sendiri tidak menyadarinya. Misalnya, saya
tidak menyadari bahwa saya individu yang sombong, tetapi banyak orang lain
yang menilai saya begitu. Kuadran tiga disebut juga kuadran tersembunyi (the
hidden), karena hanya diketahui oleh individu sendiri, misalnya orang lain tidak
tahu bahwa hati saya sangat hancur karena saya selalu karena saya selalu
tersenyum kepadanya. Tugas perawat sangat penting untuk menggali dan
mengungkapkan pengalaman klien yang tersembunyi ini dalam rangka
memecahkan masalah klien. Terakhir adalah kuadran keempat yang merupakan
kuadran yang tidak diketahui, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
(Suryani, 2015)
Kesadaran diri dapat ditingkatkan melalui tiga cara; (Suryani, 2015)
Pertama, dengan mempelajari diri sendiri, salah satu penyebab tidak
efektifnya komunikasi perawat-klien karena perawat kurang menyadari tentang
aspek yang ada dalam dirinya. Aspek diri yang berada diliar kesadaran akan
berada diluar kendali orang tersebut. Hal ini dapat merusak interaksinya dengan
orang lain. (Suryani, 2015)
Sehingga seorang perawat perlu mempelajari dirinya untuk mengetahui
kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Steven menyimpulkan, untuk
menjadi diri yang utuh, ada empat aspek yang lain tubuh (struktur, fungsi,
bentuk, dan penggunaan bahasa tubuh), pengalaman subjektif, hubungan dengan
orang lain, dan perasaan yang muncul tanpa disadari ketika berinteraksi.
(Suryani, 2015)
Kedua, dengan cara belajar dari orang lain melihat atau merasakannya.
Steven menyatakan bahwa tidak ada seorangpun yang mampu mengenali dirinya
ii
Cinta
Peduli
Tidak
Peduli
Benci Pesimis
tersebut terjadi karena adanya perbedaan keyakinan dan nilai tentang kesehatan.
Contoh, seseorang dokter atau perawat menganggap bahwa gangguan jiwa yang
dialami klien disebabkan oleh faktor nurobiologis dan stres psikososial,
sebaliknya keluarga atau klien beranggapan bahwa penyebabnya adalah guna-
guna atau hukuman terhadap dosa di masa lalu. Pada saat merawat klien, perawat
tidak perlu bersitegang dengan klien tentang perbedan pendapat tersebut,
melainkan harus menghargai pendapat klien dan keluarga sambil mencoba
memberi penjelasan secara perlahan. Kondisi lain misalnya, pada saat
berkomunikasi, secara teoritas menatap mata klien penting untuk menunjukan
bahwa perawat hadir secara fisik. Akan tetapi, jika klien lebih tua dari perawat
dan menatap mata orang tua dianggap tidak sopan, perawat harus menghargai
klien dengan tidak terus-menerus menatap lawan bicara selama interaksi.
(Suryani, 2015)
Perawat seharusnya tidak terpengaruh stereotip klien dengan latar
belakang budaya tertentu, misalnya, stereotip bahwa orang Sunda atau Solo
lembut dan tidak terus terang, atau orang batak yang blak-blakan, karena pada
kenyataannya tidak semua orang Sunda dan Batak memiliki sifat tersebut.
Dengan menyadari system nilai yang dimiliki klien, seperti nilai budaya,
keluarga, dan agama yang dianutnya, perawat akan siap mengidentifikasi situasi
yang bertentangan dengan system nilai yang ia miliki. (Suryani, 2015)
D. Eksplorasi Perasaan
Eksplorasi perasaan adalah mengkaji atau menggali perasaan-perasaan
yang muncul sebelum dan sesudah berinteraksi dengan orang lain. Perasaan
seorang guru sebelum mengajar mungkin berbeda perasaan seorang mahasiswa
yang akan presentasi dikelas. Begitu pula perasaan seorang gadis yang akan
dilamar, tentu berbeda dengan perasaan seorang ibu yang akan bertemu dengan
calon besannya. (Suryani, 2015)
ii
terganggu, baik dalam keluarga, kolega ataupun orang lain, akan memengaruhi
hubungannya dengan klien. Dalam keadaan perasaan yang tidak menentu, gelisah
atau sedang bermasalah, perawat akan sulit untuk berkomunikasi secara
terapeutik, karena instrument yang digunakan untuk berkomunikasi dengan klien
adalah dirinya sendiri. (Suryani, 2015)
Perawat yang dapat menjadi model (panutan) adalah perawat yang dapat
memenuhi dan memuaskan kehidupan pribadinya, serta tidak didominasi oleh
konflik, distress atau pengingkaran. Seorang perawat yang dalam kehidupan
shari-hari senantiasa cemas, penuh konflik, dan tidak mampu menyesuaikan diri
terhadap lingkungan tidak dapat menjadi model, serta tidak akan mampu
mengubah perilaku klien menjadi lebih baik. (Suryani, 2015)
F. Panggilan Jiwa
Panggilan jiwa (altruism) adalah perhatian pada kesejahteraan orang lain.
Seorang perawat harus mempunyai jiwa ingin menolong orang lain untuk
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraannya. Seorang perawat yang efektif
tertarik untuk merawat dengan penuh cinta atas dasar kemanusiaan. Dengan kata
lain, dalam membantu klien, perawat benar-benar ingin menolong dengan ikhlas
tanpa pamrih. (Suryani, 2015)
Namun, hal yang perlu mendapat perhatian adalah perawat merupakan
sebuah profesi. Oleh karena itu, perawat perlu mendapat penghargaan atau
imbalan yang sesuai dan pantas. Keseimbangan Antara panggilan jiwa dan
penghargaan yang diterima oleh seorang perawat akan mempengaruhi bagaimana
perawat menolong kliennya. (Suryani, 2015)
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perawat harus hadir secara utuh (fisik dan psikologis) ketika
bekomunkasi dengan klien. Perawat tidak cukup hanya mengetahui teknik dan isi
komunikasi, tetapi juga memahami penampilan dalam berkomunkasi.
Kehadiran fisik perawat berarti kebersamaan perawat saat berkomunkasi
dengan klien, yaitu mendengar, mengamati dan memberikan perhatian terhadap
ucapan dan perilaku klien. Kehadiran fisik merupakan perhatian yang diberikan
melalui penampilan tubuh. Hal ini penting dalam komunikasi interpersonal
karena tubuh dapat memperkuat pesan yang disampaikan. Namun, keberadaan
tubuh dapat juga membingungkan, bahkan mengubah pesan yang dapat
disampaikan menjadi sebaliknya.
Karakteristik perawat yang memfasilitasi tumbuhnya hubungan terapeutik
sangat diperluakn dalam mengefektifkan komunikasi terapeutik, seperti:
ii
B. SARAN
Saran yang dapat kami berikan kepada pembaca adalah banyak mencari
referensi agar mempunyai banyak wawasan mengenai karakteristik yang harus
dimiliki perawat sebagai fasilitas terjalinnya hubungan terapeutik perawat-klien
yang terupdate mengingat semakin pesatnya kecanggihan teknologi di era yang
sekarang menuntut kita untuk selalu mengupgrade pengetahuan yang kita miliki,
sekian dari kelompok kami semoga bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Suryani. (2015). Komunikasi Terapeutik: Teori & Praktik Edisi 2 (2nd ed.; E. K.
Yudha, ed.). Jakarta: EGC.