Anda di halaman 1dari 19

RESUME MATERI MATA KULIAH ETIKA BISNIS

Prinsip-Prinsip Etis dalam Bisnis dan Etika Tamansiswa

Disusun Oleh :

Kelompok 13

Desi Puspita Rini (2017017199)

Diah Dwi Astuti (2017017200)

Faujiah Dwi Astuti (2017017201)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA

YOGYAKARTA

2020
BAB 2
PRINSIP – PRINSIP ETIS DALAM BISNIS

2.1 Utilitarianisme: Menimbang Biaya dan Keuntungan Sosial


Pendekatan ini kadang disebut pendekatan konsekuensialis dan kadang disebut juga
pendekatan utilitarian. Untuk melihat lebih dekat pada pendekatan ini, mari kita
memelajari sebuah situasi dimana pendekatan ini menjadi pertimbangan dasar dalam
membuat sebuah keputusan bisnis yang memiliki pengaruh dramastis pada kehidupan
banyak orang.
Pada awal tahun 1960-an, posisi Ford di pasar mobil mengalami penurunan besar
akibat persaingan dari produsen mobil luar negeri, khususnya dari perusahaan-perusahaan
Jepang yang memproduksi mobil-mobil kecil dan hemat bahan bakar. Lee Iaccoca,
direktur Ford waktu itu, berusaha mati-matian untuk memperoleh kembali pangsa pasar
mobil. Strateginya difokuskan pada proses desain, pemanufakturan, dan penjualan yang
cepat atas mobil baru,’Pinto’. Pinto adalah adalah sebuah mobil murah dengan berat
kurang dari 2000 pon, dan harganya tidak lebih dari $2000, serta dipasarkan dalam waktu
2 tahun ( tidak 4 tahun seperti biasanya).
Namun manajer Ford memutuskan untuk tetap memproduksi Pinto karena beberapa
alasan. Pertama, desain mobil ini memenuhi semua standar hukum dan peraturan
pemerintah. Pada saat itu, peraturan pemerintah mensyaratkanagar tangki bahan bakar
tetap dalam keadaan utuh meskipun mobil ditabrak dari belakang dengan kecepatan
kurang dari 20 mil per jam. Kedua, manajer Ford merasa bahwa mobil ini memiliki
tingkat keamanan yang sebanding dengan mobil-mobil yang diproduksi perusahaan lain.
Ketiga, menurut studi biaya-keuntungan internal yang dilakukan oleh Ford, biaya
modifikasi Pinto tidak bisa ditutupi oleh keuntungan yang diraih. Studi tersebut
menunjukkan bahwa modifikasi tangki bahan bakar untuk 12,5 juta mobil yang akan
diproduksi adalah $137 juta, dengan biaya $11 per mobil:
Biaya:  $ 11 x $ 12,5 juta mobil = $ 137 juta.
Namun demikian, data-data statistic menunjukkan bahwa modifikasi tersebut akan
mampu mencegah 180 kematian akibat terbakar, 180 korban luka berat, dan 2100
kendaraan yang terbakar. Pada saat itu, pemerintah secara resmi memperkirakan nilai
nyawa mausia sebesar $200.000, perusahaan asuransi memberikan nilai kerugian akibat
luka bakar serius sebesar $67.000, dan nilai rata-rata untuk mobil kecil adalah $700. Jadi,
menurut perhitungan, keuntungan dari modifikasi dalam kaitannya dengan pencegahan
kerugian adalah sebesar $49,15 juta:
    Keuntungan:
   (180 kematian x $200) + (180 korban luka x $67.000) + (2.100 kendaraan x $700) =
$49,15 juta
Jadi, modifikasi yang akhirnya membebankan biaya pada konsumen sebesar $137
(karena biaya modifikasi ditambahkan pada harga mobil) hanya mampu mencegah
kerugian konsumen senilai $49,15 juta. Tidak benar, menurut hasil studi tersebut, bila
kita membuang uang masyarakat sebanyak $ 137 juta untuk memperoleh keuntungan
senilai hanya $49,15 juta.
Utilitarianisme Tradisional
Secara singkat, prinsip utilitarian menyatakan bahwa:
Suatu tindakan dianggap benar dari sudut pandang etis jika dan hanya jika jumlah total
utilitas yang dihasilkan dari tindakan tersebut lebih besar dari jumlah utilitas total yang
dihasilkan oleh tindakan lain yang dapat dilakukan.
  Masalah Pengukuran
Satu rangkaian masalah dalam kaitannya dengan utilitarianisme terfokus pada
hambatan-hambatan yang dihadapi saat menilai atau mengukur utilitas. Salah satunya
adalah bagaimana nilai utilitas dari berbagai tindakan yang berbeda pada orang-orang
yang berbeda dapat diukur dan diperbandingkan seperti yang dinyatakan dalam
utilitarianisme? Misalkan saya dan Anda sama-sama menikmati pekerjaan; Bagaimana
kita bisa menentukan apakah utilitas yang Anda peroleh dari suatu pekerjaan lebih besar
atau lebih kecil dibandingkan utilitas yang saya peroleh? Setiap orang mungkin merasa
yakin bahwa dia bisa memperoleh keuntungan paling besar dari suatu pekerjaan, namun
karena kita tidak dapat menjadi orang lain, maka penilaian ini tidak memiliki dasar
objektif.
Tanggapan Utilitarian Terhadap Masalah Penilaian
Para pendukung utilitarianisme memberikan sejumlah tanggapan untuk menghadapi
keberatan-keberatan yang muncul.
Pertama, kaum utilitarian menyatakan bahwa, meskipun utilitarianisme idealnya
masyarakat penilaian-penilaian yang akurat dan dapat dikuantifikasikan atas biaya dan
keuntungan, namun persyaratan ini dapat diperlonggar jika penilaian seperti itu tidak
dapat dilakukan.
Masalah Hak dan Keadilan
Hambatan utama utilitarianisme, menurut beberapa kritikus adalah prinsip tersebut
tidak mampu menghadapi dua jenis permasalahan moral: masalah yang berkaitan dengan
hak dan yang berkaitan dengan keadilan. Ada beberapa contoh yang dapat dipakai untuk
menggambarkan kritik-kritik yang diajukan pada pandangan utilitarian.
Pertama, misalkan saja paman Anda menderita penyakit yang tidak dapat
disembuhkan dan menyakitkan  dan dia merasa sangat tidak bahagia namun juga tidak
ingin mati.
Kedua, utilitarianisme juga bisa salah, menurut para kritikus, apabila diterapkan pada
situasi-situasi yang berkaitan dengan keadilan sosial. Sebagai contoh, misalkan upah
subsistensi memaksa sekelompokpekerja pendatang untuk tetap melaksanakan pekerjaan
yang paling tidak diinginkan dalam bidang pertanian dalam sebuah perekonomian, namun
menghasilkan tingkat kepuasan yang sangat tinggi bagi mayoritas masyarakat karena
kelompak mayoritas tersebut menikmati barang-barang produksi hasil pertanian yang
murah dn memungkinkan mereka untuk memenuhi keinginan-keinginan lain.
Tanggapan Utilitarian Terhadap Pertimbangan Hak dan Keadilan
Untuk menangani keberatan dalam contoh-contoh yang diajukan oleh para kritikus
utilitarianisme tradisioanl, kaum utilitarian mengajukan satu versi utilitarianisme
