Puisi Untuk Tanah Suci
Puisi Untuk Tanah Suci
Puisi Untuk Tanah Suci
Dengan hati bergetar, lisan yang berucap ‘Labbaik Allaahumma labbaik, labbaika laa
syariikalaka labbaik. Innalhamda wanni’mata, lakawal mulk, laa syariikalak.’
MenujuMu...Menyahut seruanMu.. Berakhir di pelukanMu...
Subhanallah...
Ya Allah, Engkau mengundangku ke rumah agung-Mu
Kiblat umat muslim sepenjuru dunia
Mungkinkah Engkau memperkenankan aku datang bertamu lagi
Pada diri yang penuh peluh noda dan alfa
Dengan segenap kerinduan yang menggunung Aku akan datang lagi, dengan izin-Mu
Meski harus tertatih...
Meski harus menyeret langkah
Dengan serpihan cinta yang kurekatkan rapat-rapat
Aku ingin kembali
Menjadi tamu-Mu
Ya Allah, ya Robbi...
Betapa rindu aku ingin kembali...
Aku bagaikan petualang yang telah lama tidak pulang dan merasa ingin kembali...
Betapa aku berharap, kerinduan ini cukup untuk menghantarkanku ke Mekkah dan Madinah
kembali
Tempat Rasulullah, sang habibullah berawal dan berakhir...
Menyampaikan salam kepada Rasulullah di Raudhah...
Menyungkurkan taubatku di hadapan kesaksian Ka’bah
Tempat cahaya keislaman memancar dan menjadi ‘rahmatan lil ‘aalamin’...
Tempat terindah untuk dijadikan kiblat di setiap langkah mereka yang mengaku hamba Allah...
Dengan lantunan ayat suci qiyamullail yang menghidup nadi imanku...
Dengan salawat kerinduan pada kekasihMu yang mendamai ragaku...
Daku tenggelam dalam euforia rindu mendalam yang impak dahsyatnya melebihi apa pun yang pernah
kualami sebelumnya..
Rindu itu menghinggap, menyelinap, meresap, lantas menjalar ke seluruh sel di tubuhku.. Aku begitu
mendamba kehadiranNya hingga pernah dalam suatu doaku, yang mampu kuucap hanyalah namaNya...
Tiada henti, tiada putus, aku terus saja berbisik sepanjang hari, Ya Allah, ya Allah, ya Allah.”
Aku bagaikan anak kecil yang tersesat mencari ibunya, nelayan yang terdampar di pulau tak
berpenghuni, atau burung bersayap patah yang hanyut terbawa arus sungai, atau layang-layang yang putus
talinya dihembus angin badai .. Aku memanggil-manggil namaNya, berharap Ia mendengarku,
mengenaliku, menyayangiku lalu menyelamatkanku...
Batinku terkapai-kapai dalam dimensi tak berbingkai, tiada penghujungnya.. Rintihanku terlolong-lolong
bagai majnun yang mencintai kekasihnya, tiada noktah pengakhirnya.. Aku membayangkan diriku
bersujud hina di hadapan Ka’bah... Di tanah suci... Begitu dekat denganNya... Aku membayangkan
menangis di Multazam, tempat paling mustajab.. tempat seluruh doa akan terjawab.. Aku membayangkan
diriku berbalut putih, bertawaf bersama jiwa-jiwa lain yang merinduNya..
Namun... Layakkah aku melamar kasih kudusNya? Dengan apa yang aku ada.. dengan dina dosaku yang
gelita.. Itu saja yang aku ada!! Apa lagi yang kumiliki, selain khilaf yang menggunung nista?.. Layakkah
aku menggapai cahaya yang tak terhingga pancarannya??
“Ya Allah, ya Allah, ya Allah... Akankah Engkau mengundangku ke rumahMu, kiblat umat muslim
sepenjuru dunia? Mungkinkah Engkau memperkenankan aku datang bertamu, meski diri ini penuh peluh
noda?
Duhai Al-Ghafuur, Asy-Syakuur, Al-‘Aliiy, Al-Kabiir, Al-Hafiizh, Al-Muqiit, Al-Hasiib, Al-Jaliil, Al-
Kariim, Al-Raqiib, Al-Mujiib, Al-Waasi’, Al-Hakiim, Al-Waduud, Al-Majiid, Al-Baa’its, Asy-Syahiid,
Al-Haqq, Al-Wakiil, Al-Qawiyy, Al-Maatin, Al-Waliyyu, Al-Hamiid, Al-Muhshi, Al-Mubdi’, Al-Mu’iid,
Al-Muhyii, Al-Mumiit, Al-Hayyu, Al-Qayyuum, Al-Waajid, Al-Maajid, Al-Waahid..
