Pitri Puspita Dewi-Fitk PDF
Pitri Puspita Dewi-Fitk PDF
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
(S.Pd.)
Oleh
Pitri Puspita Dewi
1112013000072
NIM : 1112013000072
Bahwa skripsi yang berjudul Konvergensi dan Divergensi Bahasa dalam Interaksi
Belajar Mengajar di Kelas XI Mipa 5 SMA Negeri 3 Kota Tangerang adalah benar
hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan siap menerima
segala konsekuensi apabila terbukti skripsi ini bukan hasil karya sendiri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap bahasa yang ada pada interaksi
belajar mengajar didominasi oleh konvergensi bahasa, hal itu dapat ditunjukkan
dengan sikap guru yang menyesuaikan pemakaian bahasanya ketika
menyampaikan materi kepada siswa dengan respon bahasa yang sama dari siswa
tersebut. Selain konvergensi, terdapat juga divergensi bahasa yang ditunjukkan
oleh penutur (guru) terhadap lawan tuturnya (siswa) dalam pemakaian bahasanya.
Salah satu hal yang melatarbelakangi penutur (guru) melakukan divergensi bahasa
adalah adanya perbedaan sosial dan geografis ketika berinteraksi dengan
siswanya.
i
ABSTRACT
Result of the study showed that language attitudes that exist in teaching
and learning interactions are dominated by language convergence, this can be
indicated by the attitude of the teacher who adjusts the use of her language when
delivering material to students with the same language response from the student.
In addition to convergence, there is also the language divergence shown by the
speaker (teacher) to the opponent she speaks (student) in the use of her language.
One of the things behind the speaker (teacher) to do language divergence is the
existence of social and geographical differences when interacting with her
students.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas ke hadirat Allah Swt., atas segala rahmat dan karunia-Nya
kepada penulis, akhirnya buah dari perjuangan dengan penuh kesabaran telah
terselesaikan. Salawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan
kita Nabi Muhammad Saw., keluarga, para sahabat, dan pengikutnya sampai akhir
zaman.
Penyusunan skripsi ini tidak lain guna memenuhi syarat mmenyandang
gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dari Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Skripsi ini bukan hanya karya penulis semata, sebab di belakangnya begitu
banyak pendukung yang turut membantu penulisan ini hingga titik di halaman
terakhir. Oleh karena itu, penulis sangat berterima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Dr. Makyun Subuki, M. Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Rosida Erowati, M. Hum., selaku dosen penasihat akademik Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
4. Dr. Nuryani, M. A., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah sabar
dalam membimbing, mengarahkan dan memberikan motivasi selama
penyusunan skripsi.
5. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang telah berbagi pengetahuan seluas-luasnya
selama penulis menempuh studi.
6. Bapak Safrudin Perwira Negara dan Ibu Murni Handayani, kedua orang
tua penulis. Terima kasih telah memberikan kasih sayang, motivasi, dan
doa tiada henti.
iii
7. Kakak tersayang Brigadir Ahmad Dedi Alhaddad dan Nur Aida Putri
Yani, S.Pd., terima kasih selalu mengingatkan dan memberikan
semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Briptu Mohammad Agung Saputra, teman hidup di masa yang akan
datang, terima kasih untuk doa, nasihat, semangat dan dukungannya,
serta terima kasih sudah sabar dan setia menjadi tempat keluh kesah
penulis dan selalu memberikan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
9. Teman seperjuangan PBSI Angkatan 2012, khususnya untuk sahabat
yang selalu ada dan tidak pernah bosan untuk mengingatkan dan
memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih
Puji Ayu Lestari.
10. Terima kasih untuk sahabat saya, Evie Mailinda, S.Kom., yang selalu
menemani dan tidak pernah bosan untuk menyemangati dalam
menyelesaikan skripsi ini.
11. Terima kasih untuk rekan-rekan pengajar tersayang, Zeus Yeni
Rahman, S.Pd., Ibu Soleha, S.Pd., dan Ibu Alfiyah, yang selalu
menyemangati dan memberikan dukungan kepada penulis.
12. Segenap dewan guru SMP Nurul Hikmah, yang selalu memberikan
dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
13. Semua pihak yang terlibat dalam pembuatan skripsi ini yang tidak bisa
saya sebutkan satu per satu, semoga Allah selalu membalas kebaikan
kalian dengan pahala yang berlipat ganda.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, sehingga penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang berguna
untuk perbaikan laporan. Penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi
penulis khususnya serta pihak yang membutuhkan umumnya.
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... i
ABSTRACT ...................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... ..... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................. 5
C. Batasan Masalah ...................................................................... 5
D. Rumusan Masalah ................................................................... 5
E. Tujuan Penelitian ..................................................................... 6
F. Manfaat Penelitian ................................................................... 6
BAB II KAJIAN TEORETIS
A. Landasan Teori ......................................................................... 8
1. Sosiolinguistik............... .................................................... 8
2. Teori Interaksi Belajar Mengajar ...................................... 22
B. Penelitian yang Relevan ........................................................... 25
v
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data .......................................................................... 34
B. Analisis Penelitian ................................................................... 40
BAB V PENUTUP
A. Simpulan .................................................................................. 56
B. Saran ......................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 58
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
1
BAB I
PENDAHULUAN
11
2
lebih efektif. Komunikasi tidak hanya terjadi antara guru dan siswa, tetapi
juga antara siswa dengan siswa. Siswa dituntut aktif agar dapat berfungsi
sebagai sumber belajar bagi siswa lain.
