Absorbsi Uop PDF
Absorbsi Uop PDF
MODUL ABSORBSI
KELOMPOK 10KP
ANGGOTA KELOMPOK :
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2016
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
1.3 Alat dan Bahan
1.3.1 Alat
1. Menara Absorbsi
Menara absorbsi yang dipakai pada praktikum ini menggunakan packing
berupa pall ring yang disusun secara dumping. Penggunaan packing
disini bertujuan untuk memperluas permukaan kontak antara gas dan
cairan agar proses absorbsi berjalan dengan lebih optimal. Sesuai dengan
namanya, menara absorbsi disini digunakan sebagai tempat
berlangsungnya proses absorpsi.
2. Tangki Gas CO2
Alat ini berfungsi sebagai wadah tempat menyimpan gas CO2 yang akan
digunakan sebagai spesi zat kimia yang akan diabsorbsi.
3. Tangki Air/NaOH
Digunakan sebagai wadah untuk menampung air dan juga larutan NaOH
(secara bergantian) yang telah digunakan sebagai solvent dalam proses
absorbsi gas CO2. Tangki yang digunakan ini memiliki kapasitas 30
Liter.
4. Gelas Ukur
Digunakan untuk mengambil sampel pada titik 4 dan 5, dimana untuk
setiap titik tersebut diambil sampel masing – masing sebanyak 60 ml.
5. Labu Erlenmeyer
Digunakan untuk menampung larutan HCl 12 M yang telah diencerkan,
dimana HCl ini nantinya akan digunakan sebagai titran dalam proses
titrasi. Selain itu labu erlenmeyer ini juga digunakan untuk menampung
larutan NaOH yang akan digunakan nantinya sebagai solvent dalam
proses absorbsi gas CO2 ini. Disamping itu labu erlenmeyer ini
digunakan dalam proses titrasi sampel dengan menggunakan larutan
HCl.
6. Labu Ukur
Digunakan untuk membuat larutan NaOH yang akan digunakan sebagai
solvent dalam proses absorbsi gas CO2. Selain itu labu ukur ini juga
4
digunakan untuk mengencerkan larutan HCl yang nantinya akan
digunakan sebagai titran pada proses titrasi.
7. Pipet Tetes
Digunakan untuk mengambil pH indikator berupa phenolpthalein dan
methyl orange yang akan digunakan pada proses titrasi.
8. Buret
Berfungsi sebagai alat titrasi, dimana alat ini dijadikan sebagai wadah
dari titran (larutan HCl) selama proses titrasi berlangsung .
9. Statif
Penyangga / penyokong bagi buret selama proses titrasi berlangsung.
10. Stopwatch
Digunakan sebagai alat untuk mengukur waktu dalam proses
pengambilan data praktikum.
1.3.2 Bahan
1. Air
Digunakan sebagai solvent dalam proses absorbsi gas CO2.
2. Larutan NaOH
Digunakan sebagai solvent dalam proses absorbsi gas CO2 selain dari
solvent air.
3. Larutan HCl
Digunakan sebagai titran (larutan pentiter) dalam proses titrasi sampel.
4. Larutan BaCl2 5% wt
Ditambahkan kedalam sampel larutan yang akan dititrasi.
5. Gas CO2
Digunakan sebagai spesi yang akan diabsorbsi pada percobaan kali ini.
6. Phenolpthalein (PP)
Digunakan sebagai pH indikator dalam proses titrasi sampel yang
diperoleh dari titik 4 dan 5.
7. Methyl Orange (MO)
Digunakan sebagai pH indikator dalam proses titrasi sampel yang
diperoleh dari titik 4 dan 5
5
1.4 Prosedur Percobaan
Dalam percobaan ini, akan dilakukan dua buah percobaan, yaitu percobaan 1
dan percobaan 2. Percobaan 1 adalah absorpsi CO2 dengan air (menggunakan
analisis gas), sementara percobaan 2 adalah absorpsi CO2 dengan NaOH
(menggunakan analisis larutan).
