Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KEPERAWATAN DASAR

"KEBUTUHAN KESEIMBANGAN SUHU TUBUH"

DOSEN PENGAMPU : NURIA MULIANI ,M.Kep,Sp.kep.J

Disusun Oleh :

NAMA : DWI NURHADI MH

KELAS : I B

NIM : 2019205201061

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG


FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2020
DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

           1.1    LatarBelakang ....................................................................

           1.2    RumusanMasalah ...............................................................

           1.3    Tujuan ................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
            2.1    Konsep DasarKulit Sebagai Pengatur Suhu .........................
            2.2    Macam-Macam Suhu Tubuh ...............................................
            2.3    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Suhu Tubuh ..................
            2.4    Keseimbangan Suhu Tubuh ..................................................
            2.5    Mekanisme Kehilangan Panas Melalui Kulit .........................
BAB III PENUTUP
              3.1 Kesimpulan ..........................................................................
              3.2 Saran ...................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

       Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. Banyak faktor yang dapat
menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Untuk mempertahankan suhu tubuh manusia dalam
keadaan konstan, diperlukan regulasi suhu tubuh. Suhu tubuh manusia diatur dengan
mekanisme umpan balik (feed back) yang diperankan oleh pusat pengaturan suhu di
hipotalamus. Apabila pusat temperatur hipotalamus mendeteksi suhu tubuh yang terlalu panas,
tubuh akan melakukan mekanisme umpan balik. Mekanisme umpan balik ini terjadi bila suhu
inti tubuh telah melewati batas toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, yang disebut titik
tetap (set point). Titik tetap tubuh dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan pada 37°C.
Apabila suhu tubuh meningkat lebih dari titik tetap, hipotalamus akan merangsang untuk
melakukan serangkaian mekanisme untuk mempertahankan suhu dengan cara menurunkan
produksi panas dan meningkatkan pengeluaran panas sehingga suhu kembali pada titik tetap.

        Upaya-upaya yang kita dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh yaitu mengenakan
pakaian yang tipis, banyak minum, banyak istirahat, beri kompres, beri obat penurun panas
(Harold S. Koplewich, 2005). Ada beberapa teknik dalam memberikan kompres dalam upaya
menurunkan suhu tubuh antara lain kompres hangat basah, kompres hangat kering (buli-buli),
kompres dingin basah, kompres dingin kering (kirbat es), bantal dan selimut listrik, lampu
penyinaran, busur panas (Anas Tamsuri, 2007). Dalam postingan kali ini, kita akan berfokus
pada penggunaan teknik kompres hangat dalam upaya menurunkan suhu tubuh.

B    Rumusan Masalah 


1.Menjelaskan konsep keseimbangan suhu tubuh?
2.Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tubuh?

3.keseimbangan suhu tubuh


   

C.Tujuan 

     Tujuan umum penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk mendukung kegiatan
belajar mengajar jurusan keperawatan khususnya pada mata kuliah Kebutuhan dasar
keperawatan “menjelaskan konsep keseimbangan suhu tubuh”
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kosep Dasar

         Suhu adalah besaran yang menyatakan derajat panas dingin suatu benda dan alat yang
digunakan untuk mengukur suhu adalah thermometer. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat
untuk mengukur suhu cenderung menggunakan indera peraba. Tetapi dengan adanya
perkembangan teknologi maka diciptakanlah termometer untuk mengukur suhu dengan valid.

        Suhu menunjukkan derajat panas benda. Mudahnya, semakin tinggi suhu suatu benda,
semakin panas benda tersebut. Secara mikroskopis, suhu menunjukkan energi yang dimiliki
oleh suatu benda. Setiap atom dalam suatu benda masing-masing bergerak, baik itu dalam
bentuk perpindahan maupun gerakan di tempat berupa getaran. Makin tingginya energi atom-
atom penyusun benda, makin tinggi suhu benda tersebut. Suhu juga disebut temperatur yang
diukur dengan alat termometer.

