Anda di halaman 1dari 16

Nama : Tahnia Kenasih Ardhini

NIM : 24040119120015

Kelompok : Tiga (3)

PERCOBAAN L – 8

JEMBATAN WHEATSTONE

I. Tujuan Percobaan
1.1. Menentukan nilai suatu tahanan yang tidak diketahui
1.2. Menentukan koreksi ujung jembatan wheatstone
II. Dasar Teori
II.1. Arus Listrik

Arus listrik terbuat dari suatu aliran muatan listrik yang bergerak
mengelilingi rangkaian listrik. Aliran tersebut mengalir dari sumber listrik yang
bermuatan positif kemudian bergerak mengelilingi rangkaian tersebut dan
menuju ke sumber listrik yang bermuatan negatif. Sumber listrik tersebut
mempunyai suatu gaya yang mampu mendorong arus untuk bergerak (Sang,
2010).

Arus listrik mengukur banyaknya muatan listrik yang bergerak pada


suatu rangkaian listrik per satuan detik. Semakin besar arus yang mengalir, maka
semakin besar pula muatan listrik yang melewati rangkaian tersebut per detik
dan sebaliknya (Rickard, 2009).

Arus diukur dalam ampere, sedangkan alat untuk mengukur arus listrik
adalah amperemeter. Secara umum, ketika arus stabil yang mengalir pada
waktu, muatan listrik yang mengalir adalah (Duncan & Kenett, 2014).

Q=I×t … (2.1)

Keterangan:

Q = muatan listrik (C)

I = arus listrik (A)

t = waktu (s)

Partikel yang mengalir melalui sebuah permukaan dapat diberi muatan


positif maupun negatif, atau kita dapat memiliki dua atau lebih jenis partikel
yang bergerak dengan dua muatan sekaligus. Arah arus listrik yang mengalir
merupakan arah dari aliran muatan positif, dimana arah tersebut juga berlawanan
dengan arah aliran elektron (Serway, 2006).

II.1.1. Arus DC (Direct Current)

Arus DC adalah arus yang mempunyai nilai tetap atau konstan terhadap
satuan waktu, artinya di manapun jika ditinjau arus tersebut pada waktu berbeda
akan mendapat nilai yang sama. Elektron berpindah dari terminal negatif menuju
terminal positif, dan mereka selalu bergerak pada lintasan dan arah yang sama
(Ramdhani, 2005).

Gambar 2.1 Grafik DC waktu vs. arus listrik

Sumber: Principles of Physics: A Calculus Based Text Fouth Edition, p. 684.

II.1.2. Arus AC (Alternating Current)

Arus AC atau biasa disebut arus bolak balik bekerja seperti halnya
sebutan tersebut. Elektron akan bergerak dengan satu arah kemudian bergerak
dengan arah yang berlawanan, bergantian kesana kemari pada posisi yang relatif
tetap. Arus A dapat dijumpai pada generator maupun alternator dengan cara
menekan tombol yang terdapat pada terminal (Serway, 2006).

Gambar 2.2 Grafik AC waktu vs. arus listrik

Sumber: Principles of Physics: A Calculus Based Text Fouth Edition, p. 684.

II.2. Hambatan
Elektron – elektron akan bergerak lebih mudah melalui konduktor dari
pada bahan penghantar listrik lainnya ketika terdapat beda potensial. Suatu
bentuk ketahanan dari suatu bahan penghantar listrik terhadap arus listrik yang
mengalir di sebut hambatan. Konduktor yang baik memiliki hambatan yang
kecil, sedangkan penghantar listrik yang buruk akan memiliki hambatan yang
besar (Duncan & Kenett, 2014).

Hambatan pada sebuah kawat akan :

 Bertambah ketika panjang dari kawat tersebut bertambah


 Bertambah ketika luas penampangnya berkurang
 Semakin besar temperatur, semakin besar pula hambatannya
 Tergantung pada jenis bahan penghantar.

Hambatan listrik diukur dengan satuan ohms. Simbol nya yaitu Ω, yang
berasal dari bahasa Yunani (Hewitt, 2012).

II.2.1. Hambatan jenis (ρ)

Hambatan R pada kawat yang dialiri arus listrik sebanding dengan


panjang L kawat dan berbanding terbalik dengan luas penampangnya (Tipler,
2008).

L
R= ρ … (2.3)
A

Keterangan :

R = hambatan (Ω)

L = panjang kawat (m)

ρ = hambatan jenis (Ωm)

A = luas penampang (m2)

(Duncan & Kenett, 2014).