alternative yang cukup penting dan berpengaruh, yang disebut rule-
utilitarianism (peraturan utilitarianisme). Strategi dasar dari rule-utilitarian adalah
membatasi analisis utilitarian hanya pada evaluasi atas peraturan-peraturan moral.
Menurut rule-utilitarian, saat menentukan apakah suatu tindakan dianggap etis, kita tidak
perlu mempertanyakan apakah tindakan tersebut akan memberikan nilai utilitas paling
besar. Sebaliknya, kita perlu mempertanyakan apakah tindakan tersebut diwajibkan oleh
peraturan moral yang harus dipatuhi oleh semua orang. Jika benar, maka kita perlu
melakukannya. Jadi, teori rule-utilitarian memiliki dua bagian yang dapat kita ringkas
dalam dua prinsip berikut:
1. Suatu tindakan dianggap benar dari sudut pandang etis jika dan hanya jika
tindakan tersebut dinyatakan dalam peraturan moral yang benar.
2. Sebuah peraturan moral dikatakan benar jika dan hanya jika jumlah utilitas total
yang dihasilkannya; jika semua orang yang mengikuti peraturan tersebut lebih
besar dari jumlah utilitas total yang diperoleh; jika semua orang mengikuti
peraturan moral alternative lainnnya.
2.2 Hak dan Kewajiban
Pada bulan April 2000, para eksekutif Microsoft, perusahaan perangkat lunak terbesar
di dunia, dihadapkan pada sekelompok pemegang saham yang merasa prihatin dengan
operasi perusahaan di Cina dan meminta para pemegang saham lainnya untuk mendesak
Microsoft agar lebih menghormati hak-hak asasi manusia. Pada tahun 1999, U.S. State
Departement melaporkan bahwa catatan HAM Cina semakin memburuk pada tahun 1988
dan bahwa pemerintah terus menekan hak pekerja dan tenaga kerja paksa tetap menjadi
masalah. Sebelumnya, pada tahun 1994, Kementerian Tenaga Kerja Cina mengeluarkan
Peraturan Penanganan Tenaga Kerja di Perusahaan Asing yang mencakup sejumlah hak.
Peraturan-peraturan ini mengakui hak pekerja untuk melakukan tawar menawar secara
kolektif, tapi hanya melalui serikat pekerja yang pembentukannya disetujui oleh
pemerintah Cina. Jika lebih dari separuh pemegang saham yang mendukungnya, maka
perusahaan wajib menerapkan prinsip-prinsip hak asasi manusia berikut ini:
1. Tidak ada barang atau produk dari fasilitas perusahaan atau pemasok yang
dihasilkan dengan menggunakan tenaga kerja terikat, tenaga kerja paksa di
kampong penjara, atau sebagai bagian dari program pembentukan kembali atau
pendidikan kembali melalui kerja.
2. Fasilitas dan pemasok wajib memberikan upah yang mampu memenuhi kebutuhan-
kebutuhan dasar para pekerja, dan juga jam kerja yang adil dan layak.
3. Fasilitas dan pemasok berkewajiban melarang penggunaan hukuman badan serta
perlakuan kasar secara fisik, verbal, ataupun pelecehan seksual terhadap pekerja.
4. Fasilitas dan pemasok boleh menggunakan metode yang tidak berpengaruh negative
terhadap keamanan kerja dan kesehatan para pekerja.
5. Fasilitas dan pemasok tidak boleh meminta bantuan polisi atau militer untuk
mencegah pekerja melakukan hak-hak mereka.
Konsep Hak
Secara umum, hak adalah klaim atau kepemilikan individu atau sesuatu. Seseorang
dikatakan memiliki hak jika dia memiliki klaim untuk melakukan tindakan dalam suatu
cara tertentu atau jika orang lain berkewajiban melakukan tindakan dalam suatu cara
tertentu kepadanya.
Hak juga berasal dari sistem standar moral yang tidak bergantung pada sistem hukum
tertentu. Hak untuk bekerja, misalnya, tidak dijamin dalam Konstitusi Amerika, namun
banyak yang menyatakan bahwa ini adalah hak yang dimiliki oleh semua manusia.
Hak merupakan sebuah sarana atau cara yang penting dan bertujuan agar
memungkinkan Individu untuk memilih dengan bebas apa pun kepentingan atau aktivitas
mereka dan melindungi pilihan-pilihan mereka.
Hak Negatif dan Positif
Sejumlah hak yang disebut hak negative dapat digambarkan dari fakta bahwa hak-hak
yang termasuk di dalamnya dapat didefinisikan sepenuhnya dalam kaitannya dengan
kewajiban orang lain untuk tidak ikut campur dalam aktivitas-aktivitas tertentu dari orang
yang memiliki hak tersebut. Contohnya, jika saya memiliki hak privasi, ini berarti semua
orang, termasuk atasan saya, berkewajiban tidak ikut campur dalam urusan atau aktivitas-
aktivitas pribadi saya.
Sebaliknya, hak positif tidak hanya memberikan kewajiban negative, namun juga
mengimplikasikan bahwa pihak lain (tidak selalu jelas siapa mereka) memiliki kewajiban
positif pada si pemilik hak untuk memberikan apa yang dia perlukan untuk dengan bebas
mencari atau mengejar kepentingan-kepentingannya. Contohnya, jika saya punya hak
untuk memperoleh kehidupan yang layak, maka ini tidak hanya berarti orang lain tidak
boleh ikut campur namun juga berarti jika saya tidak bisa memperoleh penghasilan yang
layak, maka harus ada pihak lain (mungkin pemerintah) yang wajib memberikan
pekerjaan dengan penghasilan yang layak.
Hak dan Kewajiban Kontraktual
Hak dan Kewajiban kontraktual (kadang disebut juga hak dan kewajiban
khusus atau tugas khusus) adalah hak terbatas dan kewajiban korelatif yang muncul saat
seseorang membuat perjanjian dengan orang lain. Contohnya, jika saya setuju untuk
melakukan sesuatu bagi Anda, maka Anda berhak atas apa yang saya lakukan: Anda
memperoleh hak kontraktual atas apapun yang saya janjikan, dan saya
memiliki kewajiban kontraktual untuk melaksanakan sesuatu seperti yang saya janjikan.
Hak dan kewajiban kontraktual dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
1. Dari fakta bahwa keduanya berkaitan dengan individu-individu tertentu dan
kewajiban korelatif hanya dibebankan pada individu tertentu.
2. Hak kontraktual muncul dari suatu transaksi khusus antara individu-individu
tertentu.
3. Hak dan kewajiban kontraktual bergantung pada sistem peraturan yang diterima
publik, sistem yang mengatur tentang transaksi yang memunculkan hak
dankewajiban tersebut.
      Hak dan kewajiban kontraktual memberikan dasar bagi kewajiban khusus yang
diperoleh seseorang saat seseorang saat dia menerima jabatan atau peran dalam sebuah
institusi atau organisasi sosial yang sah. Sistem peraturan yang mendasari hak dan
kewajiban kontraktual secara umum diinterprestasikan mencakup sejumlah batasan
moral, diantaranya:

