Anda di halaman 1dari 5

Rosanno Hanif

111911130000075
HI – 2C

TUGAS RESUME

“ISLAM, DIPLOMASI, DAN NEGOSIASI”

Diplomasi secara umum merupakan sebuah tatanan dalam cara untuk mengatur hubungan
atas negosiasi yang berkelas Internasional, dimana dengan cara memilih beberapa orang dari
negara asalnya masing-masing untuk menjadi seorang diplomat atau duta besar secara resmi, jadi
dengan kata lain diplomasi ialah alat atau seni dalam bernegosiasi yang dipakai oleh para
diplomat-diplomat untuk menjalankan tugasnya begitu juga sebaliknya dengan duta besar
dimana ia di utus oleh negara agar tinggal di negara tempat ia bertugas untuk menjaga
masyarakatnya.

Adapun pengertian diplomasi islam sendiri disini adalah segalah sesuatu yang berbauh
atau bersubtansi yang kaffa dalam ajaran islam dan berjalan sesuai dengan syariat-syariat islam
yang telah di tetapkan oleh Allah SWT di lain sisi baik itu dari segi hukum, pemberian sanksi,
metode berbicara, dan lain-lain yang mana semua itu sudah tertera dalam kitab suci al-qura'an
dan hadits.

Diplomasi dalam hubungan internasional, sudah dilakukan oleh setiap negara yang
diberlakukan sebagai media untuk meningkatkan relasi antar-negara, mempromosikan kehadiran
negara, atau sekedar sebagai sarana untuk memperluas pengaruh negara terhadap negara lain
untuk memenuhi national interest nya.

Diplomasi adalah seni dalam melaksanakan politik internasional yang bisa menjadi
sarana untuk mencapai kepentingan masing-masing negara yang dapat digunakan sebagai state
branding negara sehingga menciptakan citra yang baik dari suatu negara. Diplomasi diidentikan
dengan sebagai soft power (persuasi lunak) atau pelaksanaan perjanjian non-fisik dan
menggunakan seni bertutur kata.
1. Norma Diplomasi dan Negosiasi dalam Islam

Dalam sejarah Islam, diplomasi sangat sering dilakukan terutama dalam kekhilafahan,
Islam menyandarkan kepada aqidah Islam itu sendiri karena hal tersebut tidak bisa terlepas dari
metode Islam untuk menjaga dan menyebarkan mabda’ Islam yaitu dakwah dan jihad. Dalam
Islam, ada diplomasi pada masa nabi Muhammad SAW disebut dengan “diplomasi bersih”.
Dalam membandingkan diplomasi pada masa para nabi dengan apa yang dipahami saat ini
dibutuhkan beberapa penjelasan. Apa yang dimaksud diplomasi pada masa modern ini adalah
diplomasi sebagai sebuah manajemen hubungan negosiasi internasional dengan cara pengiriman
duta besar dan utusan resmi negara. Jadi dalam arti lain diplomasi adalah bisnis dan seni bagi
para diplomat. Teori ini pernah ditulis oleh Tulus wasito dan Surwandono berjudul “Diplomasi
Bersih dalam Perspektif Islam”. Dalam penulisan tersebut berkaitan pada pelaksanaan dipomasi
yang harus sesuai ajaran dan diidealkan. Teori ini terkait dengan konsistensi tanggung jawab
kepada umat sesuai pada sumbernya yaitu Al-Quran dan Hadist

Adapun pengertian diplomasi dalam islam yaitu segala sesuatu yang berbau atau
bersubstansi yang kaffa dalam ajaran Islam dan berjalan sesuau dengan syariat-syariat islam
yang sudah dilampirkan oleh Allah SWT baik dari segi hukum, sanksi, dan lain-lain dimana
semua itu sudah tertera dalam Al-Quraan dan Hadist. Pada masa pra Islam, diplomasi terbatas
hanya pada bidang yang dianggap tanpa pertimbangan yang mendalam. Sumbangan Islam dalam
diplomasi adalah dengan penggabungan etika dan moral sehingga menaru dasar bagi cara-cara
diplomasi. Islam juga membahas isu-isu diplomasi untuk berkaitan dengan tahanan perang,
Kerjasama internasional untuk kebaikan umat manusia.

Berdasarkan pengertian diplomasi bersih, diplomasi tidak hanya memprioritaskan


kepentingan para golongan atas saja, tetapi lebih mengutamakan kepentingan umat manusia dan
manfaatnya bagi semua pihak. Dalam hukum Islam, Ketika kita melakukan negosiasi dan
diplomasi dalam keadaan perang ataupun damai, hak-hak bagi pihak musuh pun tetap
diperhatikan dan harus dipenuhi sesuai ajaran Al-Quran. Dalam hukum internasional, segala
peraturan dibuat dengan seadil-adilnya. Aturan ini tidak hanya berlaku bagi negara-negara
khusus Islam, tetapi juga negara yang mayoritas non-muslim. Pada zaman nabi Muhammad
SAW, perjanjian pertama yang dilakukan adalah Piagam Madinah. Yaitu merupakan
kesepakatan pertama dalam Islam yang ditandatangani oleh beliau dan memebentuknya secara
konsep sebuah negara yang berdasarkan keimanan.

2. Prinsip Negosiasi dalam Islam

Pada dasarnya kehidupan adalah arena diplomasi, jadi setiap orangpun merupakan diplomasi
dalam stratifikasi dan lingkungannya masing-masing dari mulai skala mikro seperti individu,
hingga skala makro yaitu hubungan antar Negara. Selain kata diplomasi, terdapat beberapa kata
lainnya yang serumpun, yakni negosiasi dan lobby.