B. Identifikasi Masalah
C. Batasan Masalah
D. Rumusan Masalah
Setelah melihat latar belakang yang ada dan agar dalam penelitian ini
tidak terjadi kerancuan, maka penulis dapat membatasi dan merumuskan
permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Masalah penelitian ini dapat
dirumuskan yaitu bagaimana proses konvergensi dan divergensi bahasa dalam
6
E. Tujuan Penelitian
F. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua jenis manfaat yaitu manfaat teoretis
dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoretis
2. Manfaat Praktis
7
BAB II
KAJIAN TEORETIS
A. Landasan Teori
1. Sosiolinguistik
1
Ni Nyoman Padmadewi, dkk., Sosiolinguistik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), hlm. 1.
2
Sumarsono, Sosiolinguistik (Yogyakarta: Sabda bekerjasama dengan Pustaka Pelajar,
2004), Cet. II, hlm. 2.
8
9
sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan pelbagai variasi bahasa, serta
hubungan di antara para bahasawan dengan ciri fungsi variasi bahasa itu di
dalam suatu masyarakat bahasa.7
7
Chaer, Op.Cit., hlm. 3.
8
P.W.J. Nababan, Sosiolinguistik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993), hlm. 3.
9
Sumarsono dan Paina Partana, Sosiolinguistik (Yogyakarta: Sabda, 2004), Cet. II, hlm. 2.
10
Ibid.,
11
11
R. Kunjana Rahardi, Kajian Sosiolinguistik Ihwal Kode dan Alih Kode, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2010), hlm. 16.
12
Made Iwan Hendrawan Jendra, Sociolinguistics The Study of Societies Languages
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 123
Bernard Spolsky, Sociolinguistics (New York: Oxford University Press, 1998), hlm. 41
12
13
Bernard Spolsky, Sociolinguistics (New York: Oxford University Press, 1998), hlm. 42
14
Richard West dan Lynn H. Turner, Introducing Communication Theory: Analysis and
Application 3rd ed. (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), hlm. 217
15
William B Gudykunst dan Bella Mody, Handbook of International Inter Cultural
Communication 2nd Edition (Sage Publication. Thousand Oaks, 2002), hlm. 44
16
Jendra, Op Cit.
13
a. Konvergensi
17
Sumarsono dan Paina Partana, Sosiolinguistik (Yogyakarta: Sabda), hlm. 213
18
Jendra, Op Cit.
19
Ibid., hlm. 124
14
20
Ibid.
21
Spolsky, Op. Cit.
22
Sumarsono, Op. Cit. hlm. 215
23
Peter Auer, Frans Hinskens, dan Paul Kerswill, Dialect Change: Convergence and
Divergence in European Languages, (Cambridge: Cambridge University Press, 2005), hlm. 2
24
Ibid., hlm. 4
15
atau ras melakukan penyesuaian satu sama lain atau salah satu di
antaranya, sehingga memiliki sejumlah solidaritas budaya yang cukup
untuk mendukung terciptanya eksistensi kehidupan yang solider dan
harmoni di antara mereka. Apabila adaptasi sosial lebih tinggi (melalui
adaptasi linguistik), akan terbentuklah kondisi harmoni, tetapi sebaliknya,
apabila adaptasi sosial rendah, kondisi tidak harmonilah yang terbentuk.
Ini berkaitan dengan penyesuaian bahasa atau pilih bahasa atau
konvergensi dan divergensi bahasa.25 Konsep konvergensi dan divergensi
bahasa yang diterapkan oleh Mahsun yakni menghubungkannya dengan
situasi terciptanya keharmonisan sosial dalam masyarakat. Konvergensi
dan divergensi yang dimaksudkan di sini adalah adanya upaya masyarakat
untuk menyesuaikan tuturannya dengan lawan tuturnya sehingga
komunikasi di antaranya dapat terjalin.
25
Mahsun, Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005)
26
Morrison dan Wardhany Andy Corry, Teori Komunikasi (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2009), hlm. 135.
16
b. Divergensi
27
Jendra, Op. Cit.
28
R. Hudson, Sociolinguistics (2nd Edition) (Cambridge University Press, 1996), hlm. 42
17
29
Sumarsono, Op. Cit., hlm. 213-214.
30
Ibid., hlm. 218-219.
18
31
Ibid., hlm. 219.
32
Jendra, Op. Cit.
19
33
Partana, Op. Cit., hlm. 214.
34
Ibid., hlm. 215-216.
20
35
Ibid., hlm. 216-217.
36
Ibid., hlm. 217-218.
37
Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2010), Edisi Revisi, hlm. 92
38
Ibid., hlm. 93.
21
39
Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik Edisi Keempat, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2008), hlm.
40
Chaer, 2010, Op. Cit., hlm. 93-94.
41
Ibid., hlm. 94
42
Ibid., hlm. 94
22
43
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
Pustaka, 2007), hlm. 17
44
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2010), hlm. 90
45
Ibid., hlm. 92
23
46
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka
Cipta, 2010), hlm. 37.
47
W. F. Mackey, Analisis Bahasa untuk Pengajaran Bahasa (Surabaya: Usaha Nasional,
1984), hlm. 41-42
24
50
Sardiman A. M. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2000), cet. Ketujuh, hlm. 1-2
26
penutur lek Nusa Penida, kelompok usia muda, di desa Rama Dewa.
