Anda di halaman 1dari 12

1.

Perilaku Individu

2. Motivasi

3. Manajemen Stres

4. Perilaku Kelompok

5. Organisasi dan Tim, Organisasi dan Komunikasi

6. Kepemimpinan

7. Kekuasaan, Politik dan Keadilan

8. Konflik dan Resolusi

9. Struktur dalam Organisasi

10. Budaya Organisasi

11. Perkembangan dan Perubahan

1. Perilaku Individu

Setiap individu memiliki keunikan, tiap individu memiliki perbedaan dalam merespon
sesuatu dan manusia merupakan mahluk social.

Karakteristik Biografis Merupakan karakteristik pribadi yang dapat diperoleh dalam


berkas personalia dari seorang karyawan.

• Usia

• Jenis Kelamin

• Status Perkawinan

• Jumlah Tanggungan

• Masa Kerja

2. Motivasi

Motivasi adalah sesuatu di dalam diri manusia yang memberi energi, yang
mengaktifkan dan menggerakkan ke arah perilaku untuk mencapai tujuan tertentu (Barnes,
1996).

Motivasi mengacu pada dorongan yang baik dari dalam atau dari luar diri seseorang
yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan pencapaian tujuan.
Jenis-jenis motivasi :

a) Motivasi internal adalah motivasi yang tumbuh dari dalam diri seseorang tanpa
dipengaruhi oleh orang lain untuk melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan.

b) Motivasi eksternal adalah motivasi yang datang dari luar diri seseorang dengan harapan
dapat mencapai sesuatu tujuan yang dapat menguntungkan dirinya. 

Teori Motivasi :

a) Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)

Teori Maslow mengasumsikan manusia akan memenuhi kebutuhan yang lebih rendah
terlebih dahulu sebelum kebutuhan yang lebih tinggi. Hal yang penting dalam pemikiran
Maslow ini bahwa kebutuhan yang telah dipenuhi memberi motivasi.

Jadi bila suatu kebutuhan mencapai puncaknya, kebutuhan itu akan berhenti menjadi
motivasi utama dari perilaku. Kemudian kebutuhan kedua mendominasi, tetapi walaupun
kebutuhan telah terpuaskan, kebutuhan itu masih mempengaruhi perilaku hanya intensitasnya
yang lebih kecil. 

b) Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)

Motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi.


Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau
mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut
secepat mungkin dan seindependen mungkin sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi
kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri.
Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui
penerapan bakat secara berhasil.

c) Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)

• Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk
memuaskannya;

• Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila
kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;

• Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi,


semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.

d) Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)

Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi,
yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.
e) Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan)

Motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan
perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang
diinginkannya itu. 

Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya


terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.

3. Manajemen Stres

Stres berasal dari bahasa Latin yaitu “Stringere” yang berarti ketegangan dan tekanan.
Secara umum orang yang mengalami stres merasakan perasaan khawatir, tekanan, letih,
ketakutan, depresi, cemas dan marah.

Terdapat tiga aspek gangguan seseorang yang mengalami stres yaitu gangguan dari
aspek fisik, aspek kognitif (pemikiran) dan aspek emosi.

4. Perilaku Kelompok

Kelompok (group) yaitu dua orang atau lebih yang bebas berinteraksi dengan norma
dan tujuan bersama serta identitas yang sama. Kelompok merupakan bagian dari kehidupan
manusia. Tiap hari manusia akan terlibat dalam aktivitas kelompok.

Teori dasar tentang terbentuknya kelompok disebut Propinquity atau teori kedekatan,
artinya : “ seseorang berhubungan dengan orang lain disebabkan karena adanya kedekatan
ruang dan daerahnya (spating and geographical proximity).

Contoh: seorang mahasiswa yang duduk berdekatan dengan seorang mahasiswa lain
di kelas akan lebih mudah membentuk suatu kelompok dibandingkan denga mahasiswa yang
duduknya berjauhan.