1. Kedua belah pihak dalam kontrak harus memahami sepenuhnya sifat dari perjanjian
yang mereka buat.
2. Kedua belah pihak dilarang mengubah fakta paerjanjian kontraktual dengan sengaja.
3. Kedua belah pihak dalam kontrak tidak boleh menandatangani perjanjian karena
paksaan atau ancaman.
4. Perjanjian kontrak tidak boleh mewajibkan kedua belah pihak untuk melakukan
tindakan-tindakan yang amoral.

Dasar Hak Moral: Kant

Dasar yang lebih baik baik bagi hak moral diberikan oleh teori etis yang
dikembangkan oleh Immanuel Kant (1724-1804). Kant berusaha menunjukkan bahwa ada
hak dan kewajiban-kewajiban moral tertentu yang dimiliki oleh semua manusia, apapun
keuntungan utilitarian yang diberikan dari pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut pada
orang lain. Teori Kant didasarkan pada sebuah prinsip moral yang ia sebut perintah
kategoris (categorical imperatives) dan yang mewajibkan semua orang diperlakukan
sebagai makhluk yang bebas dan sederajat dengan yang lain. Menurut Kant masing-
masing hak memerlukan proses kualifikasi, penyesuaian dengan kepentiangan lain dan
argumen pendukung. Kant memberikan dua cara untuk merumuskan prinsip moral dasar
ini, yaitu:

