Anda di halaman 1dari 21

Makalah Komunikasi Dalam keperawatan 2

Dosen Edy Supardi S.Kep.,Ns.,M.Kep

KARAKTERISTIK PERAWAT YANG


MEMFASILITASI HUBUNGAN TERAPEUTIK

Oleh: Kelompok 1/A1 2018


DOLFINA YUBEL ASNAT SINONAFIN NH0118014
HOLIDA RACHMAWATY RENFAAN NH0118030
INAYAH NURUL ILMI.M NH0118032
JEANUWARITA MIRARI WATIDJAN NH0118036

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2020

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami naikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih
karunianya kami dapat menyelesikan makalah dengan judul “Karakteristik
Perawat Yang Memfasilitasi Hubungan Terapeutik“ ini.
Dalam penyusunan makalah ini, kami saling bertukar pikiran untuk
membuatnya. Dalam kesempatan ini kami ingin berterima kasih kepada dosen
yang telah memberikan kami tugas ini, agar membantu kami dalam mengetahui
lebih dalam mengenai Karakteristik Perawat Yang Memfasilitasi Hubungan
Terapeutik dengan mencari sendiri referensi yang kami butuhkan &
merampungkannya dalam sebuah makalah & tak lupa segala bantuan yang di
berikan oleh dosen yang bersangkutan, yang telah meluangkan waktunya
walaupun beliau sangat sibuk & memberikan kami bimbingan dalam
menyelesaikan makalah kami.

Kami menyadari betul bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu kami selaku penyusun makalah ini sangat
mengharapkan kritik & saran yang bersifat membangun dari dosen mata kuliah ini
& juga pembaca demi kesempurnaan makalah selanjutnya.

Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat.

Makassar, 16 Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Komunikasi Terapeutik 3
B. Karakteristik Perawat Yang Memfasilitasi Hubungan Terapeutik 6
C. Self Awereness 9
D. Eksplorasi Perasaan 14
E. Kemampuan Menjadi Model (Panutan) 15
F. Panggilan Jiwa 16
G. Etika & Tanggung Jawab 16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 17
B. Saran 17
Daftar Pustaka 18
i

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi senantiasa berperan penting dalam proses kehidupan
manusia. Komunikasi merupakan inti dari kehidupan social manusia dan
merupakan komponen dasar dari hubungan antar manusia, karena komunikasi
yang baik dapat melancarkan kegiatan social manusia. Banyak permasalahan
dapat diidentifikasi dan dipecahkan melalui komunikasi tetapi, banyak pula hal
kecil dalam kehidupan manusia yang berubah menjadi permasalahan yang besar
karena komunikasi. Hal tersebut terjadi karena kesalahan saat mealkukan
komunikasi. (Suryani, 2015)
Komunikasi merupaakn kunci kesuksesan pelayanan kesehatan, baik
pelayanan keperawatan di rumah sakit maupun di masyarakat. Oleh karena itu,
perawat di tuntut untuk mampu berkomunikasi secara efektif. Dalam dunia
keperawatan, komunikasi yang efektif di sebut juga komunikasi yang terapeutik.
(Suryani, 2015)
Hingga saat ini, literature tentang komunikasi terapeutik dalam Bahasa
Indonesia masih kurang sehingga banyak perawat dan mahasiwa (termasuk
kelompok kami) kesulitan dalam mencari dan memahami cara menerapkan
komunikasi terapeutik di tatanan pelayanan keperawatan. Akibat tugas dari dosen
yang membuat kami mengidentifikasi berbagai jenis buku komunikasi dalam
keperawatan demi mencari topic yang di tugaskan pada kelompok kami. Makalah
ini kami tujukan kepada pembaca dengan harapan agar berguna untuk
meningktkan atau memperbaharui pengetahuan mereka mengenai komunikasi
terapeutik. Dikarenakan telah di jelaskannya apa itu komunikasi dan
komponennya pada semester yang lalu, maka yang akan kami bahas pada bagian
latar belakang makalah ini hanya mengenai komunikasi terapeutik. (Suryani,
2015)
ii

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang yang telah kami buat diatas maka yang
ingin kami tahu mengenai inti sari dari makalah ini adalah seperti apa
karakteristik perawat yang memfasilitasi hubungan terapeutik?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan di buatnya makalah ini adalah untuk mengetahui karakteristik
perawat yang memfasilitasi hubungan terapeutik.
ii