Perilaku akomodatif mereka menyebabkan terjadinya suatu perbedaan
terbesar yang terdapat di antara kelompok usia muda di desa Rama Dewa
dan lek Nusa Penida di daerah asal. Arah akomodasi antarlek paling
banyak tertuju ke lek Karangasem, sedangkan arah akomodasi atarbahasa
paling banyak tertuju kepada bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada
saat akomodasi, penutur memodifikasi tuturannya secara fonologis
sehingga semakin mirip dengan lek lawan tuturnya.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
51
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2012), hlm. 6
52
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Rineka Cipta: Jakarta, 2010), hlm. 3
30
31
C. Teknik Penelitian
1. Teknik Pengumpulan Data
a. Mengidentifikasi Data
Langkah awal mengidentifikasi data yaitu mentranskripsikan data
dan memberikan ciri terhadap data yang sudah terkumpul.
b. Mengklasifikasi Data
Setelah diperoleh hasil dari proses identifikasi data, tahap
selanjutnya mengklasifikasi atau mengelompokkan data sesuai
dengan wujud konvergensi dan divergensi bahasanya.
c. Menganalisis Data
Setelah digolongkan ke dalam penggunaan bahasanya selanjutnya
dianalisis dengan Teori Akomodasi Komunikasi.
d. Menyimpulkan Data
32
2. Data
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini adalah dari diri penulis sendiri karena dalam
penelitian ini penulis mengerjakan penelitian dengan teknik observasi,
dokumentasi, dan studi pustaka. Adapun tabel analisis yang digunakan sebagai
berikut:
Tabel 1.1
Tabel 2.1
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Profil SMA Negeri 3 Kota Tangerang
a. Sejarah Sekolah
SMAN 3 Kota Tangerang belum yang terbaik tetapi kami menuju
yang terbaik. SMAN 3 Kota Tangerang baru memulai, tetapi tak ada kata
akhir dalam upaya membawa SMA Negeri 3 Kota Tangerang untuk lebih
maju dan bermutu. Moto ini didukung dengan prinsip pelayanan Salam,
Senyum, Sapa, Seksama (4S) serta semboyan juang Doa, Usaha, Ikhtiar,
dan Tawakal (DUIT). SMA Negeri 3 Tangerang atau yang lebih dikenal
SMANIC terletak lebih kurang 5 km dari batas Kota Jakarta. Adapun
luas tanah dan bangunan milik SMAN 3 Tangerang adalah:
1. Luas tanah: 5700 m2
2. Luas bangunan: 3140 m2
3. Luas halaman: 1314 m2
4. Luas lapangan olah raga: 1088 m2
5. Luas kebun botani: 158 m2
Animo masyarakat untuk menempuh pendidikan formal yang
berkualitas sangat tinggi, khususnya masyarakat yang tinggal di
perbatasan ibu kota. Dalam rangka memberikan pelayanan terhadap
masyarakat di wilayah perbatasan DKI Jakarta. Pemerintah Pemda DKI
membuka sekolah filial SMAN XXVII Jakarta di Tangerang, salah
satunya cikal bakal SMAN 3 Tangerang sekarang. Pada tahun 1977
SMAN XXVII Jakarta membuka kembali SMAN Filial di Tangerang
yaitu di Ciledug dan di Ciputat, yang sebelumnya telah sukses
mendirikan SMAN Tangerang di jalan Makam Taman Pahlawan, yang
sekarang dikenal SMAN 2 Tangerang dan resmi menjadi SMAN kedua
di Tangerang pada tahun 1977.
34
35
d. Kegiatan Ekstrakurikuler
Menekuni kegiatan ekstrakurikuler selain pendidikan formal yang
mereka dapatkan dikelas merupakan hal yang penting. Kegiiatan ini
53
Anonim, Sejarah Sekolah, tersedia di www.sman3tgr.sch.id/index.php/profil/sejarah-sekolah ,
diunduh pada tanggal 08 Maret 2018 pada pukul 09:28 WIB.
54
Anonim, Visi-Misi, tersedia di www.sman3tgr.sch.id/index.php/profil/visi-misi , diunduh pada
tanggal 08 Maret 2018 pada pukul 09:34 WIB.
55
Ibid.
38
o. Tahfizh Al-Qur’an56
e. Fasilitas
Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas sangat
terkait erat dengan beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah fasilitas
sekolah. Berbagai fasilitas dimiliki SMAN 3 untuk menunjang kegiatan
belajar mengajar. Fasilitas tersebut antara lain:
1. Ruang Belajar:
a. Ruang Kelas
b. Ruang Perpustakaan
c. Laboratorium MIPA
d. Laboratorium Komputer
e. Laboratorium Bahasa
f. Ruang Seni
g. Ruang PSB (Pusat Sumber Belajar)
2. Ruang Pendukung:
a. Kantin Sekolah
b. Koperasi Sekolah
c. Lapangan Olahraga
d. Masjid
e. Toilet Siswa
f. Taman Sekolah
g. Ruang UKS57
56
Anonim, Sarana Prasarana Sekolah, tersedia di www.sman3tgr.sch.id , diunduh pada tanggal 08
Maret 2018 pada pukul 09:40 WIB.
57
Ibid.