Prosedur titrasi :
1. Memisahkan larutan sampel S4 dan S5 pada 2 buah erlenmeyer @60
ml.
2. Erlenmeyer 1 :
Menteteskan PP (1 tetes) dan titrasi hingga warna pink hilang dengan
larutan HCl. Kemudian menteteskan MO (1 tetes) dan titrasi hingga
berubah warna dengan HCl.
3. Erlenmeyer 2 :
Menambahkan larutan BaCl2 sebanyak > 10% dari nilai T2 – T1.
Kemudian menteteskan PP (2 tetes) dan titrasi hingga titik akhir
dengan larutan HCl.
6
BAB II
LANDASAN TEORI
7
Gambar 2.1 Kolom Absorpsi.
Kolom absorpsi adalah sebuah kolom, dimana ada zat yang berbeda fase
mengalir berlawanan arah (counter current) yang dapat menyebabkan komponen
kimia ditransfer dari satu fase cairan ke fase lainnya, terjadi hampir pada setiap
reaktor kimia. Proses ini dapat berupa absorpsi gas, distilasi, pelarutan yang
terjadi pada semua reaksi kimia.
Campuran gas yang merupakan keluaran dari reaktor diumpankan
kebawah menara absorber. Didalam absorber terjadi kontak antar dua fasa yaitu
fasa gas dan fasa cair mengakibatkan perpindahan massa difusional dalam umpan
gas dari bawah menara ke dalam pelarut air sprayer yang diumpankan dari bagian
atas menara. Peristiwa absorpsi ini terjadi pada sebuah kolom yang berisi packing
dengan dua tingkat. Keluaran dari absorber pada tingkat I mengandung larutan
dari gas yang dimasukkan tadi.
Pada kolom absorpsi ini yang perlu diperhatikan adalah pada dasarnya ini
adalah alat dimana diciptakan bidang (permukaan) kontak antar fasa yang luas.
Makin luas permukaan antar fasanya makin baik. Hal ini dapat dilakukan dengan
2 cara yaitu:
Penyebaran (dispersi) cairan dalam gas
Penyebaran (dispersi) gas dalam cairan
Struktur dari absorber dapat dilihat dalam Gambar 2.2. Penjelasannya
adalah sebagai berikut :
Bagian atas:
Sebagai outlet dari gas yang telah mengalami kontak dengan absorben.
inlet dari absorben
Spray untuk mengubah gas input menjadi fase cair.
8
Bagian tengah:
Packed tower untuk memperluas bidang permukaan sentuh sehingga
memudahkan proses absorpsi.
Disini terjadi kontak antara absorben dengan fluida yang akan di absorpsi.
Bagian bawah:
Input gas sebagai tempat masuknya gas ke dalam reaktor, dan juga sebagai
outlet dari absorben untuk kemudian di-regenerasi.
9
Plate Column
Spray Column
2.3 Absorben
Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan
diabsorpsi pada permukaannya, baik secara fisik maupun secara reaksi kimia.
Absorben sering juga disebut sebagai pelarut. Persyaratan absorben adalah :
Absorben yang digunakan harus sesuai dengan senyawa yang akan
dipisahkan atau dimurnikan.
Absorben yang digunakan harus memiliki kelarutan gas harus tinggi
sehingga dapat meningkatkan laju absorpsi dan menurunkan kuantitas
absorben yang diperlukan. Umumnya, absorben yang memiliki sifat yang
sama dengan bahan terlarut akan mudah dilarutkan.
10
Absorben harus memiliki tekanan uap yang rendah karena jika gas yang
meninggalkan kolom absorpsi jenuh dengan absorben, maka akan ada
banyak absorben yang terbuang. Jika diperlukan, dapat menggunakan cairan
absorben kedua, yaitu yang volatilitasnya lebih rendah untuk menangkap
porsi gas teruapkan.
Absorben yang digunakan tidak boleh bersifat korosif karena dapat merusak
peralatan kolom absorber.
Penggunaan pelarut yang lebih murah.
