Disusun Oleh :
2019
KATA PENGANTAR
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
1.1 Latar Belakang...................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................4
1.3 Tujuan................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................5
2.1 Sistem Keselamatan Pasien di Rumah Sakit......................................................5
2.2 Manajemen Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit............................................7
2.3 Langkah Menuju Keselamatan di Rumah Sakit ..............................................10
2.4 Standar Keselamatan Pasien............................................................................14
BAB III PENUTUP................................................................................................19
3.1 Kesimpulan......................................................................................................19
3.2 Saran.................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis
obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit
yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis
(medical errors). Menurut Institute of Medicine (1999), medical error
didefinisikan sebagai: suatu kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan
untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu, kesalahan tindakan) atau
perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan. Kesalahan yang terjadi
dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverese event
(Kerjaan Tidak Diharapkan/KTD).
Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor
496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, ang
tujuan utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima di Rmah Sakit
yang jauh di medical Error dan memberikan keselamatan bagi pasien.
Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
(PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak semua stakeholder
rumah sakit untuk lebih memperhatikan keselamatan pasien di Rumah Sakit.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan
Menteri Kesehatan no 1691/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Peraturan ini menjadi tonggak utama operasionalisasi Keselamatan Pasien di
Rumah Sakit seluruh Indoensia. Banyak rumah sakit di Indoensia yang telah
berupaya membangun dan engembangkan Keselamatan Pasien, amun upaya
tersebut dilaksanakan berdasarkan pemahaman manajemen terhadap Keselamatan
Pasien. Peraturan Menteru in memberikan panduan bagi manajemen rumah sakit
agar dapat menjalankan spirit Keselamatan Pasien secara utuh.
3
Menurut PMK 1691/2011, Keselamatan Pasien adalah suatu system di
Rumah Sakit yang menjadikan pelayanan terhadap pasien menjadi lebih aman,
oleh karena dilaksanakannya: assessment resiko, identifikasi dan analisi insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi
untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat tindakan medis atau tidak dilakukannya
tindakan medis yang seharusnya diambil. Sistem tersebut merupakan system yang
seharusnya dilaksanakan secara normative.
Melihat lengkapnya urutan mekanisme Keselamatan Pasien dalam PMK
tersebut, Keselamatan Pasien dalam PMK tersebut maka, jika diterapkan oleh
manajemen rumah sakit, diharapkan kinerja pelayanan klinis rumah sakit dapat
meningkat serta hal-hal yang merugikan pasien (medical error, nursing error, dan
lainnya) dapat dikurangi semaksimal mungkin.
1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui Sistem Keselamatan Pasien di Rumah Sakit.
2. Dapat mengetahui Manajemen Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit.
3. Dapat mengetahui Langkah Menuju Keselamatan di Rumah Sakit.
4. Dapat mengetahui Standar Keselamatan Pasien.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
Setelah meninjau mengenai apa yang dipelajari dari industri beresiko tinggi,
telah diidentifikasi lima prinsip yang diterapkan secara bermanfaat pada desain
kesehatan yang aman baik dalam praktek group kecil. Rumah sakit, ataupun
sistem kesehatan yang besar. Prinsip-prinsip tersebut meliputi:
1. Memberikan Kepemimpinan
Menjadikan keselamatan pasien menjadi prioritas utama perusahaan
Menjadikan keselamatan pasien menjadi tanggung jawab semua
individu
Membuat penugasan yang jelas serta ekspektasi pada pengawasan
keselamatan
Menyediakan sumber daya manusia serta finansial untuk menganalisa
kesalahan dan mendesain ulang system
