Anda di halaman 1dari 41

Nama : Lorda Presenta

NIM : 25000119140338

Kelas : F 2019

Mata Kuliah : Dasar Biomedik II

HELMIN

1. Pengertian parasite
Jawaban :
Kata “Parasite” berasal dari bahasa Yunani “parasitos” yaitu para yang
artinya samping dan sitos yang artinya makanan. Berdasarkan arti tersebut maka dapat
di jelaskan bahwa parasite adalah suatu organisme yang kebutuhan makananya baik
dalam seluruh atau sebagian dari daur hidupnya bergantung pada organisme lain yang
disebut inang.1
Parasit adalah organisme yang hidup pada atau di dalam makhluk hidup lain
(disebut inang) dengan menyerap nutrisi, tanpa memberi bantuan atau manfaat lain
padanya.2
Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kehidupan organisme yang
hidup dengan cara menumpang pada atau didalam tubuh organisme lain baik secara
sementara atau permanen untuk mendapatkan makanan demi keberlangsungan
kehidupannya.3
Daftar Pustaka :
1. Budianto, Bambang Heru. 2014. Modul 1 Pengantar Parasitologi. Universitas
Terbuka.
2. Wikipedia.com. (2020, 17 Maret). Diakses pada 22 April 2020. Dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Parasit.
3. Sardjono, Teguh Wahyu dkk. 2017. Helmintologi Kedokteran dan Veteriner.
Malang : Universitas Brawijaya.

2. Jenis-jenis parasite
Jawaban :
Jenis parasite dibedakan berdasarkan dengan lingkungan yang berkaitan
dengan kelulusanhidupan parasite menjadi tinggi yaitu :
1. Lingkungan Mikro
Lingkungan mikro adalah kondisi pada dan atau di dalam tubuh inang yang
merupakan habitat bagi parasit, dan lingkungan makro berupa kondisi di luar
tubuh inang yang merupakan habitat bagi inang. Lingkungan mikro ini dapat
berupa lapisan terluar dari sel inang (membran sel inang) atau di luar sel inang
atau juga di dalam cairan tubuh ataupun di dalam suatu matriks yang merupakan
bahan penyusun jaringan dan organ inang. Di dalam lingkungan mikro, parasite
dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Parasit Intraseluler
Parasit Intraseluler adalah Parasit yang tinggal sementara atau menetap
pada lapisan terluar dari sel inang (membran sel inang). Parasit intraseluler
berukuran tubuh sangat kecil (mikroskopis) dan ukurannya lebih dibatasi oleh
ukuran sel inang.1
b. Parasit Ekstraseluler
Parasit Ekstraseluler adalah Parasit yang tinggal sementara atau
menetap di luar sel inang atau juga di dalam cairan tubuh ataupun di dalam
suatu matriks yang merupakan bahan penyusun jaringan dan organ inang,
mempunyai ukuran tubuh berkisar dari ukuran mikroskopis sampai
makroskopis.1
2. Lingkungan Makro
Dengan adanya hubungan majemuk antara adaptasi dengan lingkungan mikro
dan makro maka parasite dibedakan sebagai berikut :
1. Ektoparasit, organisme yang tinggal di bagian luar tubuh hospes dan
hidup secara parasitic di tempat itu.3
2. Endoparasit, organisme yang berada di dalam tubuh hospes dan
mengambil nutrisi di tempat itu sebagai sumber kehidupannya.3
3. Parasit Obligat, organisme yang seluruh atau sebagian besar daur
hidupnya bersifat parasitis.1
4. Parasit Temporer, organisme yang parasitis untuk periode waktu tertentu,
baik pada periode waktu makan atau reproduksi.1
5. Parasit Fakultatif, organisme yang normalnya tidak bersifat parasitis
namun secara kebetulan dapat menjadi parasitis dalam organisme lain
dalam waktu terbatas.1
6. Parasit Adaptif, organisme yang mempunyai kemampuan hidup baik
sebagai tahap hidup bebas atau sebagai organisme parasitis.1
7. Parasit Sejati, organisme yang secara keseluruhan kebutuhan hidupnya
diambil dari inangya.2
8. Parasite Setengah, organisme yang hanya sebagian kebutuhan hidupnya
diambil dari inangya.2
9. Hiper Parasit, organisme yang hidup sebagai parasite diatas parasite.2
10. Parasite Eksidental, organisme yang hidup parasitic pada hospes yang
bukan hospes sebenarnya atau aslinya.3
11. Parasite Aberan, organisme yang menyerang hospes tetapi tidak dapat
tumbuh dan melanjutkan kehidupannya lebih lanjut.
12. Parasite Patogen, organisme yang bersifat parasitic dan menyebabkan
penyakit atau gangguan pada hospes secara mekanik, toksik atau
traumatic.3
13. Pseudoparasit, organisme yang dalam pemeriksaan mikroskopois
Nampak mirip sperti parasite padahal bukan parasite.3
14. Parasit Spurius, Parasit dari organisme lain yang ditemukan di feses
tanpa menimbulkan gangguan / gejala.3
15. Superinfeksi, infeksi yang terjadi pada satu individu yang sudah dan
sedang terinfeksi dengan agen / parasite yang sama.
16. Auto Infeksi, keadaan bilamana seseorang yang terinfeksi oleh satu jenis
parasite tertentu kemudian terinfeksi lagi dengan sumber berasal dari
dirinya sendiri.3
17. Parasite Hidup Bebas, Stadium parasite ketika berada di alam bebas dan
bisa hidup tanpa tergantung adanya hospes.3
Daftar Pustaka :
1. Budianto, Bambang Heru. 2014. Modul 1 Pengantar Parasitologi. Universitas
Terbuka.
2. Gurusains.com. (2019, 10 September). Pengertian Parasit, Jenis, dan Contohnya.
Diakses pada 22 April 2020. Dari https://gurusains.com/parasit/
3. Sardjono, Teguh Wahyu dkk. 2017. Helmintologi Kedokteran dan Veteriner.
Malang : Universitas Brawijaya.
3. Jenis-jenis hospes
Jawaban :
Hospes (Inang) adalah organisme (hewan atau manusia) yang menderita kerugian
akibat harus memberi makan parasite.1 Hospes adalah organiseme yang merupakan
tempat atau organisme yang dihinggapi parasite. 2 Hospes dibedakan menjadi beberapa
jenis berdasarkan sebagai berikut :
1. Berdasarkan stadium parasite
Berdasarkan stadium parasit yang dikandungnya, maka hospes dapat dibedakan
menjadi :
1. HOSPES DEFINITIF (Inang definitive, Induk semang, Inang primer) adalah
hospes tempat menumpangnya parasite dalam bentuk dewasa yang
memberikan makan dan tempat berlangsungnya reproduksi secara seksual bagi
parasite.1,3 Contohnya manusia sebagai hospes definitive bagi cacing gelang
(Ascaris lumbricoides) yang hidup di dalam lumen usus manusia dalam bentuk
dewasa, cacing jantan dan betina akan kawin dan menghasilkan telur.3
2. HOSPES INTERMEDIER (hospes sementara, hospes sekunder, hospes
alternative, inang antara) adalah hospes sebagai tempat menumpangnya
parasite dalam bentuk larva yang memberikan makan dan sebagai tempat
reproduksi secara aseksual yang akan menjadi perantara penularan penyakit
parasite.1,3 Contohnya sapi sebagai hospes perantara bagi taenia saginata
karena telur cacing yang tertelan oleh sapi yang akan tumbuh menjadi larva
dalam hati sapid an apabila dikonsumsi manusia maka manusia akan
terinfeksi.
3. HOSPES EKSIDENTAL adalah hospes alami tapi bukan termasuk hospes
definitif tetapi secara kebetulan ditempati oleh parasite karena dalam hospes
ini tidak bertumbuh ke stadium dewasa tapi berpindah dalam bentuk larva.3
4. HOSPES RESERVOIR adalah hospes sebagai sumber infeksi bagi manusia
karena mengandung parasite.2,3 Contohnya Kera yang berada di sumatera dan
semenanjung malaka yang menjadi sumber penyakit Filariasis Malayi.3
5. HOSPES RENTAN adalah individu yang pertahanan tubuh normalnya
mengalami penurunan (pasien HIV / AIDS).3
6. HOSPES PARATENIK adalah hospes yang mengandung stadium infektif
parasite tenpa menjadi dewasa dan dapat ditularkan kepada hospes lainnya.4
2. Berdasarkan perlu tidaknya hospes
Berdasarkan perlu tidaknya hospes untuk kelangsungan hidup parasit, maka
hospes dapat dibedakan menjadi :
1. HOSPES ESENSIAL adalah hospes yang keberadaannya dalam siklus hidup
parasit merupakan satu keharusan.1
2. HOSPES NON-ESENSIAL adalah hospes yang keberadaannya dalam siklus
hidup parasit tidak merupakan satu keharusan.1
Daftar Pustaka :
1. id.scribd.com. (2013, 24 Juni). Hospes. Diakses pada 23 April 2020. Dari
https://id.scribd.com/doc/149664399/HOSPES
2. slideshare.net. (2016, 8 April). Mikrobiologi dan Parasitologi. Diakses pada 23
April 2020. Dari https://www.slideshare.net/SarthynaLukman/mikrobiologi-dan-
parasitologi-60672920
3. Sardjono, Teguh Wahyu dkk. 2017. Helmintologi Kedokteran dan Veteriner.
Malang : Universitas Brawijaya.
4. Slideshare.net. (2014, 27 November) Parasitologi. Diakses pada 24 April 2020.
Dari https://www.slideshare.net/widheaa/parasitologi-42090990