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Komunikasi Terapeutik
1. Pengertian Komunikasi Terapeutik
Dalam profesi keperawatan, komunikasi menjadi sangat penting karena
merupakan alat atau metode utama dalam melaksanakan proses keperawatan.
Dalam asuhan keperawatan komunikasi di tujukan untuk mengubah perilaku
klien kearah yang lebih baik agar mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
Berdasarkan tujuan tersebut komunikasi dalam keperawatan disebut
komunikasi terapeutik. (Suryani, 2015)
Northouse berpendapat bahwa komunikasi terapeutik adalah kemampuan
atau keterampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stress,
mengatasi gangguan psikologis serta belajar tentang bagaimana berhubungan
dengan orang lain. (Suryani, 2015)
Stuart dan Laraia menyatakan bahwa hubungan terapeutik perawat
dengan klien merupakan hubungan interpersonal yang saling menguntungkan
sehingga perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama serta
memperbaiki pengalaman emosional klien. Hibdon menyimpulkan bahwa
pendekatan konseling yang memungkinkan klien menemukan siapa dirinya
merupakan focus dari komunikasi terapeutik. (Suryani, 2015)
Dari beberapa pengertian diatas, dapat dipahami bahwa komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan
terapi. Seorang perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang
dihadapinya melalui komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik dapat
terlaksana ketika perawat mampu menunjukan sikap empati, berkomunikasi
secara efektif serta mampu memberikan respons terhadap pikiran, kebutuhan
dan perhatian klien. (Suryani, 2015)
ii

2. Tujuan Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien ke
arah yang lebih positif atau adaptif. Tujuan lain dari komunikasi terapeutik
adalah sebagai berikut; (Suryani, 2015)
a. Realisasi Diri, Penerimaan Diri dan Peningkatan Penghormatan Diri
Komunikasi terapeutik di harapkan dapat mengubah sikap dan perilaku
klien. Klien yang merasa rendah diri, setelah berkomunikasi etrapeutik dengan
perawat akan mampu menerima dirinya. Misalnya, seorang wanita yang
mengalami kanker serviks akan mengalami gangguan gambaran diri, gangguan
harga diri, merasa tidak berani dan tidak berharga di maat pasangannya sehingga
mungkin akan membenci dirinya dan pada akhirnya merasa putus asa serta
depresi. Dengan malakukan komunikasi terapeutik pada klien tersebut, di
harapkan perawat dapat mengubah cara pandang klien sehingga dapat
menghargai dan menerima dirinya. (Suryani, 2015)
b. Kemampuan Membina hubungan Interpersonal Yang Tidak Superfisial
dan Saling Bergantung dengan Orang Lain
Melalui komunikasi terapeutik klien belajar menerima dan diteriam orang
lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur serta menerima klien apa adanya,
perawat akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan
saling percaya. Hubungan terapeutik dala proses interaksi prawat dank lien
merupaka area untuk meningekspresikan kebutuhan, memecahkan masalah dan
meningkatkan kemampuan koping klien. (Suryani, 2015)
c. Peningkatan Fungsi dan Kemampuan Untuk Memuaskan Kebutuhan
Serta Mencapai Tujuan Yang Realistik
Klien terkadang menetapkan standard diri terlalu tinggi tanpa mengukur
kemampuannya sehingga ketika tujuannya tidak tercapai, klien akan merasa
ii

