Chapter II
Chapter II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1 : Kadar seksio sesarea total, seksio sesarea primer dan VBAC
(NIH Consensus Development Conference Statement, 2010)
Dari laporan-laporan klinis pada uterus gravid bekas seksio sesarea yang
mengalami ruptura selalu terjadi pada jaringan otot miometrium sedangkan
sikatriknya utuh. Yang mana hal ini menandakan bahwa jaringan sikatrik
yang terbentuk relatif lebih kuat dari jaringan miometrium itu
sendiri (Srinivas S. 2007).
(Troyer, 1992)
2.5.5. Usia maternal
Usia ibu yang aman untuk melahirkan adalah sekitar 20 tahun sampai 35
tahun. Usia melahirkan dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun
digolongkan resiko tinggi. Dari penelitian didapatkan wanita yang
berumur lebih dari 35 tahun mempunyai angka seksio sesarea yang lebih
tinggi. Wanita yang berumur lebih dari 40 tahun dengan bekas seksio
sesarea mempunyai resiko kegagalan untuk persalinan pervaginal lebih
besar tiga kali dari pada wanita yang berumur kecil dari 40 tahun
(Caughey AB, Mann S, 2001).
Walaupun demikian ancaman ruptur uteri tetap ada pada masa kehamilan
maupun persalinan, oleh sebab itu pada setiap kasus bekas seksio sesarea
harus juga diperhitungkan ruptur uteri pada kehamilan trimester ketiga
terutama saat menjalani persalinan pervaginal (Toth PP, 1996).
Menurut Guleria dan Dhall (1997) menyatakan bahwa laju dilatasi seviks
mempengaruhi keberhasilan penanganan VBAC. Dari 100 pasien bekas
seksio sesarea segmen bawah rahim didapat 84 % berhasil persalinan
pervaginal sedangkan sisanya adalah seksio sesarea darurat. Gambaran
laju dilatasi serviks pada bekas seksio sesarea yang berhasil pervaginal
pada fase laten rata-rata 0.88 cm/jam manakala fase aktif 1.25 cm/jam.
Sebaliknya laju dilatasi serviks pada bekas seksio sesarea yang gagal
pervaginal pada fase late rata-rata 0.44 cm/jam dan fase aktif adalah 0.42
cm/jam.
Menurut Caughey AB (2001) melaporkan 463 dari 478 (97 %) dari bayi
yang lahir pervaginal mempunyai skor Apgar pada 5 menit pertama adalah
8 atau lebih. Menurut McMahon (1996) bahwa skor Apgar bayi yang lahir
tidak berbeda bermakna pada VBAC dibanding seksio sesarea ulangan
elektif. Menurut Flamm BL (1997) juga melaporkan morbiditas bayi yang
lahir dengan seksio sesarea ulangan setelah gagal VBAC lebih tinggi
dibandingkan dengan yang berhasil VBAC dan morbiditas bayi yang
berhasil VBAC tidak berbeda bermakna dengan bayi yang lahir normal.
Apabila terjadi ruptur uteri maka janin, tali pusat, plasenta atau bayi akan
keluar dari robekan rahim dan masuk ke rongga abdomen. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan pada ibu, gawat janin dan kematian janin serta
ibu. Kadang-kadang harus dilakukan histerektomi emergensi.
Kasus ruptur uteri ini lebih sering terjadi pada seksio sesarea klasik
dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen bawah rahim. Ruptur
uteri pada seksio sesarea klasik terjadi 5-12 % sedangkan pada seksio
sesarea pada segmen bawah rahim 0,5-1 % (Hill DA, 2002).
Tanda yang sering dijumpai pada ruptur uteri adalah denyut jantung janin
tak normal dengan deselerasi variabel yang lambat laun menjadi
deselerasi lambat, bradiakardia, dan denyut janin tak terdeteksi. Gejala
klinis tambahan adalah perdarahan pervaginal, nyeri abdomen, presentasi
janin berubah dan terjadi hipovolemik pada ibu (Miller DA, 1999).
Pada wanita dengan bekas seksio sesarea klasik sebaiknya tidak dilakukan
persalinan pervaginal karena resiko ruptur 2-10 kali dan kematian maternal
dan perinatal 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seksio sesarea
pada segmen bawah rahim (Chua S, Arunkumaran S, 1997).
(Landon, 2004)
(Landon, 2004)
2.10. Monitoring
Ada beberapa alasan mengapa seseorang wanita seharusnya dibantu
dengan persalinan pervaginal. Hal ini disebabkan karena komplikasi
akibat seksio sesarea lebih tinggi. Pada seksio sesarea terdapat
kecendrungan kehilangan darah yang banyak, peningkatan kejadian
transfusi dan infeksi, akan menambah lama rawatan masa nifas di rumah
sakit.Selain itu, juga akan memperlama perawatan di rumah dibandingkan
persalinan pervaginal. Sebagai tambahan biaya rumah sakit akan dua kali
lebih mahal (Golberg B, MD, 2000).
Adapun skoring menurut Flamm dan Geiger (1997) yang ditentukan untuk
memprediksi persalinan pada wanita dengan bekas seksio sesarea adalah
seperti tertera pada table dibawah ini:
Tabel 2.4 : Skor VBAC menurut Flamm dan Geiger
No Karakteristik Skor
1 Usia < 40 tahun 2
2 Riwayat persalinan pervaginal
- sebelum dan sesudah seksio sesarea 4
- persalinan pervaginal sesudah seksio sesarea 2
- persalinan pervaginal sebelum seksio sesarea 1
- tidak ada 0
3 Alasan lain seksio sesarea terdahulu 1
4 Pendataran dan penipisan serviks saat tiba di Rumah Sakit dalam
keadaan inpartu:
- 75 % 2
- 25 – 75 % 1
- < 25 % 0
5 Dilatasi serviks > 4 cm 1
(Flamm BL dan Geiger AM, 1997)
Dari hasil penelitian Flamm dan Geiger terhadap skor development group
diperoleh hasil seperti tabel dibawah ini:
(Weinstein D, 1996)
Angka keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea pada sistem
skoring menurut Weinstein (1996) adalah seperti di tabel berikut :