Dalam kehidupan setiap orang selalu mempunyai hasrat dan keinginan, hanya beberapa
persen saja yang terealisasilkan, dan sangat tergantung pada kemampuannya dalam bernegosiasi
atau berdiplomasi. Kenapa disini negosiasi atau diplomasi menjadi faktor utama, bukannya
faktor finansial atau yang lainnya. Sebab bagaimanapun manusia bukan sekedar mahluk ekonomi
(Homo economicus), tetapi disamping itu merupakan mahluk sosial. Walaupun arena kehidupan
merupakan arena tawar-menawar, tetapi di atas semuanya berlaku moral dan etika, dan harus
diikutsertakan dalam tawar-menawar tersebut.

Dalam konsep Islam terdapat apa yang dinamakan Hablumminannas, yakni suatu kewajiban
untuk berbuat baik dan amal kepada sesama manusia. Berbuat amal adalah memberikan
keuntungan atau kebaikan pada orang lain. Apakah kita juga mendapatkan keuntungan dari
perbuatan amal tersebut ? Menurut konsep Islam, jawabannya "ya", beramal merupakan investasi
yang akan menghasilkan keuntungan, terutama disisi Allah. Termasuk dalam bernegosiasi dan
berdiplomasi sebisa mungkin yang mendapatkan keuntungan adalah dari kedua belah pihak.

Diplomasi negara Islam dengan negara lain dilaksanakan dengan beberapa prinsip berikut
ini:
a) Berlandaskan kepada aqidah Islam
b) Berorientasi dalam rangka mengemban dakwah Islam, maka perjanjian apapun
akan  diarahkan untuk kepentingan penyebaran ideologi Islam.
c) Tidak dilakukan perang dengan negara lain kecuali sebelumnya sudah disampaikan
dakwah  Islam
d) Menyerukan negara kufur untuk memeluk agama Islam sekaligus menerapkan
system  Islam.
e) Jika menolak untuk memeluk Islam, maka diserukan untuk tunduk kepada system
Islam  yang dibuktikan dengan membayar jizyah tanpa dipaksa untuk memeluk Islam.
Secara de  facto dan de jure wilayah ini menjadi bagian dari daulah khilafah, sehingga
negara Islam  akan menerapkan syari’ah Islam di negeri ini.
f) Jika menolak keduanya maka perang menjadi alternatif terakhir dalam kebijakan
luar  negeri daulah Islam.

3. Praktik Diplomasi dan Negosiasi yang Islami oleh Diplomat Muslim

Dalam Islam, Nabi Muhammad SAW adalah seorang diplomat muslim pertama dan yang
sebaik-baiknya dalam menjalankan amanahnya. Rasululah menggunakan dan mencapai tujuan
dengan cara diplomatik yaitu dengan menggunakan negosiasi, mediasi, dan konsiliasi. Salah
satunya yang dilakukan oleh beliau yakni dengan Piagam Madinah dan perjanjian Hudaibiyah.
Dalam pernyataan itu, beliau menyatkaan bahwa jika terjadi suatu perselisihan, maka pihak yang
terlibat konflik didalamnya harus mengembalikan semua persoalannya keada Rasulullah SAW

Selain piagam Madinah terdapat perjanjian tertulis lain antara kaum muslim Madinah dan
kaum musyrikin mekkah, yaitu perjanjian hudaibiyah. Perjanjian yang ditandatangani di lembah
Hudaibiyah, pinggiran Mekah, ini terjadi pada tahun ke-6 setelah Rasulullah hijrah dari Mekah
ke Madinah. Pada saat itu rombongan kaum Muslimin yang dipimpin langsung oleh Nabi
Muhammad SAW hendak melakukan ibadah haji. Namun mereka dihalang- halangi masuk ke
Mekah oleh kaum musyrik Quraisy warga Mekah. Rasulullah pun mengajak mereka bernegosiasi
sampai akhirnya kedua belah pihak sepakat untuk mengadakan perjanjian damai.

Pada masa Khulafaur Rasyidin, tradisi penulisan surat sebagai media diplomasi
dipertahankan oleh keempat khalifah. Sejarah mencatat langkah diplomatik cerdas dari Umar bin
Khatab melalui kebijakan Land Reform dalam rangka membebaskan rakyat jajahan imperium
Romawi dan Persia. Sang Khalifah membuat kebijakan perihal tanah milik petani Qibthi tidak
berstatus sebagai "ghanimah" atau harta rampasan perang. Bahkan, Umar mengembalikan hak
kepemilikan tanah itu kepada kaum Qibthi walaupun pemiliknya beragama Kristen. Ia
berdiplomasi dengan menggunakan instrumen ekonomi dengan para petani Qibthi. Tak hanya
dalam bidang politik, diplomasi juga dilakukan dalam urusan perniagaan. Para khalifah telah
mengirimkan utusan niaga ke berbagai wilayah, bahkan hingga ke Kekaisaran Tiongkok. Tokoh
diplomat yang paling terkenal dari Dinasti Umayyah adalah Muawiyah bin Abi Sufyan (41-
60H) dalam sejarah peradaban Islam. Muawiyah tampil sebagai penguasa pertama yang
mengubah sistem pemerintahan dalam Islam, dari sistem pemerintahan yang bersifat demokrasi
mufakat kepada pemerintahan monarki absolut.

Anda mungkin juga menyukai