Anda di halaman 1dari 10

1.

Bagaimana penggolongan hukum menurut sumbernya menetapkan aturan atau sanksi


dalam pelanggaran kerusakan lingkungan dalam skala internasional?
Jawaban:

Penggolonngan hukum berdasarkan sumbernya dalam masyarakat internasional


disetujui dalam sebuah perjanjian atau traktat atas kesepakatan negara-negara. Dalam
menetapkan aturan atau sanksi akan kerusakan lingkungan traktat memuat perjanjian
bersama akan kerusakan yang ditimbulkan dalam skala internasional. Misalnya, dalam kasus
pertanggung jawaban kapal MV Caledonian Sky asal Inggris yang menyebabkan kerusakan
atas terumbu karang yang berada di Raja Ampat saat akan berlayar menuju Manila.
Kecelakaan yang terjadi oleh kapal asal Inggris tersebut telah memberikan kerugian bagi
lingkungan terumbu karang Indonesia yang kaya akan biota laut. Untuk itu, berdasarkan
pengaturan tentang terumbu karang yang diatur dalam UNCLOS (United Nation Convention
The Law Of The Sea) 1982 dan dalam hukum nasional di bahas dalam Undang-Undang
Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 2004, serta
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-
Pulau Kecil. Indonesia berhak untuk meminta pertanggung jawaban atas kerugian yang di
dapat, sebagaimana Indonesia bergabung dalam meratifikasi UNCLOS.

(http://www.un.org/Depts/los/reference_files/chronological_lists_of_ratifications.htm)

logo UNCLOS Penampakan Kapal MV Caledonia Sky


2. Bagaimana hukum material berdasarkan cara mempertahankannya dapat berlaku secara
umum bagi masyarakat internasional?
Jawaban:

Hukum material merupakan hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur


kepentingan dan hubungan berbentuk perintah dan larangan. Misalnya, hukum pidana,
hukum perdata, hukum dagang, dan lain-lain. Dalam hukum perdata, misalnya pengaturan
ketenagakerjaan masyarakat dalam suatu negara di negara lain yang diatur dalam ILO
(Organisasi Perburuhan Internasional) yang merupakan badan PBB yang bertugas dalam
mempromosikan hak-hak kerja seperti, TKI yang bekerja di luar negeri. ILO menciptakan
standar-standar dalam bentuk konvensi dan rekomendasi yang berdasarkan pada perjanjian-
perjanjian dan tunduk pada ratifikasi negara anggota, sebagaimana untuk mengatur
ketenagakerjaan yang aman, bermartabat, dan setara. Sehingga, hukum material tersebut
dapat untuk diterima oleh masyarakat secara internasional. Contoh: ILO dalam Konvesi
No.189 dan Rekomendasi No. 201 tentang kerja layak untuk pekerja rumah tangga
(https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-
jakarta/documents/publication/wcms_174631.pdf)

1. Salah satu dari penggolongan hukum berdasarkan bentuknya, yaitu hukum


tertulis yang dikodifikasikan. Kemudian bagaimanakah KUH Dagang yang
merupakan contoh dari hukum tertulis yang dikodifikasikan dalam mengatur
perdagangan bebas yang kian marak di dunia internasional?

Indonesia dalam pengembangan berbagai kontrak dagang internasional tentu saja mempunyai
pengaruh terhadap perkembangan hukum nasional yang mengatur kegiatan perdagangan
internasional. Satu hal yang nyata adalah tidak berkembangnya prinsip maupun aturan hukum
nasional karena masih mengacu kepada peraturan perundangan yang sudah sangat lama
(misalnya KUHPerdata dan KUHDagang) yang pada beberapa ketentuannya sudah tidak
sesuai dengan perkembangan maupun modernisasi kegiatan perdagangan internasional.
Aturan dagang internasional merupakan hukumnya para pedagang atau law among merchants
atau lex mercatoria, sehingga kebiasaan-kebiasaan dan praktek yang berlaku dan diakui
dalam kegiatan perdagangan internasional juga diakui dalam berkontrak. Hukum
dagang adalah ilmu yang mengatur hubungan antara suatu pihak dengan pihak lain yang
berkaitan dengan urusan-urusan dagang. Adanya kasus-kasus tentang gagalnya negara dalam
memberikan perlindungan bagi warganya, terutama dalam perdagangan bebas telah menjadi
momok bagi rakyat. Rakyat yang tidak mampu bersaing dalam perdagangan bebas, pada
akhirnya hanya menjadi penonton dan tidak memainkan peranan sebagai pemain yang dapat
mereguk keuntungan.

