KELOMPOK A5
Lambung terletak pada regio epigastrium sinistra dan hipokondrium sinistra dan sebagian
pada regio umbilical cranio lateral sinistra. Dalam keadaan kosong lambung menyerupai
tambung bentuk J, dan bila penuh, berbentuk seperti buah pir. Kapasitas normal lambung
adalah 1 sampai 2 L. Pada bagian superior, lambung berbatasan dengan bagian distal
esofagus, sedangkan pada bagian inferior berbatasan dengan duodenum.
a. Fundus, berbentuk kubah dan menonjol ke atas dan terletak di sebelah kiri ostium
cardiacum. Biasanya fundus terisi penuh oleh gas.
b. Corpus, dari setinggi ostium cardiacum sampai setinggi incisura angularis, suatu lekukan
yang selalu ada pada bagian bawah curvatura minor.
c. Antrum pyloricum, adalah bagian lambung yang paling berbentuk lambung. Dinding
ototnya yang tebal membentuk sphincter pyloricum. Rongga pylorus dinamakan canalis
pyloricus.
Curvatura minor membentuk pinggir kanan lambung dan terbentuk dari ostium cardiacum
sampai pylorus. Omentum minus terbentang dari curvatura minor sampai hati. Curvatura
major jauh lebih panjang dari curvatura minor dan terbentang dari sisi kiri ostium cardiacum,
melalui kubah fundus dan kemudian mengitarinya dan menuju ke kanan sampai bagian
inferior pylorus. Ligamentum (omentum) gastrolienalis terbentang dari bagian atas curvatura
major sampai limpa, dan omentum majus terbentang dari bagian bawah curvatura major
sampai colon transversum.
Ostium pyloricum dibentuk oleh canalis pyloricus yang panjangnya sekitar 2,5 cm. Otot
sirkular yang meliputi lambung jauh lebih tebal di sini dan secara anatomis dan fisiologi
membentuk sphincter pyloricum. Pylorus terletak pada bagian transpilorica dan posisinya
dapat dikenali dengan adanya sedikit kontraksi pada permukaan lambung. Sphincter
pyloricum mengatur kecepatan pengeluaran isi lambung ke duodenum.
Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan yang terjadi.
Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan masuk ke dalam lambung
dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Di saat sfingter pilorikum
terminal berelaksasi, makanan masuk ke dalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter
ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus ke dalam lambung.
Membran mukosa lambung tebal, banyak mengandung pembuluh darah dan terdiri atas
lipatan atau rugae yang arahnya longitudinal. Lipatan tersebut akan memendek bila lambung
teregang.
Dinding otot lambung mengandung serabut longitudinal, serabut sirkular dan serabut
oblik. Serabut longitudinal terletak paling superfisial dan paling banyak sepanjang curvatura.
Serabut sirkular yang lebih dalam mengelilingi fundus lambung dan sangat menebal pada
pylorus untuk membentuk sphincter pyloricum. Serabut sirkular jarang sekali ditemukan pada
daerah fundus. Serabut oblik membentuk lapisan otot yang paling dalam. Serabut ini
mengitari fundus dan berjalan turun sepanjang dinding anterior dan posterior, berjalan sejajar
dengan curvatura minor. Peritoneum mengelilingi lambung secara lengkap dan meninggalkan
curvatura sebagai lapisan ganda yang dikenal sebagai omentum.
1.2. Mikroskopik
A. Lapisan-lapisan yang menyusun lambung yaitu :
1. Lapisan Mukosa
Lapisan mukosa merupakan lapisan yang tersusun atas lipatan-lipatan longitudinal, disebut
juga rugae. Mukosa lambung terdiri atas tiga lapisan, yakni epitel, lapisan propria, dan
muskularis mukosa. Pada epitel permukaannya menekuk dengan kedalamaan berbeda ke
dalam lamina propria membentuk sumur lambung (gastric pits). Lamina propria tersusun atas
jaringan pengikat longgar diselingi otot polos dan sel-sel limfoid. Juga terdapat muskularis
mukosa, yakni lapisan yang memisahkan mukosa dan submukosa yang masih merupakan
lapisa notot polos (Junquiera dan Carneiro, 2003) .