Teori pembentukan kelompok :

Teori George Homans

a) Semakin banyak aktivitas‐aktivitas seseorang dilakukan dengan orang lain (shared),


semakin beraneka interaksi dan semakin kuat tumbuhnya perasaan dan emosi.

b) Semakin banyak interaksi‐interaksi di antara orang‐orang maka semakin banyak


kemunginan aktivitas‐aktivitas dan perasaan dan emosi yang ditularkan pada orang (shared)
lain.

c) Semakin banyak aktivitas , perasaan dan emosi yang ditularkan pada orang lain, dan
semakin banyak sentimen seseorang dipahami orang lain, maka semakin banyak
kemungkinan ditularkannya aktivitas‐aktivitas dan interaksiinteraksi.
Bentuk-bentuk Kelompok :

a) Kelompok Formal

Yaitu kelompok yang diciptakan oleh keputusan manajerial untuk mencapai tujuan organisasi
 dibentuk organisasi.

 Kelompok komando (command group) yaitu adanya rantai komando dari pimpinan
ke yang dipimpin, sehingga perintah harus dilaksanakan,
 Kelompok tugas (task group) bersifat kebersamaan dalam menyelesaikan tugas.

b) Kelompok Informal

Yaitu kelompok yang terbentuk ketika tujuan dari pada anggotanya adalah untuk menjalin
pertemanan atau menjalin minat yang sama  kebutuhan akan kontak sosial.

 Kelompok minat (interest group), beberapa individu sengaja berkelompok karena


memiliki kesamaan minat dan kepentingan.
 Kelompok persahabatan (friendship group), beberapa individu berkelompok
karena terdapat kecocokan dan menimbulkan kesenangan atau kegembiraan.

5. Organisasi dan Tim, Organisasi dan Komunikasi

Pentingnya komunikasi dalam kerjasama tim yang pertama adalah dapat menjaga
komunikasi baik yang berlangsung dari pemimpin kepada para anggota tim, atau
menjaga komunikasi kepemimpinan didalam kerjasama tim. Seorang pemimpin juga
merupakan kunci dari keberhasilan sebuah kerjasama tim, oleh sebab itu komunikasi
diperlukan untuk dapat menjaga hubungan baik antar pemimpin dan anggotanya. Hal ini juga
disebabkan karena selalu ada keperluan timbal balik antara pemimpin dan anggota tim,
seperti seorang pemimpin selalu membutuhkan anggota tim untuk menjalankan tugas dan
anggota tim membutuhkan pemimpin untuk dapat mengarahkan dan memberi instruksi
kepada mereka.

6. Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah the process of directing and influencing the task related
activities of group members. Kepemimpinan merupakan suatu proses dalam mengarahkan
dan mempengaruhi para anggota dalam berbagai aktivitas yang harus dilakukan.

Teori Kepemimpinan :

a) Teori pertama, berpendapat bahwa seseorang akan menjadi pemimpin karena ia


dilahirkan untuk menjadi pemimpin; dengan kata lain ia mempunyai bakat dan
pembawaan untuk menjadi pemimpin. Menurut teori ini tidak setiap orang bisa menjadi
pemimpin, hanya orang-orang yang mempunyai bakat dan pembawaan saja yang bisa
menjadi pemimpin. Maka munculah istilah “leaders are borned not built”. Teori ini disebut
teori genetis.
b) Teori kedua, mengatakan bahwa seseorang akan menjadi pemimpin kalau lingkungan,
waktu atau keadaan memungkinkan ia menjadi pemimpin. Setiap orang bisa memimpi
asal diberi kesempatan dan diberi pembinaan untuk menjadi pemimpin walaupun ia tidak
mempunyai bakat atau pembawaan. Maka munculah istilah “leaders are built not borned”.
Teori ini disebut teori social.

c) Teori ketiga, merupakan gabungan dari teori yang pertama dan yang kedua, ialah untuk
menjadi seorang pemimpin perlu bakat dan bakat itu perlu dibina supaya berkembang.
Kemungkinan untuk mengembangkan bakat ini tergantung kepada lingkungan, waktu
dan keadaan. Teori ini disebut teori ekologis.