rendah diri dan kondisinya memburuk. Misalnya, seorang penderita stroke yang
mengalami lumpuh ingin kembali bisa berjalan dalam waktu satu minggu, hal
tersebut tentunya tidak realistic. Di sinilah peran perawat untuk membantuk klien
menyadari keadaan dirinya serta memotivasi klien untuk tetap berusaha selama
proses rehabilitasi hingga klien dapat mencapai tujuannya untuk bisa berjalan
kembali. (Suryani, 2015)
d. Peningkatan Identitas dan Integritas Diri
Keadaan sakit yang terlalu lama dan tidak kunjung sembuh cenderugn
menyebabkan klien mengalami gangguan identitas dan integritas dirinya. Klien
yang mengalami gangguan identitas dan integritas diri biasanya tidak mempunyai
rasa percaya diri dan merasa rendah diri. Melallui komunikasi terapeutik,
diharapkan perawat dapat membantu klien meningkatkan identitas dan integritas
dirinya. (Suryani, 2015)
3. Prinsip Dasar Dalam Komunikasi Terapeutik
Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun dan
mempertahankan hubungan yang terapeutik. (Suryani, 2015)
a. Hubungan Terapeutik Perawat-Klien
Hubungan perawat dengan klien merupakan hubungan terapeutik yang
saling menguntungkan. Hubungan ini di dasarkan pada prinsip “humanity of
nurse and client”. Kualitas hubungan perawat dengan klien di tentukan oleh cara
perawat mengidentifikan dirinya sebagai manusia (human). Hubungan perawat
dengan klien tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong dengan kliennya,
tetapi merupakan hubungan antar manusia yang bermartabat. (Suryani, 2015)
b. Menghargai Keunikan Klien
Perawat harus menghargai keunikan klien, kakrena setiap individu
mempunyai karakter yang berbeda-beda. Karena itu, perawat perlu memahami
perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga,
budaya dan keunikan setiap individu. (Suryani, 2015)
ii

c. Menjaga harga Diri


Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri
pemberi maupun penerima pesan. Dalam hal ini, perawat harus mampu menjaga
harga dirinya dan harga diri klien. (Suryani, 2015)
d. Hubungan Saling Percaya
Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya
harus dicapai terlebih dahulu sebelum mengenali permasalahan dan memberikan
saran maupun alternative pemecahan masalah. (Suryani, 2015)
B. Karakteristik Perawat Yang Memfasiltasi Hubungan Terapeutik
Karakteristik pribadi seorang perawat atau pemberi pelayanan kesehatan
sangat menenutukan keberhasilan komunikasi dalam pelayanan kesehatan,
Karena instrument yang di gunakan oleh perawat saat berkomunikasi dengan
klien adalah dirinya sendiri. (Suryani, 2015)
Menurut Mohr, ada beberapa karakteristik seorang helper (perawat) yang
dapat memfasilitasi tumbunya hubungan yang terapeutik, karakteristik tersebut
antara lain trustworthy (kejujuran), sikap professional, saling menghargai, caring
(memberikan perhatian) dan empati. Selain itu, seorang perawat juga harus
mampu melihat permasalahn dari kacamata klien, menerima klien apa adanya,
sensitive terhadap perasaan klien dan tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu
klen ataupun diri prawat senidri. (Suryani, 2015)
1. Kejujuran
Kejujuran (trustworthy) sangat penting dalam komunikasi terapeutik,
karena tanpa adanya kejujuran mustahil dapat terbina hubungan saling percaya.
Seseorang akan menaruh kepercayaan pada lawan bicara yang trebuka dan
mempunyai respons yang tidak di buat- buat, sebaliknya ia akan berhati-hati pada
lawan bicara yang terlalu “halus” atau menyembunyikan isi hati yang sebenarnya
tidak jujur. (Suryani, 2015)
ii

Seorang perawat yang baik selalu berkata jujur pada kliennya. Sikap yang
tidak jujur dari perawat dapat menyebabkan klien menarik diri, merasa
dibohongi, membenci perawat atau berpura-pura patuh. Sebagai contoh, perawat
harus menerangkan dengan jujur dan jelas alas an klien harus berpuasa sehari
sebelum dilakukan prosedur pemeriksaan. Perawat juga harus secara jujur
menjawab pertanyaan klien tentang perkembangan penyakitnya atau apabila
perawat kurang mampu menjelaskan, perawat dapat meminta klien untuk
bertanya pada dokter yang menanganinya. (Suryani, 2015)
2. Tidak Membingungkan Dan Cukup Ekspresif
Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaliknya menggunakan
kata-kata yang mudah di mengerti serta tidak berbelit-belit. Kemampuan
komunikasi nonverbal perawat harus cukup ekspresif dan harus sesuai dengan
ungkapan verbalnya. Ketidaksesuaian antara verbal dan nonverbal perawat
menimbulkan kebingungan bagi klien. Misalnya, ketika perawat mengatakan
“Saya mengerti perasaan Anda”, komunikasi nonverbalnya adalah perawat harus
menatap mata klien dengan tatapan penuh pengertian serta posisi badan sedikit
membungkuk ke arah klien. (Suryani, 2015)
3. Berpikir Positif
Berpikir positif terhadap hal yang disampaikan klien melalui respons
verbalnya sangat penting, baik dalam membina hubungan saling percaya maupun
membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif yang ditunjukkan
dengan sikap yang hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien.
(Suryani, 2015)
Ellis, Gates dan Kenworthy menyatakan, inti dari hubungan terapeutik
adalah kehangatan dan sikap positif. Sikap yang negative terhadap klien seperti
merendahkan, bicara sambil melakukan kegiatan lain atau menilai sikap klien
dapat merusak hubungan terapeutik perawat-klien. Rusaknya hubungan
terapeutik dapat menghambat tujuan yang dicapai. (Suryani, 2015)
ii