Mengembangkan mekanisme efektif untuk mengidentifikasi dan
menangani praktisi yang tidak aman
2. Menghormati batas manusia dalam proses desain
Mendesain pekerjaan untuk keselamatan pasien
Menghindari mengandalkan penggunaan memori
Menggunakan fungsi pemaksaan
Menghindari mengandalkan kewaspadaan
Menyederhanakan proses-proses utama
Menstandarisasi proses kerja
3. Mempromosikan fungsi team yang efektif
Berlatih dengan tim yang diharapkan dapat bekerja dalam tim tersebut
Menyertakan pasien dalam mendesain keselamatan dan proses
keperawatan
4. Mengantisipasi hal yang tdiak terduga
6
Mengadopsi pendekatan proaktif: Memeriksa proses keperawatan
terhadap ancaman untuk keselamatan dan mendesain ulang hal
tersebut sebelum adanya kecelakaan
Mendesain untuk pemulihan
Meningkatkan keakuratan dan ketepatan waktu dalam pengaksesan
informasi
5. Menciptakan lingkungan belajar
Menggunakan simulasi bila memungkinkan
Mendorong pelaporan akan kesalahan dan kondisi berbahaya
Pastikan tidak adanya retaliasi ketika melaporkan kesalahan
Mengembangkan budaya bekerja dimana komunikasi mengalir dengan
bebas terlepas dari gradien otoritas
Penerapan mekanisme umpan balik dan pembelajaran dari keselahan
(Kohn, et. Al., 2000)
7
nosokomial sebagai infeksi yang terjadi di rumah sakit atau fasilitas kesehatan
lain yang didapatkan dan berkembang setelah pasien dirawat 2x24 jam. Oleh
karena itu sebelum dirawat pasien tidak memiliki gejala serta tidak dalam masa
inkubasi. Infeksi nosokomial ini bukan dikarenakan infeksi yang telah
dideritanya. Pasien, petugas kesehatan, pengnjung, serta penunggu pasien
merupakan kelompok yang beresiko mendapatkan infeksi nosokomial, karena
infeksi ini dapat menular antar pasien dan petugas, pesien ke pasien lainnya,
pasien ke keluarga atau pengunjung, bahkan dari petugas ke pasien. Studi yang
dilakukan WHO mengatakan pada sekitar 55 rumah sakit di 14 negara di seluruh
dunia menunjukkan 8,7% pasien rumah sakit menderita infeksi selama menjalani
perawatan di rumah sakit, dengan 5% dari proporsi infeksi nosokomial
keseluruhan merupakan bakteremia nosokomial (Kartika, et. Al., 2015).
8
tersebut, program harus memperoleh dan mempertahankan atribut-atribut
berikut :
Hand hygiene
Penggunaan Alat Proteksi Diri (APD) yang sesuai dengan bahaya
terkenanya suatu cairan tubuh
Penggunaan teknik aseptik bila diperlukan
Secara tepat memproses kembali instrumen dan alat yang dapat digunakan
kembali
Melakukan safe handling pada benda-benda tajam serta sesuatu yang
berpotensi menyebabkan infeksi
Melakukan kontrol terhadap lingkungan meliputi Bersih-bersih dan
manajemen akan adanya bahan cair yang tumpah (SA Health, 2020)
9
Staf-staf inti dan kelompok yang terlibat dalam program PPI meliputi
Leadership administrative
Komite PPI
Kelompok kerja
Pengawasan organisasi dari kepemimpinan fasilitas utama
Otoritas kesehatan publik nasional atau regional, termasuk agensi PPI
nasional ataupun internasional
10
Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta,
dukungan kepada staf, pasien, keluarga
Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden
Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden
Lakukan asesmen dg menggunakan survei penilaian KP
Bagi Tim:
Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan
tindakan/solusi yg tepat
2. Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen &focus yang kuat
& jelas tentang KP di RS anda”
Bagi Tim:
Ada “penggerak” dlm tim utk memimpin Gerakan KP
Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP
Tumbuhkan sikap ksatria yg menghargai pelaporan insiden
11
Struktur & proses mjmn risiko klinis & non klinis, mencakup KP
Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
Gunakan informasi dr sistem pelaporan insiden & asesmen risiko &
tingkatkan kepedulian thdp pasien
Bagi Tim:
Diskusi isu KP dlm forum2, utk umpan balik kpd mjmn terkait
Penilaian risiko pd individu pasien
Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, & langkah
memperkecil risiko tsb
4. Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dg mudah dpt
melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kpd KKP-RS”
Bagi Tim:
Dorong anggota utk melaporkan setiap insiden & insiden yg telah dicegah
tetapi tetap terjadi juga, sbg bahan pelajaran yg penting
12
Bagi Tim:
Hargai & dukung keterlibatan pasien & kel. bila tlh terjadi insiden
Prioritaskan pemberitahuan kpd pasien & kel. bila terjadi insiden
Segera stlh kejadian, tunjukkan empati kpd pasien & kel.