Ketersediaan absorben di dalam negeri akan sangat berpengaruh terhadap
stabilitas harga dan biaya operasi secara keseluruhan.
Viskositas absorben yang rendah amat disukai karena akan terjadi laju
absorpsi yang tinggi, meningkatkan karakter flooding dalam menara, serta
perpindahan kalor yang baik.
Sebaiknya absorben tidak memiliki sifat toksik, flamable, dan sebaliknya
absorben sedapat mungkin harus stabil secara kimiawi dan memiliki titik
beku yang rendah.
11
Tekanan operasi
Peningkatan tekanan akan meningkatkan efisiensi pemisahan.
Temperatur komponen terlarut dan pelarut
Temperatur pelarut hanya sedikit berpengaruh terhadap laju absorpsi.
Kelembaban Gas
Kelembaban yang tinggi akan membatasi kapasitas gas untuk mengambil
kalor laten, hal ini tidak disenangi dalam proses absorpsi. Dengan demikian,
proses dehumidification gas sebelum masuk ke dalam kolom absorber
sangat dianjurkan.
12
pada suhu rendah dan dengan mudh dilecut (stripped) pada suhu tinggi.
Sebaliknya, soda kaustik tidak dapat digunakan walaupun sangat mudah
menyerap sulfida, namun tidak dapat dilecut dengan operasi stripping.
Volatilitas
Pelarut harus memiliki tekanan uap yang rendah karena jika gas yang
meninggalkan kolom absorpsi jenuh dengan pelarut, maka akan ada
banyak solven yang terbuang. Bila diperlukan, dapat digunakan cairan
pelarut kedua, yaitu pelarut yang volatilitasnya lebih rendah untuk
menangkap porsi gas yang teruapkan. Aplikasi bagian recovery ini
umumnya pada proses pengilangan minyak dimana terdapat menara
absorpsi hidrokarbon yang menggunakan pelarut hidrokarbon yang
cukup volatil dan di bagian atas digunakan minyak tidak volatil untuk
me-recovery pelarut utama.
Korosivitas
Material bangunan menara absorpsi sebisa mungkin tidak dipengaruhi
oleh sifat solven. Solven atau pelarut yang korosif dapat merusak
menara, sehingga diperlukan material menara yang mahal atau tidak
mudah dijumpai.
13
Harga dan Ketersediaan
Penggunaan solven yang mahal dan tidak mudah di-recovery, akan
meningkatkan biaya operasi menara absorber. Sementara itu,
ketersediaan pelarut di dalam negeri akan sangat mempengaruhi stabilitas
harga pelarut dan biaya operasi secara keseluruhan.
Viskositas
Viskositas pelarut yang sangat rendah amat disukai karena akan terjadi
laju absorpsi yang tinggi, meningkatkan karakter flooding dalam menara,
jatuh-tekan yang kecil, dan sifat perpindahan panas yang baik.
14
Gambar 2.7 Skema neraca massa pada kolom absorber.
Masuk = Keluar
Gm y1 y2 Lm x1 x2
Gm1 Lm 2 Gm 2 Lm1
Dimana,
Gm1 = Laju alir molar inlet gas
Gm2 = Laju alir molar outlet gas
Lm1 = Laju alir molar outlet liquid
Lm2 = Laju alir molar inlet liquid
x = Fraksi mol gas terlarut dalam liquid murni
y = Fraksi mol gas terlarut dalam inert gas
ln i
P
Ga Po
K OG
a AH Pi Po
15
Dimana,
KOG = koefisien transfer massa gas menyeluruh (gr.mol/atm.m2.sekon)
Ga = jumlah gas terlarut dalam liquid
a = luas spesifik (440 m2/m3)
AH = volume kolom
Pi = Fraksi mol inlet tekanan total
Po = Fraksi mol outlet tekanan total
16
Gambar 2.8 Diagram Alir Proses Amine.