4. Empati, Bukan Simpati


Sikap empati sangat dibutuhkan dalam asuhan keperawatan, karena
dengan berempati, perawat akan mampu merasakan dan memikirkan
permasalahan klien, seperti yang dirasakan dan dipikirkan klien. Seorang perawat
yang bersikap empati pada klien akan mampu memberikan alternative
pencegahan masalah, karena walaupun perawat turut merasakan permasalahan
yang dirasakan kliennya, ia tidak ikut larut dalam masalah tersebut sehingga
perawat dapat memikirkan masalah yang dihadapi klien secara objektif.
Sebaliknya, perawat yang bersikap simpati tidak mampu melihat permasalahan
secara objektif karena perawat terlibat secara emosional terhadap permasalahan
klien. (Suryani, 2015)
5. Melihat Permasalahna Dari Kacamata Klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada
klien sehingga untuk memecahkan masalah klien, perawat harus mampu melihat
permasalahan tersebut dari sudut pandang klien. Untuk kemampuan ini, perawat
dituntut memiliki kemampuan active listening dan kesabaran dalam
mendengarkan semua ungkapan klien. Apabila perawat menyimpulkan
permasalahan klien berdasarka pengalaman pribadinya dan memberikan saran
dengan tergesa-gesa, akibatnya bias fatal. Klien mungkin akan menyalahkan
perawat karena klien merasa bahwa keputusan yang diambil bukan keputusannya
sendiri, melainkan keputusan perawat. (Suryani, 2015)
6. Menerima Klien Apa Adanya
Kemampuan untuk melihat klien apa adanya juga merupaka salah satu
karakteristik dari seorang perawat yang efektif. Apabila seseorang merasa
diterima, ia akan merasa aman dalam menjalin hubungan interpersonal. Menilai
atau mengkritik klien berdasarkan nilai-nilai yang diyakini perawat, menunjukan
bahwa perawat tidak menerima klien apa adanya. Perkataan perawat seperti “kok
gitu aja nangis” atau Masa kamu gitu sih”, juga merupakan ketidakmampuan dari
ii

perawat menerima klien apa adanya. Seorang perawat yang baik tidak akan
memandang hina pada klien dan keluarganya, walaupun klien tersebut datang
dengan pakaian yang kummel dan kotor. (Suryani, 2015)
7. Sensitive Terhadap Perasaan Klien
Seorang perawat professional yang perhatian terhadap kliennya sebaiknya
selalu bertanya pada dirinya sendiri “Apakah saya ini sudah sensitive terhadap
perasaan atau kebutuhan orang lain?”. Tanpa kemampuan ini, seorang perawat
tidaka akan mampu menjalankan perannya, Karen perawat tifak mampu menjalin
hubungan terapeutik dengan baik. Apabila pada saat berkomunikasi perawat
tidak sensitive terhadap perasaan kliennya, perawat dapat menyinggung perasaan
klien. Misalnya, karena tertarik dengan perselingkuhan suami klien, perawat
dengan tergesa-gesa bertanya tentang perselingkuhan tersebut dengan
mengabaikan privasi klien, padahal baru berkenalan. (Suryani, 2015)
8. Tidak Terpengaruh Oleh Masa Lalu
Salah satu karakteristik perawat yang efektif dan mampu
mempertahankan hubungan terapeutik adalah perawat tidak mudah terpengaruh
oleh masa lalu klien maupun masa lalunya sendiri. (Suryani, 2015)
Seorang perawat harus melupakan kejadian menyakitkan di masal lalu
dan menguatkan koping klien dalam menghadapi permasalahan yang di hadapi
saat ini. (Suryani, 2015)