Mukosa lambung mempunyai satu lapis epitel silinder yang berlekuk-lekuk (foveolae
gastricae), tempat bermuaranya kelenjar lambung yang spesifik. Kelenjar pada daerah cardiac
dan pylorus hanya memproduksi mukus, sedangkan kelenjar pada daerah corpus dan fundus
memproduksi mukus, asam klorida danenzim proteolitik. Karena itu pada kelenjar corpus dan
fundus ditemukan 3 jenissel, yaitu sel yang memproduksi mukus yaitu sel mukus, sel yang
menghasilkan HCl yaitu sel parietal, sel yang menghasilkan enzim proteolitik yaitu sel epitel
mukosa (Sukirno, 2008).
Lamina propria terdiri atas anyaman serat retikuler dan kolagen, serta sedikit elastin. Juga
anyaman fibrosa yang mengandung limfosit, eosinofil, selmast, dan sel plasma. Kontraksinya
berhubungan dengan pengeluaran sekret pada mukosa (Bloom dan Fawcett, 2002) .
Lapisan muskularis mukosa terdiri atas lapisan otot polos tipis yang tersusun sirkuler di
bagian dalam serta lapisan longitudinal di bagian luar (Eroschenko, 2003) .
2. Lapisan Submukosa
Lapisan submukosa tersusun atas jaringan alveolar longgar yang menghubungkan lapisan
mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak dengan
gerakan peristaltik. Pada lapisan ini banyak mengandung pleksus saraf (Plexus Meissner),
pembuluh darah, dan saluran limfe (Price danWilson, 2006).
4. Lapisan Serosa
Lapisan ini adalah lapisan tipis jaringan ikat yang menutupi lapisan muskularis.
Merupakan lapisan paling luar yang merupakan bagian dari peritonium visceralis. Jaringan
ikat yang menutupi peritonium visceralis banyak mengandung sel lemak (Eroschenko, 2003).
B. Histologi Bagian-bagian Lambung
1. Esophagus Cardia
2. Fundus Gaster
e. Sel enteroendokrin
Beberapa jenis sel enteroendokrin ditemukan di dalam kelenjar lambung. Sel-sel ini
berjumlah banyak, terutama di daerah antrum pylorik, dan umumnya ditemukan pada dasar
kelenjar. Sel-sel enteroendokrin serupa dengan sel endokrin yang mensekresi peptida. Sel ini
juga ditemukan di dalam epitel usus halus dan besar, kelenjar oesophagus bagian bawah
(cardia), dan dalam jumlah terbatas pada ductus utama hati dan pankreas.
Sel enteroendokrin menghasilkan beberapa hormon peptida murni (sekretin, gastrin,
kolesitokinin); semuanya melalui peredaran darah untuk mencapai organ sasaran pankreas,
lambung, dan kandung empedu. Walaupun sistem saraf mengendalikan aktivitas sekretoris
dan gerakan otot dalam saluran cerna, terdapat interaksi yang rumit dengan kebanyakan
hormon yang dihasilkan oleh sel enteroendokrin ini.
1. Pylorus
2. Gaster Duodenum
Sel-sel parietal secara aktif mengeluarkan HCl ke dalam lumen kantung lambung yang kemudian
mengalirkannya ke dalam lumen lambung. pH isi lambung turun sampai serendah 2 akibat
sekresi HCl. Ion hidrogen dan ion klorida secara aktif ditansportasikan oleh pompa yang berbeda
di membran plasma parietal. Ion hidrogen secara aktif dipindahkan melawan gradien konsentrasi
karena itu diperlukan banyak energi, sel-sel parietal memiliki banyak mitokondria. Klorida juga
disekresikan secara aktif tetapi melawan gradien kosentrasi jauh lebih kecil.
Ion hidrogen yang disekresikan tidak dipindahkan dari plasma tetapi berasal dari proses-proses
metabolisme di dalam sel parietal. Apabila disekresikan, netralitas interior di pertahankan oleh
pembentukan dari asam karbonat untuk menggantikan yang keluar tersebut.
Fungsi Pencernaan dan Sekresi
1. Produksi kimus. Aktivitas lambung mengakibatkan terbentuknya kimus (massa homogen
setengah cair berkadar asam tinggi yang berasal dari bolus) dan mendorongnya ke dalam
duodenum.
2. Digesti protein. Lambung mulai digesti protein melalui sekresi tripsin dan asam klorida.
3. Produksi mukus. Mukus yang dihasilkan dari kelenjar membentuk barrier setebal 1 mm
untuk melindungi lambung terhadap aksi pencernaan dan sekresinya sendiri.