2.3. Hukum Ohm

Hubungan antara tegangan, arus listrik, dan hambatan dapat disimpulkan


pada pernyataan yang disebut Hukum Ohm. Ohm menemukan bahwasanya
jumlah arus yang mengalir pada suatu rangkaian sebanding dengan tegangan
yang terbentuk dan berbanding terbalik dengan hambatan rangkaian tersebut
(Hewitt, 2012).
tegangan
Arus listrik = … (2.2)
hambatan

Keterangan:

I = arus listrik (A)

V = tegangan (V)

R = hambatan (Ω)

(Hewitt, 2012).

2.4. Beda Potensial (Tegangan)

Beda potensial diukur dalam volt (V), sedangkan alat untuk mengukur
beda potensial disebut voltmeter. Secara umum, jika usaha yang dilakukan
ketika muatan listrik melewati dua titik percabangan, beda potensial tegangan
diantara titik percabangan tersebut yaitu :

E
V= … (2.4)
Q

Keterangan:

V = beda potensial (V)

E = energi listrik (J)

Q = muatan listrik (C)

(Duncan & Kenett, 2014).

2.5. Rangkaian Pembagi Tegangan

Rangkaian pembagi tegangan biasanya digunakan untuk membagi


tegangan atau mengkonversi dari resistensi menjadi sebuah tegangan. Biasanya
fungsi dari pembagi tegangan ini untuk mengubah atau mengkonversikan dari
tegangan tegangan yang lebih besar untuk memberi bias kepada komponen yang
aktif dalam rangkaian tersebut.
Gambar 2.3 Rangkaian pembagi tegangan

Sumber : Resume Elektronika dasar I. p. 1

Pada gambar Rangkaian Pembagi Tegangan berikut, bisa dilihat bentuk rangkaian
sederhana yang tidak terlalu kompleks. Dari rangkaian di atas, bisa dilihat bahwa tegangan
output yang diberi simbol VO, dan juga arus yang bersimbol I, mengalir ke rangkaian R1 dan
R2. Dan hasil di tegangan VI merupakan hasil dari penggabungan atau penjumlahan dari
rumus VS dan VO. Untuk rumusnya adalah :

VI = VS + VO = I (R1+I) R2 … (2.5)

Gambar 2.4 Rangakain pembagi tegangan dengan pembebanan

Sumber: Elektronika dasar I. p. 1

Apabila keluaran suatu rangkaian dibebani maka pada keluaran


rangkaian dapat terjadi penurunan tegangan atau jatuh tegangan, peristiwa ini
disebut pembebanan. Dari rangkaian dan juga penjabaran rumus diatas, bisa
ditemukan bahwa tegangan masukan dibagi menjadi 2 bagian. Dan nilai atau
besaran masing – masing ditentukan dengan berapa tegangan di resistor yang
terdapat dalam rangkaian tersebut. Dari rangkaian dan keterangan di atas, maka
dapat ditemukan dan disimpulkan bahwa:

R2 R2
VO = VI × ( +R2) – IO × (R1 × + R2) … (2.6)
R1 R1

VO
VO = – IO × R P … (2.7)
C
Simbol VO/C ini adalah arus tegangan pada V O yang tidak terbebani. Dan
pada rangkaian pembagi tegangan pada gambar tersebut jika arus R1 adalah I,
maka arus R2 adalah I – IO. Pasalnya pada rangkaian arus di R 2, arus tegangan
sudah terbagi ke arah beban terpasang (Hilalliati, 2014).

2.6. Jembatan Wheatstone

Jembatan wheatstone merupakan metode untuk mengukur hambatan


secara tidak langsung dan lebih teliti bila di bandingkan dengan ohmeter. Jika
pada rangkaian jembatan wheatstone galvanometer menunjukkan angka nol,
maka perkalian hambatan yang saling berhadapannya sama besar (Cunayah,
2006).

Galvanometer sendiri adalah adalah alat yang dapat mengukur kuat arus
yang sangat kecil. Galvanometer dalam proses pengerjaannya menggunakan
arus gulungan putar yang terdiri dari sebuah magnet yang tidak bergerak dan
sebuah potongan kawat yang merupakan suatu bagian yang mudah bergerak dan
dilalui arus listrik (Suryanto, 1999).