Syarat pemimpin yang baik :

a) Memiliki inteligensi yang tinggi dan pendidikan umum yang luas

b) Bersifat ramah tamah dalam tutur kata, sikap, dan perbuatan

c) Berwibawa dan memiliki daya tarik

d) Sehat jasmaniah maupun rohaniah (fisik maupun mental)

e) Kemampuan analistis

f) Memiliki daya ingat yang kuat

g) Keterampilan berkomunikasi

h) Keterampilan mendidik

i) Personalitas dan objektivitas

j) Jujur (terhadap diri sendiri, atasan, bawahan, sesama pegawai)

7. Kekuasaan, Politik dan Keadilan

Kekuasaan (power) mengacu pada kemampuan yang dimiliki A untuk mempengaruhi


perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A. Definisi ini mengimplikasikan
sebuah potensi yang tidak perlu diaktualisasikan agar efektif dan sebuah hubungan
ketergantungan. Kekuasaan merupakan suatu potensi atau kemampuan sehingga bisa saja
seseorang mempunyai kekuasaan tapi tidak menjalanakannya.

Landasan Kekuasaan :

1. Kekuasaan Formal

a. Kekuasaan koersif

Landasan Kekuasaan koersif (Coersive power) adalah rasa takut. Kekuasaan koersif
mengandalkan aplikasi, atau ancaman aplikasi, sangsi fisikyang menimbulkan rasa sakit,
menimbulkan frustasi melalui pembatasan gerak atau pengendalian paksa terhadap kebutuhan
dasar fisiologi atau keamanan.

b. Kekuasaan Imbalan

Kekuasaan imbalan (reward power), orang memenuhi keinginan atau arahan orang lain
karena, dengan berbuat demikian, ia akan mendapatkan manfaat positif; serta mendapatkan
imbalan atau penghargaan yang dipandang orang lain bernilai akan memiliki kekuasaan atas
orang lain. Imbalan bisa bersifat financial atau non-finansial.

c. Kekuasaan Legitimasi

Kekuasaan lagitimasi (Legitimate power) adalah kekuasaan yang melambangkan


kewenangan formal untuk mengendalikan dan memamfaatkan sumber-sumber daya
organisasi misalnya posisi structural. Secara spesifik kekuasaan ini mencakup penerimaan
wewenang suatu jabatan oleh anggota-anggota dalam suatu organisasi.

2. Kekuasaan Pribadi

a. Kekuasaan karena Keahlian

Kekuasaan karena Keahlian (Expert power) adalah pengaruh yang diperoleh dari keahlian,
ketrampilan khusus, pengetahuan. Keahlian telah menjadi salah satu sumber pengaruh yang
paling kuat karena dunia sudah semakin berorientasi pada teknologi.

b. Kekuasaan Rujukan

Kekuasaan Rujukan (referent power) didasarkan pada identifikasi terhadap seseorang


memiliki sumber daya atau sifat-sifat personal yang menyenangkan. Hal ini berkembang dari
kekaguman terhadap orang lain dan hasrat untuk menjadi seperti orang lain. Karisma
merupakan pengaruh yang cukup besar, walaupun tidak menduduki posisi kepeminpinan
formal, mampu memanfaatkan pengaruhnya terhadap orang lain lantaran dinamisme
kariskatik, rasa digemari, dan efek emosional mereka atas kita.

Politik : kekuasaan yang Bermain

Ketika orang-orang menyatu dalam kelompok, berlakulah hukum kekuasaan. Ketika


para karyawan dalam suatu organisasi mulai memainkan kekuasaan yang ada pada mereka,
kita melihatkan sebagai politik. Orang – orang dengan Keterampikan politik yang baik
memiliki kemampuan untuk menggunakan landasan-landasan kekuasaan yang mereka miliki
secara afektif. Jadi definisi berfokus pada penggunaan kekuasaan untuk memengaruhi
pengambilan keputusan dalam organisasi atau perilaku-perilaku anggota yang egois dan tidak
melayani kebutuhan organisasi. Perilaku politik (political behavior) didefinisikan sebagai
aktivitas yang tidak dianggap sebagai bagian dari peran formal seseorang dalam organisasi,
tetapi yang memengaruhi, atau berusaha memengaruhi, distribusi keuntungan dan kerugian di
dalam organisasi.
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap politik