40
B. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Data
Pada bagian ini, peneliti akan menguraikan konvergensi dan
divergensi bahasa dalam interaksi belajar mengajar. Data diperoleh dari
rekaman suara yang diubah menjadi transkip data selama satu kali pertemuan
di dalam kelas. Dalam interaksi belajar mengajar ini, penulis mengkhususkan
penelitian pada konvergensi dan divergensi bahasa di kelas XI Mipa 5 SMA
Negeri 3 Kota Tangerang.
Pengambilan data pada pertemuan ini, pembelajaran dilakukan di
ruang perpustakaan dan pada waktu pagi hari. Di dalam ruang perpustakaan
terdapat AC, sehingga siswa tidak terlalu berisik. Tujuan dalam kegiatan ini
ialah demi tercapainya pembelajaran bahasa Indonesia, terutama pada materi
teks cerita ulang. Materi ini diubah bentuk menjadi sebuah `drama, guna
untuk memudahkan semua siswa dalam memahami teks cerita ulang yang
telah mereka buat. Guru menyampaikan dari awal sampai akhir pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran ceramah. Pertemuan ini hanyalah
mempresentasikan tugas akhir dari materi teks cerita ulang, karena materi
teks cerita ulang tersebut sudah diajarkan dan dibahas sebelumnya.
2. Analisis Data
Pada awal mulai pembelajaran guru dan para siswa memasuki ruang
perpustakaan. Proses pembelajaran tidak diawali dengan salam pembuka.
Guru juga tidak mengabsen para siswa sebelum melakukan kegiatan inti.
Begitu masuk ke dalam ruang perpustakaan, guru langsung menanyakan
kepada para siswa tersebut mengenai teks drama yang dibuat per kelompok.
Guru tersebut menggunakan suara yang lantang dan sedikit meninggi, karena
beberapa kelompok siswa masih asik mengobrol dan tidak memperhatikan.
Selain itu, ada satu kelompok yang tidak membawa teks dramanya karena
terbawa oleh teman mereka yang sakit dan tidak masuk sekolah pada saat itu.
Guru tersebut tidak mau tahu tentang kelompok yang tidak membawa teks
dan harus tetap maju jika dipanggil. Guru tersebut tetap menyuruh mereka
41
untuk segera membuat ulang teksnya sebelum jam mata pelajaran tersebut
berakhir.
Penggunaan bahasa dalam interaksi belajar mengajar di Kelas XI
Mipa 5 SMA Negeri 3 Kota Tangerang lebih didominasi oleh penggunaan
bahasa konvergensi, seperti yang dapat dilihat dalam temuan data berikut.
TD 01
TD 02
Pada TD 02, tuturan “Iya tetep maju. Emangnya kalian enggak apal
naskahnya?”, “Ngapa? Kok pada diem aja saya nanya”, “Emangnya
42
TD 03
Pada TD 03, percakapan di atas dapat dilihat bahwa siswa dan guru
tersebut menggunakan bahasa sehari-hari dengan menggunakan kata
“enggak” yang seharusnya “tidak” dan pada kata “terusin” yang
seharusnya “teruskan”. Percakapan tersebut termasuk ke dalam
konvergensi karena adanya penyesuaian bahasa oleh si penutur dan
lawan tuturnya (dalam konteks TD 03, penutur adalah siswa, lawan
tuturnya adalah guru).
TD 04
TD 05
Guru: Anak-anakan.
Siswa: Iya ibu-ibu.
Guru: Sekarang buka buku tulis semuanya! Udah dibuka belom
bukunya?
Siswa: Udah ibu-ibu.
Guru: Nah kalo udah dibuka, saya tanya dulu sekarang ya.
Siswa: Jadi dulu apa sekarang bu?
Guru: Hmmm.. Saya mau tanya nih, kalian inget ga kelompok yang
barusan maju itu nyeritain tentang siapa hayo?
TD 06
Guru: Nah sekarang kan kalian udah pada tau nih, siapa yang
diceritain sama kelompok barusan, sekarang coba kalian tulis apa aja
sih, yang hal-hal yang disampaikan lewat drama yang barusan
ditampilkan. Biar saya tau, kalo ternyata kalian itu nyimak atau
enggak.
Siswa: Maksudnya gimana sih bu?
Guru: Misalnya si Datun itu masa kecilnya gimana, dia sukanya
ngapain, terus dari kesukaannya itu apa dia menghasilkan sesuatu
atau gimana? Nah tulis semuanya yang udah kalian simak tadi.
Nah untuk ngeringanin tugasnya, ini didiskusikan sama teman
kelompok kalian ya, bukan sendiri-sendiri. Jadi, kalo misalnya ada
yang lupa, teman kalian kan bisa ngingetin satu sama lain,
sehingga jawabannya jadi lengkap. Paham enggak?
Siswa-siswa: Iya bu.
Guru: Iya bu apa?
Siswa-siswa: Iya bu paham.
5858
Mahsun, Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2005),
45
siswanya, dan menanyakan lagi kepada para siswa tersebut apakah paham
atau tidak tentang apa yang dia jelaskan, seperti pada kalimat “Paham
enggak?”. Hal tersebut termasuk ke dalam konvergensi bahasa, karena si
guru tersebut berbicara lebih lambat dan menjelaskan kembali apa yang
dia maksud terhadap para siswanya dengan menghindari penggunaan kata-
kata yang sulit dipahami, dan menyederhanakan struktur dari ucapan-
ucapannya agar apa yang ia jelaskan lebih mudah dipahami oleh para
siswanya.