Bagi Tim:
Diskusikan dlm tim pengalaman dari hasil analisis insiden
Identifikasi bgn lain yg mungkin terkena dampak & bagi pengalaman tersebut
13
Sosialisasikan solusi yg dikembangkan oleh KKPRS-PERSI
Umpan balik kpd staf ttg setiap tindakan yg diambil atas insiden
Bagi Tim:
Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman
Telaah perubahan yg dibuat tim & pastikan pelaksanaannya
Kriterianya adalah
1) Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
2) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
3) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang
jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil
pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan
terjadinya KTD
Kriterianya adalah:
14
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dgn keterlibatan
pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada
system dan mekanisme mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban &
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.Dengan pendidikan tersebut
diharapkan pasien & keluarga dapat:
1) Memberikan info yg benar, jelas, lengkap dan jujur
2) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
3) Mengajukan pertanyaan untuk hal yg tdk dimengerti
4) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
5) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
6) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
7) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
Kriterianya adalah:
1) koordinasi pelayanan secara menyeluruh
2) koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan
sumber daya
3) koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
4) komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
15
RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yg ada, memonitor &
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif
KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP.
Kriterianya adalah
1) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang
baik, sesuai dengan ”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah
Sakit”.
2) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
3) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
4) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis
16
3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari
rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan
penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insiden,
6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit
dan antar pengelola pelayanan
8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit
dan keselamatan pasien
Kriterianya adalah
1) memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik
keselamatan pasien
2) mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan
inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
17
3) menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork)
guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka
melayani pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Keselamatan pasien merupakan upaya untuk melindungi hak setiap orang
terutama dalam pelayanan kesehatan agar memperoleh pelayanan kesehatan yang
berrmutu dan aman.
Indonesia salah satu negara yang menerapkan keselamatan pasien sejak tahun
2005 dengan di dirikannya Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS)
oleh Persatuan Rumah Sakit seluruh Indonesia (PERSI). Dalam
perkembangannya Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) Departemen
Kesehatan menyusun Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit dalam instrument
Standar Akreditasi Rumah Sakit.
Peraturan perundang-undangan memberikan jaminan kepastian perlindungan
hukum terhadap semua komponen yang terlibat dalam keselamatan pasien, yaitu
pasien itu sendiri, sumber daya manusia dirumah sakit, dan masyarakat.
Ketentuan mengenai keselamatan pasien dalam peraturan perundang-undangan
memberikan kejelasan atas tanggung jawab hukum bagi semua komponen
tersebut.
3.2 Saran
Agar pemerintah lebih memperhatikan dan meningkatkan upaya keselamatan
pasien dalam rangka meningkatkann pelayanan kesehatan agar lebih bermutu dan
aman dengan mengeluarkann dan memperbaiki aturan mengenai keselamatan
pasien yang mengacu pada perkembangan keselamatan pasien (patient safety)
internasional yang di sesuaikan dengan kondisi yang ada di Indonesia.
Agar setia rumah sakit menerapkan system keselamatan pasien dalam rangka
meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan aman serta menjalankan
peraturan perundang-undangan yang mewajibkan untuk itu.
19
Agar seluruh komponen sarana pelayanan kesehatan bekerja sama dalam
upaya mewujudkan patient safety karena upaya keselamatan pasien hanya bisa
dicapai dengan baik dengan baik dengan kerjasama semua pihak.
20
DAFTAR PUSTAKA
Curless, M. S., Gerland, M. A., dan Maragakis, L. L., 2018, Infection Prevention and
Control – Module 11: Infection prevention and Control Program Management,
Jhpiego Corporation: MD
Kartika, Y., Hariyant, T., dan Pujiastuti, L., 2015, Faktor Sumber daya Manusia dan
Komitmen Manajemen yang Mempengaruhi Surveillance Infeksi Nosokomial di
Rumah Sakit Paru Batu, Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 28, Supp. 2, pp. 181-185.
Kohn, L. T., Corrigan, J. M., dan Donaldson, M. S., 2000, To Err is Human: Building
a Safer Health System, National Academies Press: Washington D. C.
Mustariningrum, D. L. T., Koeswo, M., dan Ahsan, 2015, Kinerja IPCLN dalam
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit: Peran Pelatihan, Motivasi
Kerja, dan Supervisi, Jurnal Aplikasi Manajemen, Vol. 15(4), pp. 643-652.
Mamishi, S., Pourakbari, B., Teymuri, M., Babamahmoodi, A., dan Mahmoudi, S.,
2014, Management of Hospital Infection Control in Iran: A Need for Implementation
of Multidisciplinary Approach, Osong Public Health and Research Perspectives, Vol.
5(4), pp. 179-186.
21