2.2. Kulit sebagai Pengatur Suhu

            Proses kehilangan panas melalui kulit dimungkinkan karena panas diedarkan melalui
pembuluh darah dan juga disuplai langsung ke fleksus arteri kecil melalui anastomosis
arteriovenosa yang mengandung banyak otot. Kecepatan aliran dalam fleksus arteriovenosa
yang cukup tinggi (kadang mencapai 30% total curah jantung) akan menyebabkan konduksi
panas dari inti tubuh ke kulit menjadi sangat efisien. Dengan demikian, kulit merupakan radiator
panas yang efektif untuk keseimbangan suhu tubuh.

2.3. Macam – macam suhu tubuh


Macam-macam suhu tubuh menurut (Tamsuri Anas 2007) :

Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36°C

Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36 – 37,5°C

Febris / pireksia, bila suhu tubuh antara 37,5 – 40°C

Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40°C

Berdasarkan distribusi suhu di dalam tubuh, dikenal suhu inti (core temperatur), yaitu suhu yang
terdapat pada jaringan dalam, seperti kranial, toraks, rongga abdomen, dan rongga pelvis. Suhu
ini biasanya dipertahankan relatif konstan (sekitar 37°C). selain itu, ada suhu permukaan
(surface temperatur), yaitu suhu yang terdapat pada kulit, jaringan sub kutan, dan lemak. Suhu
ini biasanya dapat berfluktuasi sebesar 20°C sampai 40°C.

2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Suhu Tubuh

1. Aktivitas

           Aktivitas selain merangsang peningkatan laju metabolisme, mengakibatkan gesekan


antar komponen otot / organ yang menghasilkan energi termal. Latihan (aktivitas) dapat
meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3 – 40,0 °C.

2. Gangguan organ.

          Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus, dapat menyebabkan
mekanisme regulasi suhu tubuh mengalami gangguan. Berbagai zat pirogen yang dikeluarkan
pada saai terjadi infeksi dapat merangsang peningkatan suhu tubuh.     Kelainan kulit berupa
jumlah kelenjar keringat yang sedikit juga dapat menyebabkan mekanisme pengaturan suhu
tubuh terganggu.

3. Lingkungan

       Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan, artinya panas tubuh dapat
hilang atau berkurang akibat lingkungan yang lebih dingin. Begitu juga sebaliknya, lingkungan
dapat mempengaruhi suhu tubuh manusia. Perpindahan suhu antara manusia dan lingkungan
terjadi sebagian besar melalui kulit.

4.Emosi

   Saat emosi tidak setabil misalnya dalam keadaan marah akan menyebabkan meningkatnya
suhu tuhuh.Sedangkan apatis dan depresi menyebabkan menurunya suhu tubuh.

5.Waktu
      Bervariasi 1,1-1,6 C

6. Jenis Kelamin

       Wanita biasanya lebih baik dalam mengisolasi panas dan menjaga suhu
internal.Peningkatan progesteron selama ovulasi menyebabkan perubahan suhu sekitar 0,3-0,5
C.2.5. Keseimbangan Suhu Tubuh
  Panas secara terus menerus di hasilkan dalam tubuh sebagai efek hasil metabolisme dan
panas secara terus menerus di buang di lingkungan sekitar.   Pembentukan panas akan sesui
dengan laju hilangnya panas pada orang yang  mempunyai keseimbangan panas.
Pembentukan yang terlebih→Panas tubuh meningkat→Temperatur tubuh meningkat.
Kehilangan yang terlebih→Panas tubuh menurun sehinga temperatur tubuh menurun. Produksi
panas→Banyak dihasilkan organ dalam terutama hati,otak,jantung,dan otot rangka.
Dihantarkan ke kulit sebagai suhu tubuh

2.6. Mekanisme Kehilangan Panas Melalui Kulit

a. Radiasi

       Radiasi adalah mekanisme kehilangan panas tubuh dalam bentuk gelombang panas
inframerah. Gelombang inframerah yang dipancarkan dari tubuh memiliki panjang gelombang 5
– 20 mikrometer. Tubuh manusia memancarkan gelombang panas ke segala penjuru tubuh.
Radiasi merupakan mekanisme kehilangan panas paling besar pada kulit (60%) atau 15%
seluruh mekanisme kehilangan panas. Panas adalah energi kinetic pada gerakan molekul.
Sebagian besar energi pada gerakan ini dapat di pindahkan ke udara bila suhu udara lebih
dingin dari kulit. Sekali suhu udara bersentuhan dengan kulit, suhu udara menjadi sama dan
tidak terjadi lagi pertukaran panas, yang terjadi hanya proses pergerakan udara sehingga udara
baru yang suhunya lebih dingin dari suhu tubuh.