4. Produksi faktor intrinsik : faktor intrinsik adalah glikoprotein yang disekresi sel parietal.
Vitamin B12, didapat dari makanan yang dicerna di lambung, terikat pada faktor intrinsik.
Kompleks faktor intrinsik vitamin B12 dibawa ke ileum usus halus, tempat vitamin B 12
diabsorbsi.
5. Absorbsi, nutrien yang berlangsung dalam lambung hanya sedikit. Beberapa obat larut
lemak (aspirin) dan alkohol diabsorbsi pada dinding lambung. Zat terlarut dalam air
terabsorbsi dalam jumlah yang tidak jelas.
2. Penyimpanan lambung
Sebagian otot polos mampu mengalami depolarisasi parsial yang autonom dan berirama.
Salah satu kelompok sel-sel pemacu tersebut terletak di lambung di daerah fundus bagian
atas. Sel-sel tersebut menghasilkan potensial gelombang lambat yang menyapu ke bawah di
sepanjang lambung menuju sphincter pylorus dengan kecepatan tiga gelombang per menit.
Pola depolarisasi spontan ritmik tersebut, yaitu irama listrik dasar atau BER (basic electrical
rhythm) lambung, berlangsung secara terus menerus dan mungkin disertai oleh kontraksi
lapisan otot polos sirkuler lambung.
Setelah dimulai, gelombang peristaltik menyebar ke seluruh fundus dan corpus lalu ke
antrum dan sphincter pylorus. Karena lapisan otot di fundus dan corpus tipis, kontraksi
peristaltik di kedua daerah tersebut lemah. Pada saat mencapai antrum, gelombang menjadi
jauh lebih kuat disebabkan oleh lapisan otot di antrum yang jauh lebih tebal.
Karena di fundus dan corpus gerakan mencampur yang terjadi kurang kuat, makanan yang
masuk ke lambung dari oesophagus tersimpan relatif tenang tanpa mengalami pencampuran.
Daerah fundus biasanya tidak menyimpan makanan, tetapi hanya berisi sejumlah gas.
Makanan secara bertahap disalurkan dari corpus ke antrum, tempat berlangsungnya
pencampuran makanan.
3. Pencampuran lambung
Kontraksi peristaltik lambung yang kuat merupakan penyebab makanan bercampur dengan
sekresi lambung dan menghasilkan kimus. Setiap gelombang peristaltik antrum mendorong
kimus ke depan ke arah sphincter pylorus. Sebelum lebih banyak kimus dapat diperas keluar,
gelombang peristaltik sudah mencapai sphincter pylorus dan menyebabkan sphincter tersebut
berkontraksi lebih kuat, menutup pintu keluar dan menghambat aliran kimus lebih lanjut ke
dalam duodenum. Bagian terbesar kimus antrum yang terdorong ke depan, tetapi tidak dapat
didorong ke dalam duodenum dengan tiba-tiba berhenti pada sphincter yang tertutup dan
tertolak kembali ke dalam antrum, hanya untuk didorong ke depan dan tertolak kembali pada
saat gelombang peristaltik yang baru datang. Gerakan maju-mundur tersebut, yang disebut
retropulsi, menyebabkan kimus bercampur secara merata di antrum.
4. Pengosongan lambung
Kontraksi peristaltik antrum, selain menyebabkan pencampuran lambung juga
menghasilkan gaya pendorong untuk mengosongkan lambung. Jumlah kimus yang lolos ke
dalam duodenum pada setiap gelombang peristaltik sebelum sphincter pylorus tertutup erat
terutama bergantung pada kekuatan peristalsis. Intensitas peristalsis antrum dapat sangat
bervariasi di bawah pengaruh berbagai sinyal dari lambung dan duodenum; dengan demikian,
pengosongan lambung diatur oleh faktor lambung dan duodenum.
Faktor di lambung yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung. Faktor lambung
utama yang mempengaruhi kekuatan kontraksi adalah jumlah kimus di dalam lambung.
Apabila hal-hal lain setara, lambung mengosongkan isinya dengan kecepatan yang sesuai
dengan volume kimus setiap saat. Peregangan lambung memicu peningkatan motilitas
lambung melalui efek langsung peregangan pada otot polos serta melalui keterlibatan plexus
intrinsik, nervus vagus, dan hormon lambung gastrin. Selain itu, derajat keenceran (fluidity)
kimus di dalam lambung juga mempengaruhi pengosongan lambung. Semakin cepat derajat
keenceran dicapai, semakin cepat isi lambung siap dievakuasi.