C. Self Awareness (Kesadaran Interpersonal Dalam Hubungan


Interpersonal)
Perawat merupakan profesi yang menolong untuk beradaptasi secara
positif terhadap stres yang dialami. Pertolongan yang diberikan perawat
kepada klien harus bersifat terapeutik. Instrumen utama yang digunakan
perawat pada pelaksanaan komunikasi terapeutik adalah diri perawat sendiri
sehingga kesadaran intrapersonal menjadi sangat penting. Untuk itu, analisis
ii

diri perlu dilakukan sebagai langkah awal dalam proses komunikasi


terapeutik. Analisis diri difokuskan pada kesadaran diri, klasifikasi nilai,
eksplorasi perasaan, kemampuan menjadi model, panggilan jiwa (altruism),
tanggung jawab, dan etika. (Suryani, 2015)
1. Kesadaran Diri

Kesadaran diri merupakan salah satu prasyarat sebelum perawat


melakukan komunikasi terapeutik dengan klien. Untuk dapat meningkatkan
kesadaran dirinya, perawat perlu menjawab pertanyaan, “siapakah saya?”.
Perawat harus dapat mengkaji perasaan, reaksi, dan perilakunya secara pribadi
maupun sebagai pemberi pelayanan, Kesadaran diri akan membuat perawat dapat
menerima perbedaan dan keunikan klien. (Suryani, 2015)
Kesadaran dan perkembangan diri perawat perlu ditingkatkan agar
penggunaan diri secara terapeutik dapat lebih afektif. Kurangnya kesadaran diri
perawat dapat berdampak negatif pada hubungannya dengan klien, kita pun dapat
merefleksikan hal yang diungkapkan klien, kita pun dapat merefleksikan hal
yang kita lakukan. Melalui teknik refleksi tersebut, kita dapat mengenali diri kita.
Ada dua konsep (teori) relevan yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kesadaran diri seorang perawat, yaitu Johari Window dan Model of Human
Personality. (Suryani, 2015)
1. Johari Window
Johari Window dalam Stuart dan Lararia menggambarkan tentang
perilaku, pikiran, dan perasaan seseorang. (lihat Gambar 2.1) (Suryani, 2015)

Dirinya tahu
Hanya Orang lain yang tahu
Orang lain tahu
Dirinya dan Orang lain tidak
Hanya dirinya yang tahu
tahu

Gambar 2.1 Johari Window (Suryani, 2015)


ii

Kesadaran satu adalah kuadran yang terdiri atas perilaku, pikiran, dan
perasaan yang diketahui oleh individu dan orang lain disekitarnya. Misalnya,
saya merasa bahwa saya individu yang ramah, dan orang lain juga menilai
begitu. Kuadran dua yang sering disebut kuadran buta, karena hanya diketahui
oleh orang lain, sementara individu sendiri tidak menyadarinya. Misalnya, saya
tidak menyadari bahwa saya individu yang sombong, tetapi banyak orang lain
yang menilai saya begitu. Kuadran tiga disebut juga kuadran tersembunyi (the
hidden), karena hanya diketahui oleh individu sendiri, misalnya orang lain tidak
tahu bahwa hati saya sangat hancur karena saya selalu karena saya selalu
tersenyum kepadanya. Tugas perawat sangat penting untuk menggali dan
mengungkapkan pengalaman klien yang tersembunyi ini dalam rangka
memecahkan masalah klien. Terakhir adalah kuadran keempat yang merupakan
kuadran yang tidak diketahui, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
(Suryani, 2015)
Kesadaran diri dapat ditingkatkan melalui tiga cara; (Suryani, 2015)
Pertama, dengan mempelajari diri sendiri, salah satu penyebab tidak
efektifnya komunikasi perawat-klien karena perawat kurang menyadari tentang
aspek yang ada dalam dirinya. Aspek diri yang berada diliar kesadaran akan
berada diluar kendali orang tersebut. Hal ini dapat merusak interaksinya dengan
orang lain. (Suryani, 2015)
Sehingga seorang perawat perlu mempelajari dirinya untuk mengetahui
kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Steven menyimpulkan, untuk
menjadi diri yang utuh, ada empat aspek yang lain tubuh (struktur, fungsi,
bentuk, dan penggunaan bahasa tubuh), pengalaman subjektif, hubungan dengan
orang lain, dan perasaan yang muncul tanpa disadari ketika berinteraksi.
(Suryani, 2015)
Kedua, dengan cara belajar dari orang lain melihat atau merasakannya.
Steven menyatakan bahwa tidak ada seorangpun yang mampu mengenali dirinya
ii

