Anda di halaman 1dari 15

TUGAS RESUME

KONSEP KELUARGA SEJAHTERA

DISUSUN OLEH
NURMALIZA ULFA
NIM : G1B117032

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. H. MUHAMMAD SYAFRIZAL, S.Kep., M.Kep

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
RESUME KONSEP KELUARGA SEJAHTERA

KONSEP KELUARGA
Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan yang terdepan dalam
meningkatkan derajat kesehatan komunitas. Apabila setiap keluarga sehat akan
tercipta komunitas keluarga yang sehat. Masalah kesehatan yang dialami oleh
salah satu anggota keluarga dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain.
Masalah kesehatan yang dialami oleh sebuah keluarga dapat mempengaruhi
system keluarga tersebut dan mempengaruhi komunitas setempat, bahkan
komunitas global. Sebagai contoh, apabila ada seorang anggota keluarga yang
menderita penyakit demam berdarah, nyamuk sebagai factor penyebab dapat
menggigit keluarga tetangganya. Hal tersebut dapat mempengaruhi komunitas
tempat keluarga tersebut menetap. Sehat seharusnya dimulai dengan
membangun keluarga sehat sesuai dengan budaya keluarga.
Perawat keluarga sangat dibutuhkan oleh keluarga untuk membangun
keluarga sehat sesuai dengan budayany. Perawat berperan sebagai pemberi
asuhan keperawatan, konselor, pendidik, atau peneliti agar keluarga dapat
mengenal tanda bahaya dini gangguan kesehatan pada anggota keluarganya.
Dengan demikian, apabila keluarga tersebut mempunyai masalah kesehatan,
mereka tidak datangke pelayanan kesehatan dalam kondisi yang sudah kronis.
Perawat keluarga memiliki peran yang sangat strategis dalam pemberdayaan
kesehatan keluarga ssehingga tercapai Indonesia sehat.
Program pemerintah dalam pemberdayaan keluarga di bidang kesehatan
belum mengikutsertakan perawat keluarga secara optimal. Oleh karena itu, kita
perlu mempertimbangkan adanya satu orang perawat keluarga dalam satu
kelurahan atau desa dalam membangun keluarga sehat. Asuhan keperawatan
tersebut tentunya dilaksanakan dengan melibatkan peran serta aktif keluarga.
DEFINISI KELUARGA
Menurut Departemen Kesehatan (1998), keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang yang
berkumpul dan tinggal di satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Bailon
dan Maglaya (1978) mendefinisikan keluarga sebagai dua atau lebih individu
yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka hidup
dalam rumah tangga, melakukan interaksi satu sama lain menurut peran masing-
masing, serta menciptakan dan mempertahankan suatu budaya.
Menurut Friedman (1998), definisi keluarga adalah dua atau lebih individu
yang tergabung karena ikan tertentu untuk saling membagi pengalaman dan
melakukan pendekatan emosional, seta mengidentifikasikan diri mereka sebagai
bagian dari keluarga. Menurut BKKBN (1999), keluarga adalah dua orang atau
lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah, mampu memenuhi
kebutuhan hidup spiritual dan materil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan,
memiliki hubungan yang selaras dan seimbang antara anggota kelurga dan
masyarakat serta lingkungannya.