b. Konduksi

       Konduksi adalah perpindahan panas akibat paparan langsung kulit dengan benda-benda
yang ada di sekitar tubuh. Biasanya proses kehilangan panas dengan mekanisme konduksi
sangat kecil. Sentuhan dengan benda umumnya memberi dampak kehilangan suhu yang kecil
karena dua mekanisme, yaitu kecenderungan tubuh untuk terpapar langsung dengan benda
relative jauh lebih kecil dari pada paparan dengan udara, dan sifat isolator benda menyebabkan
proses perpindahan panas tidak dapat terjadi secara efektif terus menerus.

c. Evaporasi

         vaporasi ( penguapan air dari kulit ) dapat memfasilitasi perpindahan panas tubuh. Setiap
satu gram air yang mengalami evaporasi akan menyebabkan kehilangan panas tubuh sebesar
0,58 kilokalori. Pada kondisi individu tidak berkeringat, mekanisme evaporasi berlangsung
sekitar 450 – 600 ml/hari. Hal ini menyebabkan kehilangan panas terus menerus dengan
kecepatan 12 – 16 kalori per jam. Evaporasi ini tidak dapat dikendalikan karena evaporasi
terjadi akibat difusi molekul air secara terus menerus melalui kulit dan system pernafasan.

d. Konveksi

          Perpindahan panas dengan perantaraan gerakan molekul, gas atau cairan. Misalnya
pada waktu dingin udara yang diikat/dilekat pada tubuh akanàmenjadi dipanaskan (dengan
melalui konduksi dan radiasi) kurang padat, naik dan diganti udara yang lebih dingin. Biasanya
ini kurang berperan dalam pertukaran panas.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

I. IDENTITAS PASIEN

                   Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal MRS, dan diagnosa medis.

II.RIWAYAT KESEHATAN PASIEN

1. Keluhan Utama

       Pasien datang dengan keluhan panas sudah 2 hari, muntah 3x

2. Riwayat Kesehatan Sekarang

     Pasien datang dengan diantar keluarganya dengan keluhan panas, pusing, mual muntah 3x,
semula di rumah sudah diperiksakan ke mantri setempat, tetapi karena panas lagi maka segera
dibawa ke rumah sakit.

3. Riwayat Kesehatan Yang Lalu

      Pasien belum pernah menderita sakit seperti ini dan tidak pernah dirawat di rumah sakit,
hanya pilek atau batuk dan biasanya diperiksakan ke mantri setempat. Tidak ada riwayat alergi.

Pasien mendapat immunisasi lengkap yaitu BCG, DPT, Polio, Campak, DT dan Hepatitis.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

        Anggota keluarga tidak ada yang menderita sakit seperti ini dan tidak ada penyakit
herediter yang lain.
III.POLA KEBIASAAN PASIEN SEHARI-HARI

1. Pola Nutrisi

2. Pola Eleminasi

3. Pola Istirahat - Tidur

4. Pola Aktivitas

IV. PENGKAJIAN PSIKO - SOSIO - SPIRITUAL

1. Pandangan pasien dengan kondisi sakitnya.

 2. Hubungan pasien  dengan tetangga, keluarga, dan pasien lain.

3. Apakah pasien terganggu dalam beribadah akibat kondisi sakitnya.

 V. PEMERIKSAAN FISIK

a. Keadaan Umum : pasien tampak lemah.

b. Kesadaran : composmentis.

c. Kepala : normochepalic, rambut  hitam, pendek dan lurus dengan penyebaran yang merata..
Tidak ada lesi.

d. Mata : letak simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.

e. Hidung : pernapasan tidak menggunakan cuping hidung, tidak ada polip, bersih.

f. Mulut    :  tidak ada stomatitis, bibir tidak kering.