secara keseluruhan. Oleh karena itu, perawat perlu mendengarkan semua


pendapat klien, teman sejawat, atau orang lain tentang dirinya, serta berusaha
mengubah dirinya ke arah yang lebih baik. Penolakan terhadap kritik dan saran
orang lain akan merugikan diri sendiri, karena tidak akan terjadi perubahan
dalam diri. (Suryani, 2015)
Ketiga, dengan mengembangkan sikap terbuka. Keterbukaan merupakan
salah satu kriteria kepribadian yang sehat. Dengan terbuka pada orang lain,
seseorang akan merasa aman ketika berinteraksi karena tidak ada sesuatu yang
disembunyikan. Kebiasaan membuka diri dapat dilatih dengan sering berkenalan
dengan orang baru. Membuka diri juga dapat dilakukan pada seseorang yang
dapat dipercaya dan dirasa dapat membantu menyelesaikan masalah.
Keterbukaan yang berlebihan juga tidak baik, karena tidak semua orang mampu
melihat pengalaman hidup secara objektif, bahkan keadaan tersebut dapat
dimanfaatkan untuk menjatuhkannya. (Suryani, 2015)
2. Iceberg model of human personality

Cinta
Peduli

Tidak
Peduli

Benci Pesimis

Gambar 2.2 iceberg model of human personality. (Suryani, 2015)


ii

Model ini menekankan adanya “polarities” dalam kepribadian seseorang,


sebagaimana terlihat pada Gambar 2.2. (Suryani, 2015)
Dengan memahami model ini, perawat dapat menerima diri apa adanya
sehingga ketika klien mengungkapkan hal-hal buruk tentang dirinya, perawat
dapat menerima dan mengatakan bahwa itu sebenarnya normal. Berkaitan
dengan analisis diri, dengan memahami model ini perawat mampu menggali dan
memhami tidak hanya sifat yang baik, tetapi juga sebaliknya. Kesadaran ini
memudahkan perawat untuk mengubah perilakunya ke arah yang lebih baik.
Kesadaran diri sangat penting, karena bagaimana anda memandang diri anda dan
bagaimana orang lain memandang diri anda akan mempengaruhi interaksi secara
keseluruhan. (Suryani, 2015)
Proses peningkatan kesadaran diri memang tidak mudah dan terkadang
tidak menyenangkan, khususnya jika ditemukan konflik dengan standar ideal
diri. Akan tetapi, hal tersebut merupakan tantangan untuk merubah diri menjadi
pribadi lebih baik. Menurut pengalaman penulis, dalam peningkatan kesadaran
diri sendiri, latihan, serta waktu. Langkah yang dapat dilakukan adalah dengan
menuliskan semua tentang diri kita, baik yang positif maupun negatif.
Selanjutnya, minta anggota keluarga dan beberapa orang teman untuk
menuliskan hal yang sama tentang diri kita, setlah itu, renungkan dan pahami
tulisan tersebut. Berdasarkan pengalaman tersebut, langkah berikutnya adalah
berusaha untuk mengontrol anda dan memperbaiki sikap dan perilaku ketika
berinteraksi. Akhirnya impelementasikan perubahan sikap dan perilaku tersebut
ketika berinteraksi dengan klien. (Suryani, 2015)
2. Kesadaran tentang sistem nilai individu
Bentuk nilai yang dianut oleh seseorang akan mempengaruhi dirinya pada
saat berinteraksi dengan orang lain, demikian pula saat perawat beriteraksi dan
melakasanakan asuhan keperawatan pada klien. Leininger dan Mc Farland
mengatakan, cara pandang keluarga dan klien mungkin berbeda dengan cara
pandang seseorang dokter atau perawat terhadap penyebab penyakitnya. Hal
ii