" Undanglah aku, ya Allah... Aku akan datang, dengan berlari... Dengan segenap kerinduan yang
menggumpal... Aku akan datang, meski harus tertatih..meski harus mengesot, Dengan repihan cinta yang
kurekatkan rapat-rapat.
Undanglah aku, ya Allah... Aku menghiba, mengemis, dan menghamba... Meminta Allah
memperkenankan pintaku, berjumpa diriNya di titik paling dekat denganNya sepenjuru dunia.. Karena
aku tidak tahu bilakah waktuku akan tiba... Sungguh, aku tidak mahu jika sampai hujung perjalanan
fanaku, belum jua aku menyungkurkan taubatku di hadapan kesaksian Ka’bah dan menyampaikan salam
kepada Rasulullah di Raudhah... Aku tidak sanggup membayangkan, seandainya hingga akhir hayatku,
Betapa rindu aku akan Allah... Aku bagaikan petualang yang telah lama tidak pulang dan merasa ingin
kembali... Betapa aku berharap, kerinduan ini cukup untuk menghantarkanku ke Mekkah dan
Madinah...tempat Rasulullah, sang habibullah berawal dan berakhir... Tempat cahaya keislaman
memancar dan menjadi ‘rahmatan lil ‘aalamin’... Tempat terindah untuk dijadikan kiblat di setiap langkah
mereka yang mengaku hamba Allah...
Izinkan aku mengucapkan ‘Labbaik Allaahumma labbaik, labbaika laa syariikalaka labbaik. Innalhamda
wanni’mata, lakawal mulk, laa syariikalak.’ MenujuMu...Menyahut seruanMu.. Berakhir di pelukanMu...
. Jika aku boleh memilih akhirku, aku ingin di sini, Tuhanku... Di pintu rumahMu... Dengan lantunan ayat
suci qiyamullail yang menghidup nadi imanku.. Dengan salawat kerinduan pada kekasihMu yang
mendamai ragaku. .
Di bawah naungan Ka’bahMu, Tuhanku... Seandainya Engkau bertanya di mana aku ingin dijemput... Di
hadapan Multazam, bersama ampunanMu... Di pelukan Masjidil Haram, bersama rahmatMu... Di
hamparan tanah Mekah, bersama keredhaanMu..
MULTAZAM
Di Multasam itu
Kubawakan resahku padaMu
Bertahun lamanya
Kubawakan pohon-pohon filsafat
KepadaMu
Engkau tersenyum
Bertahun lamanya
Kubawakan bercawan-cawan ilmu
KepadaMu
Engkau pun tersenyum
Bertahun lamanya
Kubawakan bertangkai-tangkai puisi
KepadaMu
Engkau juga tersenyum
Sekarang di Multazam
Kubawakan resahku padaMu
Negeri tempat aku dilahirkan
Tercabik kuasa angkara murka
Kini, di Multazam
Segalanya kuadukan padaMu
Catatan:
Multazam: wilayah antara Hjar Aswad dan pintu Ka'bah.
BURUNG-BURUNG DI ATAS KABAH
Di sini waktu berhenti mengalir, burung-burung berterbangan di atas Ka'bah mengiringi ribuan manusia
bertawaf sepanjang saat. Burung-burung itu senandungkan keindahan lagu tentang manusia yang musti
sampai di tapal batas pencarian: menemukan jalan pulang kembali kepada dirinya yang hakiki.
Segenap tapal batas waktu lalu meleleh. Siang meleleh. Malam meleleh. Di Ka'bah itu manusia mengalir,
berputar, sepanjang waktu bersama burung-burung yang terus bersiul, tiada henti. Waktu sungguh telah
meleleh.
Tapi tiba-tiba seekor jangkrik merayap di pinggiran jauh pelataran Ka'bah sejurus arah Multazam,
berjingkrak di antara hamparan sujud yang sempit. Dua orang jamaah mengusir jangkrik itu agar tak
mengganggu sujud yang hendak dihamparkan segera.
Jangkrik itu lalu berlalu dari pandangan manusia. Tapi ia segera ceritakan kepada burung-burung yang
tiada lelah terbang di atas Ka'bah. Berkatalah jangkrik itu: "Tak setiap manusia yang lebur dalam tawaf
menemukan jalan dalam dirinya, jalan pulang mencapai kesejatiannya yang hakiki."
Kini kutinggalkanmu
dalam masjid yang tak pernah sepi dari lantunan ayat-ayat Al-Quran,
Di Masjid Nabawi
aku bersimpuh
Rindu tangan ini akan menengadah dalam kerinduan bibir mengucap doa di bawah naunganmu
Rindu kaki ini akan ruku di atas lantaimu
Masjid Nabawi
Masjid Nabawi
Rindukanlah aku…