BAB I
PENDAHULUAN
A. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menangani binatang percobaan.
2. Mahasiswa mampu menghitung dosis pemberian pada binatang
percobaan.
B. Latar Belakang
Farmakologi atau yang biasa disebut “ilmu khasiat obat” adalah ilmu yang
mempelajari pengetahuan obat dalam seluruh aspeknya baik sifat kimiawinya,
fisikanya, kegiatan fisiologinya, resoprsi, dan nasipnya dalam organisme
hidup. Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi yaitu cara
membuat, memformulasi, menyimpan dan menyediakan obat (Sudjadi, 2007).
Penggunaan hewan percobaan pada penelitian kesehatan banyak dilakukan
untuk uji kelayakan atau keamanan suatu obat untuk penelitian yang
berkaitan dengan suatu penyakit. Berdasarkan hal itu maka hewan percobaan
yang digunakan harus sehat atau bebas dari mikroorganisme patogen
sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan (Ridwan Endi, 2013).
Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam pemanfaatan
bingatang percobaan, yang pertama adalah kesehatan binatang percobaan
(bebas dari sakit) agar tidak mengacaukan hasil percobaan atau penelitian.
Yang kedua pemilihan binatang percobaan harus sesuai dengan tujuan
penelitian, diperlukan pengetahuan mengenai anatomi, biologi, reproduksi,
nutrisi, genetik, penyakit serta prosedur bedah yang bervariasi antar spesies.
Yang ketiga adalah kebutuhan makanan tiap binatang percobaan yang
bervariasi tergantung pada perbedaan anatomi fisiologi serta behaviornya.
Selain itu masa pertumbuhan, reproduksi dan laktasi turut menentukan variasi
bahan makanan yang dibiutuhkan (Kusumawati. 2004).
Hewan percobaan tersebut digunakan sebagai uji praktik untuk penelitian
pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Dalam praktikum kali ini
2
C. Tinjauan Pustaka
Hewan percobaan yang digunakan dilaboratorium tidak ternilai jasanya
dalam penilaian efek, toksisitas, dan efek samping serta keamanan dari
senyawa bioaktif. Hewan percobaan merupakan kunci didalam
pengembangan senyawa bioaktif dan usaha-usaha kesehatan (Malole,1989 ).
Hewan percobaan yang sering digunakan yakni mencit (Mus musculus),
tikus putih (Rattus norvegicus), kelinci (Orytolagus cuniculus), dan hamster.
Sekitar 40-80% penggunaan mencit sebagai model laboratorium karena siklus
hidupnya yang relatif pendek, jumlah anak perkelhiran banyak, variasi sifat-
sifatnya tinggi, mudah ditangani, dan sifat anatomis dan fisiologisnya
terkarakterisasi dengan baik. Mencit dapat hidup sampai 1-3 tahun tetapi
terdapat perbedaan usia dari berbagai galur terutama berdasarkan kepekaan
terhadap lingkungan dan penyakit. Tingkat kesuburan mencit sangat tinggi
karena dapat menghasilkan kurang lebih 1 juta keturunan dalam waktu
kurang dari satu tahun. Dimana produktifitas seksualnya berlangsung selama
7-8 bulan dengan rata-rata anak yang dilahirkan sebanyak 6-10 anak
perkelahiran (Priyambodo, 2003).
Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa
kasih sayang dan berperikemanusiaan. Didalam menerima efek farmakologis
suatu senyawa bioaktif dengan hewan percobaan dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain:
1. Faktor internal pada hewan percobaan sendiri : umur, jenis kelamin
bobot badan, keadaan kesehatan, nutrisi, dan sifat genetik.
2. Faktor-faktor lain yaitu faktor lingkungan, keadaan kandang, suasana
kandang, populasi dalam kandang, keadaan ruang tempat
3
Rute pemberian obat dapat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang
masuk ke dalam tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau
kemungkinan timbulnya efek yang merugikan. Ada berbagai cara pemberian
obat terhadap hewan coba dapat dilakukan dengan cara :
BAB II
7
JALANNYA PERCOBAAN
B. Cara kerja
1. Cara memegang mencit
a. Dekati mencit dengan hati-hati kemudian ditangkap pada ekornya,
lalu ditempatkan pada bahan yang kasar atau tengkuk hewan dipegang
dengan ibu jari dan telunjuk sedangkan ekornya ditarik.
b. Selanjutnya mencit diangkat dari terlepas dari handuk dan ekornya
dijepit di sela-sela jari tengah dan jari manis.
BAB III
PEMBAHASAN
Penanganan yang kedua adalah pemberian larutan uji. Larutan uji yang
diberikan adalah aquades 0,1 ml. Pemberian larutan uji dilakukan melalui
intramuskular (i.m) dan intraperitoneal (i.p) pada mencit A dan pemberian
11
subcutan (s.c) dan intravena (i.v) pada mencit B. Pada pemberian intramuskular
penyuntikan dilakukan pada bagian otot di daerah pangkal paha. Pertama pegang
mencit seperti semestinya kemudian tarik salah satu kakinya agar pada saat
penyuntikan dilakukan tidak bergerak. Sebelum penyuntikan dilakukan basahi
terlebih dahulu bagian yang akan disuntik dengan kapas beralkohol. Kemudian
suntikan larutan uji perlahan lalu tarik suntikan. Beri kapas beralkohol pada
tempat bekas suntikan. Penyuntikan yang benar adalah pada saat jarum suntik
masuk kebagian pangkal paha tidak ada keluar darah dan dipastikan larutan uji
benar-benar masuk. Bila terdapat gelembung atau larutan uji di luar maka
dipastikan terjadi kesalahan dalam penyuntikan.
Pada pemberian intravena (i.v) dilakukan pada daerah ekor mencit. Agar
mudah dalam penyuntikan mencit terlebih dahulu dimasukan ke dalam kandang
individual yang sempit atau holder dengan ekor yang menjulur keluar. Jika dirasa
vena pada ekor tertutup bulu maka dapat dilakukan pencukuran untuk
memudahkan pencarian vena. Jika vena masih tidak terlihat maka kompres
ekornya dengan air hangat atau dapat juga dengan menggosoknya dengan kapas
beralkohol. Setelah vena melebar suntikan dengan perlahan sejajar dengan vena
kurang lebih 1 cm kemudian semprotkan larutan uji secara lalu tarik pelan.
Tempelkan kapas beralkohol pada tempat bekas suntikan. Perlu diperhatikan pada
saat penyuntikan usahakan suntikan jangan terlalu tinggi sehingga akan menyakiti
mencit. Penyuntikan yang benar tidak keluar darah pada ekor mencit dan tidak ada
cairan yang keluar.
BAB IV
13
A. Kesimpulan
Hewan percobaan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah mencit.
mencit merupakan hewan yang mudah stres maka dijinakan terlebih dahulu
sebelum melakukan penanganan. Pada praktikum kali ini rute pemberian obat
yang dilakukan adalah intra vena (i.v), intramuskular (i.m), intraperitonial
(i.p) dan subcutan (s.c). Volume yang diberikan pada saat penyuntikan adalah
masing-masing 0.1 ml. Penandaan yang dilakukan bersifat tidak permanen
yaitu dengan menggunakan pewarna pada salah satu bagian tubuh mencit.
B. Saran
Sebaiknya praktikan lebih berhati-hati lagi dalam melakukan penanganan
terhadap hewan uji.
DAFTAR PUSTAKA
14