Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia sebagai salah satu makhluk hidup. Dikatakan makhluk hidup karena
manusia memiliki ciri-ciri seperti dapat bernafas, tumbuh, berkembang biak,
beradaptasi, memerlukan makanan, dan mengeluarkan sisa metabolisme tubuh
(eliminasi). Setiap kegiatan yang di lakukan oleh tubuh karena organ tubuh memiliki
peranan masing-masing.
Sistem tubuh yang memiliki peran dalam proses eliminasi alvi (buang air besar)
adalah sistem gastroin testinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar. Usus
halus terdiri atas duodenum, jejunum, dan ileum dengan panjang kurang lebih 6 meter
dan diameter 2,5 cm, serta berfungsi sebagai tempat absorpsi elektrolit Na, Cl, K, Mg,
HCO3 , dan kalsium. Usus besar dimula dari rektrum, kolon, hingga anus yang
memiliki panjang kurang lebih 1,5 meter atau 50-60 inci dengan diameter 6 cm. Usus
besar merupakan bagian bawah atau bagian ujung dari saluran pencernaan, dimulai
dari katup ileum caecum sampai ke dubur (anus).
Eliminasi alvi merupakan aktivitas yang harus dilakukan oleh manusia, karena
apabila tidak dilakukan dapat menimbulkan dampak pada sistem organ pencernaan,
ekskresi, dan diare. Diare disebabkan karena adanya iritasi pada selaput dinding besar
dan kolon. Penyebabnya penderita memakan makanan yang mengandung kuman atau
bakteri. Akibatnya gerakan peristaltic pada usus tidak terkontrol. Sehingga, laju
makanan meningkat dan tidak dapat menyerap air. Namun apabila fases tersebut
keluar dengan adanya nanah dan darah, yang diserta perut mulas, gejala tersebut
menunjuk pada penyakit desentri.

1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memahami komponen kebutuhan eliminasi bagi kehidupan manusia.
2. Tujuan Khusus
- Memahami definisi eliminasi alvi
- Memahami system tubuh yang berperan dalam eliminasi alvi
- Memahami prosese defakasi
- Memahami faktor yang mempengaruhi eliminasi alvi
- Memahami masalah pada kebutuhan eliminasi alvi

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. System Tubuh yang berperan dalam eliminasi alvi


Eliminasi alvi (buang air besar) adalah proses pembuangan sisa metabolisme
tubuh baik berupa urine atau alvi (buang air besar),merupakan proses pengosongan
usus atau proses pembuangan dan pengeluaran metabolisme berupa feses yang berasal
dari saluran pencernaan melalui anus.
System yang memiliki peran dalam proses eliminasi alvi (buang air besar)
adalah system gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar. Usus
halus terdiri atas duodenum, jejenum, dan ileum dengan panjang kurang lebih 6 meter
dan diameter 2,5 cm, serta berfungsi sebagai tempat absorpsi elektrolit Na, Cl, K, Mg,
HCO3, dan kalsium. Usus besar dimulai dari rektum, kolon,hingga anus yang memliki
panjang kurang lebih 1,5 meter atau 50-60 inci dengan diameter 6 cm. Usus besar
merupakan bagian bawah atau bagian ujung dari saluran pencernaan, dimulai dari
katup ileum caecum sampai ke dubur (anus).
Batas antara usus besar dan ujung usus halus adalah katup ileocaecal. Katup
ini biasanya mencegah zat yang masuk ke usus besar sebelum waktunya, dan
mencegah produk buangan untuk kembali ke usus halus. Produk buangan yang
memasuki usus besar adalah berupa cairan. Setiap hari saluran anus menyerap sekitar
800/1000 ml cairan. Penyerapan inilah yang menyebabkan feses mempunyai bentuk
dan berwujud setengah padat. Jika penyerapan tidak baik, produk buangan cepat
melalui usus besar, feses itu lunak dan berair. Jika feses terlalu lama dalam usus
besar, maka akan selalu banyak air yang diserap sehingga feses menjadi kering dan
keras.
Kolon sigmoid mengandung feses yang sudah siap untuk dibuang dan
diteruskan ke dalam rektum. Panjang rektum adalah 12 cm (5 inci), 2,5 cm (1 inci)
merupakan saluran anus. Dalam rektum terdapat 3 lapisan jaringan transversal.
Segitiga lapisan tersebut merupakan rektum yang menahan feses untu sementara.
Setiap lapisan mempunyai arteri dan vena.
Gerakan persitaltik yang kuat dapat mendorong fefes ke depan. Gerakan ini
terjadi 1-4 kali dalam waktu 24 jam. Peristaltik sering terjadi sesudah makan.