Prinsip kerja jembatan wheatstone sering diguankan dalam menentukan


suatu nilai tahanan atau impedansi dalam suatu rangkaian listrik. Tetapi juga
pada hambatan yang diberikan kawat aliran elektron. Makin tinggi hambatan
makin kecil arus untuk suatu tegangan (V). Kita kemudian mendefinisikan
hambatan sehingga arus berbanding terbalik dengan hambatannya. Ketika kita

V
gabungkan hal ini dengan kesebandingan di atas. Kita dapat I = . Hubungan
R
ini sering dituliskan V = I × R tetapi lebih berupa deskripsi mengenai kelas
bahan tertentu. Resistor mempunyai hambatan mulai kurang dari satu Ohm
sampai jutaan Ohm (Giancoli, 2001).
Gambar 2.5 Jembatan Wheatstone

Sumber: Jembatan Wheatstone. p. 1

Hasil kali antara hambatan berhadapan yang satu akan sama dengan hasil
kali hambatan berhadapan lainnya jika beda potensial antara c dan d bernilai nol.
Persamaan R1 × R2 = R3 × R4 dapat diturunkan dengan menerapkan Hukum
Kirchoff dalam rangkaian tersebut. Hambatan listrik suatu penghantar
merupakan karakteristik dari suatu bahan penghantar tersebut yang mana adalah
kemampuan dari penghantar itu untuk mengalirkan arus listrik, yang secara
matematis dapat dituliskan:

L
R= ρ … (2.8)
A

Keterangan :

R = hambatan (Ω)

L = panjang kawat (m)

ρ = hambatan jenis (Ωm)

A = luas penampang (m2)

(Duncan & Kenett, 2014).


Gambar 2.6. Rangakaian Jembatan Wheatstone

Sumber: Jembatan Wheatstone.. p . 4

Keterangan gambar:

S = skalar penghubung

G = galvanometer

E = sumber tegangan

Rs = hambatan geser

Ra dan Rb = hambatan yang sudah diketahui nilainya

Rx = hambatan yang akan ditentukan nilainya

Saat saklar di tutup, maka arus akan melewati rangkaian. Jika jarum
galvanometer menyimpang artinya ada arus yang melewatinya, yaitu antara titik
C dan D ada beda potensial. Dengan mengatur besarnya Ra dan Rb juga
hambatan geser (Rs) akan dapat dicapai bila galvanometer (G) tak teraliri arus
artinya, tak ada beda potensial antara titik C dan D. Dengan demikian akan
berlaku persamaan:

Ra
Rx = Rs … (2.9)
Rb

Dimana Rx adalah hambatan yang akan di cari nilainya (Ω), Ra dan Rb


sebagai hambatan yang sudah diketahui nilainya (Ω), dan Rs sebagai hambatan
geser (Ω) (Giancoli, 2001).
Gambar 2.7 Rangakaian Jembatan Wheatstone menggunakan kontak
geser di atas kawat penghantar

Sumber: Jembatan Wheatstone.pdf. p. 5

Pada kawat penghantar AB diberikan suatu kontak geser yang berasal


dari ujung galvanometer. Gunanya untuk mengatur agar tercapai pengukuran
panjang L1 dan L2 yang akan menghasilkan arus di galvanometer sama dengan
nol. Oleh karena itu pada kawat AB perlu dilengkapi skala ukuran panjang.

Dengan menghubungkan persamaan (2.9) diperoleh sebagai berikut:

L1
Rx = Ra … (2.10)
L2

2.7. Hukum Khirchoff

Gambar 2.8 Sebuah rangkaian yang tidak dapat di sederhanakan dengan


menggunakan aturan seri dan paralel
Sumber: Principles of Physics: A Calculus Based Text Fouth Edition. p.
706

Prosedur untuk menganalisis suatu rangkaian dapat menggunakan dua


buah aturan yang disebut Hukum Khirchoff.
1. Pada percabangan arus, jumlah arus yang mengalir harus sama dengan
nol:

∑ cabang. I = 0

2. Jumlah beda potensial yang melewati setiap unsur disekitar rangakaian


tertutup loop harus sama dengan nol:
∑ loop ∆V = 0
(Serway, 2006).

2.8. Galvanometer

Galvanometer adalah alat ukur listrik komponen putar untuk mengukur


kuat arus dalam. Galvanometer juga merupakan salah satu alat ukur yang
biasanya digunakan untuk mengukur kuat arus maupun beda potensial listrik
yang relative kecil.Galvano bekerja berdasarkan gaya lorentz dimana gerak
partikel akan menyimpang searah dengan gaya lorentz yang mempengaruhinya.
Arah gaya lorentz pada muatanyang bergerak dapat ditentukan dengan kaidah
tangan kanan dan gaya lorentz akibat dari arus listrik dalam suatu medan
magnet.