- gigi       : kotor dan terdapat caries


- lidah     : kotor

g. Telinga : pendengaran baik, tidak ada serumen.

h. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid.

i. Dada : simetris, pernapasan vesikuler.

j. Abdomen : nyeri tekan pada epigastrium.

k. Ekstremitas :

- atas : tangan kanan terpasang infus dan aktifitasnya dibantu oleh keluarga.

- bawah : tidak ada lesi

l. Anus : tidak ada haemorroid.

m. Tanda - tanda Vital :

Tekanan Darah: 120/80 mmHg

Nadi                : 120 x/menit

Suhu                : 39° C

Respirasi          : 24 x/menit

VI.PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil Laboratorium

a. Hematologi

Hb             :

Entrosit     :

Leukosit    :

Trombosit  :
B. Diagnosa keperawatan

Setelah data-data terkumpul kemudian dianalisa untuk menentukan masalah pasien dan
merumuskan diagnosa keperawatan.

1.      Diagnosa keperawatan yang muncul dalam tinjauan kasus yang ada dalam pathway :

2.      Hypertermi berhungan dengan pengaruh endotoksin pada hipotalamus.

3.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dan kebutuhan berhubungan dengan intake yang
kurang.

4.      Nyeri akut berhubungan dengan peradangan  pada usus halus.

5.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan immobilisasi.

Diagnosa keperawatan yang tidak ada dalam kasus nyata tetapi dalam teori ada, yaitu:

Diare berhubungan dengan inflamasi usus.

C. Perencanaan

          Pada tahap-tahap perencanaan asuhan keperawatan pada An. S dengan Typhus
Abdominalis meliputi penentuan prioritas, penentuan tujuan dan menentukan tindakan
keperawatan

Dalam menentukan tujuan yang akan dicapai, unsur-unsur tujuan yang digunakan yaitu spesifik,
bisa diukur, bisa dicapai, realistik dan waktu pencapaianya juga perlu menentukan kriteria hasil.
(Budi Anna Kelliat,1996)

         Diagnosa keperawatan pertama, tujuan yang ingin dicapai adalah suhu tubuh menjadi
normal kembali setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, diharapkan dengan
kriteria waktu tersebut tidak terjadi kekurangan cairan karena perspirasi yang meningkat yang
akan menyebabkan kondisi tubuh makin lemah.
         Rencana tindakannya antara lain dengan mengukur tanda-tanda vital, yang ditekankan
pada pengukuran suhu untuk memantau penurunan suhu dengan tidak mengabaikan
pengukuran pernafasan, nadi dan tekanan darah.

          Kompres dingin dan pemberian minum yang banyak untuk mengganti cairan yang hilang
lewat penguapan Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anti piretik, untuk menurunkan
suhu.

              Diagnosa keperawatan ke dua, dengan kritenia waktu 1 x 24 jam diharapkan pasien
tidak mual dan tidak muntah sehingga dapat menghabiskan porsi makannya dengan evaluasi
terakhir terjadi kenaikan berat badan.

           Penulis membuat  rencana tindakan dengan melibatkan keluarga dalam memberikan
makanan yang disukai pasien dalam batas diet, melakukan penimbangan berat badan tiap hari
untuk mengetahui status gizi pasien sehingga dapat dilakukan tindakan keperawatan lebih
lanjut dan memudahkan dalam pemberian terapi. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
anti emetik untuk mencegah rasa mual dan muntah, serta pemberian cairan parenteral sebagai
penambah asupan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh.

          Diagnosa keperawatan ke tiga, tujuan yang ingin dicapai nyeri berkurang setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, karena kalau tidak cepat diatasi akan
mengganggu aktifitas pasien. Dengan rencana tindakan yang lebih memfokuskan pada
pengajaran tehnik relaksasi dan distraksi serta latihan nafas dalam saat nyeri. Juga kompres
dingin pada daerah yang nyeri karena dengan vasokontriksi dapat memblok rasa nyeri.
Pemberian diet lunak dimaksudkan pada pasien Typhus Abdominalis terdapat tukak-tukak pada
usus halus sehingga tidak terjadi pendarahan atau perforasi usus.