17
Setelah air diabsorpsi, partikel glikol menjadi lebih berat dan tenggelam ke
bagian bawah kontaktor di mana air dimana mereka di-remove. Gas alam
yang telah kehilangan sebagian besar kadar air, kemudian dibawa keluar
dari dehydrator tersebut. Larutan glikol, yang menanggung semua air yang
diambil dari gas alam, dimasukkan ke boiler yang khusus dirancang hanya
untuk menguapkan air dari larutan . Sementara air memiliki titik didih
212oF (100oC), glikol tidak mendidih sampai 400oF (204.4oC). Perbedaan
titik didih ini membuatnya relatif mudah untuk menghilangkan air dari
larutan glikol, dan memungkinkan digunakan kembali dalam proses
dehidrasi.
18
Proses Pembuatan Asam Nitrat
Tahap akhir dari proses pembuatan asam nitrat berlangsung dalam
kolom absorpsi. Pada setiap tingkat kolom terjadi reaksi oksidasi NO
menjadi NO2 dan reaksi absorpsi NO2 oleh air menjadi asam nitrat.
Kolom absorpsi mempunyai empat fluks masuk dan dua fluks keluar.
Empat fluks masuk yaitu air umpan absorber, udara pemutih, gas proses,
dan asam lemah. Dua fluks keluar yaitu asam nitrat produk dan gas buang.
Kolom absorpsi dirancang untuk menghasilkan asam nitrat dengan
konsentrasi 60 % berat dan kandungan NOx gas buang tidak lebih dari 200
ppm.
19
BAB III
HASIL PERCOBAAN
3.1 Data Pengamatan
Percobaan 1 : Absorpsi CO2 ke dalam Air pada Packed Column
Menggunakan Analisis Gas
Sample point L1
V1 (ml) 40 ml
V2 (ml) 7.5 ml
dengan :
F1 = 6 liter/menit = 0,1 liter/sekon
F2 = 10 liter/menit = 0,17 liter/sekon
F3 = 15 liter/menit = 0,25 liter/sekon
Keterangan :
F1 : laju alir air masuk packed column
F2 : laju alir udara masuk packed column
F3 : laju alir CO2 masuk packed column
V1 : Volume CO2 dan udara pada pada analisis sample keluaran gas sisa
absorpsi (diukur dalam piston)
V2 : Volume CO2 yang terlarut dalam NaOH pada analisis sample keluaran
gas sisa absorpsi (diukur di dalam tabung liquid overspill).
20
Sampel S4 Sample S4 Sample S5 Sampel S5
T1 0.9 ml (HCl 1.1 ml (BaCl 1.1 ml (HCl + 1.3 (BaCl +
+ PP) + HCl) PP) HCl)
T2 1.3 ml 0.5 ml (MO)
(MO)
T1-T2 0.4 0.6
dengan :
F1 = 3 liter/menit = 0.05 liter/sekon
F2 = 30 liter/menit = 0.5 liter/sekon
F3 = 3 liter/menit = 0.05 liter/sekon
Konsentrasi NaOH = 0.25 M
Konsentrasi HCl = 0.2 M
Volume sampel = 60 ml
Keterangan:
T1 = volume HCl yang dibutuhkan untuk menetralisir NaOH dan
mengubah karbonat menjadi bikarbonat