Untuk muatan positif arah gerak dibawah kumparan, sisi kumparan yang
dekat dengan kutub utara dan kutub selatan mengalami gaya lorentz yang sama
besar tetapi berlawanan arah, yang menyebabkan komponen akan terputus. Arus
yang memotong kumparan tersebut disebut arus induksi (Wahyudianto, 2014).
3. Metodologi Penelitian
3.3. Alat dan Bahan
3.3.1. Galvanometer
Berfungsi sebagai pengukur arus listrik yang relatif kecil.
3.3.2. Pena logam
Berfungsi sebagai alat penunjuk untuk mengetahui titik
keseimbangan.
3.3.3. Resistor
Berfungsi sebagai pengatur dalam membatasi jumlah arus
yang mengalir.
3.3.4. Mistar
Berfungsi sebagai pengukur panjang L1 dan L2.
3.3.5. Penjepit Buaya
Berfungsi sebagai penghubung rangkaian.
3.3.6. Baterai
Berfungsi sebagai sumber arus listrik.
3.3.7. Kawat
Berfungsi sebagai media perambatan arus listrik mencari
milai hambatan.
3.4. Gambar alat dan bahan
3.4.1. Galvanometer

Gambar 3.1. Galvanometer


3.4.2. Pena logam

Gambar 3.2. Pena logam


3.4.3. Resistor

Gambar 3.3. Resistor

3.4.4. Mistar

Gambar 3.4 Mistar

3.4.5. Penjepit buaya

Gambar 3.5. Penjepit buaya

3.4.6. Baterai

Gambar 3.6. Baterai

3.4.7. Kawat

Gambar 3.7. Kawat


3.5. Set Up Alat

Gambar 3.8 Set Up Alat Percobaan Jembatan Wheatstone

Keterangan Gambar :
1. Baterai
2. Resistor yang dicari
3. Galvanometer
4. Kawat
5. Penjepit buaya
6. Resistor penguji
7. Mistar
8. Kabel
9. Pena logam
3.6. Diagram Alir

Mulai

Arus (I) dan Tegangan (V)

Merangkai Jembatan Wheatstone

Penggeseran pena logam hingga titik


kesetimbagan

Pengukuran panjang L1 dan L2

Variasi R
dan S Ya

Tidak

Panjang L1 dan L2.

Selesai

Gambar 3.9 Diagram Alir percobaan Jembatan


Wheatstone
3.7. Diagram Fisis

Saat Baterai dipasang pada rangkaian jembatan


wheatstone terdapat arus yang mengalir pada sistem

Saat nilai resistensi dan resistor yang tidak diketahui


hambatannya yang divariasikan akan terjadi sebuah
rangkaian pembagi tegangan yaitu tegangan input
menjadi beberapa tegangan output

Pena logam menekan kawat pada jembatan


wheatstone lalu digeser hingga menunjukkan angka
nol pada galvanometer yang menandakan tidak ada
arus yang mengalir

Tercapainya keseimbangan yang didapat terjadi


karena hambatan pada resistensi dan resistor yang
dicari itu sama sehingga didapatkan nilai L1 dan L2

Berlaku hukum khirchoff 1 dan 2 tentang arus


masuk sama dengan arus keluar

L2
Maka didapatkan S.L1 = R.L2 atau S = R, yang
L1
nantinya nilai S dapat diketahui.

Gambar 3.10 Diagram fisis percobaan Jembatan Wheatstone


DAFTAR PUSTAKA

Cunayah. 2006. Fisika. Jakarta: Erlangga.

Duncan, T., & Kennett, H. 2014. Cambridge IGSE Physics Third Edition. UK:
Cambridge University Press.

Giancoli, D. C. 2001. Fisika Dasar Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Hewitt, P. G. 2012. Conceptual Integrated Science: Second Edition. San Fransisco, US:
Pearson Education Inc.

Hilalliati, Nurul. 2014. “Resume Elektronia Dasar I: Rangkaian Pembagi Tegangan,


Pembagi Arus dan Setara”. Padang: UNP Press.

Ramadhan, Rizki. 2017. “Jembatan Wheatstone”. Yogyakarta: Institut Sains dan


Teknologi AKPRIND Press.

Ramdhani, Mohammad. 2005. Rangkaian Listrik (Revisi). Bandung: Sekolah Tinggi


Teknologi Telkom.

Rickard, G., Burger, N., Clark, W., Geelan, d., Jeffrey, F., Johnstone, K., Whalley, K.
2009. Science Focus 2 Second Edition. Sydney: Pearson Heinemann.

Sang, D. 2010. Cambridge IGSE Physics Coursebook. Italy: Cambridge University


Press.

Serway, R. A., & John W. Jewett, J. 2006. Principles pf Physics: A Calculus Based
Texth Fouth Edition. Belmont, USA: Thomson Learning.

Suryanto. 1999. Fisika Teknik Pengukuran. Jakarta: Erlangga.

Tipler, P. A., & Mosca, G. 2008. Physics for Scientists and Engineers: Sixth Edition.
New York: W. H. Freeman and Company.

Wahyudianto. 2014. Kajian Teknik Gejala pada Linier Generator untuk Alternatif
Pembangkit Listrik. Jurnal Teknik Pomits Vol.3 No.1 ISSN: 2337 – 3539.

Anda mungkin juga menyukai