           Diagnosa keperawatan ke empat, tujuan yang hendak dicapai adalah perawatan diri
terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan sekitar 20 menit.

D. IMPLEMENTASI

          Pada diagnosa keperawatan yang pertama, semua rencana tindakan dapat dilakukan
seluruhnya. Pada saat kompres seharusnya dilakukan pada lipatan ketiak, lipat paha dan dahi
yang banyak pembuluh darahnya tetapi hanya dilakukan di dahi karena pasien merasa risih.
Mengukur tanda-tanda vital dilakukan setiap 6 jam sekali. Kolaborasi dengan dokter dalam
memberikan anti piretik (paracetamol 3 x 500 mg) dan anti biotik (injeksi ampicillin 2 x I gr).
Injeksi antibiotik dilakukan sampai hari ke-6 dan diganti anti biotik oral (amoxilin 3 x 500 mg).

        Dalam diagnosa keperawatan ke dua, diberikan cairan parenteral (dextrose 5% 20


tetes/menit) dan anti emetik (primperan 1/2 cth). Semua tindakan dapat dilakukan bersama
perawat dan keluarga terutama dalam memberikan makanan tambahan.

      Untuk diagnosa keperawatan yang ketiga dan kelima rencana tindakan keperawatan dapat
dilakukan sepenuhnya.

         Kompres dingin, tehnik relaksasi dan distraksi dilakukan pasien men jelang tidur agar atau
saat nyerinya datang dapat beristirahat dengan  cukup dan untuk mengurangi rasa nyeri.

Diagnosa keperawatan yang ke empat dilakukan tidak hanya sekali, tetapi setiap pagi dan sore
selama pasien dirawat.

E. Evaluasi

         Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan.

Evaluasi digunakan sebagai tolak ukur berhasil tidaknya tindakan keperawatan yang telah
dilakukan. Evaluasi dari keseluruhan diagnosa keperawatan adalah sebagai berikut :

1. Hypertermi berhubungan dengan pengaruh endotoksin pada hipotalamus. 

           Masalah dapat diatasi sepenuhnya tanggal  13 Juli 2005, suhu tubuh kembali normal
menjadi normal 37°C dan tetap diobservasi sampai pasien diperbolehkan pulang.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
kurang.

           Masalah dapat teratasi pada tanggal 16 Juli 2005 dengan kenaikan berat badan pasien
yang semula 24 kg menjadi 24,1 kg

3. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada usus halus.

          Masalah dapat teratasi sepenuhnya pada tanggal 14 Juli 2005, dari skala nyeri 3 menjadi
skala nyeri 0. Rencana tindakan dihentikan.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

            Proses kehilangan panas melalui kulit dimungkinkan karena panas diedarkan melalui
pembuluh darah dan juga disuplai langsung ke fleksus arteri kecil melalui anastomosis
arteriovenosa yang mengandung banyak otot. Kecepatan aliran dalam fleksus arteriovenosa
yang cukup tinggi (kadang mencapai 30% total curah jantung) akan menyebabkan konduksi
panas dari inti tubuh ke kulit menjadi sangat efisien. Dengan demikian, kulit merupakan radiator
panas yang efektif untuk keseimbangan suhu tubuh.

            Bila tubuh merasa panas, ada kecendrungan tubuh meningkatkan kehilangan panas ke
lingkungan; bila tubuh merasa dingin, maka kecendrungannya menurunkan kehilangan panas.
Jumlah panas yang hilang ke lingkungan melalui radiasi dan konduksi – konveksi sangat di
tentukan oleh perbadaan suhu antara kilit dan lingkungan eksterna.

    
3.2. Saran

        Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi semua orang yang membacanya.
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu mata kuliah “Keperawatan
Integumen”. Selain itu diperlukan lebih banyak referensi dalam penyusunan makalah ini agar
lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Atkinson ,Fundamental of Nursing,1997

Carpeniton,Lynda Juall,Diagnosa Keperawatan,Aplikasi pada praktik,edisi6,EGC,Jakarta,1999

Guyton,Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit,EGC,Jakarta,1997.

Anda mungkin juga menyukai