4. Apa yang dimaksud Nematoda, Trematoda, Cestoda? Berikan contoh spesies helmin
pada masing-masing kelompok.
Jawaban :
a. Nematoda / Cacing Benang / Cacing Gilik
Nematoda / Cacing Benang adalah cacing yang berbentuk bulat panjang (gilik)
atau seperti benang dan termasuk kedalam hewan tripoplastik dan
pseudoselomata (berongga tubuh semu). Contohnya2 :
i. Ascaris lumbricoides
ii. Wuchereria bancrofti
iii. Heterodera radiocicola
iv. Ancylostoma duodenale
v. Necator americanus
vi. Enterobius vermicularis
vii. Trichinella spiralis
b. Trematoda / Cacing Hati / Cacing Isap
Trematoda adalah cacing yang secara morfologi berbentuk seperti daun, pipih,
melebar ke anterior dan mempunyai batil isap mulut serta batil isap perut yang
besarnya hampir sama.3 Contohnya2:
i. Faciola hepatica
ii. Clonorchis sinesis
iii. Schistosoma japonicum
iv. Fasciolapsis busci
v. Paragonimus westermani.
c. Cestoda / Cacing Pita
Cestoda / Cacing Pita adalah cacing yang secara morfologi berbentuk pita
karena tubuhnya sangat panjang dan bersifat hermafrodit serta memiliki siklus
hidup lebih sederhana daripada trematoda.4 Contohnya2 :
i. Taenia Saginata
ii. Taenia solium
iii. Diphylobotrium latum.
Daftar Pustaka :
1. Umum-pengertian.blogspot.com. (2016, 20 Januari). Pengertian Umum Nematoda
Serta Ciri-Ciri, Klasifikasi dan Reproduksi Nematoda. Diakses pada 23 April
2020. Dari http://umum-pengertian.blogspot.com/2016/01/pengertian-umum-
nematoda-ciri-klasifikasi-reproduksi.html
2. Ganesha Operation. 2018. Revolusi Belajar KODING Konsep Dasar & The King
Kumpulan Rumus XII IPA – KURIKULUM 2013. Bandung : Ganesha Operation.
3. Repository.unimus.ac.id. (2018). BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Diakses pada
23 April 2020. Dari http://repository.unimus.ac.id/2275/3/3.-BAB-II.pdf
4. Tentorku.com. (2016, 6 Febuari). Siklus Hidup Cacing Pita (Cestoda). Diakses
pada 23 April 2020. Dari https://www.tentorku.com/siklus-hidup-cacing-pita-
cestoda/

5. Jelaskan yang dimaksud dengan patologi


Jawaban :
Patologi adalah ilmu yang mempelajari penyakit dan bagaimana suatu penyakit
terjadi.1 Ilmu Patologi dapat digunakan untuk membantu dokter dalam mendiagnosis
berbagai penyakit. Selain itu ilmu patologi juga dapat digunakan untuk menentukan
penyebab dan tingkat keparahan suatu penyakit yang di derita serta untuk menentukan
langkah pencegahan dan pengobatan yang tepat.1
Daftar Pustaka :
1. Alodokter.com. (2020, 11 Januari). Peran dan Bidang Patologi dalam Dunia
Medis. Di akses pada 24 April 2020. Dari https://www.alodokter.com/peran-dan-
bidang-kerja-patologi-dalam-dunia-medis

6. Sebutkan contoh spesies helmin yang menimbulkan kondisi patologi stadium telur,
larva, dewasa
Jawaban :
Spesies helmin yang menimbulkan patologi pada tingkatan stadium :
a. Stadium Telur,
Contoh : Cacing Ascaris lumbricoides, Taenia solium, Tenia saginata
b. Stadium Larva,
Contoh : Cacing tambang, Hookworm
c. Stadium Kista,
Contoh : Amoeba, Gnathostoma spiningerum
Daftar Pustaka :
1. Slideshare.net. (2015, 11 Oktober). Pengantar parasitology-new. Di akses pada 24
April 2020. Dari
https://www.slideshare.net/JurusanFarmasiPoltekkesMedan/pengantar-
parasitologinew

7. Jelaskan pengertian stadium infektif parasite


Jawaban :
Stadium infektif parasite adalah stadium dimana sebuah parasite memulai infeksi
kepada hospesnya dan dengan adanya stadium infektif ini dapat menyebabkan
pathogenesis / gejala klinis suatu penyakit.1 Stadium infektif ini ada berbagai macam
seperti2 :
d. Telur, contoh : cacing Ascaris lumbricoides, Taenia solium, Tenia saginata
e. Larva, contoh : cacing tambang, Hookworm
f. Kista, contoh Amoeba, Gnathostoma spiningerum
Daftar Pustaka :
1. Staff.ui.ac.id. Konsep dasar Mikrobiologi dan Parasitologi. Di akses pada 24 April
2020. Dari
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/kuntarti/material/konsepdasarmikroparasitol
ogi.pdf
2. Slideshare.net. (2015, 11 Oktober). Pengantar parasitology-new. Di akses pada 24
April 2020. Dari
https://www.slideshare.net/JurusanFarmasiPoltekkesMedan/pengantar-
parasitologinew

8. Sebutkan apa yang dimaksud soil transmitted helminths


Jawaban :
Soil Transmitted Helmints (STH) adalah Cacing usus golongan nematode yang
sebagian siklus hidupnya berada di tanah untuk perkembangan bentuk infektif. 1,2
Cacing yang tergolong STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan
cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus).3
Daftar Pustaka :
1. Diglib.unila.ac.id. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di akses pada 24 April 2020.
Dari http://digilib.unila.ac.id/20764/15/BAB%20II.pdf
2. Eprints.undip.ac.id. (2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di akses 24 April
2020. Dari
http://eprints.undip.ac.id/43921/3/IndraKusumaAdi_G2A009052_BAB2KTI.pdf
3. Noviastuti, Aulia Rahma. 2015. “Infeksi Soil Transmitted Helmints,” dalam Jurnal
Kedokteran. Lampung : Universitas Lampung.

9. Jelaskan nama penyakit, jenis hospes definitif, siklus hidup, stadium infektif, cara
penularan, habitat dalam tubuh, cara pencegahan spesies soil transmitted helmin:
Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, cacing tambang (Necator americanus dan
Ancylostoma duodenale)
Jawaban :
 Ascaris lumbricoides
- Nama penyakit : Askariasis / Ascariasis
- Jenis hospes definitif : Hanya manusia
- Siklus hidup :
Dalam lingkungan yang sesuai (habitat yang mempunyai kelembaban yang
relatif 50% dengan suhu diantara 22ºC – 33ºC), telur yang dibuahi
berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang dari 3 minggu.
Bentuk infektif tersebut bila tertelan manusia akan menetas di usus halus.
Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran
limfe, lalu dialirkan ke jantung, ke paru, kemudian naik ke trakea dan menuju
faring, sehingga menimbulkan rangsangan berupa batuk yang menyebabkan
larva tertelan ke esophagus. Larva lalu menuju ke usus halus berubah menjadi
cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur
diperlukan waktu kurang lebih 2 – 3 bulan
- Stadium infektif : Stadium Telur dan Larva
- Cara penularan :
Cara penularan Ascariasis terjadi melalui beberapa jalan yakni telur infektif
A.lumbricoides yang masuk ke dalam mulut bersamaan dengan makanan dan
minuman yang terkontaminasi, melalui tangan yang kotor tercemar terutama
pada anak, atau telur infektif yang terhirup udara bersamaan dengan debu.
Pada keadaan tersebut telur akan menetas di mukosa alat pernapasan bagian
atas dan larva akan segera menembus pembuluh darah dan beredar bersama
aliran darah.
- Habitat dalam tubuh : Rongga usus halus
- Cara pencegahan :
Pencegahan terhadap penyakit ini dapat dilakukan dengan beberapa cara
antara lain (Widodo, 2013) :
1) Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman
2) Sebelum melakukan persiapan makan, tangan dicuci terlebih dahulu
dengan sabun
3) Bagi yang mengonsumsi sayuran segar ( mentah) sebagai lalapan,
hendaklah dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat.
Selain itu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini adalah
sebagai berikut (Widodo, 2013) : a) Mengadakan kemoterapi misal setiap 6
bulan sekali di daerah endemic atau daerah yang rawan terhadap penyakit
askariasis
b) Memberi penyuluhan terhadap sanitasi lingkungan
c) Melakukan usaha aktif dan preventif untuk dapat mematahkan siklus hidup
cacing, misalnya memakai jamban/WC
d) Makan makanan yang dimasak saja
e) Menghindari sayuran mentah (hijau) dan selada di daerah yang
menggunakan tinja sebagai pupuk
 Trichuris trichiura
- Nama penyakit :
Trichuriasis, Trichocephalisis atau infeksi cacing cambuk
- Jenis hospes definitif : Manusia serta pada babi dan kera
- Siklus hidup :
Telur keluar bersama tinja dalam lingkungan (tanah), selanjutnya mengalmi
pematangan dalam tanah. Proses pematangan telur ini membutuhkan waktu
3–5 minggu. Telur yang sudah matang ini bersifat infektif. Telur yang
infektif akan menginfeksi manusia melalui vektor mekanik atau benda–benda
lain yang terkontaminasi, misalnya tanah yang terkontaminasi dengan tinja
manusia yang mengandung telur atau sayuran yang disemprot menggunakan
faeces. Infeksi langsung terjadi apabila secara kebetulan hospes menelan telur
matang. Telur yang tertelan oleh manusia akan masuk dalam usus dan
menetas di dalamnya. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke usus
halus. Selanjutnya akan menjadi dewasa. Setelah dewasa, cacing bagian distal
usus dan selanjutnya menuju ke daerah kolon. Cacing ini tidak mempunyai
siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur sampai cacing dewasa kurang
lebih selama 30–90 hari. Cacing dewasa jantan dan betina mengadakan
kopulasi, sehingga cacing betina menjadi gravid. Pada saatnya cacing betina
akan bertelur yang akan brcampur dengan faeces dalam usus besar. Telur
cacing akan keluar bersama faeces pada saat manusia melakukan aktifitas
buang air besar.Selanjutnya telur akan mengalami pematangan dalam waktu 6
minggu. Pematangan ini akan berjalan dalam lingkungan yang sesuai yaitu
pada tanah yang lembab dan tempat yang teduh
- Stadium infektif : Stadium Telur
- Cara penularan :
Cara penularan cacing Trichuris trichiura ini adalah dengan memakan
makanan yang terinfeksi Trichuris trichiura atau makan dengan jari yang
terkontaminasi Trichuris trichiura dan tidak mencuci tangan dahulu sebelum
makan.
- Habitat dalam tubuh :
Di dalam usus besar terutama caecum, dapat pula pada colon dan appendix
tempat manusia
- Cara pencegahan :
Untuk mencegah terjadinya penyakit ini perlu diperhatikan hal hal berikut ini
(Widodo, 2013) :
1) Gunakan jamban yang bersih
2) Tingkatkan kebersihan individu
3) Hindari sayuran yang belum dicuci bersih
 Cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale)
- Nama penyakit : Cutaneous larva migrans (CLM)
- Jenis hospes definitif : Manusia
- Siklus hidup :
Telur keluar bersama tinja pada tanah yang cukup baik, suhu optimal yaitu
23- 3 0C dalam 24-48 jam akan menetas, keluar larva Rhabditiform yang
berukuran (250- 300) x 17 m larva ini mulutnya terbuka dan aktif makan
sampah organic atau bakteri pada tanah sekitar tinja, pada hari kelima,
berubah menjadi larva yang lebih kurus dan panjang disebut larva filariform
yang infektif. Larva ini tidak makan, mulutnya tertutup esophagus panjang,
ekor tajam, dapat hidup pada tanah yang baik selama 2 minggu. Larva yang
menyentuh kulit manusia biasanya antara 2 jari kaki atau dorsum pedis
melalui folikel rambut, pori pori kulit maka akan masuk ke dalam kapiler
darah terbawa aliran darah, kemudian terjadi seperti Ascaris lumbricoides.
Waktu yang diperlukan dalam pengembaraan sampai ke usus halus kira kira
10 hari (Natadisastra, 2009). Cacing dewasa dapat hidup selama kurang lebih
10 tahun. Infeksi per oral jarang terjadi, tapi larva juga dapat masuk ke dalam
badan melalui air minum atau makanan yang terkontaminasi. Siklus hidup
berlaku bagi kedua spesies cacing tambang (Natadisastra, 2009).
- Stadium infektif :
Stadium Larva rhabditiform telah berubah menjadi larva filariform
- Cara penularan :
Cara penularan dari cacing tambang ini melalui penetrasi kulit oleh larva
filariform yang ada di tanah dan bisa juga lewat larva yang ikut tertelan
bersama makanan yang dimakan oleh seseorang.
- Habitat dalam tubuh : Di dalam usus halus
Di dalam usus halus terutama di daerah jejunum, sedangkan pada infeksi
berat dapat tersebar sampai ke colon atau duodenum
- Cara pencegahan :
Memutuskan daur hidup dengan cara (Natadisastra, 2009) :
1) Defekasi jamban
2) Menjaga kebersihan, cukup air bersih di jamban, untuk mandi dan cuci
tangan secara teratur
3) Memberi pengobatan masal dengan obat antelmintik yang efektif, terutama
pada golongan rawan
4) Penyuluhan kepada masyarakat mengenai sanitasi lingkungan yang baik
dan cara menghindari infeksi cacing

10. Jelaskan nama penyakit, jenis hospes, siklus hidup, stadium infektif, cara penularan,
habitat dalam tubuh, cara pencegahan cacing kremi (Enterobius vermicularis)
Jawaban :
- Nama penyakit : oxyuriasis atau enterobiasis
- Jenis hospes definitif : Manusia
- Siklus hidup :
Telur yang dihasilkan oleh cacimg betina dewasa setiap harinya sekitar
11.000 butir kemudian diletakkan di daerah bagian perianal. Cacing betina
dewasa yang sudah dibuahi akan akan bermigrasi ke bagian anus manusia
untuk bertelur. Telur tersebut akan menjadi infeksius setelah berumur 6 jam.
Telur yang infeksius ini biasanya mengandung protein yang mudah
mengiritasi dan lengket, baik pada rambut, kulit, dan pakaian. Cacing-cacing
ini bertelur di daerah perinium dengan cara kontraksi uterus. Telur akan
tinggal di daerah tersebut sampai berumur 26 minggu (Bernadus, 2007) lalu
melekat di daerah tersebut. Telur dapat menjadi larva infektif pada tempat
tersebut, terutama pada temperature optimal 23-26o C dalam waktu 6 jam
(Soedarto, 1997). Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya, mulai dari
tertelan telur matang sampai menjadi cacing dewasa gravid yang bermigrasi
ke daerah perianal, berlangsung kira-kira selama 2 minggu-2 bulan.
Kemungkinan daurnya hanya berlangsung selama 1 bulan karena telur-telur
cacing dapat ditemukan kembali pada anus paling cepat 5 minggu sesudah
pengobatan (Gandahusada, 2006).
- Stadium infektif : Stadium Telur
- Cara penularan :
1) Melalui tangan ke mulut penderita sendiri atau pada orang lain. Kalau
anak menggaruknya, telur-telur itu akan melekat di bawah kuku jari
tangan dan akan terbawa ke makanan serta benda-benda lain. Dengan
cara ini, telur-telur cacing tersebut masuk ke mulut anak itu sendiri atau
mulut anak lain. Dengan demikian, terjadilah penularan cacing kremi.
2) Penularan berawal dari pernafasan dengan menghisap udara yang
tercemar telur yang infektif
3) Menular secara retroinfeksi atau penularan yang terjadi pada penderita
itu sendiri. Oleh sebab itu, larva menetas di daerah perianal.
- Habitat dalam tubuh :
Di dalam usus ketika dewasa dan di rectum manusia untuk bertelur.
- Cara pencegahan :
Cara pecegahannya dapat dilaukan dengan menerapkan personal Hygiene
seperti dengan mencuci tangan dengan sabun setelah BAB, mencuci tangan
sebelum makan, kebiasaan memotong kuku dan menjaga kebersihan kuku,
dan kebiasaan mengganti pakaian dalam per hari.

11. Sebutkan kondisi-kondisi patologi dan gejala klinis yang disebabkan oleh Ascaris
lumbricoides (stadium larva dan dewasa)
Jawaban :
Kondisi patologis saat memasuki stadium larva yaitu larva mengalami migrasi yang
dapat menyebabkan eosinophilia dan kadang-kadang juga menimbulkan reaksi alergi.
Gejala klinis yang disebabkan oleh stadium larva ini adalah dapat menyebabkan
gejala ringan di hati dan di paru-paru akan menyebabkan sindrom Loeffler. Sindrom
Loeffler merupakan kumpulan tanda seperti demam, sesak napas, eosinofilia, dan
pada foto Roentgen thoraks terlihat infiltrat yang akan hilang selama 3 minggu.
Sedangkan saat sudah memasuki stadium dewasa, cacing Ascaris lumbricoides ini
dapat menyebabkan kerusakan pada organ akibat invasinya dan mengakibatkan
patogenesis yang lebih berat. Sedangkan gejala klinis yang disebabkan akibat Ascaris
lumbricoides stadium dewasa yaitu dapat menyebabkan gejala khas saluran cerna
seperti tidak nafsu makan, muntah-muntah, diare, konstipasi, dan mual. Apabila
cacing masuk ke saluran empedu makan dapat menyebabkan kolik atau ikterus. Bila
cacing dewasa kemudian masuk menembus peritoneum badan atau abdomen maka
dapat menyebabkan penyakit akut pada abdomen.

12. Sebutkan kondisi-kondisi patologi dan gejala klinis yang disebabkan oleh Trichuris
trichiura (stadium dewasa)
Jawaban :
Pada saat stadium dewasa Cacing Trichuris pada manusia terutama hidup di sekum,
akan tetapi dapat juga ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada
anak, cacing tersebar di seluruh kolon dan rectum. Kadang-kadang terlihat di mukosa
rectum yang mengalami prolapses akibat mengejannya penderita pada waktu defekasi.
Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang
menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Di tempat perlekatannya dapat
terjadi perdarahan. Disamping itu cacing ini juga menghisap darah hospesnya,
sehingga dapat menyebabkan anemia. Penderita terutama anak-anak dengan infeksi
Trichuris yang berat dan menahun, menunjukkan gejala diare yang sering diselingi
sindrom disentri, anemia, berat badan turun dan kadang-kadang disertai prolapsus
rektum. Infeksi berat Trichuris trichura yang berat sering disertai dengan infeksi
cacing lainnya atau protozoa, sedangkan pada infeksi ringan biasanya tidak
memberikan gejala klinis yang jelas atau sama sekali tidak memiliki gejala.

13. Sebutkan kondisi-kondisi patologi dan gejala klinis yang disebabkan oleh cacing
tambang (stadium larva dan dewasa)
Jawaban :
Pada saat stadium larva, cacing tambang mampu menembus kulit dan akan
menyebabkan reaksi erythematous. Larva di paru-paru akan menyebabkan
perdarahan, eosinophilia, dan pneumonia. Setelah dari paru-paru, larva cacing
tambang kemudian bermigrasi ke bagian kerongkongan dan kemudian tertelan.
Migrasi larva ini menyebabkan gejala klinis yaitu batuk-batuk. Larva kemudian
menuju usus halus. Di usus halus inilah cacing tambang yang sebelumnya stadium
larva berkembang menjadi stadium dewasa dengan menghisap darah penderita.
Seseorang yang terinfeksi berat oleh cacing tambang akan mengalami pendarahan
yang hebat dan dapat menimbulkan anemia dan berat badan mengalami penurunan
yang sangat drastis.

14. Sebutkan kondisi-kondisi patologi dan gejala klinis yang disebabkan oleh Enterobius
vermicularis
Jawaban :
Cacing Enterobius vermicularis yang sudah dewasa mudah bergerak ke usus halus
bagian proksimal sampai ke lambung, esofagus dan hidung sehingga menyebabkan
gangguan di daerah tersebut. cacing betina gravid mengembara dan dapat bersarang di
vagina dan di tuba fallopi sehingga menyebabkan radang di saluran telur. Cacing
sering di temukan di apendiks tetapi jarang menyebabkan apendisitis. Gejala klinis
yang menonjol disebabkan karena iritasi di sekitar anus, perineum dan vagina oleh
cacing betina gravid yang berimigrasi ke daerah anus dan vagina sehingga
menyebabkaan pruritus lokal. Karena cacing berimigrasi ke daerah anus dan
menyebabkan pruritus ani, maka penderita menggaruk daerah sekitar anus sehingga
timbul luka garuk di sekitar anus. Keadaan ini sering terjadi pada waktu malam hari
hingga penderita terganggu tidurnya dan menjadi lemah.

15. Sebutkan ciri-ciri telur Ascaris lumbricoides


Jawaban :
Ciri-ciri telur Ascaris lumbricoides :
a) Telur yang dibuahi :
 Berbentuk bulat atau oval
 Permukaan telurnya tidak teratur
 Berwarna kuning kecoklatan
 Berukuran 60 - 45µm.
 Terdapat lapisan tebal albumin
 Terdapat lapisan dalam yang mengandung selubung vitelin tipis yang cukup
kuat.
b) Telur yang mengalami dekortikasi adalah telur yang dibuahi :
 Kehilangan lapisan albuminoidnya
 Terapung di dalam larutan garam jenuh atau pekat
c) Telur yang tidak dibuahi :
 Berbentuk memanjangterkadang segitiga
 Terdapat lapisan yang tipis
 Berwarna kecoklatan karena pengaruh pigmen empedu di saluran cerna
 Tidak terdapat rongga udara

16. Sebutkan ciri-ciri telur Trichuris trichiura


Jawaban :
Ciri-ciri telur Trichuris trichiura adalah
 Berbentuk seperti tong anggur (barrel shape) atau lemon shape
 Kedua ujung telur terdapat dua buah mucoid plug menonjol dan transparan
 Dindingnya terdiri atas dua lapis bagian dalam jernih, bagian luar berwarna
kecoklat-coklatan.
 Berukuran 50-54x22- 23 mikron

17. Sebutkan ciri-ciri telur cacing tambang


Jawaban :
Ciri-ciri telur cacing tambang :
 Memiliki ukuran ±60 x 40 mikron
 Dinding luar dibatasi oleh lapisan viteline yang halus
 Memiliki 4-8 sel di dalamnya
 Mengalami segmentasi 2,4 dan 8 sel
 Berbentuk oval
 Memiliki dinding yang tipis dan rata
 Tidak berwarna

18. Sebutkan ciri-ciri telur Enterobius vermicularis


Jawaban :
Ciri-ciri telur Enterobius vermicularis :
 Berbentuk lonjong dan lebih datar pada satu sisi (asimterik)
 Mempunyai ukuran 50 -60 mikron x 20 – 32 mikron.
 Dinding telur bening dan agak lebih tebal dari dinding telur cacing tambang
 Memiliki 3 lapisan dinding telur, lapisan pertama (lapisan luar) berupa lapisan
albuminous, tranclusent, bersifat sebagai mechanical protection, lapisan kedua
berupa membran terdiri dari lemak, berfungsi sebagai chemical protection,
lapisan ketiga adalah lapisan dalam telur yang berisi larva
 Dapat hidup selama 13 hari asalkan dalam kondisi lembab
 Reisiten terhadap desinfektan dan udara dingin.

19. Jelaskan jenis hospes definitif, hospes perantara, hospes reservoir (jika ada), siklus
hidup, stadium infektif, cara penularan, habitat dalam tubuh, cara pencegahan
filariasis limfatik
Jawaban :
- Nama penyakit : Filariasis
- Jenis hospes definitif :
Manusia yang mengandung parasit selalu dapat menjadi sumber infeksi bagi
orang lain yang rentan. Biasanya pendatang baru ke daerah endemis lebih rentan
terhadap infeksi filariasis dan lebih menderita daripada penduduk asli. Pada
umumnya laki-laki lebih banyak yang terkena infeksi, karena lebih banyak
kesempatan untuk mendapat infeksi {exposure). Juga gejala penyakit lebih nyata
pada laki-laki, karena pekerjaan fisik yang lebih berat
- Hospes perantara :
Nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex, Armigeres
- Hospes reservoir :
Tipe B.malayi yang dapat hidup pada hewan merupakan sumber infeksi untuk
manusia. Hewan yang sering ditemukan mengandung infeksi adalah kucing dan
kera terutama jenis Presbytis, meskipun hewan lain mungkin juga terkena infeksi
- Siklus hidup :
Siklus tersebut dimulai dari dalam tubuh nyamuk sampai menimbulkan penyakit
filariasis adalah sebagai berikut: di dalam tubuh nyamuk betina, mikrofilaria
yang ikut terhisap waktu menghisap darah akan melakukan penetrasi pada
dinding lambung dan berkembang di dalam thorax hingga menjadi larva infektif
yang akan berpindah ke proboscis. Larva infektif (L3) akan masuk melalui
lubang bekas tusukan nyamuk di kulit dan selanjutnya akan bergerak mengikuti
saluran limfa. Sebelum menjadi cacing dewasa, larva infektif tersebut akan
mengalami perubahan bentuk sebanyak dua kali. Larva L3 (masa inkubasi
ekstrinsik dari parasit) Brugia malayi memerlukan waktu 3,5 bulan untuk
menjadi cacing dewasa.
- Stadium infektif :
Stadium larva yang berada di dalam vektor (nyamuk)
- Cara penularan :
Penularan dapat terjadi apabila ada 5 unsur, yaitu sumber penular (manusia dan
hewan), parasit, vektor, manusia yang rentan, iingkungan (fisik, biologik dan
sosial-ekonomi-budaya). Seseorang dapat tertular atau terinfeksi penyakit kaki
gajah apabila orang tersebut digigit nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang
mengandung larva stadium III (L3). Kemudian memasuki periode laten atau
prepaten. Periode laten adalah waktu yang diperlukan antara seseorang
mendapatkan infeksi sampai dtemukannya rnikrofilaria di dalam darahnya.
Waktu ini sesuai dengan pertumbuhan cacing hingga dewasa sampai melahirkan
rnikrofilaria ke dalam darah dan jaringan.
- Habitat dalam tubuh :
Kelenjar dan saluran getah bening
- Cara pencegahan :
Pencegahan filariasis berdasarkan faktor risiko dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
a. Memberikan penyuluhan di daerah endemis mengenai cara penularan dan
cara pengendalian vektor nyamuk.
b. Mengidentifikasi vektor dengan mendeteksi adanya larva infektif dalam
nyamuk dengan menggunakan umpan manusia; mengidentifikasi tempat
dan waktu menggigit nyamuk serta tempat perkembangbiakannya secara
tepat. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan apabila penularan
terjadi oleh nyamuk yang menggigit pada malam hari di dalam rumah
adalah dengan penyemprotan menggunakan pestisida residual, memasang
kawat kasa, tidur dengan menggunakan kelambu (lebih baik jika sudah
dicelup dengan insektisida piretroid), memakai obat gosok anti nyamuk
(repellents) dan membersihkan tempat perkembangbiakan nyamuk seperti
kakus yang terbuka, ban-ban bekas, batok kelapa dan membunuh larva
dengan larvasida apabila penularan terjadi oleh nyamuk yang menggigit
pada malam hari di dalam rumah. Jika ditemukan Mansonia sp. sebagai
vektor pada suatu daerah, tindakan yang dilakukan adalah dengan
membersihkan kolam-kolam dari tumbuhan air yang menjadi sumber
oksigen bagi larva tersebut.
c. Pengendalian vektor jangka panjang mungkin memerlukan perubahan
konstruksi rumah dan termasuk pemasangan kawat kasa serta
pengendalian lingkungan untuk memusnahkan tempat perkembangbiakan
nyamuk.
d. Melakukan pengobatan dengan menggunakan diethilcarbamazine citrate.
e. Pencegahan massal melalui kontrol vektor (nyamuk) dapat dilakukan,
namun hal ini terbukti tidak efektif mengingat masa hidup parasit yang
panjang sekitar 4-8 tahun. Baru-baru ini diberikan pengobatan dosis
tunggal, satu kali per tahun, dengan dua regimen obat yaitu Albendazol
400 mg dan Ivermectin 200mg/kgBB.
f. Pencegahan individu dengan mengurangi kontak dengan nyamuk melalui
penggunaan kelambu, obat oles anti nyamuk, serta insektisida.

20. Jelaskan perbedaan mikrofilaria Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori
Jawaban :
Perbedaan mikrofilaria pada Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori
adalah :
a) Ukuran mikrofilaria
 Wuchereria bancrofti memiliki mikrofilaria yang bersarung dengan ukuran
250-300 mikron x 7-8 mikron.
 Brugia malayi memiliki mikrofilaria yang bersarung dengan ukuran 200-260
mikron x 8 mikron.
 Brugia timori memiliki mikrofilaria yang bersarung dengan ukuran 280-310
mikron x 7 mikron.
b) Periodisitas :
 Wuchereria bancrofti pada umumnya bersifat periodisitas nokturna, artinya
mikrofilaria hanya terdapat di dalam darah tepi pada waktu malam hari. Pada
siang hari mikrofilaria terdapat di kapiler alat dalam (Paruparu, Jantung,
Ginjal). Akan tetapi di daerah Pasifik, mikrofilaria W.bancrofti mempunyai
perioditas subperiodikdiurna. Mikrofilaria terdapat di dalam darah siang dan
malam, tetapi jumlahnya lebih banyak pada waktu siang.
 Brugia malayi memiliki perioditasi periodik nokturna, sub periodik nokturna,
atau nan periodik. Mikrofilaria terdapat dalam darah tepi siang dan malam,
tetapi jumlahnya lebih banyak pada waktu malam hari.
 Brugia timori bersifat periodik nokturna

21. Jelaskan kondisi-kondisi patologi dan gejala klinis yang disebabkan oleh filariasis
bankrofti dan filariasis brugia (stadium dewasa)
Jawaban :
a) Filariasis bancrofti
Perjalanan filariasis dapat dibagi beberapa stadium: stadium mikrofilaremia
tanpa gejala klinis, stadium akut dan stadium menahun. Ketiga stadium tumpang
tindih, tanpa ada batasan yang nyata. Gejala klinis filariasis bankrofti yang
terdapat di suatu daerah mungkin berbeda dengan dengan yang terdapat di daerah
lain. Pada penderita mikrofilaremia tanpa gejala klinis, pemeriksaan dengan
limfosintigrafi menunjukkan adanya kerusakan limfe. Cacing dewasa yang hidup
dapat menyumbat saluran limfe dan menyebabkan terjadinya dilatasi pada saluran
limfe, yang disebut lymphangiektasia. Apabila jumlah cacing dewasa banyak dan
lymphangietaksia terjadi secara intensif menyebabkan disfungsi sistem limfatik.
Cacing yang mati menimbulkan reaksi imflamasi. Setelah infiltrasi limfositik
yang intensif, lumen tertutup dan cacing mengalami kalsifikasi. Sumbatan
sirkulasi limfatik terus berlanjut pada individu yang terinfeksi berat sampai semua
saluran limfatik tertutup menyebabkan limfedema di daerah yang terkena. Selain
itu, juga terjadi hipertrofi otot polos di sekitar daerah yang terkena. Stadium akut
ditandai dengan peradangan pada saluran dan kelenjar limfe, berupa limfaadenitis
dan limfagitis retrograd yang disertai demam dan malaise. Gejala peradangan
tersebut hilang timbul beberapa kali setahun dan berlangsung beberapa hari
sampai satu atau dua minggu lamanya. Peradangan pada system limfatik alat
kelamin laki-laki seperti funikulitis, epididimitis dan orkitis sering dijumpai.
Saluran sperma meradang, membengkak menyerupai tali dan sangat nyeri pada
perabaan. Kadang-kadang saluran sperma yang meradang tersebut menyerupai
hernia inkarserata. Pada stadium menahun gejala klinis yang paling sering
dijumpai adalah hidrokel. Dapat pula dijumpai gejala limfedema dan
elephantiasis yang mengenai seluruh tungkai, seluruh lengan, testis, payudara dan
vulva. Kadang-kadanag terjadi kiluria, yaitu urin yang berwarna putih susu yang
terjadi karena dilatasi pembuluh limfe pada system ekskretori dan urinary.
Gejala klinis seseorang yang terinfeksi filariasis bancrofti bervariasi, dari yang
tidak menunjukkan gejala sampai dengan manifestasi klinik yang berat seperti
elefantiasis dan hidrokel. Saat cacing memasuki stadium dewasa dapat terjadi
pembesaran scrotum yang berisi cairan limfe, limfedema/elepantiasis pada
seluruh kaki, lengan, vagina dan payudara. Keadaan ini dapat diperburuk karena
adanya infeksi sekunder oleh bakteri atau jamur.
b) Filariasis brugia
Seseorang dapat terinfeksi filriasis brugia karena vektor nyamuk yang
berasal dari genera Mansonia dan Aedes. Ketika nyamuk menghisap darah
manusia, nyamuk yang terinfeksi B.malayi menyelipkan larva B.malayi ke dalam
inang manusia. Dalam tubuh manusia, larva B.malayi berkembang menjadi
cacing dewasa yang biasanya menetap di dalam pembuluh limfa. Cacing dewasa
dapat memproduksi mikrofilaria yang dapat menyebar hingga mencapai darah
tepi. Ketika nyamuk menggigit manusia yang telah terinfeksi, mikrofilaria dapat
terhisap bersamaan dengan darah kedalam perut nyamuk. Setelah masuk kedalam
tubuh nyamuk, mikrofilaria meninggalkan selubungnya. Mikrofilaria kemudian
berenang melalui dinding proventikulus dan porsi kardiak (bagian dalam perut
nyamuk), hingga mencapai otot toraksis (otot dada). Di dalam otot toraksis, larva
filaria berkembang menjadi larva tahap akhir. Larva tahap akhir berenang melalui
homocoel (rongga tubuh) hingga sampai pada prosbosis (sungut) nyamuk. Ketika
tiba di dalam probosis nyamuk, cacing tersebut siap menginfeksi inang manusia.
Gejala klinis yang disebabkan oleh Filariasis brugia ini lebih akut dan
lebih jelas daripada dengan filariasis bancrofti, akan tetapi Infeksi Filariasis
bancrofti dapat menyebabkan kelainan saluran pada saluran kemih dan alat
kelamin, sedangkan pada infeksi oleh filariasis brugia tidak menimbukan kelainan
pada saluran kemih dan alat kelamin.

22. Jelaskan nama penyakit, jenis hospes definitif, hospes perantara, siklus hidup, stadium
infektif, cara penularan, habitat dalam tubuh, cara pencegahan Schistosoma sp,
Paragonimus westermani, Fasciola hepatica, Fasciolopsis buski, Chlonorsis sinensis
Jawaban :
 Schistosoma sp
- Nama penyakit : Schistosomiasis atau bilharzia
- Jenis hospes definitif :
Tidak hanya manusia tetapi juga kera dan rodensia
- Hospes perantara : Siput air tawar.
- Siklus hidup :
Siklus hidup Schistosoma  spp. meliputi tahap parasit dan hidup bebas. Tahap
infektif untuk manusia adalah serkaria, yang hidup dan berenang bebas, tetapi
berumur pendek (24-72 jam). Serkaria masuk ke dalam tubuh inang melalui
penetrasi kulit yang berada di dalam air. Serkaria kemudian bertransformasi
menjadi larva schistosomula, yang menembus sistem sirkulasi melalui
pembuluh subkutaneus dan mencapai sistem sirkulasi pulmonal. Pada paru-
paru, schistosomula memanjang, masuk ke pembuluh vena pulmonalis dan
kemudian bergerak menuju jantung hingga kapiler darah sistemik. Jika
schistosomula mencapai pembuluh splanchnic, schistosomula bergerak ke
pembuluh kapiler untuk menuju sirkulasi  portal. Apabila tidak mencapai
sirkulasi portal, schistosomula akan kembali ke jantung untuk bersirkulasi
kembali. Dari kapiler mesenterika, schistosomula akan bergerak ke hati dan
masuk ke dalam cabang-cabang intrahepatik vena portal dan mengalami
maturasi menjadi cacing schistosome dewasa. Cacing fluke darah dewasa
bersifat dioecious, yaitu jantan atau betina terpisah dan akan bermigrasi
melalui pembuluh mesenterika untuk mencari pasangan, kawin dan memulai
oviposisi pada dinding usus. Telur akan keluar dari tubuh manusia bersamaan
dengan kotoran dan apabila telah mencapai air tawar, telur akan menetas
untuk melepaskan mirasidia. Mirasidia merupakan tahap yang akan
menginfeksi inang perantara siput. Mirasidia akan berkembang menjadi
sporokista dan nantinya akan melepaskan serkaria 4-12 minggu setelah siput
terinfeksi. Pada tahapan siklus hidup schistosom tidak memiliki tahapan redia
(Salvana and King, 2009; Alnassir and King, 2009).
- Stadium infektif : Serkaria
- Cara penularan :
Cara infeksi atau Penularandari Schistosoma spp. Terbagi menjadi 2 yaitu
infek akut dan infeksi kronis.  Infeksi akut merupakan sejenis infeksi yang
cukup sulit untuk didiagnosis pada inang definitif. Gejala klinis tidak bersifat
spesifik untuk schistosomiasis. Riwayat kulit yang terpapar air pada daerah
endemik diikuti oleh kelainan klinis sesuai dapat meningkatkan kecurigaan
adanya schistosomiasis akut. Pengujian serologi antischistosom dapat
dilakukan, meskipun hasil positif tidak membedakan anata infeksi yang baru
dengan yang lama. Namun, beberapa orang yang sebelumnya memiliki hasil
negatif dapat menjadi indikasi imun yang dapat mengesampingkan
kemungkinan infeksi schistosoma (Salvana and King, 2009). Infeksi
kronis,Pemeriksaan tinja langsung menggunakan teknik Kato-Katz adalah
metode pilihan untuk menentukan keberadaan infeksi dan densitas telur pada
manusia yang terinfeksi. Telur memiliki penampilan yang berbeda, yaitu
ovoidal dengan operculumkecil di dekat salah satu kutub. Telur berukuran
sekitar panjang 100 μm dan lebar 60 μm. Teknik-teknik konsentrasi sangat
membantu untuk mengolah jumlah volume tinja yang besar, tetapi tidak
sensitif untuk infeksi ringan. Teknik konsentrasi umum meliputikonsentrasi
formaldehid-eter, teknik konsentrasi mertiolat-formaldehid, dan teknik
konsentrasi mertiolat-yodium-formaldehid. Biopsi rektal dapat berguna jika
pemeriksaan tinja berulang tetap menunjukkan hasil negatif ketika kecurigaan
klinis tinggi terhadap infeksi schistosom, karena sebagian besar telur
kemungkinan berkonsentrasi di mukosa rektal dan akan tetap ada bahkan jika
infeksi aktif telah berhenti. Saat ini tes yang mumpuni yaitupengujian
precipitin sirkumoval (COPT), pengujian hemaglutinasi tidak langsung dan
ELISA terhadap antigen schistosome yang larut(Salvana and King, 2009).
- Habitat dalam tubuh :
Di daerah vena untuk berkembang dan pindah ke usus halus sebagai tempat
terakhir sekaligus persembunyian untuk meletakkan telur-telurnya.
- Cara pencegahan :
Pencegahan yang dapat dilakukan dalam mengatasi Schistosomiasis ini lebih
ditekankan dengan menggangu transmisi fluke. Pada daerah dengan
prevalensi tinggi, kemoterapi massal adalah strategi kontrol utama. Meskipun
pengobatan massal dapat mengurangi penularan, namun hal tersebut tidak
menjamin dalam mengambat transmisi schistosoma. Pengendalian
siput Oncomelaniasebagai inang perantara adalah strategi efektif yang
digunakan di Jepang dan sebagian dataran Cina. Eliminasi siput melibatkan
penggunaan molusikisida kimia untuk membunuh siput. Perbaikan sanitasi
untuk mencegah telur fluke darah dalam feses menyebar ke perairan juga
merupakan ukuran kontrol yang penting (Khiani and King, 2009).
 Paragonimus westermani
- Nama penyakit : Paragonimiasis
- Jenis hospes definitif :
Manusia dan hewan peranakan ketam seperti kucung, anjing, dan harimau
- Hospes perantara :
Ketam air tawar atau udang batu
- Siklus hidup :
Siklus hidup dari Paragonimus wastermani dimulai ketika Telur ke keluar
dari hospes definitif bersama feses, kemudian telur akan menjadi mirasidium
dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Mirasidium akan masuk ke dalam tubuh
siput sebagai hospes perantara pertama dan tumbuh menjadi sporokista,
kemudian akan menjadi redia dan akhirnya terbentuk serkaria. Serkaria
keluar dari tubuh siput, kemudian masuk ke tubuh ketam atau udang bau
sebagai hospes perantara kedua, dan berkembang menjadi metaserkaria yang
efektif. Apabila metaserkaria yang sudah efektif tersebut tertelan oleh
manusia atau hospes definitif lainnya, maka metaserkaria tersebut akan
mengalami enkistasi dalam usus halus. Setelah itu metaserkaria yang sudah
mengalami enkistasi akan menerobos dinding usus halus lalu menerobos
diafragma dan rongga pleura masuk ke paru-paru. Di paru-paru inilah terjadi
pertumbuhan atau pendewasaan cacing Paragonimus wastermani. Cacing
Paragonimus wastermani kadang juga bisa sampai ke otak dan mendewasa
di otak. Cacing ini dapat hidup selama 5-6 tahun didalam tubuh manusia. Di
dalam paru- paru, cacing Paragonimus wastermani bertelur dan telut-telur
tersebut akan keluar sebagian melalui fses dan sebagiannya lagi melanjutkan
hidupnya di hospes definitifnya.
- Stadium infektif : Metaserkaria
- Cara penularan :
Cara penularan infeksi cacing Paragonimus wastermani ini adalag saat
manusia atau hospes definitif lainnya memakan udang kepiting, maupun
lobster dalam keadaan tidak matang atau mentah.
- Habitat dalam tubuh : Paru-paru
- Cara pencegahan :
1) Tidak memakan kepiting yang belum di masak sampai matang
2) Tidak buang air besar sembarangan terutama di lokasi perairan
3) Melakukan pengobatan pada penderita
 Fasciola hepatica
- Nama penyakit :
Distomatosis atau Fasciolosis
- Jenis hospes definitif :
Mencakup mamalia herbivora, termasuk manusia
- Jenis hospes perantara : Tumbuhan air.
- Siklus hidup :
Cacing hati (Fasciola hepatica) memiliki telur yang besar, berbentuk
oval, mempunyai tutup, berwarna kuning sampai coklat, dan berukuran
130 – 150 mikron. Telur yang belum matang keluar bersama fases.
Pematangan dalam air menghendaki suhu optimal 22 - 25º C selama 9
– 15 hari. Setelah itu menetaslah mirasidium dari telur. Dalam waktu
8 jam mirasidium ini harus menembus keong air untuk melanjutkan
pertumbuhannya. Keong yang bertindak sebagai hospes intermedietnya ialah
jenis Lymnaea. Dalam keong mirasidium menjadi sporokis muda.
Dalam 3 minggu, sporokis menghasilkan redia induk, yang pada minggu
berikutnya mengandung redia anak. Redia tumbuh menjadi
serkaria. Serkari yang sudah matang meninggalkan keong untuk hidup
bebas dalam air. Beberapa jam dalam air serkaria ini melepaskan
ekornya dan merambat pada berbagai tumbuhan air seperti rerumputan
dan karsen air, kemudian mengkista menjadi metaserkaria. Metaserkaria
ini dapat hidup dalam waktu lama di atmosfer yang lembab, tapi akan
cepat mati dalam waktu kekeringan. Apabila ternak merumput maka ternak
tersebut dapat mengalami infeksi. metaserkaria dapat bertahan pada
jerami dan tanaman makanan ternak sekitar 28 hari pada suhu 5 – 10º
C, sehingga pada kelembaban udara yang lebih tinggi mempunyai
daya infeksi sampai 70 hari. (Supardi, 2002).
- Stadium infektif : Metaserkaria
- Cara penularan :
Cara penularan cacing Fasciola hepatica terhadap manusia dapat ditularkan
melalui pengonsumsian hati sapi atau hewan ternak lainnya yang tidak diolah
hingga matang. Tidak hanya itu, sayuran yang berasal dari tumbuhan air
apabila terkontaminasi oleh serkaria juga dapat menginfeksi manusia apabila
dikonsumsi mentah dan tidak dicuci hingga bersih
- Habitat dalam tubuh :
Di dalam hati dan saluran empedu hewan herbivora maupun manusia.
- Cara pencegahan :
Cara pencegahan supaya tidak terinfeksi oleh cacing Fasciola hepatica ini
adalah dengan merebus atau memasak hati sapi dengan matang apabila ingin
mengonsumsinya
 Fasciolopsis buski
- Nama penyakit : Fasciolopsiasis
- Jenis hospes definitif : Manusia dan hewan
- Jenis hospes perantara : Keong
- Siklus hidup :
Manusia berperan sebagai hospes definitive cacing Fasciolopsiasis buski
sedangkan siput air tawar genus Segmentina, Hippeutis atau Graulus
bertindak sebagai hospes perantara kedua. Tanaman air berfungsi sebagai
tempat berkembangnya larva infektif (Metacercaria, Hippeutis atau Gyraulus)
yang bertindak sebagai hospes perantara. Untuk melengkapi siklus hidupnya,
Fasciolopsiasis memerlukan hospes perantara kedua, yaitu tananam air
sebagai tempat berkembangnya larva infektif metaserkaria (metasercaria). Di
dalam duodenum larva akan lepas dari jaringan tanaman air dan selanjutnya
akan melekatkan diri pada mukosa usus halus, lalu berkembang menjadi
cacing dewasa dalam waktu 25-30 hari. Cacing dewasa ini mampu
menghasilkan cacing muda. Rata-rata umur cacing dewasa mencapai umur 6
(enam) bulan.
Telur cacing yang keluar bersama tinja penderita akan masuk ke dalam air
dan dalam waktu 3-7 minggu akan menetas menjadi larva mirasidium pada
suhu 30 oC. Larva mirasidium akan berenang dan dalam waktu 2 jam sudah
mampu menembus siput yang menjadi hospes perantara pertama. Jika dalam
waktu 5 jam sesudah keluar tubuh penderita larva ini tidak menjumpai siput,
larva akan mati.12-13 Di dalam tubuh siput air tawar mirasidium tumbuh
menjadi sporokista. Jika sporokista sudah matang, akan terbentuk redia induk
yang memproduksi redia anak yang selanjutnya berkembang menjadi serkaria
(cercaria). Serkaria akan keluar dari tubuh siput dan berenang untuk mencari
tumbuhan air yang sesuai, yang bertindak sebagai hospes perantara yang
kedua. Dalam waktu 1-3 jam sesudah mendapatkan tanaman air yang sesuai,
serkaria akan tumbuh menjadi larva metaserkaria yang infektif
- Stadium infektif : Metaserkaria
- Cara penularan :
Cacing ini ditularkan melalui air maupun tumbuhan rawa. Kondisi geografi
Kecamatan Babirik, Kabupaten Hulu Sungai Utara merupakan daerah rawa
pasang surut dimana aktivitas sehari-hari seperti mandi, cuci pakaian, dan
gosok gigi menggunakan air rawa tersebut selain sebagai sumber air bersih,
rawa juga digunakan untuk sarana bermain-main sekaligus membuang tinja.
Selain itu, rawa pasang surut tersebut ditumbuhi tumbuh-tumbuhan rawa
yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat setempat. Kebiasaan
mengkonsumsi tumbuhan rawa tersebut berisiko menyebabkan terjadi infeksi
Fasciolopsiasis. Hal ini dihubungkan dengan kronologis kejadian dimana
musim pakat berurutan dengan banyaknya penderita.
- Habitat dalam tubuh :
Di dalam usus halus manusia dan hewan (misalnya: Kerbau, Kucing,
Angjing, Babi hutan dan Kambing),
- Cara pencegahan :
1. Masyarakat diberitahu tentang tata cara berperilaku dan kebiasaan hidup
sehat dengan mencuci makanan dan memasak makanan yang akan dimakan
sampai matang.
2. Mencuci tangan sebelum makan dan sesudah melakukan aktivitas
(bekerja).
3. Memakai alas kaki dan mandi tiap hari pagi dan sore untuk menghindari
infeksi F. buski.
4. Dilakukan pemeriksaan cacing dan pengobatan secara rutin
5. Masyarakat diberikan pengetahuan tentang siklus hidup F. buski.
 Chlonorsis sinensis
- Nama penyakit : Clonorchiasis
- Jenis hospes definitif : Kucing, anjing, manusia
- Siklus hidup :
- Siklus hidup Chlonorsis sinensis dimulai ketika telur-telur Chlonorsis
sinensis ini telah dikeluarkan bersama feses hospes definitif dan
mengontaminasi lingkungan. Telur-telur ini kemudia termakan oleh hospes
perantara pertama yaitu keong air. Didalam tubuh keong, telur Chlonorsis
sinensis menetas dan berubah menjadi mirasidium. Mirasidium kemudian
berkembang menjadi sporokista, berkembang lagi menjadi redia. Redia ini
kemudian berubah menjadi serkaria yang kemudian dikeluarkan oleh keong
air. Serkaria berenang-rennag bebas di air dan apabila terdapat hospes
perantara kedua seperti ikan, cerkaria akan menginfeksi ikan tersebut.
Serkaria yang masuk dalam tubuh ikan akan berkembang menjadi
metaserkaria yang infektif dan siap menginfeksi hospes definitif seperti
manusia. Apabila ikan yang terinfeksi oleh Chlonorsis sinensis tersebut
termakan oleh manusia maka akan terjadi ekistasi di dalam duodenum. Larva
kemudian masuk ke ductus coledochus, masuk ke saluran empedu lalu
menjadi dewasa dan apabila sudah bertelur, telur tersebut akan diekresikan ke
feses yang nantinya telur tersebut akan dibuang bersama feses.
- Stadium infektif : Metaserkaria
- Cara penularan :
Cara penularan  yang menyebabkan manusia terinfeksi oleh cacing
Chlonorsis sinensis karena memakan ikan air-tawar yang mengandung larva
kista (metaserkaria) yang diolah dengan kurang matang.
- Habitat dalam tubuh : Hati
- Cara pencegahan :
1) Tidak memakan ikan mentah atau setengah matang
2) Tidak buang air besar sembarangan terutama di lokasi perairan
3) Melakukan pengobatan pada penderita

23. Apakah perbedaan yang ditemukan antara Schistosoma sp dengan spesies-spesies


Trematoda lainnya
Jawaban :
 Schistosoma sp stadium infektifnya adalah serkaria, sedangkan spesies-spesies
trematoda lainnya stadium infektinya adalah metaserkaria
 Schistosoma sp tidak memiliki host perantara, sedangkan spesies-spesies
trematoda lainnya memiliki host perantara
 Schistosoma sp bersifat non hemaprodit, sedangkan spesies-spesies trematoda
lainnya bersifat hermaprodit

24. Jelaskan perbedaan stadium telur Schistosoma mansoni, S. haematobium, S.


japonicum
Jawaban :
a) Schistosoma mansoni
 Berbentuk lonjong
 Berwarna coklat kekuningan
 Berukuran 114-175 x 45-64 mikron
b) Schistoma haematobium
 Berbentuk lonjong
 Berwarna kuning kecoklatan
 Ukuran 112-170 x 40-70 mikron
 Dinding tampak healing
c) Schistoma japonicum
 Berbentuk oval hingga bulat
 Dinding venula tipis

25. Sebutkan kondisi patologi dan gejala klinis pada sistosomiasis


Jawaban :
Keadaan patologis yang ditimbulkan oleh schistosomiasis sering berupa
pembentukan granuloma dan gangguan terhadap organ tertentu. Hal ini sangat
berhubungan erat dengan respon imun hospes. Respon imun hospes ini sendiri
dipengaruhi oleh faktor genetik, intensitas infeksi, sensitisasi in utero terhadap antigen
schistosoma dan status co-infeksi.(7-8)
a. Schistosomiasis akut
Penyakit schistosomiasis akut dapat ditandai dengan gejala demam (nokturna),
malaise, mialgia, nyeri kepala, nyeri abdomen, batuk non produktif yang dapat
terjadi sebelum ditemukannya telur di alam feses dan akan mencapai puncaknya
pada minggu ke 6-8 setelah infeksi.
b. Schistosomiasis kronis
Polarisasi respon Th2 (Th2 Polarized) yang terjadi pada tahap awal
schistosomiasis sangat berpotensi untuk menimbulkan gejala klinis yang berat dan
dapat menimbulkan kematian. Apabila respon Th2 polarized ini berkelanjutan
akan terjadi fibrosis hati akibat IL-13 yang dihasilkan oleh Th2. Kemampuan
fibrogenesis IL-13 ini merupakan dasar terapi untuk penyakit fibrotik hepar akibat
schistosomiasis. Imunoterapi dengan cara menghambat IL-13 dan pemberian
terapi sitokin berupa IFN-γ, IL-12, TNF) dan Nitric Oxide (NO) dapat mencegah
terjadinya fibrosis.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan terhadap penderita schistosmiasis
didapatkan kesimpulan bahwa penderita dengan derajat infeksi yang sama
(berdasarkan jumlah telur yang ditemukan dari pemeriksaan feses) bisa mempunyai
klinis yang berbeda. Penderita yang mengalami respon Th2 polarized cenderung
memperlihatkan klinis yang berat dan sering menimbulkan kematian sedangkan
penderita respon Th1 polarized cenderung menimbulkan gejala yang lebih ringan.