TD 07
Siswa: Yah lokan cepet banget bu.
Guru: Udah segitu mah saya rasa cukup. Udah kerjain. Kan
kelompok. Apa mau sendiri-sendiri aje?
Siswa: Jangan bu, jangan. Ya udeh kelompok aje Bu.
Guru: Ngerjainnya pake tangan, jangan pake mulut, berisik.
TD 08
Guru : Itu dia jadi apa? Biografinya Anita itu sebagai apa?
Siswa : Yang anak SD itu Bu. Yang... Hmmm... yang baru masuk SD itu
Bu.
46
Guru : Anita itu tadi ceritanya kan kayak sinetron gitu ya.
Maksudnya adalah.. Hmmm... perjalanan setelah beberapa tahun,
kemudian Anita berprofesi seperti apa.
Siswa : Iya Bu, itu kan salah satu perjalanan hidupnya dia Bu.
Guru : Iya, tapi.. Maksud Ibu kalian itu ngambilnya itu dia akhirnya
berprofesi seperti jadinya, kan ini ngambilnya Biografi penulisnya.
Siswa : Oh gitu Bu. Jadi itu Bu, akhirnya, si Anitanya itu masuk
SMP Bu, terus masuk SMA, terus kuliah, terus jadi pegawai pajak.
TD 09
Guru : Oh, ada ya. Yaudah. Ini kelompoknya enggak ada wadonnya
ya?
Siswa : Iya Bu laki semuanya.
seperti pada dialog, “Oh, ada ya. Yaudah. Ini kelompoknya enggak ada
wadonnya ya”, pada dialog yang diucapkan guru tersebut, salah satu siswa
dalam kelompok tersebut juga menjawab, “Iya Bu laki semuanya.”. Kata
“laki” bukan “laki-laki” yang dijawab oleh siswa tersebut juga
menggunakan dialek Betawi. Hal tersebut termasuk ke dalam konvergensi
bahasa. Karena guru tersebut mengacu pada sikap positif yang ia
tunjukkan kepada lawan tuturnya dengan menyesuaikan fitur bahasanya
(pengucapan, aksen, kosakata, dan struktur) sehingga dapat dipahami dan
diterima. Hal tersebut dapat dilihat dari pilihan tuturan kosakata yang
diucapkan oleh si guru tersebut terhadap lawan tuturnya.
TD 10
Guru : Yah harusnya kamu ceritain, akhirnya itu si Uun itu jadi
seorang guru gitu. Ini masih banyak yang belum paham ya
sebenernya disuruh ngapain?
Siswa-siswa : (terdiam)
Guru : Emang saya bilang ambil satu kejadian aja dalam hidupnya,
tapi itu harus ada “endingnya”. Maksudnya itu endingnya itu
akhirnya yang kalian ambil tokohnya itu, ambil biografinya itu dia
jadinya berprofesi apa? Nah kalo ini kan, dari kelompok 2 itu sampe
kelompok terakhir itu kan kayak sinetron gitu. Maksud saya itu
kayak kelompok yang pertama, kan nyeritain tentang Siti
Syahadatun, dia dari kecilnya itu sukanya menjahit, sampe akhirnya
dia sukses jadi apa? jadi sering ngirim rancangannya atau hasil
jahitnya itu ke... ke mana tadi? Iya ngirim rancangannya itu untuk Ida
Leman Collection. Nah itu kan jelas, dari awal cerita sampe “ending”.
Jadi kan ketauan. Nah kalo ini dari tadi itu kayak sinetron-sinetron
anak ABG ya. Tidak jelas akhir ceritanya itu, apalah si tokoh hidup
misalnya berprofesi sebagai apa? Itu kan kalo saya enggak nanyain
satu-satu, jadi enggak tau. karena enggak ditulis sama kalian. Nah ini,
udah enggak ada remedial ya, kan juga dikit lagi mau UAS, yaudah
biarin aja. Jadi nilainya itu ya udah sesuai yang udah kalian tampilkan
gitu. Ini kan saya memberi masukan-masukan, supaya ke depannya itu
kalian bisa lebih baik lagi. Oke, ada yang mau bertanya enggak
mengenai materi ini. mengenai teks cerita ulang? Yang mau nanya,
silahkan ya, jangan malu-malu.
Pada TD 10, pada bagian penutup ini guru menanyakan kepada siswa-
siswanya apakah siswa-siswa tersebut sebenarnya paham atau tidak
48
mengenai tugas yang diberikan guru tersebut, “Ini masih banyak yang
belum paham ya sebenernya disuruh ngapain.?”, karena dari kelompok
pertama hingga kelompok yang terakhir hanya satu kelompok saja yang
mampu menampilkan drama dari teks cerita ulang tersebut dengan benar.