tersebut terjadi karena adanya perbedaan keyakinan dan nilai tentang kesehatan.
Contoh, seseorang dokter atau perawat menganggap bahwa gangguan jiwa yang
dialami klien disebabkan oleh faktor nurobiologis dan stres psikososial,
sebaliknya keluarga atau klien beranggapan bahwa penyebabnya adalah guna-
guna atau hukuman terhadap dosa di masa lalu. Pada saat merawat klien, perawat
tidak perlu bersitegang dengan klien tentang perbedan pendapat tersebut,
melainkan harus menghargai pendapat klien dan keluarga sambil mencoba
memberi penjelasan secara perlahan. Kondisi lain misalnya, pada saat
berkomunikasi, secara teoritas menatap mata klien penting untuk menunjukan
bahwa perawat hadir secara fisik. Akan tetapi, jika klien lebih tua dari perawat
dan menatap mata orang tua dianggap tidak sopan, perawat harus menghargai
klien dengan tidak terus-menerus menatap lawan bicara selama interaksi.
(Suryani, 2015)
Perawat seharusnya tidak terpengaruh stereotip klien dengan latar
belakang budaya tertentu, misalnya, stereotip bahwa orang Sunda atau Solo
lembut dan tidak terus terang, atau orang batak yang blak-blakan, karena pada
kenyataannya tidak semua orang Sunda dan Batak memiliki sifat tersebut.
Dengan menyadari system nilai yang dimiliki klien, seperti nilai budaya,
keluarga, dan agama yang dianutnya, perawat akan siap mengidentifikasi situasi
yang bertentangan dengan system nilai yang ia miliki. (Suryani, 2015)

D. Eksplorasi Perasaan
Eksplorasi perasaan adalah mengkaji atau menggali perasaan-perasaan
yang muncul sebelum dan sesudah berinteraksi dengan orang lain. Perasaan
seorang guru sebelum mengajar mungkin berbeda perasaan seorang mahasiswa
yang akan presentasi dikelas. Begitu pula perasaan seorang gadis yang akan
dilamar, tentu berbeda dengan perasaan seorang ibu yang akan bertemu dengan
calon besannya. (Suryani, 2015)
ii

Perawat perlu terbuka dan sadar terhadap perasaannya serta mengontrol


perasaan agar dapat menggunakan diri secara terapeutik. Jika perawat terbuka
pada perasaannya ia mendapatkan dua informasi penting, yaitu bagaimana
responnya pada klien dan bagaimana penampilannya pada klien. Sewaktu
berbicara dengan klien, perawat harus menyadari responnya serta mengontrol
penampilannya. Bagaimana perasaan perawat tehadap proses interaksi,
berpengaruh terhadap respons dan penampilannya, yang pada akhirnya hal
tersebut akan berpengaruh terhadap perasaan klien. Apabila seorang perawat
merasa cemas saat berinterkasi, kecemasan tersebut akan tampak pada ekspresi
wajah dan perilakunya. Kecemasan perawat tersebut akan membuat klien merasa
tidak nyaman. Dengan adanya “pemindahan perasaan” (transfer feeling), klien
ikut menjadi cemas dan hal ini akan memengaruhi interaksi secara keseluruhan.
(Suryani, 2015)

E. Kemampuan Menjadi Model (Panutan)


Seorang klien membutuhkan sosok pribadi yang dapat diteladaninya
dalam mengubah perilakunya. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan
diharapkan mampu menjadi model bagi klien dalam menjalani kehidupannya,
karena perawat adalah orang yang paling dekat dan paling lama bersama klien.
(Suryani, 2015)
Berkaitan dengan kemampuan perawat menjadi model, ada pendapat yang
menyatakan bahwa perawat harus mampu memisahkan Antara kehidupan pribadi
dan kehidupan profesionalnya, ketika sedang berkomunikasi dengan klien,
perawat harus mampu tetap senyum walaupun dirinya sedang mengalami
masalah. Hal tersebut menurut pengalaman penulis, cukup sulit untuk dilakukan,
karena dengan adanya konflik yang mendominasi, seseorang menjadi tidak
mampu bersikap wajar atau apa adanya. Mohr menyatakan, seorang perawat
yang mempunyai masalah pribadi, seperti hubungan interpersonal yang
ii

terganggu, baik dalam keluarga, kolega ataupun orang lain, akan memengaruhi
hubungannya dengan klien. Dalam keadaan perasaan yang tidak menentu, gelisah
atau sedang bermasalah, perawat akan sulit untuk berkomunikasi secara
terapeutik, karena instrument yang digunakan untuk berkomunikasi dengan klien
adalah dirinya sendiri. (Suryani, 2015)
Perawat yang dapat menjadi model (panutan) adalah perawat yang dapat
memenuhi dan memuaskan kehidupan pribadinya, serta tidak didominasi oleh
konflik, distress atau pengingkaran. Seorang perawat yang dalam kehidupan
shari-hari senantiasa cemas, penuh konflik, dan tidak mampu menyesuaikan diri
terhadap lingkungan tidak dapat menjadi model, serta tidak akan mampu
mengubah perilaku klien menjadi lebih baik. (Suryani, 2015)