3
1 1
Biasanya, - dari produk buangan hasil makanan dicerna dalam waktu 24 jam,
2 3
dibuang dalam feses, dan sisanya sesudah 24-48 jam berikutnya.
Proses perjalanan makanan, khususnya pada daerah kolon, memiliki beberapa
gerakan, diantaranya haustral suffing atau dikenal gerakan mencampur zat makanan
dalam bentuk padat untuk mengabsorpsi air; kontraksi haustral atau gerakan
mendorong zat makanan atau air pada daerah kolon; dan gerakan peristaltik, yaitu
gerakan maju ke anus.
Otot lingkar (sfingter) bagian dalam dan luar saluran anus menguasai
pembuangan feses dan gas dari anus. Sfingter luar anus merupakan otot bergaris yang
berada di bawah penguasaan parasimpatis. Baik di waktu sakit maupun sehat dapat
terjadi gangguan pada fungsi normal pembuangan oleh usus yang dipengaruhi oleh
jumlah, sifat cairan, makanan yang masuk, taraf kegiatan, dan keadaan emosi.

B. Proses Defekasi
Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut dengan buang air besar.
Terdapat dua pusat yang menguasai refleks untuk defekasi, yaitu terletak di medula dan
sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis, sfingter anus bagian
dalam akan mengendur dan usus besar menguncup. Refleks defekasi dirangsang untuk
buang air besar kemudian sfingter anus bagian luar diawasi oleh sistem saraf
parasimpatis, setiap waktu menguncup atau mengendur. Selama defekasi, berbagai otot
lain membantu proses tersebut, seperti otot-otot dinding perut, diafragma, dan otot-otot
dasar pelvis.
Feses terdiri atas sisa makanan seperti selulosa yang tidak direncanakan dan zat
makanan lain yang seluruhnya tidak dipakai oleh tubuh, berbagai macam
mikroorganisme, sekresi kelenjar usus, pigmen empedu, dan cairan tubuh. Feses yang
normal terdiri atas masa padat dan berwarna coklat karena disebabkan oleh mobilitas
sebagai hasil reduksi pigmen empedu dan usus kecil. Dalam proses defekasi terjadi dua
macam refleks berikut.
1. Refleks defekasi intrinsik
Refleks ini berawal dari feses yang masuk ke rektrum sehingga terjadi distensi
rektum, yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus mesentrikus dan
terjadilah gerakan peristaltik. Setelah feses sampai di anus, secara sistematis sfingter
interna relaksasi, maka terjadilah defekasi.

4
2. Refleks defekasi parasimpatis
Feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rektrum yang kemudian
diteruskan ke jaras spinal (spinal cord). Dari jaras spinal kemudian dikembalikan ke
kolon desenden, sigmoid, dan rektum yang menyebabkan intensifnya peristaltik,
relaksasi sfingter internal, maka terjadilah defekasi.
Dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan
diafragma, dan kontraksi otot elevator. Defakasi dipermudah oleh fleksi otot femur
dan posisi jongkok. Gas yang dihasilkan dalam proses pencernaan normalnya 7-10
liter/23 jam. Jenis gas yang terbanyak adalah CO2 , metana, H2S, O2, dan nitrogen.
Feses terdiri atas 75% air dan 25% materi padat. Frees normal berwarna coklat
karena pengaruh sterkobilin, mobilin, dan aktivitas bakteri. Bau khas karena pengaruh
dari mikroorganisme. Konsistensinya lembek, namun berbentuk.