1. Rumusan pertama perintah kategoris Kant


Rumusan pertama Kant tentang perintah kategoris adalah sebagai berikut:”saya
tidak boleh melakukan tindakan kecuali dalam suatu cara yang juga dapat saya
kehendaki agar maxim saya menjadi hukukm yang universal”. maxim bagi Kant
adalah alasan seseorang dalam situasi tertentu untuk melakukan apa yang dia
rencanakan. Versi perintah kategoris pertama Kant berasal dari prinsip berikut ini:
Sebuah tindakan secara moral benar bagi seseorang dalam suatu situasi jika, dan
hanya jika, alasan orang tersebut melakukan tindakan itu adalah alasan yang
dipilih semua orang dalam situasi yang sama.
Dengan demikian, rumusan pertama perintah kategoris mencakup dua kriteria dalam
menentukan apa yang benar dan salah secara moral, yaitu:
a. Universalisabilitas : alasan seseorang melakukan suatu tindakan haruslah
alasan yang dapat diterima semua orang, setidaknya dalam prinsip.
b. Reversibilitas : alasan seseorang melakukan suatu tindakan haruslah alasan
yang bisa dia terima jika orang lain menggunakannya, bahkan sebagai dasar
dari bagaimana mereka memperlakukan dirinya.
2. Rumusan kedua perintah kategoris Kant

Rumusan kedua perintah kategoris yang diberikan Kant adalah: “bertindaklah


dalam suatu cara seperti anda memperlakukan semua manusia, baik terhadap diri
sendiri atau orang lain, bukan hanya sebagai sarana, namun juga sebagai tujuan”.
maksud dari “memperlakukan manusia sebagai tujuan” adalah semua orang harus
memperlakukan orang lain sebagai makhluk yang eksistensinya sebagai individu
yang rasional, harus dihormati. Hal ini berarti dua hal yaitu (a) menghormati
kebebasan semua orang dengan memperlakukan mereka hanya seperti yang mereka
setujui sebelumnya , dan (b) mengembangkan kapasitas semua orang untuk memilih
tujuan secara bebas bagi dirinya sendiri. Versi kedua perintah kategoris Kant
dijelaskan dalam pernyataan berikut:

Suatu tindakan secara moral benar bagi seseorang jika, dan hanya jika, dalam
melakukannya orang tersebut tidak hanya memanfaatkan orang lain sebagai
sarana dalam meraih kepentingan-kepentingannya, namun juga menghargai dan
mengembangkan kapasitas mereka untuk memilih secara bebas bagi diri mereka
sendiri.

Hak Menurut Kant

Berdasarkan pada dua rumusan Kant tentang perintah kategoris terdapat hak-hak
tertentu yang dipertahankan, yaitu:

a. Manusia memiliki sebuah kepentingan yang jelas untuk dibantu dengan diberi
pekerjaan, makanan, pakaian, perumahan, dan perawatan kesehatan yang mereka
perlukan apabila mereka tidak dapat memperolehnya sendiri.
b. Manusia juga memiliki sebuah kepentingan yang jelas untuk tidak dirugikan atau
ditipu, serta memiliki kebebasan dalam berfikir, berorganisasi, berbicara, dan
menjalani kehidupan pribadi seperti yang mereka pilih.
c. Manusia memiliki sebuah kepentingan yang jelas untuk mempertahankan institusi
kontrak.

Masalah pda Pandangan Kant

Berbagai kritikan terhadap teori Kant antara lain:

a. Teori Kant tidak cukup tepat untuk bisa selalu bermanfaat


Misalnya seorang pembunuh haruskah dihukum atau tidak. Tentunya bagi
pembunuh menolaknya namun disisi lain mereka sepakat daripada harus dibunuh
oleh orang lain nantinya.
b. Batasan hak dan bagaimana hak tersebut diseimbangkan dengan hak yang
berkonflik lainnya
Misalnya saat sekelompok orang memainkan alat musik dengan sangat keras,
yang mengganggu orang lain.
c. Kriteria universalisabilitas dan reversibilitas
Misalnya saat pimpinan perusahaan yang melakukan diskriminasi pada pekerja
kulit hitam dengan memberikan upah rendah dibandingkan pekerja kulit putih. Hal
ini tidak benar karena tindakan tersebut tidak bermoral, namun menurut Kant benar.

Keberatan Libertarian: Nozick

Menurut Nozick, melarang orang-orang untuk tidak saling memaksa merupakan


sebuah perintah moral yang sah dengan berdasarkan pada “prinsip Kant bahwa individu
adalah tujuan, bukan hanya sarana, mereka tidak boleh dikorbankan atau dimanfaatkan
untuk mencapai tujuan lain tanpa persetujuan mereka” dalam hal ini Nozick berpendapat
bahwa teori Kant mendukung pandangan-pandangannya.

2.3 Keadilan dan Kesamaan

Keadilan dan kesamaan pada dasarnya bersifat kooperatif. Keduanya berkaitan


dengan komparatif yang dilakukan oleh anggota saat dilakukan distribusi keuntungan,
beban, saat peraturan-peraturan diberlakukan. Norma keadilan secara umum dianggap
lebih penting dibandingkan pertimbangan-pertimbangan utilitarian. Jika suatu kelompok
masyarakat dianggap tidak adil pada beberapa anggotanya, maka kita dapat mengecam
masyarakat tersebut sekalipun ketidakadilan itu memberikan keuntungan-keuntungan
utilatirian yang lebih besar bagi semua orang. Jika berfikir bahwa perbudakan itu tidak
adil.
Norma keadilan secara umum tidak menolak hak-hak moral individu. Sebagai
alasannya yaitu dalam tingkatan tertentu, keadilan didasarkan pada hak-hak moral
individu. Masalah yang berkaitan dengan keadilan dan kesamaan dapat dibagi menjadi
tiga kategori, yaitu:

a. Keadilan distribusi: berkaitan dengan distribusi yang adil atas keuntungan dan
beban dalam masyarakat.
b. Keadilan retributif: mengacu pada pemberlakuan hukuman yang adil pada pihak-
pihak yang melakukan kesalahan.
c. Keadilan kompensasir: berkaitan dengan cara yang adil dalam memberikan
kompensasi pada seseorang atas kerugian yang mereka alami akibat perubahan
orang lain, kompensasi yang adil adalah kompensasi yang dalam artian tertentu
proporsioal dengan nilai kerugian yang diderita.

Keadilan Distributif

Prinsip dasar keadilan distributif yaitu bahwa sederajat harus diperlukan sederajat
dan yang tidak sama juga harus diperlakukan dengan cara yang ridak sama. Prinsip dasar
dari keadilan distributif dapat dinyatakan sebagai berikut:

Individu-individu yang sederajat dalam segala hal yang berkaitan dengan perlakuan
yang dibicarakan harusla memperoleh keuntungan dan beban serupa, sekalipun mereka
tidak sama dalam aspek-aspek yang tidak relevan lainnya, dan individu-individu yang
tidak sama dalam suatu aspek yang relevan perlu diperlakukan secara tidak sama, sesuai
dengan ketidaksamaan mereka.

Prinsip dasar keadilan distributif sepenuhnya bersifat formal, prinsip ini didasarkan
pada gagasan logis bahwa kita haruslah konsisten dalam menghadapi masalah-masalah
yang serupa.

Keadilan Sebagai Kesamaan : Egalitarian

Kaum egalitarian meyakini bahwa tidak ada perbedaan yang relevan di antara semua
orang, yang bisa dipakai sebagai pembenaran atas perlakuan yang tidak adil. Menurut
pandangan egalitarian semua keuntungan dan beban harus sesuai dengan rumusan
berikut:
Semua orang harus memperoleh bagian keuntungan dan beban masyarakat atau
kelompok dalam jumlah yang sama.

Pandangan egalitarian didasarkan pada proposisi bahwa semua manusia adalah sama
dalam sejumlah aspek dasar dan bahwa sejalan dengan kesamaan ini, setiap orang
memiliki klaim yang sama atas segala sesuatu yang ada dalam masyarakat. Artinya
semuanya harus diberikan pada semua orang dalam jumlah yang sama.

Keadilan Berdasarkan Kontribusi : Keadilan Kapitalis

Menurut pandangan keadilan kapitalis, saat orang-orang terlibat dalam pertukaran


ekonomi, apa yang diperoleh seseorang dari pertukaran ini setidaknya haruslah sama
nilainya dengan yang dia berikan atau sumbangkan. Jadi keadilan mensyaratkan bahwa
keuntungan yang diperoleh seseorang haruslah proporsional dengan nilai sumbangan
yang diberikannya. Pendek kata:

Keuntungan haruslah didistribusikan sesuai dengan nilai sumbangan individu yang


diberikan pada masyarakat, tugas, kelompok, atau pertukaran.

Keadilan Berdasarkan Kebutuhan dan Kemampuan : Sosialisme

Prinsip sosialis dapat ditulis kembali sebagai berikut:

Beban kerja haruslah didistribusikan sesuai dengan kemampuan orang-orang, dan


keuntungan harus didistribusikan sesuai dengan kebutuhan mereka.

Prinsip sosialis ini pertama kali didasarkan pada gagasan bahwa orang-orang
menyadari potensi mreka dengan menunjukkan kemampuan dalam kerja yang produktif,
karena perwujudan dari potensialitas yang dimiliki seseorang merupakan sesuatu nilai,
maka hal ini mengimplikasikan bentuk distribusi pekerjaan sesuai dengan kemampuan
yang dia miliki. Kedua keuntungan yang dihasilkan dari kerja harus memanfaatkan
sepenuhnya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kehidupan manusia.

Keadilan Sebagai Kebebasan : Libertarianisme

Kaum libertanisme menyatakan bahwa tidak ada cara pendistribusian barang yang
dapat dikatakan adil atau tidak adil apabila dipertimbangkan secara terpisar dari pilihan
bebas masing-masing individu, semua jenis distribusi keuntungan dan beban adalah adil
jika memungkinkan individu melakukan pertukaran barang secara bebas. Robert Nozick
seorang libertarianisme terkemuka menyatakan prinsip ini sebagai prisip dasar keadilan
distributif.

Dari setiap orang sesuai dengan apa yang dipilih untuk dilakukan, bagi setiap orang
sesuai dengan apa yang mereka lakukan untuk diri mereka sendiri (mungkin dengan
bnatuan orang lain), dan apa yang dipilih orang lain untuk dilakukan baginya dan
mereka pilih untuk diberikan padanya atas apa yang telah mereka berikan sebelumnya
dan belum diperbanyak atau dialihkan.

Keadilan Sebagai Kewajaran :Rawls

Teori John Rawl didasarkan pada asumsi bahwa konflik yang melibatkan masalah
keadilan pertama-tama haruslah ditangani dengan membuat sebuah metode yang tepat
dalam memilih prinsip-prinsip untuk menanganinya. Prinsip keadilan distribusi yang
disusulkan Rawls menyatakan bahwa distribusi keuntungan dan beban dalam masyarakat
adalah adil jika, dan hanya jika:

1. Setiap orang memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar paling ekstensif yang
dalam hal ini mirip dengan kebebasan untuk semua orang.
2. Ketidakadilan sosial dan ekonomi diatur sedemikian rupa sehingga keduanya:
a. Mampu memberikan keuntungan terbesar bagi orang-orang yang kurang
beruntung, dan
b. Ditangani dalam lembaga dan jabatan yang terbuka bagi semua orang
berdasarkan prinsip persamaan hak dalam memperoleh kesempatan.

Dengan demikian Rawl mengklaim bahwa semua prinsip secara moral dapat diterima
oleh suatu kelompok individu rasional yang mengetahui bahwa mereka akan tinggal
dalam sebuah masyarakat yang diatur oleh prinsip-prinsip yang mereka terima, tapi tidak
tahu apa jenis kelaminnya, ras, kemampuan, agama, kepentingan, jabatan sosial,
penghasilan, atau karakteristik-karakteristik khusus lain yang akan mereka miliki dalam
masyarakat tersebut. Keuntungan teori ini, yaitu:

1. Mempertahankan nilai-nilai dasar yang terdapat dalam keyakinan-keyakinan moral.


2. Cocok dengan institusi-institusi ekonomi dasar masyarakat barat.
3. Mencakup unsur-unsur komunitarian dan individualistik yang terdapat dalam
budaya barat.
4. Mempertimbangkan kriteria kebutuhan, kemampuan usaha, dan kontribusi.
5. Terdapat pembenaran moral yang diberikan oleh posisi awal.

Keadilan Retributif

Keadilan retributif berkaitan dengan keadilan dalam menyalahkan atau menghukum


seseorang yang telah melakukan kesalahan.

Bab pertama membahas sejumlah kondisi di mana seseorang dianggap tidak dapat
dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dia lakukan: ketidaktahuan dan
ketidakmampuan. Kondisi-kondisi ini juga relevan dalam menentukan keadilan atas
hukuman yang diberikan atas seseorang yang melakukan kesalahan. Jika seseorang tidak
tahu atau tidak bisa memilih secara bebas apa yang dia lakukan, maka dia tidak bisa
dihukum secara adil.

Kondisi kedua dari hukuman yang adil adalah kepastian bahwa orang yang dihukum
benar-benar melakukan apa yang dituduhkan. Jenis kondisi ketiga dari hukuman yang adil
adalah hukuman tersebut haruslah konsisten dan proposional dengan kesalahannya.

Keadilan Kompensatif

Keadilan kompensatif berkaitan dengan keadilan dalam memperbaiki kerugian yang


dialami seseorang akibat perbuatan orang lain. Tidak ada aturan yang pasti dalam
menenukan seberapa banyak kompensasi yang perlu diberikan oleh pelaku pada korban.
Kaum moralis tradisional menyatakan bahwa seseorang memiliki kewajiban moral
untuk memberikan kompensasi pada pihak yang dirugikan jika tiga syarat berikut
terpenuhi:
 Tindakan yang mengakibatkan kerugian adalah kesalahan atau kelalaian.
 Tindakan tersebut merupakan penyebab kerugian yang sesungguhnya.
 Pelaku mengakibatkan kerugian secara sengaja.
2.4 Etika Memberi Perhatian
Peristiwa Malden Mills menunjukkan sebuah perspektif etika yang tidak mampu
ditangkap sepenuhnya oleh pandangan-pandangan moral yang telah kita pelajari. Dari
pandangan utilitarian, lebih banyak utilitas yang akan dihasilkan dengan mengalihkan
pekerjaan pada tenaga kerja dunia ketiga dibandingkan mengeluarkan uang untuk
mempertahankan pekerjaan bagi para pegawai Malden Mills di Lawrence.
Perspektif hak juga tidak mampu memberikan penjelasan atas keputusan untuk tetap
beroperasi di Lawrence ataupun membayar gaji penuh sementara perusahaan dibangun.
Perspektif imparsial dari teori hak tidak menyatakan bahwa Feuerstein memiliki
kewajiban moral apapun pada para pegawainya setelah peristiwa kebakaran tersebut.
Meskipun pegawai merupakan elemen penting bagi keberhasilan perusahaan, namun
perusahaan telah memberikan penghargaan pada mereka dengan memberi gaji yang
lumayan besar selama bertahun-tahun. Keadilan imparsial (tidak memihak) tidak
mewajibkan perusahaan memberikan bantuan pada para pegawai saat mereka tidak
bekerja ataupun mengharuskan pemiliknya membangun pabrik baru ditempat yang sama
bagi mereka.

Parsialitas dan Perhatian

Pandangan ini bahwa kita memiliki kewajiban untuk memberikan perhatian khusus
pada individu-individu tertentu yang menjalin hubungan baik dengan kita, khususnya
hubungan ketergantungan merupakan konsep utama dalam ‘etika memberi perhatian’,
sebuah pendekatan etika yang belakangan ini banyak disebut oleh para pendukung
pandangan etika feminis.
Moralitas dalam memberikan perhatian didasarkan pada pemahaman atas hubungan
sebagai tanggapan terhadap orang lain. Menurut pandangan etika ‘perhatian’ tugas moral
seseorang bukanlah mengikuti prinsip-prinsip moral universal dan imparsial, namun
menerima dan menanggapi tindakan dari orang-orang lain di mana dia menjalin hubungan
yang baik dan erat dengan mereka. Belas kasihan, pertimbangan, cinta, persahabatan, dan
kebaikan semuanya merupakan perasaan atau sifat baik yang umumnya mewujudkan
dimensi moralitas. Dalam hal ini, etika perhatian menekankan pada dua persyaratan
moral:
 Kita hidup dalam suatu rangkaian hubungan dan wajib mempertahankan serta
mengembangkan hubungan yang konkret dan bernilai dengan orang lain.
 Kita memberikan perhatian khsusus pada orang-orang yang menjalin hubungan
baik dengan kita

Hambatan dalam Etika Perhatian

Pendekatan etika perhatian memperoleh sejumlah kritik berdasarkan beberapa alasan.