BENTUK KELUARGA
Beberapa bentuk keluarga adalah sebagai berikut :
1. Keluarga inti (nuclear family), Adalah keluarga yang dibentuk karena ikatan
perkawinan yang direncanakan yang terdiri dari suami, istri, dan beberapa
orang anak, baik karena kelahiran natural maupun adopsi.
2. Keluarga asal (family of origin), Merupakan satu unit kelurga tempat asal
seseorang dilahirkan.
3. Keluarga besar (Extended family), Keluarga inti ditambah keluarga yang lain
(karena hubungan darah), misalnya kakek, nenek, bibi, paman, sepupu
termasuk keluarga modern, seperti orang tua tunggal, keluarga tanpa anak,
serta keluarga pasangan sejenis (guy/lesbian families).
4. Keluarga berantai (social family), Keluarga yang terdiri dari wanita dan pria
yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan suatu keluarga inti.
5. Keluarga duda atau janda, Keluarga yang terbentuk karena perceraian
dan/atau kematian pasangan yang dicintai.
6. Keluarga komposit (composite family), Keluarga dari perkawinan poligami
dan hidup bersama.
7. Keluaga kohabitasi (cohabitation), Dua orang menjadi satu keluarga tanpa
pernikahan, bisa memiliki anak atau tidak. Di Indonesia bentuk keluarga ini
tidak lazim dan bertentangan dengan budaya timur. Namun, lambat laun
keluarga kohabitasi mulai dapat diterima.
8. Keluarga inses (incest family), Seiring dengan masuknya nilai-nilai global
dan pengaruh informasi yang sangat dahsyat, dijumpai bentuk keluarga yang
tidak lazim, misalnya anak perempuan menikah dengan ayah kandungnya, ibu
menikah dengan anak kandung laki-laki, paman menikah dengan
keponakannya, kakak menikah dengan adik dari satu ayah dan satu ibu, dan
ayah menikah dengan anak perempuan tirinya. Walaupun tidak lazim dan
melanggar nilai-nilai budaya, jumlah keluarga inses semakin hari semakin
besar. Hal tersebut dapat kita cermati melalui pemberitaan dari berbagai
media cetak dan elektronik.
9. Keluarga tradisional dan nontradisional, Dibedakan berdasarkan ikatan
perkawinan. Keluarga tradisional diikat oleh perkawinan, sedangkan keluarga
nontradisional tidak diikat oleh perkawinan. Contoh keluarga tradisional
adalah ayah-ibu dan anak dari hasil perkawinan atau adopsi. Contoh keluarga
nontradisional adalah sekelompok orang tinggal disebuah asrama.

STRUKTUR DAN FUNGSI KELUARGA


Setiap keluarga mempunyai struktur peran formal dan informal.
Misalnya, ayah mempunyai peran formal sebagai kepala keluarga an pencari
nafkah. Peran informal ayah adala sebagai panutan dan pelindung keluarga.
Struktur kekuatan keluarga meliputi kemampuan berkomunikasi, kemampuan
keluarga untuk saling berbagi, kemampuan system pendukung di antara anggota
keluarga, kemampuan perawatan diri, dan kemampuan menyelesaikan masalah.
Menurut Friedman (1999), lima fungsi dasar keluarga adalah sebagai
berikut.
1. Fungsi afektif, adalah fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan
psikososial, saling mengasuh dan memberkan cinta kasih, serta saling
menerima dan mendukung.
2. Fungsi sosialisasi, adalah proses perkembangan dan perubahan individu
keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi social dan belajar berperan di
lingkungan social.
3. Fungsi reproduksi, adalah fungsi keluarga meneruskan kelangsungan
keturunan dan menambah sumber daya manusia.
4. Fungsi ekonomi, adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan
keluarga, seperti sandang, pangan, dan papan.
5. Fungsi perawatan kesehatan, adalah kemampuan keluarga untuk merawat
anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan.