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi Eliminasi alvi


1. Usia
Setiap tahap perkembangan/usia memiliki kemampuan mengontrol defekasi yang
berbeda. Bayi belum memiliki kemampuan mengontrol secara penuh dalam buang
air besar, sedangkan orang dewasa sudah memiliki kemampuan mengontrol secara
penuh, dan pada usia lanjut proses pengontrolan tersebut mengalami penurunan.
2. Diet
Diet atau pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat memengaruhi prooses
defekasi. Makanan yang memliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses
percepatan defekasi dan jumlah yang dikonsumsi pun dapat memengaruhinya.
3. Asupan cairan
Pemasukan cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras oleh
karena proses absorpsi kurang sehingga dapat memengaruhi kesulitan proses
defekasi.
4. Aktivitas
Aktivitas dapat memengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus otot
abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi,
sehingga proses gerakan peristaltik pada daerah kolon dapat bertambah baik dan
memudahkan dalam membantu proses kelancaran proses defekasi.

5
5. Pengobatan
Pengobatan dapat memengaruhi proses defekasi,seperti penggunaan laksansia atau
antasida yang terlalu sering.
6. Gaya Hidup
Kebiasaan atau gaya hidup dapat memengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat
terlihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup sehat/kebiasaan melakukan
biang air besar di tempat yang bersih atau toilet. Maka, ketika orang tersebut
buang air besar di tempat yang terbuka atau tempat yang kotor, ia mengalami
kesulitan dalam proses defekasi.
7. Penyakit
Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit-
penyakit yang berhubungan langsung pada system pencernaan ,seperti
gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya.
8. Nyeri
Adanya nyeri dapat memengaruhi kemampuan/keinginan untuk berdefekasi,
seperti nyeri pada beberapa kasus hemorodi dan episiotomy.
9. Kerusakan Sensoris dan Motoris
Kerusakan pada system sensoris dan motoris dapat memengaruhi proses defekasi
karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam
berdefekasi. Hal tersebut dapat dapat diakibatkan oleh kerusakan pada tulang
belakang atau kerusakan saraf lainnya.
10. Intake cairan
Intake cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadi lebih keras,
disebabkan oleh absorpsi cairan yang meningkat.
11. Fisiologis
Keadaan cemas, takut, dan marah akan meningkatkan peristaltic, sehingga
menyebabkan diare.

D. Gangguan atau masalah dalam eliminasi alvi


1. Konstipasi
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau berisiko tinggi
mengalami statis usus besar sehingga menimbulkan eliminasi yang jarang atau
keras, atau keluarnya tinja terlalu kering dan keras.
Tanda klinis :

6
- Adanya feses yang keras.
- Defekasi kurang dari 3 kali seminggu.
- Menurunnya bising usus.
- Adanya keluhan pada rectum.
- Nyeri saat mengejan dan defekasi.
- Adanya perasaan masih ada sisa feses.
Kemungkinan penyebab :
- Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera serebrospinalis,
CVA, dan lain-lain.
- Pola defekasi yang tidak teratur.
- Nyeri saat defekasi karena hemoroid.
- Menurunnya peristaltic karena stress psikologis.
- Penggunaan obat, seperti penggunaan antasida, laksantif, atau anaestesi.
- Proses penuaan (usia lanjut).
2. Konstipasi kolonik
Konstipasi kolonik merupakan keadaan individu yang mengalami atau berisiko
mengalami perlambatan pasase residu makanan yang mengakibatkan feses kering
dan keras.
Tanda klinis :
- Adanya penurunan frekuensi eliminasi.
- Feses kering dank eras.
- Mengejan saat defekasi.
- Nyeri defekasi.
- Adanya distensi pada abdomen.
- Adanya tekanan pada rectum.
- Nyeri abdomen.
Kemungkinan penyebab :
- Defek persarafan,kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera serebrospinalis,
CVA, dan lain-lain.
- Pola defekasi yang tidak teratur.
- Efek samping penggunaan obat antasida, anaestesi, laksantif, dan lain-lain.
- Menurunnya peristaltic.

7
3. Konstipasi dirasakan
Konstipasi dirasakan merupakan keadaan individu dalam menentukan sendiri
penggunaan laksantif, enema, atau supositoria untuk memastikan defekasi setiap
harinya.
Tanda klinis :
- Adanya penggunaan laksansia setiap hari sebagai enema atau supositoria
secara berlebihan.
- Adanya dugaan pengeluaran feses pada waktu yang sama setiap hari.
Kemungkinan penyebab :
- Persepsi salah akibat depresi.
- Keyakinan budaya.
4. Diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau berisiko sering
mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai dengan
kejang usus, mungkin disertai oleh rasa mual dan muntah.
Tanda klinis :
- Adanya pengeluaran feses cair.
- Frekuensi lebih dari 3 kali sehari.
- Nyeri/kram abdomen.
- Bising usus meningkat.
Kemungkinan penyebab :
- Malabsorpsi atai inflamentasi, proses infeksi.
- Peningkatan peristaltic karena peningkatan metabolism.
- Efek tindakan pembedahan usus.
- Efek penggunaan obat seperti antasida, laksansia, antibiotic, dan lain-lain.
- Stress psikologis.
5. Inkontinensia usus
Inkontinensia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan
kebiasaan defekasi normal dengan pengeluaran feses tanpa disadari, atau juga
dapat dikenal dengan inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan
otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sfingter akibat
kerusakan sfingter.

8
Tanda klinis :
- Pengeluaran feses yang tidak dikehendaki.
Kemungkinan penyebab :
- Gangguan sfingter rektal akibat cedera anus, pembedahan, dan lain-lain.
- Distensi rectum berlebih.
- Kurangnya control sfingter akibat cedera medulla spinalis, CVA, dan lain-lain.
- Kerusakan kognitif.
6. Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalm perut karena pengumpulan gas
secara berlebihan dalam lambung atau usus.
7. Hemmoroid
Merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat
peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi,
peregangan saat defekasi, dan lain-lain.
8. Facal impaction
Fecal impaction merupakan masa feses keras di lipatan rectum yang diakibatkan
oleh retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan. Penyebab
konstipasi adalah asipan kurang, aktivitas kurang, diet rendah serat, dan
kelemahan tonus otot.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Eliminasi alvi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme
berupa feses yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Dalam proses
defekasi terdapat dua macam refleksi yaitu, refleks defekasi intrinsik dan refleks
defekasi parasimpatik.
Faktor yang mempengaruhi eliminasi alvi yaitu diet, usia, asupan cairan,
aktivitas, pengobatan, gaya hidup, penyakit, nyeri, kerusakan sensorik dan motoric,
fisiologis. Sedangkan masalah-masalah pada kebutuhan eliminasi alvi yaitu
konstipasi, konstipasi kolonik, konstipasi dirasakan, inkontinensia usus, diare,
kembung, hemmoroid, fecal inpaction.

B. Saran
Kami sadar bahwa penyusunan makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Untuk terakhir kalinya kami berharap pembuatan makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua khususnya bagi perawat sehingga dapat meningkatkan kualitas kerja
dan mampu menjadi perawat profesional dibidangnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat. AAA & Uliyah, M. 2005. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia.
Jakarta.EGC
Hidayat. AAA. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika
Riyadi Sujono & H.Harmoko. 2012. Standard Operating Procedure Dalam Praktek Klinik
Keperawatan Dasar. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
Tarwoto dan Wartonah. 2011. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta.
Salemba Medika

11
12

Anda mungkin juga menyukai