Akhirnya, guru tersebut menjelaskan kembali mengenai tugas yang dia
berikan tersebut agar dapat dipahami oleh siswa-siswanya yang belum
mengerti. Hal ini seperti pada dialog, “Maksudnya itu endingnya itu
akhirnya yang kalian ambil tokohnya itu, ambil biografinya itu dia
jadinya berprofesi apa? Nah kalo ini kan, dari kelompok 2 itu sampe
kelompok terakhir itu kan kayak sinetron gitu. Maksud saya itu kayak
kelompok yang pertama, kan nyeritain tentang Siti Syahadatun, dia dari
kecilnya itu sukanya menjahit, sampe akhirnya dia sukses jadi apa? jadi
sering ngirim rancangannya atau hasil jahitnya itu ke... ke mana tadi? Iya
ngirim rancangannya itu untuk Ida Leman Collection. Nah itu kan jelas,
dari awal cerita sampe “ending”. Jadi kan ketauan.”. Hal tersebut
termasuk ke dalam konvergensi bahasa, karena si guru tersebut berbicara
lebih lambat dan menjelaskan kembali apa yang dia maksud terhadap para
siswanya dengan menghindari penggunaan kata-kata yang sulit dipahami,
dan menyederhanakan struktur dari ucapan-ucapannya agar apa yang ia
jelaskan lebih mudah dipahami oleh para siswanya
TD 12
Guru: Eh tong, saya kasih tau ya. Orang biar dikata mukanya biasa
aja tapi kalo orangnya rapih itu jadi keliatan boto. Sama, kalo
orangnya boto, kalo kaga rapih, ya jadinya kagak boto. Paham anak-
anak?
Siswa: (beberapa terdiam)
Siswa: Seh parah, masa lu dikatain botol dah.
Guru: Bukannya botol sayang, tapi boto. Hadeeuuh.
Siswa: Emang boto apaan si bu?
Guru: Masa engga tau boto kamu?
Siswa: Engga tau bu, saya aja baru denger.
Guru: Yaudah buat pr ya sekalian kalo kamu enggak paham boto.
Pada saat salah salah satu siswa yang bertanya, apa yang dimaksud
dengan kata “boto” sang guru tidak menjelaskannya. Sang guru tersebut
malah menyuruh siswanya untuk mencari tau sendiri apa yang dimaksud
dengan kata “boto”. Di sini, dikatakan bahwa akomodasi yang dilakukan
oleh sang guru tersebut sebagai proses yang mencoba tidak menyesuaikan
bahasanya dengan lawan tuturnya. Divergensi yang dilakukan oleh sang
Guru berlandaskan pada konsep dasar bahwa masyarakat yang berbeda
latar belakang geografi, etnis, dan sejarah yang cenderung memodifikasi
tururannya menjadi berbeda dengan gaya tutur si lawan tuturnya.
TD 13
Guru: Hayo siapa? Masa barusan aja kalian udah lupa. Gimana saya
suruh tulis lagi, kalo segitu aja udah lupa.
50
Guru: Hayo masa enggak ada yang bisa jawab dari segini banyaknya
siswa?
dialek Betawi seperti, “Makanya kalo begawe, jangan kongko mulu, jadi
keteteran kamu nanti berabe dah urusannya. Tuman banget sih kamu
kalo engga diomelin engga pada ngerjain.”, yang artinya “Makanya kalau
bekerja (melakukan sesuatu), jangan mengobrol melulu, jadi nanti jadi
terdesak, jadi ribet urusannya, kebiasaan banget jika tidak dimarahi tidak
mengerjakan.” Dalam menggunakan dialek Betawi tersebut menggunakan
kata “begawe”, “kongko”, “keteteran”, “berabe”, “tuman”, dan
“diomelin”. Kosakata tersebut bisa saja tidak dipahami oleh seluruh siswa,
apalagi guru tersebut tidak menjelaskan satu-satu kosakata yang dia
ucapkan. Hal ini termasuk ke dalam divergensi bahasa. Penutur (guru)
dalam konteks ini mengarah kepada sikap bahasa yang negatif, karena
penutur (guru) tersebut tidak menyesuaikan bahasanya terhadap lawan
tuturnya. Hal ini terjadi karena latar belakang sosial dan budaya yang
berbeda.
Pada kondisi TD 14 tersebut, menurut Ferguson muncullah istilah
diglosia, yaitu untuk menyatakan keadaan suatu masyarakat dimana
terdapat dua variasi dari bahasa yang hidup berdampingan dan masing-
masing mempunyai peranan tertentu.59 Menurut Ferguson dalam
masyarakat diglosis terdapat dua variasi bahasa dari satu bahasa: variasi
pertama disebut dialek tinggi (high) (disingkat dialek T/H atau ragam
T/H), yang kedua disebut dialek rendah (low) (disingkat dialek R/L atau
ragam R/L).60 Di dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas bahasa
Indonesia dianggap sebagai dialek T, sedangkan bahasa yang bukan
bahasa Indonesia (dialek betawi, jawa, sunda, dan lain-lain) dianggap
sebagai dialek R. Pada saat di kelas, seorang guru seharusnya
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar meskipun dalam
percakapan sehari-hari itu mereka menggunakan dialek R itu. Hal ini
terjadi juga pada TD berikut.
59
Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2010, Edisi Revisi, hlm. 92.
60
Ibid., hlm. 93.
52
TD 15
Siswa : Bu, ini ada yang sakit bu.
Guru : Sakit apaan itu? Belaga doang apa sakit beneran itu?
Siswa : Palanya pusing bu, anget bu jidatnya. Bu, izin ke UKS ya bu.
Guru : Yaudah, itu kamu yang ngintilin yang sakit banyak amat. Satu
orang aja. Nanti yang sakit biar dia rebahan dulu di UKS. Kamu abis
nganterin dia balik lagi ke sini.