T2 = total volume HCl yang ditambahkan hingga mencapai end point
kedua atau volume HCl yang digunakan untuk menetralkan basa NaOH
dan Na2CO3 dalam ml
T3 = volume asam yang ditambahkan untuk menetralkan NaOH (dalam
ml)
21
Dalam perhitungan tersebut, diasumsikan gas berperilaku sebagai gas ideal
sehingga,
22
Hasil yang didapatkan dengan satuan liter/sekon selanjutnya
dikonversikan menjadi g.mol/sekon (Ga), dengan persamaan di bawah:
Fa Pkolom mmHg 273
Ga = × ×
22.42 760 mmHg Tkolom + 273
Dengan nilai Pkolom = 760 mmHg
Tkolom = 21 0C
Maka :
0.211 760 mmHg 273
Ga = × ×
22.42 760 mmHg 21 + 273
Ga = 0.00874 g. mol/sekon
Ga = 0.5244 g. mol/menit
Diketahui:
Yi = 0,5
Yo = 0,0466
Ga = 0.001998 g. mol/sekon
s = 440 m2
π
V= × (0.075)2 × 1,4 = 0,0062 m
4
Diameter partikel bed = 0,1 dm
23
Koefisien Transfer Massa Film
π
Volum packing = × Dp 3 × jumlah bed
4
π
= × 0.13 × 8913
4
= 6.997 dm3
Ga
k′ya =
s × volum packing × Yi
0.00874
k′ ya =
440 × 6.997x10−3 × 0.595
k ′ y a = 𝟎. 𝟎𝟎𝟒𝟕𝟕 𝐠. 𝐦𝐨𝐥/𝐬 𝐦𝟑 𝐦𝐨𝐥 𝐟𝐫𝐚𝐜
Ga
k′xa =
s × volum packing × Xi
0.00874
k′ xa =
440 × 6.997x10−3 × (1 − 0.595)
k ′ x a = 𝟎. 𝟎𝟎𝟕𝟎𝟏 𝐠. 𝐦𝐨𝐥/𝐬 𝐦𝟑 𝐦𝐨𝐥 𝐟𝐫𝐚𝐜
24
Percobaan 2 : Absorpsi CO2 dalam Larutan NaOH Dengan Analisis
Larutan Cair
Inlet
1. Penentuan konsentrasi NaOH pada sampel:
𝑇3
𝐶𝑁𝑎𝑂𝐻 = × 0.2 𝑀
60 𝑚𝑙
1.3
𝐶𝑁𝑎𝑂𝐻 = × 0.2 𝑀 = 0.0043 𝑀
60
2. Penentuan konsentrasi Na2CO3 pada sampel:
𝑇3 − 𝑇2
𝐶𝑁𝑎2𝐶𝑂3 = × 0.2 𝑀 × 0.5
60 𝑚𝑙
1.3 − 0.5
𝐶𝑁𝑎2𝐶𝑂3 = × 0.2 𝑀 × 0.5
60 𝑚𝑙
𝐶𝑁𝑎2𝐶𝑂3 = 0.0013 𝑀
Outlet
1. Penentuan konsentrasi NaOH pada sampel:
𝑇3
𝐶𝑁𝑎𝑂𝐻 = × 0.2 𝑀
60 𝑚𝑙
1.1
𝐶𝑁𝑎𝑂𝐻 = × 0.2 𝑀 = 0.0037 𝑀
60
2. Penentuan konsentrasi Na2CO3 pada sampel:
𝑇2 − 𝑇3
𝐶𝑁𝑎2𝐶𝑂3 = × 0.2 𝑀 × 0.5
60 𝑚𝑙
1.3 − 1.1
𝐶𝑁𝑎2𝐶𝑂3 = × 0.2 𝑀 × 0.5
60 𝑚𝑙
𝐶𝑁𝑎2𝐶𝑂3 = 0.00033 𝑀
25
b. Penentuan absorbsi dari Na2CO3
𝐺𝑁𝑎2𝐶𝑂3 = 𝐺𝐴2 = 𝐹1 [(𝐶𝑁𝑎2𝐶𝑂3 )𝑜 − (𝐶𝑁𝑎2𝐶𝑂3 )𝑖 ]
𝐺𝐴2 = 0.05 (0.0013 𝑀 − 0.00033 𝑀)
𝐺𝐴2 = 4.85 𝑥 10−5 𝑔𝑟. 𝑚𝑜𝑙/𝑚𝑖𝑛
26
BAB IV
ANALISIS
4 Tabung Gas Sumber gas karbondioksida adalah tabung yang sangat kokoh
Karbondioksida dengan pressure gauge seperti gambar di samping. Sumber udara
tersebut tentunya berasal dari kompresor yang berfungsi
menaikkan tekanan udara sehingga udara dapat teralirkan
5 Terdapat peralatan kimia lain berupa erlenmeyer, corong, buret, gelas ukur, statif,
timbangan digital, gelas beker, dan buret. Sebagaimana dalam praktikum-praktikum
sebelumnya, alat-alat tersebut merupakan alat penunjang yang seringkali digunakan
untuk membantu kelancaran praktikum.
27
4.1.2 Analisis Bahan
NO NAMA BAHAN FUNGSI
NaOH berfungsi sebagai
absorben dari absorbat CO 2 yang
melarutkan gas CO 2 dari aliran
gas masuk kolom abssorbsi yang
tercampur dengan udara. Dalam
1 NaOH 0,2 M
penggunaan bahan ini, harus hati-
hati dan jangan sampai menyentuh
tangan karena bersifat cukup
panas dan dapat menyebabkan
iritasi. Sehingga biasanya digunakan
sarung tangan ataupun spatula untuk
HCl berfungsi sebagai larutan
menghindari kemungkinan buruk
lainnya.
standar yang digunakan dalam
titrasi sampel S4 dn S5 yang
ditambahkan dengan indikator PP
2 HCl 0,2 M
dan MO, serta setelah penambahan
BaCl2. Dalam penggunaan bahan
ini juga dibutuhkan kehati-hatian
karena apabila terkena tangan
terlalu banyak maka dapat
Air merupakan
menyebabkan iritasi pelarut universal
atau gatal-gatal.
dimana dalam percobaan ini air
3 Air digunakan sebagai media absorben
dan pelarut dalam berbagai
preparasi bahan.
28
Berfungsi sebagai indikator tercapainya
5 Indikator MO
titik akhir pada titrasi tahap lanjut
29
Analisis gas sisa yang dimaksud di sini adalah pengukuran gas CO2
yang keluar (CO2 outlet) dari kolom absorber. Gas CO2 yang keluar
ini mengindikasikan jumlah gas CO2 yang tidak terabsorbsi oleh
air.
Sedangkan jumlah gas CO2 yang terabsorbsi oleh air dapat
ditentukan dengan menghitung selisih gas CO2 yang masuk ke
dalam kolom absorber dengan gas CO2 yang keluar. Gas CO2 yang
keluar kemudian akan masuk ke dalam peralatan Hempl untuk
dianalisis lebih lanjut.
Pada peralatan Hempl, sebelum digunakan sebaiknya disterilkan
dari keberadaan gas sisa yang terdapat di sekitar absorption globe,
hal ini agar gas yang berada dalam sistem dalam keadaan vakum
sehingga gas yang akan dianalisis tidak tercampur dengan gas lain.
Pada peralatan Hempl juga terdapat piston yang akan mendorong
gas outlet, kemudian piston akan menarik sampel gas dalam jumlah
tertentu. Sampel ini merupakan gas CO2 yang tidak terabsorbsi oleh
air. Selanjutnya, piston didorong untuk memasukkan sampel gas
ke dalam absorbtion globe yang berisi NaOH 1M yang berfungsi
untuk mengabsorbsi CO2. Volume CO2 yang telah terabsorbsi oleh
larutan NaOH yang ditunjukkan oleh skala yang dalam perhitungan
digunakan sebagai jumlah CO2 pada aliran keluar. Kemudian
piston ditarik kembali, dengan tujuan untuk menghilangkan udara
yang tidak terabsorpsi oleh NaOH ke atmosfer. Hal ini karena
NaOH hanya akan mengabsorpsi CO2 saja, tidak termasuk udara.
30
terdapat pada inlet dan outletnya. Perbedaan jumlah Na2CO3 pada
inlet dan outlet ini menandakan banyaknya CO2 yang terabsorbsi
ke dalamnya. Reaksinya adalah,
CO 2 2NaOH Na 2 CO 3 H 2 O
Terdapat tambahan pengukuran jumlah Na2CO3 pada inlet. Hal ini
dilakukan karena larutan yang berasal dari inlet tidaklah NaOH
murni, terdapat kemungkinan kandungan Na2CO3 yang berasal dari
reaksi antara CO2 dan NaOH pada kolom absorber. Hal ini dapat
terjadi dikarenakan siklus tertutup yang diberlakukan pada unit ini
dengan alasan efisiensi. Oleh karena itu, untuk menghitung jumlah
Na2CO3 yang ada dilakukan proses titrasi.
Setelah 15 menit, dan dianggap bahwa telah terjadi proses absorbsi
secara steady state, praktikan mengambil sampel secara bersamaan
pada S4 yang merupakan outlet (keluar dari absorber) dan S5 yang
merupakan inlet (masuk ke dalam kolom absorber). Pengambilan
sampel yang dilakukan melebihi jumlah yang diharuskan untuk
berjaga bila terdapat kesalahan pada proses titrasi selanjutnya.
Kemudian, larutan dari masing-masing tempat tersebut dibagi
menjadi dua bagian dengan jumlah yang sama (60 ml) dan diberi
perlakuan titrasi untuk masing-masing tempat. Untuk memudahkan
pemahaman pada analisis ini erlenmeyer akan diberi nama S41, S42
dan S51, S52 .
Titrasi 1
Titrasi yang dilakukan pada erlenmeyer S41 merupakan titrasi agar
didapatkan jumlah BaCl2 yang harus ditambahkan agar seluruh
Na2CO3 mengendap sehingga didapatkan jumlah NaOH di dalam
larutan pada erlenmeyer S51. Untuk mendapatkan jumlah BaCl2
yang harus ditambahkan, maka diperlukan,
Titrasi NaOH + HCl
Untuk tahap ini sampel (S4)1 dan (S5)1 diteteskan larutan pp
sebanyak satu tetes. Larutan yang awalnya berwarna bening
31
berubah menjadi berwarna ungu. Hal ini dikarena larutan sampel
mengandung senyawa yang bersifat basa yang dideteksi sebagai
NaOH dan Na2CO3. Hal ini mengindikasikan bahwa NaOH
telah bereaksi dengan HCl menjadi NaCl dan terbentuknya
NaHCO3. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
NaOH + HCl → NaCl + H2O
Na2CO3 + HCl → NaHCO3 + NaCl
Pada titrasi ini, volume HCl yang dibutuhkan untuk menetralkan
NaOH dan mengubah Na2CO3 menjadi NaHCO3 disebut dengan
volume T1. Setelah titrasi tahap satu ini, larutan akhir yang
berwarna bening kemudian mengalami titrasi tahap dua.
Titrasi Na2CO3 + HCl
Tujuan dari titrasi ini adalah untuk mendeteksi terbentuknya
H2CO3, oleh karena itu digunakan indikator methyl orange yang
trayek pH indikatornya berada di daerah asam. Ketika diteteskan
methyl orange warna sampel menjadi orange.
Pada kondisi ideal, setelah sampel dititrasi dengan HCl warna
sampel berubah menjadi merah muda. Hal ini menunjukkan
bahwa H2CO3 telah terbentuk. Dan volume HCl yang
dibutuhkan untuk mengubah NaHCO3 menjadi H2CO3 disebut
dengan volume T2. Akan tetapi, pada percobaan yang kami
lakukan, perubahan warna yang terjadi kurang signifikan
sehingga kami hanya mencatat volume saat larutan sedikit
berubah warna. Hal ini dikarenakan terdapatnya pengotor atau
zat-zat lain yang mengganggu proses titrasi.
Titrasi 2
Untuk titrasi 2 ini digunakan sampel (S4)2 dan (S5)2. Pada proses
ini, sebelum dititrasi dengan HCl, masing-masing sampel
ditambahkan dengan BaCl2. Volume BaCl2 yang ditambahkan
bervariasi, bergantung dari volume untuk titrasi tahap satu dan dua.