Pertama, dikatakan bahwa etika perhatian bisa berubah menjadi favoritisme yang tidak
adil. Kritik kedua mengklaim bahwa persyaratan etika perhatian bisa menyebabkan
‘kebosanan’.
Keuntungan etika perhatian adalah ia mendorong kita untuk fokus pada nilai moral
dari sikap parsial terhadap orang-orang yang dekat dengan kita, dan arti penting moral
dalam memberikan tanggapan pada mereka secara khusus yang tidak kita berikan pada
orang lain. Etika perhatian, dengan fokusnya pada aspek parsialitas dan kekhususan,
merupakan pengingat atau sebuah ospek moralitas yang tidak dapat kita abaikan.
2.5 Memadukan Utilitas, Hak, Keadilan, dan Perhatian
Moralitas kita memuat empat jenis pertimbangan moral dasar yang masing-masing
menekankan aspek moral yang berbeda dari perilaku kita, namun tidak ada satu pun yang
mampu menangkap semua faktor yang perlu dipertimbangkan dalam membuat penilaian-
penilaian moral. Standar utilitarian hanya mempertimbangkan masalah kesejahteraan
sosial secara keseluruhan, namun mengabaikan individu dan bagaimana kesejahteraan
tersebut didistribusikan. Hak moral mempertimbangkan aspek individu, namun
mengabaikan masalah kesejahteraan dan aspek distributive. Standar keadilan
mempertimbangkan masalah-masalah distributif, namun mengabaikan kesejahteraan
sosial dan individu. Dan satandar atau etika perhatian mempertimbangkan masalah
parsialitas yang perlu ditunjukkan pada orang-orang yang dekat dengan kita, namun
mengabaikan imparsialitas atau kenetralan. Keempat pertimbangan moral ini memang
tampaknya tidak dapat direduksi satu sama lain, tetapi tetap merupakan bagian yang
penting dalam moralitas kita.
2.6 Prinsip Moral Alternatif: Etika Kebaikan
Banyak ahli etika yang mengkritik asumsi bahwa tindakan merupakan pokok
permasalahan utama dalam etika. Etika, menurut mereka, tidak boleh hanya melihat jenis
tindakan pelakunya (agen), namun juga memerhatikan jenis karakternya. Fokus pada
“pelaku” (siapa dia), berbeda dengan fokus pada “tindakan” (apa yang dia lakukan) akan
mampu menunjukkan dengan cermat karakter seseorang, termasuk, di antaranya, apakah
karakter tersebut lebih mengarah pada kebaikan atau keburukan. Pendekatan etika lain
yang lebih baik, menurut para ahli etika ini, haruslah mempertimbangkan aspek kebaikan
dan keburukan sebagai awalan penting dalam penalaran etika.
Meskipun etika kebajikan melihat persoalan moral dari perspektif yang sangat
berbeda dari etika yang berdasarkan pada tindakan, namun tidak berarti kesimpulan-
kesimpulan dari etika ini berbeda jauh dengan etika tindakan. Kebaikan-kebaikan ini
tidak boleh dilihat sebagai alternatif kelima terhadap pendeketan utilitas, hak, keadilan,
dan perhatian. Sebaliknya, kebaikan dapat dilihat sebagai suatu perspektif yang bertujuan
sama dengan keempat pendekatan lainnya, namun dari sudut pandang yang sama sekali
berbeda. Dalam hal ini prinsip utilitas, hak, keadilan, dan perhatian memberikan
kesimpulan dari perspektif evaluasi tindakan, sementara etika perhatian dari perspektif
evaluasi karakter.

Sifat Kebaikan

Aristotle, menyatakan bahwa kebaikan moral merupakan kebiasaan yang


memungkinkan seseorang menjalani hidup sesuai dengan nalar atau pemikiranya.

Alasdair Macintyre mengatakan bahwa yang termasuk kebaikan adalah semua


karakteristik yang dipuji karena memungkinkan seseorang mencapai sesuatu yang baik
dan menjadi tujuan hidup manusia.

Kebaikan Moral

Kebaikan moral merupakan sebuah kecenderungan yang dinilai sebagai bagian dari
karakter manusia yang secara moral baik dan ditunjukkan dalam kebiasaaan dan
perilakunya, seseorang dikatakan memiliki kebaikan moral bila dia berperilaku dengan
penalaran, perasaan, dan keinginan-keinginan yang menjadi karakteristik dari seseorang
yang secara moral baik.

Kebaikan, Tindakan, dan Institusi

Teori kebaikan mengatakan bahwa tujuan kehidupan moral adalah untuk


mengembangkan disposisi-disposisi umum (kebaikan moral) dan melaksanakan serta
menerapkannya dalam berbagai situasi kehidupan manusia.

Baik buruknya tindakan dapat ditentukan dengan mempelajari jenis karakter yang
dihasilkan dari tindakan tersebut, yaitu:

 Karakter moral yang buruk


 Etika tindakan bergantung pada hubungannya dengan karakter pelaku

Sebagian diposisi dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:

 Kebaikan instrumental yaitu memungkinkan orang-orang meraih tujuan


mereka secara efektif dan individu atau sebagai bagian dari suatu kelompok.
 Kebaikan non instrumental yaitu di inginkan dimanapun juga (ketenangan,
baik budi, kecerdasan, keanggunan, toleransi, kelembutan, kehangatan,
kerendah-hatian, kesopanan).