Siswa : Iya Bu.
Siswa : (Kepada penjaga perpustakaan) Pak, ini pintunya susah
dibuka.
Guru : Ya Allah, betot apa neng pintunya, kamu ngintilin yang sakit
malah jadi ikut-ikutan lemes.
Siswa : Iya bu, ini udah bisa.
Guru : Iya sono, kamu yang sakit jalannya bae-bae biar enggak jatoh
ya.
Siswa : Iya Bu. Makasih.
Pada TD 15, ketika jam pelajaran berlangsung ada satu siswa yang
sakit, dan salah satu temannya mewakilinya untuk laporan kepada si guru
dan meminta izin untuk istirahat di UKS. Guru tersebut tidak begitu saja
percaya dengan ucapan si siswa, sehingga dia menanyakan lagi apakah
siswa yang sakit tersebut benar-benar sakit atau hanya berpura-pura, “Sakit
apaan itu? Belaga doang apa sakit beneran itu?”. Pada tuturan kalimat
tersebut, si guru menggunakan kata “belaga” yang berarti berpura-pura.
Setelah guru tersebut mengizinkan si siswa yang sakit untuk beristirahat di
ruang UKS, ternyata teman-temannya juga turut serta mengikuti si siswa
yang sakit, sehingga si guru tersebut berkata, “Yaudah, itu kamu yang
ngintilin yang sakit banyak amat. Satu orang aja. Nanti yang sakit biar
dia rebahan dulu di UKS. Kamu abis nganterin dia balik lagi ke sini.”.
Pada kalimat yang diucapkan si guru terdapat penggunaan kosakata
“ngintilin” dan “rebahan”, sebagaimana kita tahu bahwa kosakata tersebut
berasal dari dialek Betawi yang berarti ikutan dan tidur-tiduran/istirahat.
Tidak hanya itu saja, ketika siswa tersebut ingin membuka pintu
perpustakaan, si siswa langsung berkata kepada penjaga perpustakaan
bahwa pintu tersebut sulit untuk dibuka, sehingga si guru menjawabnya
dengan menggunakan kalimat, “Ya Allah, betot apa neng pintunya, kamu
53
ngintilin yang sakit malah jadi ikut-ikutan lemes.”. Pada kalimat yang
diucapkan si guru terdapat penggunaan kosakata “betot” yang berarti tarik,
dan “lemes” yang berarti lemas/tidak mempunyai tenaga, dan penggunaan
kata “bae-bae” dan “jatoh” pada kalimat “Iya sono, kamu yang sakit
jalannya bae-bae biar enggak jatoh ya.”, saat guru tersebut memberikan
nasihat kepada siswanya yang sedang sakit untuk berhati-hati supaya tidak
jatuh saat berjalan menuju ruang UKS. Pada TD 15, kalimat-kalimat yang
diucapkan penutur (guru) terhadap lawan tuturnya (siswanya) kebanyakan
menggunakan dialek Betawi.
Hal yang terjadi pada TD 15 dapat dikatakan bahwa penutur (guru)
gagal mengonvergensikan diri atau dia bahkan harus melakukan
divergensi tersebut (mengaburkan atau menyimpang dari arah). Dengan
kata lain, bahwa si guru tersebut mungkin saja sama sekali tidak berusaha
untuk menyesuaikan tuturannya dengan kepentingan lawan tuturnya dan
justru dengan sengaja membuat tuturannya sama sekali tidak serupa
dengan lawan tuturnya. Hal ini bisa terjadi, kalau si guru tersebut ingin
menekankan loyalitas atau kesetiaan terhadap kelompoknya dan
memisahkan diri dari kelompok lawan tuturnya.
TD 16
Guru : Yah harusnya kamu ceritain, akhirnya itu si Uun itu jadi
seorang guru gitu. Ini masih banyak yang belum paham ya
sebenernya disuruh ngapain?
Siswa-siswa : (terdiam)
Guru : Emang saya bilang ambil satu kejadian aja dalam hidupnya,
tapi itu harus ada endingnya.
hal tersebut, ini bisa dikatakan sebagai divergensi bahasa, karena bisa saja
dalam kalimat yang diucapkan guru tersebut tidak sepenuhnya dipahami
oleh beberapa siswa yang lain, Hal ini akan menimbulkan terhambatnya
tujuan komunikasi dan kerja sama antara si penutur (guru) dan lawan
tuturnya (siswa). Pemakaian bahasa di ranah pendidikan haruslah
disesuaikan dengan kebutuhan, dalam hal ini interaksi edukatif yang
terjadi adalah selama pelajaran bahasa Indonesia, semestinya guru tersebut
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dengan menggunakan
kosakata “akhir” bukan “ending” pada kalimat yang diucapkannya.