Faktor di duodenum yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung. Walaupun
terdapat pengaruh lambung, faktor di duodenumlah yang lebih penting untuk mengontrol
kecepatan pengosongan lambung. Duodenum harus siap menerima kimus dan dapat bertindak
untuk memperlambat pengsongan lambung dengan menurunkan aktivitas peristaltik di
lambung sampai duodenum siap mengakomodasi tambahan kimus. Bahkan, sewaktu lambung
teregang dan isinya sudah berada dalam bentuk cair, lambung tidak dapat mengosongkan
isinya sampai duodenum siap menerima kimus baru.
Enzim pencernaan
Peran enzim-enzim pencernaan. Pencernaan makanan secara kimiawi terjadi dengan bantuan zat
kimia tertentu. Enzim pencernaan merupakan zat kimia yang berfungsi memecahkan
molekulbahan makanan yang kompleks dan besar menjadi molekul yang lebih sederhanadan
kecil. Molekul yang sederhana ini memungkinkan darah dan cairan getah bening
( limfe ) mengangkut ke seluruh sel yang membutuhkan. Secara umum enzim memiliki sifat :
bekerja pada substrat tertentu, memerlukansuhu tertentu dan keasaman (pH) tertentu pula. Suatu
enzim tidak dapat bekerjapada substrat lain. Molekul enzim juga akan rusak oleh suhu yang
terlalu rendahatau terlalu tinggi. Demikian pula enzim yang bekerja pada keadaan asam
tidakakan bekerja pada suasana basa dan sebaliknya. Macam-macam enzim pencernaan yaitu:
1. Enzim ptyalin
Enzim ptialin terdapat di dalam air ludah, dihasilkan oleh kelenjar ludah. Fungsi enzim
ptialin untuk mengubah amilum (zat tepung) menjadi glukosa .
2. Enzim amylase
Enzim amilase dihasilkan oleh kelenjar ludah ( parotis ) di mulut dan kelenjar pankreas.
Kerja enzim amilase yaitu : Amilum sering dikenal dengan sebutan zat tepung atau pati.
Amilum merupakan karbohidrat atau sakarida yang memiliki molekul kompleks. Enzim
amylase memecah molekul amilum ini menjadi sakarida dengan molekul yang lebih
sederhana yaitu maltosa.
3. Enzim maltase
Enzim maltase terdapat di usus dua belas jari, berfungsi memecah molekul maltosa menjadi
molekul glukosa . Glukosa merupakan sakarida sederhana (monosakarida ).
4. Enzim pepsin
Enzim pepsin dihasilkan oleh kelenjar di lambung berupa pepsinogen. Selanjutnya
pepsinogen bereaksi dengan asam lambung menjadi pepsin.
5. Enzim tripsin
Enzim tripsin dihasilkan oleh kelenjar pankreas dan dialirkan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum). Cara kerja enzim tripsin yaitu: Asam amino memiliki molekul yang lebih
sederhana jika dibanding molekul pepton.
6. Enzim renin
Enzim renin dihasilkan oleh kelenjar di dinding lambung. Fungsi enzim renin untuk
mengendapkan kasein dari air susu. Kasein merupakan protein susu, sering disebut keju.
Setelah kasein diendapkan dari air susu maka zat dalam air susudapat dicerna.
8. Cairan empedu
Cairan empedu dihasilkan oleh hati dan ditampung dalam kantong empedu. Empedu
mengandung zat warna bilirubin dan biliverdin yang menyebabkan kotoran sisa pencernaan
berwarna kekuningan. Empedu berasal dari rombakansel darah merah (erithrosit) yang tua
atau telah rusak dan tidak digunakan untuk membentuk sel darah merah yang baru. Fungsi
empedu yaitu memecah molekul lemak menjadi butiran-butiran yang lebih halus sehingga
membentuk suatu emulsi . Lemak yang sudah berwujud emulsi ini selanjutnya akan dicerna
menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana lagi.