F. Panggilan Jiwa
Panggilan jiwa (altruism) adalah perhatian pada kesejahteraan orang lain.
Seorang perawat harus mempunyai jiwa ingin menolong orang lain untuk
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraannya. Seorang perawat yang efektif
tertarik untuk merawat dengan penuh cinta atas dasar kemanusiaan. Dengan kata
lain, dalam membantu klien, perawat benar-benar ingin menolong dengan ikhlas
tanpa pamrih. (Suryani, 2015)
Namun, hal yang perlu mendapat perhatian adalah perawat merupakan
sebuah profesi. Oleh karena itu, perawat perlu mendapat penghargaan atau
imbalan yang sesuai dan pantas. Keseimbangan Antara panggilan jiwa dan
penghargaan yang diterima oleh seorang perawat akan mempengaruhi bagaimana
perawat menolong kliennya. (Suryani, 2015)

G. Etika & Tanggung Jawab


Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, perawat harus bertanggung
jawab terhadap tindakan yang dilakukannya. Demikian pula dalam
ii

berkomunikasi, perawat harus bertanggung jawab atas perilakunya, serta mampu


mengatasi semua kelemahannya. Perawat dapat menunjukkan rasa bertanggung
jawab dalam berkomunkasi dengan cara meminta maaf pada klien apabalia ia
menyinggung perasaan klien. Untuk mengatasi kelemahannya, perawat dapat
melakukan analisis diri sebelum berinteraksi dengan klien. Dalam berinteraksi
dengan klien, perawat harus menjunjung tinggi kode etik keperawatan dan etika
yang dibenarkan dalam sebuah hubungan terapeutik. Secara etika misalnya,
seorang perawat laki-laki tidak di benarkan memegang jemari atau memeluk
bahu klien tanpa tujuan terapeutik. (Suryani, 2015)

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perawat harus hadir secara utuh (fisik dan psikologis) ketika
bekomunkasi dengan klien. Perawat tidak cukup hanya mengetahui teknik dan isi
komunikasi, tetapi juga memahami penampilan dalam berkomunkasi.
Kehadiran fisik perawat berarti kebersamaan perawat saat berkomunkasi
dengan klien, yaitu mendengar, mengamati dan memberikan perhatian terhadap
ucapan dan perilaku klien. Kehadiran fisik merupakan perhatian yang diberikan
melalui penampilan tubuh. Hal ini penting dalam komunikasi interpersonal
karena tubuh dapat memperkuat pesan yang disampaikan. Namun, keberadaan
tubuh dapat juga membingungkan, bahkan mengubah pesan yang dapat
disampaikan menjadi sebaliknya.
Karakteristik perawat yang memfasilitasi tumbuhnya hubungan terapeutik
sangat diperluakn dalam mengefektifkan komunikasi terapeutik, seperti:
ii

Kejujuran, tidak membingungkan dan cukup ekspresif, bersikap positif, empati


bukan simpati, melihat permasalahn dari kacamata klien, menerima klien apa
adanya, sensitive terhadap perasaan klien dan tidak terpengaruh dengan masa lalu
klien maupun dirinya sendiri. Dengan tujuan self awareness (kesadaran
interpersonal dalam hubungan interpersonal), eksplorasi perasaan, kemampuan
menjadi model (penutan), panggilan jiwa, etika dan tanggung jawab.

B. SARAN
Saran yang dapat kami berikan kepada pembaca adalah banyak mencari
referensi agar mempunyai banyak wawasan mengenai karakteristik yang harus
dimiliki perawat sebagai fasilitas terjalinnya hubungan terapeutik perawat-klien
yang terupdate mengingat semakin pesatnya kecanggihan teknologi di era yang
sekarang menuntut kita untuk selalu mengupgrade pengetahuan yang kita miliki,
sekian dari kelompok kami semoga bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Suryani. (2015). Komunikasi Terapeutik: Teori & Praktik Edisi 2 (2nd ed.; E. K.
Yudha, ed.). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai