Untuk menggelar tradisi Kabuenga, pertama-tama penduduk
menyiapkan ayunan di tengah-tengah lapangan terbuka sebagai media
pertemuan laki-laki dan perempuan yang akan mencari jodoh, hingga
diucapkannya ikrar untuk hidup bersama. Dalam tradisi Kabuenga, para
wanita yang akan mencari pasangan hidup berkumpul melingkari ayunan
dengan mengenakan pakaian adat Wakatobi. Mereka juga membawa
bermacam makanan tradisional dengan warna mencolok dan ditata
sedemikian rupa hingga terlihat menarik.
Kemudian para wanita ini menarikan sebuah tarian yang disebut
tarian pajoge dengan iringan gendang dan bunyi gong sebagai pembuka
prosesi sakral tersebut. Ketika tarian sedang dimainkan oleh para wanita
tadi, kaum laki-laki dipersilakan memberikan uang kepada sang wanita.
Makna filosofis tarian itu bercerita tentang adat kebiasaan sebagian
kaum laki-laki Wakatobi yang selalu menjadi perantau di negeri orang.
Dalam perantauan inilah mereka berjanji bahwa bila pulang ke Wakatobi
nanti akan menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk diberikan
kepada para penari yang menyambut kepulangannya.
Untuk mengiringi prosesi kabuenga ini, para pemangku adat
kemudian berjalan mengelilingi ayunan Kabuenga tadi sambil mengalunkan
kidung-kidung tradisional.