1. Faktor individu. Para peneliti telah mengidentifikasi sifat-sifat keperibadian tertentu,


kebutuhan, dan beberapa factor lain yang dapat dikaitkan dengan perilaku politik seseorang.
Dalam hal sifat, kita menemukan bahwa para karyawan yang mempu merefleksi diri secara
baik (high self-monitor), memiliki pusat kendali (locus of control) internal, dan memiliki
kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan punya kemungkinan lebih besar untuk terlibat dalam
perilaku politik. Orang yang mampu merefleksi diri secara baik lebih sensitive terhadap
berbagai tanda social, mampu menampilkan tingkat kecedasarn social, dan terampil dalam
berperilaku politik daripada mereka yang kurang mampu merefleksi diri (low self monitor).
Selain itu investasi seseorang dalam organisasi, alterbatir-alternatif yang diyakininya ada, dan
harapan akan kesuksesan turut mempengaruhi sejauh mmama ia akan memanfaatkan sarana
tindakan politik yang tidak sah.

2. Faktor-faktor Organisasi. Kegiatan politik kiranya lebih merupakan fungsi karakteristik


organisasi ketimbang fungsi variable perbedaan individu. Tanpa menafikan peran yang
mungkin dijalankan oleh perbedaan-perbedaan individual dalam menumbuhkembangkan
prose politisasi, bukti menunjukkan bahwa situasi dan kultur tertentulah yang lebih
mendukung politik. Selain itu, kultur yang tercirikan oleh tingkat kepercayaan yang rendah,
ambiguitas peran, system evaluasi kinerja yang tidak jelas, praktik-praktik alokasi imalan
zero-sum (perolehan hangus karena kurang memuaskan), pengambilan keputusan secara
demikartis, tekanan yang tinggi atas kinerja, dan manajer-manajer senior yang egois
menciptakan lahan pembiakan yang subur bagi politisasi.

8. Konflik dan Resolusi

Konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan
ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh
persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam
organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka
mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah
menjadi kenyataan. Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu
pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak
mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif.

PANDANGANTENTANGKONFLIK
Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict
Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja
kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk
meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:

1. Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik
itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik
disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan
suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di
antara orang-orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi
karyawan.

2. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View). Pandangan ini menyatakan
bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau
organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam
kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota.
Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong
peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi
untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.

3. Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong


suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang
kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan
tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada
tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut
tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.

JENIS KONFLIK
Konflik Fungsional Lawan Disfungsional
a) Konflik Fungsional (Konstruktif) adalah konflik yang mendukung sasaran kelompok dan
memperbaiki kinerjanya. Contoh: Manajer yang memutuskan untuk mengalokasikan dananya
ke salah satu manajer lini produk yang memiliki tingkat penjualan lebih tinggi dibanding
produk lainnya. Hal ini akan memunculkan konflik dari manajer lini produk yang lain karena
kurang mendapatkan alokasi dana yang lebih, namun keputusan ini mendukung tercapainya
sasaran perusahaan secara keseluruhan.

b) Konflik Disfungsional (Destruktif) adalah konflik yang menghambat kinerja kelompok.


Contoh: perbedaan pendapat yang mengedepankan kepentingan pribadi dalam kelompok
sehingga tidak ada penyelesaian yang baik karena masing-masing mau keinginannya
dilakukan.

Terdapat 3 jenis konflik, yakni sebagai berikut :


1. Konflik Tugas adalah konflik atas isi dan sasaran pekerjaan. Contoh: perbedaan pendapat
antar anggota kelompok mengenai pembicaraan tugas presentasi PO.
2. Konflik Hubungan adalah konflik berdasarkan hubungan interpersonal. Contoh: perbedaan
karakter yang memicu keributan dalam kelompok karena masih belum saling mengenal.
3. Konflik Proses adalah konflik atas cara melakukan pekerjaan. Contoh: Calvin dan Panga
yang memiliki cara berbeda dalam presentasi sehingga terjadi miskomunikasi dalam
penyampaian materi dan satu sama lain saling merasa presentasinya kurang maksimal.
PROSES KONFLIK
Terdapat 5 tahap, yakni sebagai berikut :
Tahap I : Potensi Oposisi atau Ketidakcocokan
Langkah pertama dalam proses konflik adalah adanya kondisi (syarat) yang menciptakan
kesempatan untuk kemunculan konflik itu. Kondisi itu tidak selalu langsung mengarah ke
konflik, tetapi salah satu kondisi itu perlu agar konflik itu muncul. Untuk menyederhanakan,
kondisi ini (yang juga dapat dipandang sebagai penyebab atau sumber konflik) telah
dipadatkan ke dalam tiga kategori umum, yakni:

a. Komunikasi
Komunikasi dapat juga menjadi sumber konflik. Komunikasi menyatakan kekuatan-kekuatan
berlawanan yang timbul dari dalam kesulitan semantik, kesalahpahaman,dan
”kebisingan”dalam saluran komunikasi. Kesulitan semantik, pertukaran informasi yang tidak
cukup, dan kebisingan saluran komunikasi semuanya merupakan penghalang terhadap
komunikasi dan kondisi anteseden yang potensial bagi konflik. Kesulitan semantik timbul
sebagai akibat perbedaan pelatihan, persepsi selektif, dan informasi tidak memadai mengenai
orang-orang lain. Potensi konflik meningkat bila terdapat terlalu sedikit atau terlalu banyak
komunikasi atau informasi. Saluran yang dipilih untuk berkomunikasi dapat berpengaruh
merangsang oposisi. Proses penyaringan yang terjadi ketika informasi disampaikan para
anggota dan penyimpangan komunikasi dari saluran formal atau yang sudah ditetapkan
sebelumnya, menawarkan potensi kesempatan bagi timbulnya konflik.

b. Struktur
Istilah struktur mencakup variabel seperti ukuran, derajat spesialisasi dalam tugas yang
diberikan ke anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi, kecocokan anggota / sasaran, gaya
kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antar kelompok. Ukuran dan
spesialisasi bertindak sebagai kekuatan untuk merangsang konflik. Semakin besar kelompok
dan semakin terspesialisasi kegiatannya, semakin besar kemungkinan terjadinya konflik.
Masa kerja dan konflik berbanding terbalik. Potensi konflik paling besar terjadi pada anggota
kelompok yang lebih muda dan ketika tingkat pengunduran diri tinggi. Ambiguitas jurisdiksi
meningkatkan perselisihan antar-kelompok untuk mendapatkan kendali atas sumber daya dan
teritori. Partisipasi dan konflik sangat berkaitan karena partisipasi mendorong digalakkannya
perbedaan. Sistem imbalan dapat menciptakan konflik apabila apa yang diterima satu anggota
mengorbankan anggota yang lain.

c. Variabel Pribadi
Kategori terakhir potensi sumber konflik adalah faktor-faktor pribadi. Faktor pribadi ini
mencakup sistem nilai individu setiap orang dan karakteristik kepribadian yang menyebabkan
idiosinkrasi dan perbedaan individu. Variabel yang paling terabaikan dalam penelitian
konflik sosial adalah perbedaan sistem nilai dimana merupakan sumber yang paling penting
yang dapat menciptakan potensi konflik.