Salah satu contohnya di sini adalah, peran negara Indonesia yang merupakan negara
berhukum, dapat melindungi masyarakatnya dalam menyambut Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) 2015. Bentuk perlindungan negara adalah dengan membuat regulasi yang
dapat memproteksi warganya. Namun, hal ini tidak dapat dilakukan karena keterikatan setiap
negara pada Konvensi Internasional, termasuk bahwa setiap negara tidak boleh melakukan
hambatan (barrier) terhadap perdagangan. Kesiapan regulasi juga perlu dipertimbangkan
dalam menghadapi MEA 2015 dan hal itu tidak boleh keluar dari cita-cita perlindungan
negara terhadap warga. Dengan membuat regulasi yang benar-benat matang, seperti tidak
kakunya KUH Dagang dan dapat memfleksibelkan seiring dengan arus globalisasi yang
semakin menerpa.

Upaya lain yang dapat dilakukan adalah menciptakan perdagangan yang sehat dan iklim
usaha yang kondusif; reformasi kebijakan pendukung investasi, pengembangan kawasan
perdagangan bebas dan kawasan ekonomi khusus, dan peningkatan pelayanan perizinan
perdagangan bagi dunia usaha. Selain itu, dapat dilakukan juga tindakan pengamanan produk
dalam negeri dan pengawasan terhadap barang beredar dan jasa, serta dengan menerapkan
Early Warning System terhadap kemungkinan terjadinya lonjakan impor. Hal ini dibarengi
juga dengan peningkatan ekspor yang akan memperbesar volume perdagangan yang pada
akhirnya akan menguntungkan neraca perdagangan. Penetapan UU Nomor 39 Tahun 2009
tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dapat juga dipahami sebagai upaya pemerintah
tersebut. Dengan kesiapan dan upaya negara ini, maka tugas negara dalam mencapai
kesejahteraan warga akan mudah terwujud.
2. Hukum internasional merupakan salah satu penggolongan hukum yang
berdasarkan tempat berlakunya. Dalam konteks ini, bagaimana ketaatan
masyarakat internasional terhadap hukum internasional itu sendiri?

Hukum internasional, yakni hukum yang berguna untuk mengatur hubungan hukum antar
negara di dalam hubungan internasional. Hukum internasional ini berlaku secara universal.
Artinya, dapat berlaku secara keseluruhan terhadap negara-negara yang mengikatkan diri
dalam perjanjian internasional (traktat) tertentu dan dapat juga mengikat negara lain yang
tidak termasuk dalam perjanjian tersebut.

Sebagaimana dikemukakan aliran hukum positif, dasar kekuatan mengikatnya HI (Hukum


Internasional) adalah kehendak negara. Meskipun lebih konkrit dibandingkan apa
yangdikemukakan aliran hukum alam namun apa yang dikemukakan aliran inipun memiliki
kelemahan yakni bahwa tidak semua HI memperoleh kekuatan mengikat karena kehendak
negara. Banyak sekali aturan HI yang berstatus hukum kebiasaan internasional ataupun
prinsip hukum umum yang sudah ada sebelum lahirnya suatu negara. Tanpa pernah
memberikan pernyataan kehendaknya setuju atau tidak setuju terhadap aturan tersebut,
negara-negara yang baru lahir tersebut akan terikat pada aturan internasional itu.
Pasca perang dunia pemikiran ketaatan pada HI semakin berkembang. James Brierly ahli
hukum internasional menyatakan mengapa negara taat pada HI adalah untuk menjaga
reputasi masing-masing di tingkat internasional serta tumbuhnya solidaritas untuk terciptanya
ketertiban dan perdamaian dunia. Gerald Fitzmaurice, dalam tulisannya “The Foundations of
the Authority of International Law and the Problem of Enforcement” menyimpulkan bahwa
ketaatan negara pada hukum internasional bukanlah karena persetujuan atau kehendak pribadi
masing-masing negara yang menciptakan kewajiban. Alasan mendasar ketaatan itu adalah
adanya otoritas hukum internasional. Fakta menunjukkan bahwa negara-negara membuat
masyarakat internasional mengakui kekuatan mengikat suatu aturan hukum, otomatis berlaku
pada mereka, tanpa memperhatikan kehendak masing-masing negara.