TUMBUH KEMBANG KELUARGA


Menurut Duval (1997), daur atau siklus kehidupan keluarga terdiri dari
delapan tahap perkembangan yang mempunyai tugas dan resiko tertentu pada
tiap tahap perkembangan.
1. Tahap 1, pasangan baru menikah (keluarga baru). Tugas perkembangan
keluarga pada tahap ini adalah membina hubungan perkawinan yang saling
memuaskan, membina hubungan yang harmonis dengan saudara dan
kerabat, dan merencanakan keluarga (termasuk merencanakan jumlah anak
yang diinginkan).
2. Tahap 2, menanti kelahiran (child bearing family) atau anak tertua adalah
bayi berusia kurang dari 1 bulan. Tugas perkembangan keluarga pada tahap
ini adalah menyiapkan anggota keluarga yang baru (bayi dalam keluarga),
membagi waktu untuk individu, pasangan, dan keluarga.
3. Tahap 3, keluarga dengan anak prasekolah atau anak tertua 2,5 tahun sampai
dengan 6 tahun. Tugas perkemmbangan keluarga pada tahap ini adalah
menyatukan kebutuhan masing-masing anggota keluarga, antara lain ruang
atau kamar pribadi dan keamanan, mensosialisasikan anak-anak,
menyatukan keinginan anak-anak yang berbeda, dan mempertahankan
hubungan yang sehat dalam keluarga.
4. Tahap 4, keluarga dengan anak sekolah atau anak tertua berusia 7 sampai 12
tahun. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah
mensosialisasikan anak-anak termasuk membantu anak-anak membina
hubungan dengan teman sebaya, mempertahankan hubungan perkawinan
yang memuaskan, dan memenuhi kebutuhan kesehatan masing-masing
anggota keluarga.
5. Tahap 5, keluarga dengan remaja atau dengan anak tertua berusia 13 sampai
20 tahun. Tugas perkembangan pada tahap ini adalah mengimbangi
kebebasan remaja dengan tanggung jawab yang sejalan dengan maturitas
remaja, memfokuskan kembali hubungan perkawinan, dan melakukan
komunikasi yang terbuka diantara orangtua dengan anak-anak remaja.
6. Tahap 6, keluarga dengan anak dewasa (pelepasan). Tugas perkembangan
keluarga pada tahap ini adalah menambah anggota keluarga dengan
kehadiran anggota keluarga yang baru melalui pernikahan anak-anak yang
telah dewas, menata kembali hubungan perkawinan, menyiapkan datangnya
proses penuaan, termasuk timbulnya masalah-masalah kesehatan.
7. Tahap 7, keluarga usia pertengahan. Tugas perkembangan keluarga pada
tahap ini adalah mempertahankan kontak dengan anak dan cucu,
memperkuat hubungan perkawinan, dan meningkatkan usaha promosi
kesehatan.
8. Tahap 8, keluarga usia lanjut. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini
adalah menata kembali kehidupan yang memuaskan, menyesuaikan
kehidupan dengan penghasilan yang berkurang, mempertahankan hubungan
perkawinan, menerima kehilangan pasangan, mempertahankan kontak
dengan masyarakat, dan menemukan arti hidup.
ISTILAH DALAM KELUARGA
1. Keluarga Sejahtera
Keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah,
mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak,
bertakwa kepada TYME, memiliki hubungan serasi, selaras, dan seimbang
antar anggota dan antarkeluarga dengan masyarakat dan lingkungan.
Menurut Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN (1996), tahapan
keluarga sejahtera terdiri dari:
a. Keluarga Prasejahtera, Keluarga yang belum dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya secara minimal atau belum seluruhnya terpenuhi
seperti:spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan dan KB
b. Keluarga Sejahtera I, Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan
sosial psikologisnya seperti kebutuhan akan pendidikan, KB, interaksi
dalam keluarga, interaksi lingkungan tempat tinggal, dan transportasi.
c. Keluarga Sejahtera II, Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya dan kebutuhan social psikologisnya tetapi belum dapat
memenuhi kebutuhan pengembangan, seperti kebutuhan untuk
menabung dan memperoleh informasi.
d. Keluarga Sejahtera III, Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan
dasar, sosial psikologis dan pengembangan, tetapi belum dapat
memberikan sumbangan yang teratur bagi masyarakat atau kepedulian
sosialnya belum terpenuhi seperti sumbangan materi, dan berperan aktif
dalam kegiatan masyarakat
e. Keluarga Sejahtera III plus, Keluarga yang telah dapat memenuhi
kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangan, dan telah dapat
memberikan sumbangan yang teratur dan berperan aktif dalam kegiatan
kemasyarakatan atau memiliki kepedulian social yang tinggi.
2. Keluarga Berencana
Upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui
pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan
ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk
mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
3. Kualitas keluarga
Kondisi keluarga yang mencakup aspek pendidikan, kesehatan,
ekonomi, social budaya, kemandirian keluarga, dan mental spiritual serta
nilai-nilai agama yang merupakan dasar untuk mencapai keluarga
sejahtera.
4. Kemandirian keluarga
Sikap mental dalam hal berupaya meningkatkan kepedulian
masyarakat dalam pembangunan, mendewasakan usia perkawinanan,
membina dan meningkatkan ketahanan keluarga, mengatur kelahiran dan
mengembangkan kualitas dan keejahteraan keluarga, berdasarkan
kesadaran dan tanggungjawab.
5. Ketahanan Keluarga
Kondisi dinamik sebuah keluarga yang memiliki keuletan dan
ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik-material dan psikis-
mental spiritual guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan
keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan
lahir dan kebahagiaan batin.
6. NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera)
Suatu nilai yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan sosial budaya
yang membudaya dalam diri pribadi, keluarga, dan masyarakat, yang
berorientasi kepada kehidupan sejahtera dengan jumlah anak ideal untuk
mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.
Indikator-indikator keluarga sejahtera adalah sebagai berikut.
a. Keluarga prasejahtera, Keluarga ini belum mampu untuk
melaksanakan indikator sebagai berikut:
1. Keluarga melaksanakan ibadah menurut agama yang dianut
masing-masing.
2. Keluarga makan dua kali sehari atau lebih.
3. Keluarga menggunakan pakaian yang berbeda untuk berbagai
keperluan.
4. Keluarga mempunyai rumah yang sebagian besar berlantai
bukan dari tanah.
5. Keluarga memeriksakan kesehatan ke petugas atau sarana
kesehatan (bila anak sakit atau PUS ingin ber-KB).
b. Keluarga sejahtera 1, Keluarga ini sudah mampu melaksanakan
indicator 1 sampai 5 tetapi belum mampu melaksanakan indikator
sebagai berikut.
6. Keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama
yang dianut.
7. Keluarga makan daging, ikan, atau telur sebagai lauk-pauk
sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu.
8. Keluarga memperoleh pakaian baru dalam satu tahun terakhir.
9. Setiap anggota keluarga mempunyai ruang kamar yang luasnya
8 m2.
10. semua anggota keluarga sehat dalam tiga bulan terakhir
sehingga dapat melaksanakan fungsi mereka masing-masing.
11. Paling sedikit satu anggota keluarga yang berumur 15 tahun ke
atas memiliki penghasilan yang tetap.
12. Seluruh anggota keluarga yang berusia 10 sampai 60 tahun
mampu membaca dan menulis latin.
13. Anak usia sekolah (7 sampai 15 tahun) dapat bersekolah.
14. Keluarga yang masih pasangan usia subur memakai kontrasepsi
dan mempunyai dua anak atau lebih yang hidup.
c. Keluarga sejahtera II, Keluarga ini sudah mampu melaksanakan
indicator 1 sampai 14, tetapi belum mampu melaksanakan
indicator-indikator sebagai berikut.
15. Keluarga berusaha meningkatkan atau menambah pengetahuan
agama.
16. Keluarga mempunyai tabungan
17. Keluarga makan bersama paling sedikit sekali sehari.
18. Keluarga ikut serta dalam kegiatan masyarakat.
19. Keluarga melakukan rekreasi bersama/penyegaran paling
kurangsekali dalam 6 bulan.
20. Keluarga memperoleh berita dari surat kabar, majalah, radio,
dan televisi.
21. Keluarga mampu menggunakan sarana transportasi.
d. Keluarga sejahtera III, Keluarga ini sudah mampu melaksanakan
indikator 1 sampai 21, tetapi belum mampu melaksanakan
indikator sebagai berikut.
22. Keluarga memberikan sumbangan secara teratur (waktu
tertentu) dan sukarela dalam bentuk material kepada
masyarakat.
23. Keluarga aktif sebagai pengurus yayasan atau institusi
masyarakat.
e. Keluarga sejahtera III plus, Sebuah keluarga dapat disebut keluarga
sejahtera plus bila sudah mampu melaksanakan semua indikator
(23).

PELAKSANAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA


Peraturan pemerintah No. 21 tahun 1994 pasal 2, menyatakan
bahwa penyelenggaraan pembangunan keluarga sejahtera diwujudkan melalui
pengembangan kualitas keluarga dan keluarga berencana yang
diselenggarakan secara menyeluruh dan terpadu oleh pemerintah, masyarakat,
dan keluarga. Tujuan : mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan
sejahtera, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehat, produktif, mandiri,
dan memiliki kemampuan untuk membangun diri sendiri dan lingkungan.
Pokok-pokok kegiatan :
1. Pembinaan ketahanan fisik keluarga adalah kegiatan pertumbuhan dan
pengembangan perilaku usaha dan tenaga terampil sehingga dapat
melakukan usaha ekonomi produktif untuk mewujudkan keluarga kecil,
behagia, dan sejahtera. Bentuk kegiatan pembinaan ketahan fisik keluarga
adalah sebagai berikut.
a. Penumbuhan dan pengembangan pengetahuan, sikap perilaku usaha,
dan keterampilan keluarga melalui penyuluhan, pelatihan magang, studi
banding, dan pendampingan.
b. Penumbuhan dan pengembangan kelompok usaha, melalui kelompok
Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga sejahtera (UPPKS)
c. Pembinaan permodalan, melalui tabungan, takesra (tabungan keluarga
sejahtera), Kukesra (Kredit keluarga sejahtera)
d. Pembinaan pemasaran, melalui kerja sama dengan para pengusaha dan
sektor terkait.
e. Pembinaan produksi, melalui bimbingan dalam memilih dan
memanfaatkan alat teknologi tepat guna yang diperlukan dalam proses
produksi.
f. Pembinaan kemitrausahaan, dengan para pengusaha dari sector terkait
koperasi.
g. Pengembangan jaringan usaha, khususnya bekerja sama dengan
departemen koperasi dan PPKM.
2. Pembinaan ketahanan non fisik keluarga.
Tujuan : peningkatan kualitas anak, pembinaan kesehatan
reproduksi remaja, dan peningkatan keharmonisan keluarga, keimanan,
dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Bentuk kegiatan
ketahanan nonfisik keluarga adalah sebagai berikut.
a. Bina Keluarga Balita
Pembinaan terhadap orang tua anak balita agar pertumbuhan dan
perkembangan anaknya optimal secara fisik dan mental melalui
kelompok dengan bantuan alat permainan edukatif ( APE)
b. Pembinaan kesehatan reproduksi remaja dilakukan melalui.
1) Pusat-pusat konsultasi remaja
2) Penyuluhan konseling di sekolah dan pesantren, kelompok-
kelompok.
3) Remaja, karang taruna, remaja masjid, pramuka, dan lain-lain.
4) Kelompok Bina Keluarga Remaja ( BKR), dan penyuluhan melalui
media massa.
c. Pembinaan keluarga lansia melalui kelompok Bina Keluarga lansia
(BKL).
d. Kegiatan-kegiatan lain adalah sebagai berikut.
1) Gerakan Keluarga Sejahtera Sadar Buta Aksara
2) Beasiswa supersemar.
3) Satuan Karya Pramuka Keluarga Berencana (Saka Kencana)
kegiatan lomba-lomba.
3. Pelayanan Keluarga Berencana
a. Kegiatan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE), Kegiatan ini
meningkatkan kesadaran, pengetahuan, dan perubahan perilaku
masyarakat dalam pelaksanaan KB.
b. Pelayanan kesehatan reproduksi meliputi pelayanan kontrasepsi,
pelayanan kesehatan reproduksi bagi ibu, serta pelayanan lain yang ada
hubungannnya dengan reproduksi.
4. Pendataan Keluarga Sejahtera
Dalam rangka mengevaluasi pelaksanaan Gerakan Keluarga Sejahtera
setiap tahun, antara bulan Januari sampai Maret., dilakukan pendataan
keluarga untuk mengetahui pencapaian keluarga berencana dan tahapan
keluarga sejahtera.
Friedman (1981) membagi lima tugas kesehatan yang harus dilakukan
oleh keluarga, yaitu :
a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya.
b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat.
c. Memberikan tindakan keperawatan kepada anggota keluarganya yang
sakit dan yang tidak dapat membantu dirinya sendiri.
d. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan
dan perkembangan kepribadian annggota keluarga.
e. Mempertahankan hubungan timbal-balik antara keluarga lembaga-
lembaga kesehatan yang menunjukkan manfaat fasilitas kesehatan
dengan baik.