32
Penambahan BaCl2 ini dimaksudkan agar terjadi pengendapan
Na2CO3 ketika bereaksi dengan BaCl2 dengan reaksi sebagai
berikut :
Na2CO3 + BaCl2 → BaCO3 + 2 NaCl
Pengendapan Na2CO3 dimaksudkan agar dalam proses titrasi ini
volume HCl yang dibutuhkan hanya untuk menetralkan NaOH
sehingga HCl tidak bereaksi dengan Na2CO3. Setelah ditambahkan
BaCl2 kemudian ditambahkan larutan pp sebagai indikator.
Kemudian NaOH dititrasi dengan menggunakan HCl menurut
reaksi :
NaOH + HCl → NaCl + H2O
Volume HCl yang dibutuhkan untuk menetralkan NaOH disebut
dengan volume T3. Dari volume T3 ini dapat diperoleh konsentrasi
NaOH sisa yang tidak bereaksi membentuk Na2CO3 pada reaksi :
2 NaOH + CO2 ⇌ Na2CO3 + H2O
33
𝐆𝐚 = 𝟎. 𝟎𝟎𝟖𝟕𝟒 𝐠. 𝐦𝐨𝐥/𝐬𝐞𝐤𝐨𝐧
34
dengan laju terbentuknya Na2CO3 dimana perbedaan tersebut tidak
mengikuti teori seharusnya dengan perbandingan 2:1. Laju
terbentuknya NaOH adalah 1.5 x 10-5 gmol/min sedangkan laju
pembentukan Na2CO3adalah 4.8 x 10-5 gmol/min.
Perbedaan itu dapat disebabkan oleh belum tercapainya kondisi
steady saat dilakukan pengambilan sampel. Selain itu, pengambilan
sampel sebaiknya dilakukan beberapa kali sehingga dapat diketahui
tren laju pemakain NaOH dan laju pembentukan Na2CO3, karena
dalam hal ini belum tentu konversi dari CO2 adalah 100%.
35
bereaksi dengan air, hal ini dikarenakan energi deaktivasi Gas
CO2 cukup tinggi untuk berikatan dengan air. Untuk itu,
analisis larutan seharusnya dapat mengabsorbsi gas CO2 yang
lebih besar.
Namun, pada hasil percobaan ini terjadi sebaliknya. Hal ini
dapat dikarenakan, pada analisis gas kondisi yang ditinjau
hanya inlet dan outlet, tanpa melalui tahap titrasi seperti
analisis larutan. Dikarenakan proses analisis gas yang
sederhana, laju absorbsi yang didapatkan juga kurang
terkoreksi sehingga menghasilkan jumlah yang lebih besar.
Sedangkan pada analisis larutan, kondisi yang ditinjau berupa
inlet dan outlet, dan 2 tahap titrasi, sehingga banyak
kandungan gas CO2 yang terkoreksi sehingga menghasilkan
laju absorbsi yang lebih kecil.
4.4 Analisis Kesalahan
Berdasarkan hasil pengolahan data, dapat dilihat bahwa data yang
didapat masih kurang sesuai dengan teori yang ada. Hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
Kesalahan pada alat
Aliran air yang kurang merata ke seluruh bagian dari packed column.
Air terkadang hanya mengalir pada pinggir atau tengah kolom.
Penentuan waktu apakah kondisi packed column telah steady yang
kurang tepat. Hal itu disebabkan praktikan mengalami kesulitan untuk
melihat apakah aliran air telah merata.
Kemungkinan adanya kebocoran pada saluran pipa, sehingga laju alir
yang terbaca pada flowmeter menjadi berkurang keakuratannya.
36
Saat melakukan penggambilan sampel S4 dan S5 tidak benar-benar
pada waktu yang bersamaan sehingga juga mempengaruhi konsentrasi
NaOH dan Na2CO3 yang diperoleh.
37
BAB V
KESIMPULAN
38
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1995. Petunjuk Praktikum Proses & Operasi Teknik II. Depok :
Departemen Gas & Petrokimia Fakultas Teknik
Treyball, Robert E. 1981. Mass Transfer Operations. New York : McGraw-Hill
Gozan, Misri. 2006. Absorpsi, Leaching dan Ekstraksi pada Industri Kimia.
Jakarta : UI Press
39