26. Sebutkan bagian-bagian tubuh Cestoda


Jawaban :
Bagian-bagian tubuh dari cacing dalam subkelas cestoda dewasaadalah :
a) Skoleks, yaitu kepala yang merupakan alat untuk melekat, dilengkapi dengan
batil isap atau dengan lekuk isap.
b) Leher, yaitu tempat pertumbuhan badan.
c) Strobila, yaitu badan yang terdiri atas banyak ruas atau segmen yang disebut
proglotid. Tiap proglotid dewasa mempunyai susunan alat kelamin jantan dan
betina yang lengkap keadaan ini disebut hermafrodit.
27. Jelaskan jenis hospes definitif, hospes perantara, siklus hidup, stadium infektif, cara
penularan, habitat dalam tubuh, cara pencegahan Taenia saginata, Taenia solium,
Diphylobothrium latum
Jawaban :
 Taenia Saginata
- Nama penyakit : Taeniasis Saginata
- Jenis hospes definitif : Manusia
- Jenis hospes intermediet : Sapi.
- Siklus hidup :
Proglotid yang matang (proglotid gravid) keluar bersama tinja atau bergerak
aktif menuju anus → cabang-cabang uterus anterior pecah dan telur keluar
melalui pinggiran anterior → jika telur termakan hospes intermedier (sapi) di
dalam usus embriofore terdesintegrasi oleh asam lambung → hexacanth
embrio meninggalkan kulit telur dan menembus dinding usus bersama
limfe/darah dibawa ke jaringan ikat dialam otot → tumbuh menjadi
cysticercus bovis (cacing gelembung) dalam waktu 12 – 15 minggu,
cysticercus bovis berupa gelembung dengan ukuran 7,5 – 10 mm x 4 – 6 mm
dimana didalamnya terdapat scolex yang mengalami invaginasi →
bila cysticercus hidup ditelan manusia maka di dalam usus scolex mengalami
evaginasi dan melekatkan diri pada mukosa jejunum dan tumbuh menjadi
cacing dewasa dalam waktu 8 – 10 minggu, cacing dapat hidup lebih dari 25
tahun.
- Stadium infektif : Stadium Telur
- Cara penularan :
Cara penularan dari cacing Taenia saginata ini dapat terjadi apabila telur
cacing T. saginata tertelan misalnya pada orang yang memiliki higiene buruk
setelah itu menderita taeniasis dengan atau tanpa gejala dan mengeluarkan
telur cacing di fesesnya secara sembarangan (dirumput, ditanah, dan lain-
lain) lalu mengkontaminasi lingkungan sekitarnya.
- Habitat dalam tubuh : Usus halus manusia
- Cara pencegahan :
1. Memasak daging sapi sampai matang sempurna
2. Memeriksa daging sapi akan adanya  cysticercosis
3. Menghilangkan sumber infeksi dengan mengobati dan mencegah
kontaminasi tanah dengan tinja manusia
4. Melakukan pendinginan daging sapi.
 Taenia Solium
 Nama penyakit : Taeniasis
 Jenis hospes definitif : Manusia
 Jenis hospest perantara : Babi
 Siklus hidup :
Manusia merupakan definitivehost cacing pita dewasa, sedangkan larva
cacing (cisticercus cellulosae) terdapat dalam bentuk kista di dalam jaringan
organ babi (hospes perantara). Cacing dewasa akan melepaskan segmen
gravid dan pecah di dalam usus sehingga telur dapat di temukan dalam tinja
penderita dan dapat bertahan beberapa bulan di lingkungan. Telur yang
keluar bersama tinja jika termakan oleh babi, di dalam usus babi telur akan
pecah dan onskofer akan terlepas. Onskofer memiliki kait sehingga dapat
menembus dinding usus dan masuk dalam sirkulasi darah. Onskofer
menyebar ke jaringan dan organ tubuh babi yaitu lidah, otot leher, otot
jantung, dan otot gerak. Dalam waktu 60-70 hari onskofer akan berubah
menjadi larva sistiserkus.Infeksi pada manusia terjadi karena mengkomsumsi
daging babi mentah atau kurang matang yang mengandung larva sistiserkus.
Di saluran cerna skoleks mengalami eksvaginasi dan melekatkan diri dengan
alat isap di dinding usus. Skoleks akan tumbuh menjadi cacing dewasa dan
kemudian membentuk strobila. Dalam waktu 2-3 bulan telah tumbuh menjadi
cacing dewasa yang mampu menghasilkan telur untuk meneruskan daur
hidupnya(13) . Taenia solium panjang sekitar 7 meter dan dapat
menghasilkan 50.000/tiap proglotid.
 Stadium infektif : Stadium Telur
 Cara penularan :
Manusia terinfeksi penyakit taeniasis dikarenakan mengkomsumsi daging
babi yang terinfeksi larva Taenia solium. Taenia solium menginfeksi sekitar
50 juta manusia diseluruh dunia dan merupakan salah satu permasalahan
kesehatan di negara sedang berkembang. Tingginya mobilitas migrasi
penduduk dari negaraendemik ke negara maju (negara industri) menyebabkan
kompleksnya pola penyebaran taeniasis-sistiserkosis, sehingga menjadi issue
permasalahan kesehatan diseluruh dunia. Taeniasis dan sistiserkosis
dikategorikan oleh WHO sebagai Neglected Tropical Deseases(NTDs) atau
Neglected Zoonotic Deseases (NZDs)
 Habitat dalam tubuh :
Saluran pencernaan (usus halus) dan jaringan lunak
 Cara pencegahan :
Upaya pencegahan penularan penyakit taeniasis dan sistiserkosis dapat di
lakukan dengan cara antara lain :
1. Mengobati penderita (praziquantel, mebendazole, albendazole, niclosamide
dan atabrin) untuk menghilangkan sumber infeksi dan mencegah terjadinya
autoinfeksi dengan larva cacing.
2. Pengawasan terhadap penjualan daging babi agar tidak tercemar oleh larva
cacing (sistiserkus).
3. Memasak daging babi di atas suhu 50˚C selama 30 menit untuk mematikan
larva sistiserkus atau menyimpan daging babi pada suhu 10 ˚C selama 5 hari.
4. Menjaga kebersihan lingkungan dengan tidak buang air besar di sembarang
tempat (pemakaian jamban keluarga) agar tidak mencemari tanah dan rumput
5. Menjaga higiene personal dengan rajin mandi, mencuci tanggan sebelum
makan atau mengolah makanan.
6. Memberikan vaksin pada hewan ternakbabi (penggunaan crude antigen
yang berasal dari onkosfer, sistisersi, atau cacing dewasa Taenia solium)
7. Memberikan Cestosida (praziquantel, dan oxfe
 Diphyllobothrium latum
- Nama Penyakit : Diphyllobothriasis atau Bothriocephaliasis
- Jenis hospes definitive : Manusia
- Jenis hospes perantara :
Pertama : Siklops yang termasuk golongan crustacea,
Kedua : Ikan
- Siklus Hidup :
Siklus hidup dari Diphylobothrium latum ini dimulai ketika feses penderita
telur cacing yang berada di dalam usus akan dikeluarkan dari tubuh hospes
definitif yaitu manusia. Telur yang masuk ke dalam air akan menetas menjadi
larva korasidium, yang dimakan oleh siklops, dalam waktu kurang lebih tiga
minggu di dalam siklops korasidium berubah menjadi larva proserkoid. Di
dalam tubuh ikan (hospes perantara kedua) yang memakan siklops dalam
waktu tiga minggu larva proserkoid akan berubah menjadi larva pleroserkoid
yang infektif untuk hospes definitif (manusia, anjing atau kucing).
Pleroserkoid akan berkembang menjadi cacing dewasa di dalam usus hospes
definitif.
- Stadium Infektif : Stadium larva proserkoid
- Cara Penularan :
Cara penularan cacing Diphylobothrium latum ini dapat melalui konsumsi
makanan atau bahan makanan seperti ikan, udang, daging anjing yang mentah
atau proses memasak yang kurang matang.
- Habitat dalam tubuh manusia : Usus halus manusia
- Cara Pencegahan :
Cara pencegahan agar tidak terinfeksi cacing Diphylobothrium latum ini
adalah dengan menjaga sanitasi dengan tidak buang air besar sembarangan
serta bergaya hidup yang sehat dengan tidak mengonsumsi ikan mentah atau
setengah matang.
28. Jelaskan perbedaan stadium infektif dan cara penularan Taenia saginata dengan
Taenia solium
Jawaban :
Perbedaan stadium infektif antara taenia saginata dan taenia solium yaitu :
 Stadium infektif bagi sapi adalah saat Taenia saginata masih berbentuk telur,
sedangkan stadium infektif bagi manusia adalah ketika Taenia saginata
berbentuk larva yang bernama sistiserkus bovis dan telur.
 Stadium infektif bagi babi adalah saat Taenia solium masih berbentuk telur,
sedangkan stadium infektif bagi manusia adalah ketika Taenia solium
berbentuk larva yang bernama sistiserkus celullosae dan telur.
Perbedaan cara penularan antara taenia saginata dan taenia solium yaitu :
 Taenia saginata ditularkan melalui perantara ruminansia seperti sapi yaitu
ketika seseorang memakan daging sapi yang terinfeksi oleh Taenia saginata
dan tidak dimasak hingga belum matang.
 Taenia solium kebanyakan ditularkan melalui perantara babi yaitu ketika
seseorang memakan daging babi yang yang terinfeksi oleh Taenia solium dan
tidak dimasak hingga belum matang.