Tahap II : Kognisi dan Personalisasi


Konflik yang Dipersepsikan merupakan kesadaran satu pihak atau lebih atas adanya kondisi
yang menciptakan peluang terjadinya konflik. Konflik yang Dipersepsikan tidak berarti
konflik itu dipersonalisasikan. Konflik yang Dirasakan, apabila individu-individu menjadi
terlibat secara emosional dalam saat konflik, sehingga pihak-pihak mengalami kecemasan,
ketegangan, frustasi, atau kekerasan. Tahap II ini penting karena persoalan konflik cenderung
didefinisikan dan emosi memainkan peran utama dalam membentuk persepsi.
Tahap III : Maksud
Maksud merupakan keputusan untuk bertindak dalam cara teretntu. Maksud Penanganan
Konflik:
1. Persaingan merupakan keinginan memuaskan kepentingan seseorang, tidak
memperdulikan dampak pada pihak lain dalam konflik tersebut.
2. Kolaborasi merupakan situasi yang di dalamnya pihak-pihak yang berkonflik sepenuhnya
saling memuaskan kepentingan semua pihak.
3. Penghindaran merupakan keinginan menarik diri dari atau menekan konflik.
4. Akomodasi merupakan kesediaan satu pihak dalam konflik untuk memperlakukan
kepentingan pesaing di atas kepentingannya sendiri.
5. Kompromi merupakan satu situasi yang di dalamnya masing-masing pihak yang berkonflik
bersedia mengorbankan sesuatu.

Tahap IV : Perilaku
Tahap perilaku mencakup:
1. Pernyataan.
2. Tindakan.
3. Reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik.

Manajemen Konflik yaitu penggunaan teknik-teknik resolusi dan stimulasi untuk meraih
level konflik yang diinginkan.
Teknik Penyelesaian/Resolusi Konflik:
1. Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan
yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.
2. Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan
keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya
sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
3. Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok
damai. Satu pihak memberi dan yang lain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran
moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
4. Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah
pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang memerlukan integrasi dari
kedua pihak.
5. Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan penarikan
kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.

Beberapa metode atau teknik stimulasi yang mungkin dapat dipergunakan untuk
menstimulasi konflik sampai kepada tingkat yang fungsional adalah:
1. Komunikasi. Dengan mempergunakan saluran komunikasi organisasi, manajer dapat
menstimulasi konflik. Secara hati-hati informasi dapat dimasukkan ke dalam saluran formal
untuk menciptakan keragu-raguan, reevaluasi atau konfrontasi.
2. Merubah struktur Organisasi. Merubah organisasi merupakan salah satu teknik yang
bermanfaat dalam memecahkan konflik antar kelompok. Sebaliknya perubahan ini justru
merupakan cara yang baik pula dalam menciptakan konflik. Cara ini dapat menstimulasi
konflik sehingga tercipta persaingan yang ujungnya adalah peningkatan kinerja.
3. Menstimulasi persaingan. Penggunaan berbagai insentif, seperti bonus, penghargaan bagi
karyawan atau hasil karya yang menonjol, dapat menstimulasi adanya persaingan. Apabila
dapat dipergunakan dengan tepat maka persaingan yang sehat itu dapat menciptakan konflik
yang fungsional.
4. Memasukkan Orang luar ke dalam kelompok. Salah satu teknik untuk mengangkat kembali
citra suatu organisasi atau bagian, adalah memasukkan citra suatu organisasi atau bagian,
adalah memasukkan, mengangkat atau memindahkan orang-orang yang sikapnya, nilainya
dan latar belakangnya berbeda dari para anggota yang sekarang berada dalam sistem atau
organisasi itu.

Tahap V : Hasil
Hasil berupa jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan
konsekuensi.
1. Hasil Fungsional
Konflik bersifat konstruktif apabila konflik itu memperbaiki kualitas keputusan, merangsang
kreativitas dan inovasi, mendorong perhatian dan keingintahuan di kalangan anggota
kelompok, menjadi saluran yang merupakan sarana penyampaian masalah dan peredaan
ketegangan, dan memupuk lingkungan evaluasi diri serta perubahan.
2. Hasil Disfungsional
Konsekuensi destruktif konflik pada kinerja kelompok atau organisasi umumnya sangat
dikenal. Oposisi yang tidak terkendali memunculkan ketidakpuasan, yang bertindak
menghilangkan ikatan bersama, dan pada akhirnya mendorong ke penghancuran kelompok
itu. Konflik dari ragam disfungsional dapat mengurangi efektifitas kelompok.

9. Struktur dalam Organisasi

Anda mungkin juga menyukai