Demikianlah Fitmaurize menyimpulkan dari pendapat-pendapat pakar hukum sebelumnya,


khususnya aliran positivis, bahwa mengikatnya hukum internasional adalah karena kehendak
bersama negara yang timbuh dari rasa kebersamaan atau solidaritas dan diwadahi serta
mendapat legitimasi dari organisasi internasional. Dalam upaya mempelajari secara
mendalam ketaatan negara pada hukum internasional, khususnya perjanjian internasional,
Chayeses menganalisa mengapa negara taat dan sebaliknya mengapa negara tidak taat pada
perjanjian internasional. Chayeses berhasil menyimpulkan bahwa ketidaktaatan disebabkan
ketidakjelasan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian yang menimbulkan multitafsir
(ambiguity), ketidakpastian (indeterminacy), juga berbagai pembatasan yang dilakukan
perjanjian yang menjadikan negara peserta kesulitan untuk melaksanakan kewajibannya.23
Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan Martin Dixon bahwa ketidaktaatatan yang
terjadi dalam praktek hubungan internasional lebih sering dikarenakan ketidakjelasan dalam
sumber hukum internasional itu sendiri sehingga menimbulkan multitafsir daripada
kesengajaan negara untuk melanggar hukum internasional.
Untuk menumbuhkan ketaatan negara pada hukum internasional, Chayes mencontohkan 2
alternatif solusi yang saling bertentangan. Yang pertama melalui enforcement mechanism
yang menerapkan banyak sanksi seperti sanksi ekonomi, sanksi keanggotaan sampai ke
sanksi unilateral. Terhadap mekanisme pertama ini Chayes berhasil menyimpulkan bahwa
penerapan mekanisme ini tidak efektif, membutuhkan biaya tinggi, dapat menimbulkan
masalah legitimasi dan justru banyak menemui kegagalan. Alternatif kedua yang ditawarkan
Chayes adalah management model, dimana ketaatan tidak dipacu oleh berbagai kekerasan
atau sanksi tetapi melalui melalui model kerjasama dalam ketaatan, yaitu melalui proses
interaksi dalam justification, discourse and persuasion. Kedaulatan tidak lagi bisa ditafsirkan
bebas dari intervensi eksternal, tetapi kebebasan untuk melakukan hubungan internasional
sebagai anggota masyarakat internasional. atau otonomi pemerintahan. Dengan demikian
kedaulatan yang baru (the new sovereignty) tidak hanya terdiri dari kontrol wilayah atau
otonomi pemerintah tetapi juga pengakuan status sebagai anggota masyarakat bangsa-bangsa.
Ketaatan pada hukum internaisonal tidak lagi semata karena takut akan sanksi tetapi lebih

pada kekhawatiran pengurangan status melalui hilangnya reputasi sebagai anggota


masyarakat bangsa-bangsa yang baik.

1. Jelaskan penggolongan hukum dilihat dari salah satu sumbernya,


traktat. Kemudian, apa kaitannya dalam ranah hubungan
internasional?
Jawab: Hukum dilihat dari salah satu sumbernya, traktat, yaitu
hukum dibentuk berdasarkan suatu perjanjian antar negara yang
ditetapkan oleh dua negara atau lebih. Perjanjian terjadi karena
adanya kesepakatan dari kedua belah pihak (negara) yang
mengakibatkan pihak-pihak tersebut terikat dengan isi perjanjian
yang dibuat. Trakat ini juga mengikat warga negara dari negara-
negara yang bersangkutan. Hukum yang bersumber pada traktat
dapat dijadikan hukum formal jika memenuhi syarat formal
tertentu, misalnya dengan proses ratifikasi. Dalam tatanan
hubungan internasional, hukum yang bersumber pada traktat
contohnya adalah Konvensi Hukum Laut Internasional atau
UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea).
Konvensi ini dianggap telah mewujudkan satu kesatuan wilayah
sesuai dengan Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957. Kepulauan
Indonesia sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya
dan pertahanan keamanan tidak lagi sebatas klaim sepihak
pemerintah Indonesia.

2. Berdasarkan isinya, hukum publik terbagi menjadi beberapa


macam, salah satunya adalah hukum internasional. Dalam hukum
internasional, hukum terbagi menjadi dua kategori: hukum publik
internasional dan hukum perdata internasional. Jelaskan pengertian
masing-masing keduanya dan kaitannya dalam ranah hubungan
internasional.
Jawab: hukum publik internasional adalah keseluruhan kaidah-
kaidah hukum yang mengatur hubungan antar negara. Hukum
publik internasional lazim disebut hukum internasional saja. Contoh
hukum publik internasional adalah Konvensi Den Haag adalah
perjanjian internasional sebagai hasil perundingan yang dilakukan
dalam konferensi-konferensi perdamaian internasional di Den
Haag, Belanda: Konvensi Den Haag Pertama (1899) dan Konvensi
Den Haag Kedua (1907). Contoh lainnya yaitu dalam upaya
penyelesaian sengketa internasional, PBB sejak tahun
1945, melarang penggunaan kekuatan dan juga ancaman
penggunaan kekuatan dalam konflik internasional. Dewan
Keamanan PBB berdasarkan Pasal 24 dan 25 dan Bab VII Piagam
PBB dapat mengizinkan tindakan kolektif untuk mempertahankan
atau menegakkan perdamaian dan keamanan internasional. Pasal
51 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga menyatakan
bahwa negara punya hak untuk mempertahankan diri jika
serangan bersenjata telah terjadi.