PERAN PERAWAT KELUARGA


Dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga, perawat keluarga
perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut :
1) melakukan kerja bersama keluarga secara kolektif
2) memulai pekerjaan dari hal yang sesuai dengan kemampuan keluarga
3) menyesuaikan rencana asuhan keperawatan dengan tahap perkembangan
keluarga
4) menerima dan mengakui struktur keluarga
5) menekankan pada kemampuan keluarga.
Peran perawat keluarga adalah sebagai berikut :
1. Sebagai pendidik, perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan
kesehatan kepada keluarga, terutama untuk memandirikan keluarga
dalam merawat anggota keluarga yang memiliki masalah kesehatan.
2. Sebagai coordinator pelaksana pelayanan keperawatan, perawat
bertanggung jawab memberikan pelayanan keperawatan yang
komprehensif. Pelayana keperawatan yang bersinambungan diberikan
untuk menghindari kesenjangan antara keluarga dan unit pelyananan
kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit)
3. Sebagai pelaksana pelayanan perawatan, pelayanan perawatan dapat
diberikan kepada keluarga melalui kontak pertama dengan anggota
keluarga yang sakit yang memiliki masalah kesehatan. Dengan
demikian anggota keluarga yang sakit dapat dapat menjadi “entry
point” bagi perawat untuk memberikan asuhan keperawatan keluarga
secara komprehensif.
4. Sebagai supervisor pelayanan keperawatan, perawat melakukan
supervise ataupun pembinaan terhadap keluarga melalui kunjungan
rumah secara teratur, baik terhadap keluarga berisiko tinggi maupun
yang tidak. Kunjungan rumah tersebut dapat direncanakan terlebih
dahulu atau secara mendadak.
5. Sebagai pembela (advokat), perawat berperan sebagai advokat
keluarga untuk melindungi hak-hak keluarga sebagai klien.perawat
diharapakan mampu mengetahui harapan serta memodifikasi system
pada perawatan yang diberikan untuk memenuhi hak dan kebutuhan
keluarga.
6. Sebagai fasilitator, perawat dapat menjadi tempat bertanya individu,
keluarga, dan masyarakat untuk memecahkan masalah kesehatan dan
keperawatan yang mereka hadapi sehari-hari serta dapat memberikan
jalan keluar dalam mengatasi masalah.
7. Sebagai peneliti, perawat keluarga melatih keluarga untuk dapat
memahami masalah-masalah kesehatan yang dialami oleh anggota
keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Sudiharto, S.kep.,M.kes. 2007. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan


Pendekatan Keperawatan Transkultural. Jakarta: EGC

Syaripudin, Tatang. 2008. Pedagogik Teoritis Sistematis. Percikan Ilmu:Bandung.

Anda mungkin juga menyukai