9. Enzim lipase
Enzim lipase dihasilkan oleh kelenjar pankreas dan kemudian dialirkan ke dalam usus dua
belas jari (duodenum). Enzim lipase juga dihasilkan oleh lambung, tetapi jumlahnya sangat
sedikit. Cara kerja enzim lipase yaitu : Lipid (seperti lemak dan minyak) merupakan senyawa
dengan molekul kompleks yang berukuran besar
LI 4 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN SYNDROM DYSPEPSIA
4.6. Manifestasi klinis
- Nyeri perut (abdominal discomfort), Rasa perih di ulu hati, Mual, kadang-kadang sampai
muntah, Nafsu makan berkurang, Rasa lekas kenyang, Perut kembung, Rasa panas di dada dan
perut, Regurgitasi (keluar cairan dari gaster secara tiba-tiba).
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi kelainan intra abdomen atau intra lumen yang
padat misalnya: tumor, organomegali, atau nyeri tekan yang sesuai dengan adanya
rangsangan peritoneal/peritonitis.
Pemeriksaan Penunjang
ADA DI FOTO
4.9. Komplikasi
a) Esofageal stricture
Dyspepsia kadang disebabkan oleh reflux asam lambung, yang terjadi ketika asam
lambung naik ke atas menuju esophagus dan mengiritasi permukaannya. Jika iritasi ini
bertambah seiring berjalannya waktu, dapat menyebabkan esophagus menjadi terluka.
Luka ini dapat menyebabkan esophagus menyempit dan konstriksi (esophagus
stricture). Gejala yang dialami adalah:
- Susah menelan (dysfagia)
- Makanan tersangkut di kerongkongan
- Sakit dada.
b) Stenosis pylorus
Disebabkan oleh iritasi jangka panjang permukaan system pencernaan karena asam
lambung. Ini terjadi ketika jalan antara lambung dan duodenum (daerah pylorus)
menjadi terluka dan menyempit. Ini dapat menyebabkan muntah dan mencagah
makanan yang dimakan dicerna sempurna. Pada kebanyakan kasus, stenosis pylorus
diterapi dengan operasi untuk mengembalikan lebar awal pylorus.
c) Barret’s esophagus
Reflux asam lambung yang berulang dapat menyebabkan perubahan sel permukaan
esophagus bawah. Ini adalah kondisi Barret’s esophagus. Barret’s esophagus biasanya
tidak menyebabkan gejala seperti reflux asam lambung lainnya. Tetapi, ada risiko kecil
sel yang terkena Barret’s esophagus dapat menjadi kanker dan memicu kanker
esophagus.
d) Perdarahan gastrointestinal
Perdarahan gastrointestinal adalah komplikasi yang paling umum. Perdarahan besar
mendadak dapat mengancam jiwa. Ini terjadi ketika ulkus mengikis salah satu
pembuluh darah.
e) Perforasi (lubang di dinding)
Perforasi sering mengarah ke konsekuensi bencana. Erosi dinding gastro-usus oleh
ulkus menyebabkan tumpahan isi perut atau usus ke dalam rongga perut. Perforasi pada
permukaan anterior perut menyebabkan peritonitis akut, awalnya kimia dan kemudian
bakteri peritonitis. Tanda pertama adalah sering nyeri perut tiba-tiba intens. Perforasi
dinding posterior menyebabkan pankreatitis, sakit dalam situasi ini sering menjalar ke
punggung.
f) Penetrasi
Penetrasi adalah ketika ulkus berlanjut ke organ-organ yang berdekatan seperti hati dan
pankreas.
g) Jaringan parut dan pembengkakan
Terjadi karena ulkus menyebabkan penyempitan di duodenum dan obstruksi lambung.
Pasien sering menyajikan dengan muntah-muntah hebat.
4.10.Pencegahan
4..11. Prognosis
Mahadeva et al. (2011) menemukan bahwa pasien dispepsia fungsional memiliki prognosis
kualitas hidup lebih rendah dibandingkan dengan individu dengan dispepsia organik. Tingkat
kecemasan sedang hingga berat juga lebih sering dialami oleh individu dispepsia fungsional.
Lebih jauh diteliti, terungkap bahwa pasien dispepsia fungsional, terutama yang refrakter
terhadap pengobatan, memiliki kecenderungan tinggi untuk mengalami depresi dan gangguan
psikiatris.
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC
Sherwood, Laurale. 2018. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem, Edisi 9. Jakarta: EGC
FKUI, Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2016. Farmakologi dan Terapi, Edisi 6.
Idrus, Alwi dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat
Putz, Reinhard & Reinhard Pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 2 Edisi 22.
Jakarta: EGC
Tanto, Chris dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II Edisi IV. Jakarta: Media Aesculaplus