hukum perdata internasional adalah hukum yang mengatur


hubunggan hak warga negara satu dengan warga negara lain
dalam hubungan internasional. Contohnya Konvensi Den Haag
1980 tentang Aspek Perdata dari Penculikan Anak secara
Internasional dan Konvensi Den Haag 1980 tentang Tanggung
Jawab Parental dan Perlindungan terhadap Anak.
1. Dalam penggolongan hukum yang dibentuk berdasarkan bentuknya, terdapat hukum tidak
tertulis yang tidak dikodifikasikan. Dalam hukum tersebut apa peranan hukum tidak
tertulis yang tidak dikodifikasikan dalam mengembangkan tata hukum pemerintahan di
Indonesia?

= Meskipun hukum tidak tertulis bersifat tidak konsisten, dikarenakan hukum tidak
tertulis peraturannya dapat berubah sewaktu-waktu sesuai keadaan dan kepentingan yang
menghendakinya. Hukum golongan ini tetap bisa berkontribusi dengan penataan hukum
negara,
yaitu bisa berupa konvensi ketatanegaraaan
Konvensi atau hukum tidak tertulis diakui didalam Undang Undang Dasar 1945 di dalam
penjelasan umum hal itu dapat diperhatikan sebagai berikut :
a. Undang-Undang dasar suatu negara hanya sebagian dari hukum dasar negara itu.
Undang-Undang dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang disamping Undang-
Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan
dasar yang timbul danterpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara meskipun
tidak tertulis.
b. Memang untuk menyelidiki hukum dasar suatu negara, tidak cukup hanya
menyelidiki pasal-pasal Undang-Undang Dasarnya saja, akan tetap harus menyelidiki
juga bagaimana prakteknya dan bagaimana suasana kebatinan Undang-Undang Dasar
itu.
Dari penjelasan diatas, kita bisa mengetahu bahwa UUD 1945 itu sendiri juga mengakui
penetapan hukum tidak tertulis. Karena hukum tidak tertulis merupakan praktek dan juga
keputusan-keputusan para pejabat administrasi negara. Konvensi hukum ini merupakan
hal yang penting, mengingat tata hukum pemerintahan itu suatu saat akan bergerak dan
seringkali ditolak bahkan dituntut perubahannya oleh situasi tertentu. Tuntutan situasi
inilah yang sering terjadi dan sulit untuk diimbangin dengan keberadaan hukum tertulis.
Karena itu, diperlukan adanya Lembaga konvensi yang berperan untuk mengatur hukum
tidak tertulis.
pemerintahan.Muchsan dalam bukunya “Pengantar Hukum Adminitrasi Negara” member
contoh
-Gerakan Penghijauan kota yang pernah diberlakukan oleh Gubernur DKI Jakarta,
merupakan hasil konvensi karena kemudian dicontoh oleh gubernur-gubernur lain. Alat
administrasi negara atau aparatur pemerintahan mempunyai tugas untuk melaksanakan
apa yang menjadi tujuan dari sebuah undang-undang. Dalam rangka untuk melaksanakan
fungsinya, maka aparatur pemerintahan itu menghasilkan berbagai keputusan untuk
menyelesaikan suatu masalah konkrit yang terjadi berdasarkan peraturan hukum yang
memiliki sifat abstrak. Karena mengeluarkan keputusan inilah, timbul praktek
administrasi negara kebiasaan atau konvensi
Berikut contoh lain konvensi ketatanegaraan yang terjadi di Indonesia :
o Tap MPR No.1/MPR/1983 tentang mempertahankan UUD 1945 dan
diperkenalkannyareferendum dalam sistem ketataegaraan Republik Indonesia.
o Praktik Musyawarah mufakat yang dilakukan oleh lembaga tinggi negara Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
o Penjelasan Presiden terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dihadapan DPR.
o Adanya menteri Negara non departemen dan pejabat negara setingkat menteri

Anda mungkin juga menyukai