29. Jelaskan ciri-ciri stadium telur dan dewasa cacing taenia


Jawaban :
Ciri-ciri stadium telur Taenia sp. :
 Berukuran panjang 30-40µm dan lebar 20-30µm.
 Berwarna coklat tengguli
 Lapisan embriofore bergaris-garis radier
 Didalamnya terdapat hexacanth embrio
Ciri-ciri stadium dewasa Taenia saginata :
 Cacing dewasa mempunyai panjang 5 – 10 meter
 Cacing yang sudah dewasa terdiri dari scolex, leher, dan strobila
 Scolex berbentuk piriform berukuran 1 – 2 mm dilengkapi dengan  4 batil isap
yang menonjol
 Strobila terdiri dari 1000 – 2000 proglotid atau segmen dimana makin ke distal
proglotid semakin matang
 Proglotid gravid berukuran 16 – 20 x 5 – 7 mm dengan cabang uterus
berjumlah 15 – 20 buah tiap sisi dimana uterus gravid ini mengandung 80.000
– 100.000 telur
 Lubang kelamin atau porus genitalis terletak di sebelah lateral dan letaknya
berselang-seling di kanan dan kiri tidak teratur
Ciri-ciri stadium dewasa Taenia solium:
 Berwarna putih
 Panjangnya sekitar 2-3 meter
 Kepalanya, skoleks, berisi pengisap dan rostelum sebagai organ lampiran
 Tubuh utama, strobila, terdiri dari rantai segmen yang dikenal
sebagai proglotid. Setiap proglotid merupakan unit reproduksi lengkap

30. Larva Taenia saginata disebut….


Jawaban :
Stadium larva dari Taenia Saginata (Cacinng Pita pada Sapi) disebut Cysticercus
cellulose.
Daftar Pustaka :
Anonim. “CYSTICERCOSIS,” dalam Manual Penyakit Hewan Mamalia. Diakses
pada 23 April 2020. Dari
http://wiki.isikhnas.com/images/9/94/Penyakit_CYSTICERCOSIS.pdf

31. Larva Taenia solium disebut…


Jawaban :
Stadium larva dari Taenia Solium (Cacinng Pita pada Babi) disebut Cysticercus bovis
atau C.innermis.
Daftar Pustaka :
Anonim. “CYSTICERCOSIS,” dalam Manual Penyakit Hewan Mamalia. Diakses
pada 23 April 2020. Dari
http://wiki.isikhnas.com/images/9/94/Penyakit_CYSTICERCOSIS.pdf
32. Sebutkan kondisi patologi dan gejala klinis pada penyakit taeniasis
Jawaban :
Gambaran patologi terlihat karena adanya reaksi inflamasi akibat adanya induksi dari
cysticerci yang mati. Lokalisasi cysticerci dalam susunan syaraf pusat dan jantung
menyebabkan penyakit yang fatal meskipun presentase kejadiannya sangatlah kecil.
Kelainan post mortem tidak banyak menunjukkan adanya kerusakan jaringan, kecuali
pada infeksi berat, ditemukan adanya edema yang merata diseluruh karkas yang
beruah menjadi pucat.
Pada gejala klinis, penderita taeniasis umumnya asimptomatik atau mempunyai
keluhan yang umumnya ringan, berupa rasa tidak enak di perut, gangguan
pencernaan, diare, konstipasi, sakit kepala, anemia, nyeri abdomen, kehilangan berat
badan, malaise, anoreksia, peningkatan nafsu makan, rasa sakit ketika lapar (hunger
pain), indigesti kronik, dan hiperestesia. Sangat jarang terjadi komplikasi peritonitis
akibat kait yang menembus dinding usus. Sering dijumpai kalsifikasi pada sistiserkus
namun tidak menimbulkan gejala, akan tetapi sewaktu-waktu terdapat
pseudohipertrofi otot, disertai gejala miositis, demam tinggi, dan eosinofilia. Gejala
klinik yang berhubungan dengan abdomen lebih umum terjadi pada anak-anak dan
umumnya akan berkurang dengan mengkonsumsi sedikit makanan. Pada anak-anak,
juga dapat terjadi muntah, diare, demam, kehilangan berat badan, dan mudah marah.
Gejala lainnya yang pernah dilaporkan adalah insomnia, malaise, dan kegugupan.

33. Sebutkan kondisi-kondisi patologi dan gejala klinis yang dapat disebabkan oleh larva
Taenia solium
Jawaban :
Cacing dewasa yang biasanya berjumlah seekor, tidak begitu menyebabkan gejala
klinis, namun apabila ada indikasinya berupa nyeri epigastrium, diare, mual, obstipasi
dan sakit kepala. Darah tepi dapat menunjukkan eosinofilia. Apabila sudah terinfeksi
akut maka gejala klinisnya lebih berarti dan lebih sering diderita disebabkan oleh
larva yang disebut sisteserkosis. Infeksi ringan biasanya bersifat asimtomatis, kecuali
apabila yang dihinggapi adalah organ vital. Pada manusia, sistiserkus atau larva
Taenia solium sering menghinggapi jaringan subkutis, mata, jaringan otak, otot, otot
jantung, hati, paru, dan rongga perut. Pada jaringan otak atau medulla spinalis jarang
mengalami klasifikasi. Keadaan in sering menimbulkan reaksi jaringan dan
mengakibatkan epilepsi (kejang-kejang), meningoensefalitis, gejala peningkatan
tekanan inkranial seperti sakit kepala, dan lain-lain. Apabila terdapat sumbatan aliran
cairan cerebrospinal maka dapat menyebabkan hidrosefalus.

34. Sebutkan nama penyakit yang ditimbulkan oleh larva Taenia solium
Jawaban :
Penyakit yang disebabkan oleh larva Taenia solium adalah Taeniasis solium.
DAFTAR PUSTAKA

Pengantar Parasitologi Dr. Bambang Heru Budianto, MS.------ 1

Budianto, Bambang Heru. "Pengantar Parasitologi." Diakses dari


http://repository.ut.ac.id/4460/1/BIOL4424-M1.pdf ------2

http://yuniambarwatiatmo.blogspot.com/2011/10/parasitologi.html ------3

Erlinawati . 2007. ‘Analisa Infeksi Nematoda Usus pada Pekerja Pabrik Batu Bata di Desa
Doy Kecamatan Ule Kareng Banda Aceh’, (Tesis) Universitas Sumatra Utara.

Available at: http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/30212/.pdf. Diakses


pada tanggal 13 September 2018 --------4

https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/46609/5/2010yri_Bab%20II
%20%28Tinjauan%20Pustaka%29.pdf ----------4

https://www.tentorku.com/karakteristik-filum-nematoda/ ------5

https://biologigonz.blogspot.com/2010/03/cacing-pita-cestoda.html -----------5

Sriyanti, Cut. 2016. “MODUL BAHAN AJAR CETAK KEPERAWATAN:PATOLOGI”.


Pusat Pendidikan sumber Daya Manusia Kesehatan, Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumberdaya Manusia Kesehatan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
-----6

http://digilib.unila.ac.id/9503/22/BAB%20II.pdf --------9

http://digilib.unila.ac.id/6615/20/BAB%20II.pdf --------10

http://eprints.umm.ac.id/41346/3/jiptummpp-gdl-dzakyramad-46913-3-bab2.pdf ---10

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/140/jtptunimus-gdl-martinahni-6997-3-babii.pdf ----11

http://digilib.unila.ac.id/9952/16/Bab%20II%20hani%20pdf.pdf --------12

http://repository.unimus.ac.id/944/4/12.%20Bab%202.pdf -------13

http://digilib.unila.ac.id/6615/20/BAB%20II.pdf ---------14
Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran.
Jakarta: FKUI. -----15

http://scholar.unand.ac.id/4863/2/pendahuluan-bab6pdf.pdf ------16

http://eprints.umm.ac.id/41346/3/jiptummpp-gdl-dzakyramad-46913-3-bab2.pdf ---17

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/31245/Chapter%20II.pdf;sequence=4
--------18

https://medlab.id/oxyuris-vermicularis/ --------19

Supali, T. dkk. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. FKUI. Jakarta. ------20

https://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/blb/article/download/712/294/ 20

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/35249/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y ----------21,34

http://repository.unimus.ac.id/1092/3/BAB%20II.pdf ------22

Safar R. 2009. Parastilogi Kedokteran: Protozoologi Helmintologi Entomologi. Bandung:


Yrama Widya. -------23

Sehatman, S., & Edison, H. (2015). AKIBAT DAN CARA MEMBERANTASNYA


FASCIOLOPSIS BUSKI. Jurnal Penyakit Bersumber Binatang, 2(2), 26-37. ----------23

https://medlab.id/clonorchis-sinensis/ -----------23

http://dr-suparyanto.blogspot.com/2014/07/cacing-shistozoma.html -----24

Ideham, B., & Pusarawati, S. (2020). Helmintologi kedokteran. Airlangga University Press.


--------25

http://parasito.fkkmk.ugm.ac.id/schistosomiasis/ -------26

http://repository.unimus.ac.id/980/3/BAB%20II.pdf -----27

Estuningsih, S. E. (2009). Taeniasis dan sistiserkosis merupakan penyakit zoonosis


parasiter. Wartazoa, 1(19), 84-92. -------28
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/196812012001122-
RITA_SHINTAWATI/RITA-1/CESTODA.pdf --------28

Rusjdi, S. R. (2011). SCHISTOSOMIASIS, Hubungan Respon Imun dan Perubahan


Patologi. Majalah Kedokteran Andalas, 35(2), 81-90. ---------29

https://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/blb/article/view/1336/725 -----29

Somers, Kenneth D.; Morse, Stephen A. (2010). Lange Microbiology and Infectious Diseases
Flash Cards (edisi ke-2nd). New York: Lange Medical Books/ McGraw-Hill. hlm. 184–
186. ISBN 9780071628792. -------29

http://jik.fk.unri.ac.id/index.php/jik/article/download/114/110 ------29

Farantika, R. (2016). EKSPLORASI DAN PREVALENSI JENIS TELUR CACING PADA


FESES KUCING LIAR DAN KUCING PELIHARAAN DI KAWASAN KAMPUS
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Semarang).
--------29

https://medlab.id/diphyllobothrium-latum/ --------29

https://www.alodokter.com/taenia-saginata-dapat-timbul-dari-makan-daging-sapi-tidak-
matang -------30

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/32576/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y ----33

Kurniawan, H. (2019). Buku Ajar Parasitologi. Deepublish. --------35

Anda mungkin juga menyukai