Kebaikan dan Prinsip

Tidak ada konflik antara teori-teori etika yang didasarkan pada prinsip-prinsip
dengan teori etika yang didasarkan pada kebaikan. Dengan kata lain, etika kebaikan tidak
menyarankan tindakan-tindakan yang berbeda dari yang disarankan etika prinsip, dan
etika prinsip tidak menyarankan disposisi moral yang berbeda dari etika kebaikan.
Etika prinsip dan etika kebaikan memberikan identifikasi atas apa yang dimaksud dengan
kehidupan moral. Namun demikian, prinsip melihat kehidupan moral dalam kaitannya
dengan tindakan yang diwajibkan moralitas untuk kita lakukan, sementara kebaikan
melihat kehidupan moral dalam kaitannya dengan moralitas yang mewajibkan kita untuk
menjadi individu tertentu. Jadi, etika kebaikan mencakup dasar-dasar yang sama dengan
etika prinsip, namun dari sudut pandang yang sangat berbeda. Jadi, etika kebaikan
melihat pada kebaikan-kebaikan yang berkaitan dengan utilitarianisme, hak, keadilan, dan
perhatian.

Moralitas dalam Konteks Internasional

Perusahaan-perusahaan multinasional menjalankan operasi di negara-negara yang


peraturan hukum, adat kebiasaan, tingkat perkembangan, dan pemahaman budayanya
kadang sangat berbeda dengan negara asal.
Peraturan pemerintah, kebiasaan, tingkat perkembanganan, dan pemahaman budaya
lokal semuanya harus dipertimbangkan saat mengevaluasi etika kebijakan dan tindakan
bisnis di negara asing, status quo lokal tidak dapat diterima tanpa pertanyaan oleh
manajer perusahaan multinasional, namun masih perlu dianalisa secara etis.
Etika Tamansiswa
Etika tamansiswa yang dapat dikaitkan dengan prinsip-prinsip etis dalam bisnis yaitu
“Tringa” terdiri dari:
1. Ngerti (mengerti/mengetahui)
Ngerti dari kata reti atau tahu. Ki Hadjar Dewantara mengingatkan bahwa segala
ajaran, cita-cita ataupun segala sesuatu, diperlukan pengertian, kesadaran, dan
kesungguhan.
2. Ngrasa (merasakan/menyadari)
Ngrasa dari kata rasa atau merasakan. Tahu dan mengerti saja tidak cukup, kalau
tidak merasakan, menyadari, dan tidak ada artinya kalau tidak melaksanakannya dan
tidak memperjuangkannya.
3. Nglakoni
Nglakoni dari kata lkon atau mengerjakan. Merasa saja dengan tidak
melaksanakan, menjalankan tanpa kesadaran dan tanpa pengertian tidak akan
membawa hasil. Oleh karena itu harus dilakukan dengan sungguh-sungguh.
Selain itu ajaran tamansiswa yang berkaitan dengan prinsip-prinsip etis dalam
bisnis yaitu “Tri Pantangan”. tri pantangan adalah larangan yang tidak boleh terjadi
di kalangan masyarakat perguruan tamansiswa, karena jika salah satu terjadi atau
menimpa masyarakat Tamansiswa, maka pasti akan terjadi kegoncangan di
dalamnya, tri pantangan mengandung makna yaitu:
 Jangan menyalah gunakan wewenang atau kekuasaan;
 Jangan menyalah gunakan atau menyeleweng di bidang keuangan;
 Jangan melanggar kesusilaan atau jangan menzalimi sesama manusia.

Pembahasan Kasus Masalah Burma Connection Pepsi Hal. 154

1. Apakah pepsico memiliki kewajiban moral untuk melakukan divestasi atas semua
asetnya di Burma? Pendekatan etika mana utilitarian, hak, keadilan, perhatian, atau
kebaikan yang paling tepat digunakan dalam menganalisis peristiwa-peristiwa yang
terjadi dalam kasus ini?
Jawab:
Iya, karena divestasi yang dilakukan dapat membuat perekonomian Burma
menjadi lemah dan diharapkan Burma dapat melakukan reformasi dan dengan itu
dapat menekan pihak militer untuk mengubah kebijakan mereka yang melakukan
kerja paksa para petani.
Pendekatan yang tepat untuk menganalisis peristiwa-peristiwa yang terjadi
dalam peristiwa ini yaitu pendekatan hak dan keadilan. Pendekatan hak dimana kita
dapat melakukan penilaian moral yang didasarkan pada standar-standar bagaimana
individu (para petani) harus diperlakukan atau dihargai. Pendekatan ini harus
digunakan dalam kasus ini karena sangat berpengaruh pada kesejahteraan dan
kebebasan mereka (para petani). Pendekatan keadilan juga digunakan dalam
menganalisis kasus ini dimana para petani tidak mendapatkan keadilan di dalam
negaranya sendiri yaitu Burma. Mereka disuruh kerja paksa tetapi hasil yang
didapat diambil dan dijual oleh pemerintah.
2. Apakah pepsico memiliki kewajiban moral untuk menarik semua produk dan merek
dagangnya dari Burma?
Jawab:
Menurut kelompok kami, iya pepsico memiliki kewajiban moral untuk menarik
semua produk dan merek dagangnya dari Burma. Karena, bertujuan untuk
memperbaiki kerugian yang dialami karena ada beberapa para kritikus yang
mengklaim dan mempertanyakan etika melakukan bisnis di Burma dan
menyebabkan pepsico mengalami penurunan kondisi ekonomi.

Anda mungkin juga menyukai