Interaksi edukatif atau yang lazim disebut sebagai interaksi belajar
mengajar bisa dipahami sebagai kegiatan interaksi yang dilakukan oleh
guru dan siswa untuk mencapai tujuan pengajaran. Dalam interaksi belajar
mengajar terjadi proses pengaruh mempengaruhi. Jika banyaknya temuan
data yang termasuk ke dalam divergensi bahasa, hal ini akan sulit untuk
mencapai tujuan pengajaran di kelas.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan mengenai konvergensi
dan divergensi bahasa dalam interaksi belajar mengajar Bahasa dan Sastra
Indonesia di kelas XI Mipa 5 SMA Negeri 3 Kota Tangerang, diperoleh
simpulan sebagai berikut:
1. Sikap bahasa yang ada pada interaksi belajar mengajar didominasi
oleh konvergensi bahasa, hal itu dapat ditunjukkan dengan sikap
guru yang menyesuaikan pemakaian bahasanya ketika
menyampaikan materi kepada siswa dengan respon bahasa yang
sama dari siswa tersebut. Salah satu hal yang melatarbelakangi guru
(penutur) melakukan konvergensi bahasa adalah dengan latar
belakang budaya yang sama. Guru tersebut ketika berinteraksi
dengan lawan tuturnya (siswa) memperhatikan; yaitu siapa yang
berbicara, kepada siapa ia berbicara, dimana, kapan, untuk apa,
bagaimana, dan tentang topik apa. Sikap positif yang ditunjukkan
oleh guru (penutur) dengan siswanya (lawan tutur) dengan
menyesuaikan fitur bahasanya (pengucapan, aksen, kosakata, dan
struktur), dalam hal ini dengan menggunakan dialek Betawi sehingga
dapat dipahami dan diterima. Selain itu, guru tersebut juga
mengakomodasikan tuturannya menjadi sama atau mirip dengan
siswanya.
2. Selain konvergensi, terdapat juga divergensi bahasa yang
ditunjukkan oleh penutur (guru) terhadap lawan tuturnya (siswa)
dalam pemakaian bahasanya. Namun divergensi bahasa tersebut
ditemukan pada kondisi tertentu saja. Divergensi bahasa yang terjadi
karena adanya upaya si penutur (guru) tersebut untuk membedakan
tuturannya dengan lawan tuturnya (siswa) tetapi tidak berlangsung
56
57
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti akan
memberikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi guru bahasa Indonesia hendaknya pemakaian bahasa yang
dilakukan pada saat proses belajar mengajar adalah adalah
menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar agar Bahasa
Indonesia sebagai bahasa yang menjadi alat pemersatu bahasa ini
menjadi sangat efektif sehingga dalam proses penyampaian materi di
kelas dapat dipahami dan dimengerti oleh siswa-siswanya.
2. Bagi siswa, penerapan untuk menggunakan Bahasa Indonesia yang
baik dan benar juga perlu ditingkatkan karena sebagai sarana penalaran
yang akan memudahkan mereka untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya.
3. Bagi peneliti yang akan mengkaji mengenai konvergensi dan
divergensi bahasa, diharapkan dapat mengkaji dengan teori-teori sikap
bahasa yang lain yang lebih baik, agar dapat melengkapi penelitian
yang sudah dilakukan sebelumnya.
58
DAFTAR PUSTAKA
A. M., Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada. Cet. Ketujuh, 2000.
Ahmadi, Abu dan Joko Tri Prasetya. Strategi Belajar Mengajar untuk Fakultas
Tarbiyah Komponen MKDK. Bandung: Pustaka Setia. 2005.
Auer, Peter, Frans Hinskens, dan Paul Kerswill. Dialect Change: Convergence
and Divergence in European Languages. Cambridge: Cambridge
University Press, 2005.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rineka Cipta, 2010.
58
59
Rahardi, R. Kunjana. Kajian Sosiolinguistik Ihwal Kode dan Alih Kode. Bogor:
Ghalia Indonesia, 2010.
Sumarsono dan Paina Partana. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda. Cet. II, 2004.
3. Kegiatan Inti TD 03
Siswa: Oh iya bu maaf. Kami dari kelompok... Ehmmm..
Kami dari kelompok satu.. akan menampilkan sebuah
drama.. Bener enggak bu?
Guru: Iya bener sayangku, terusin.
4. Kegiatan Inti TD 04
5. Kegiatan Inti TD 05
Guru: Anak-anakan.
Siswa: Iya ibu-ibu.
Guru: Sekarang buka buku tulis semuanya! Udah dibuka
belom bukunya?
Siswa: Udah ibu-ibu.
Guru: Nah kalo udah dibuka, saya tanya dulu sekarang
ya.
Siswa: Jadi dulu apa sekarang bu?
Guru: Hmmm.. Saya mau tanya nih, kalian inget ga
kelompok yang barusan maju itu nyeritain tentang siapa
hayo?
6. Kegiatan Inti TD 06
Guru: Nah sekarang kan kalian udah pada tau nih, siapa
yang diceritain sama kelompok barusan, sekarang coba
kalian tulis apa aja sih, yang hal-hal yang disampaikan
lewat drama yang barusan ditampilkan. Biar saya tau,
kalo ternyata kalian itu nyimak atau enggak.
Siswa: Maksudnya gimana sih bu?
Guru: Misalnya si Datun itu masa kecilnya gimana, dia
sukanya ngapain, terus dari kesukaannya itu apa dia
menghasilkan sesuatu atau gimana? Nah tulis
semuanya yang udah kalian simak tadi. Nah untuk
ngeringanin tugasnya, ini didiskusikan sama teman
kelompok kalian ya, bukan sendiri-sendiri. Jadi, kalo
misalnya ada yang lupa, teman kalian kan bisa
ngingetin satu sama lain, sehingga jawabannya jadi
lengkap. Paham enggak?
Siswa-siswa: Iya bu.
Guru: Iya bu apa?
Siswa-siswa: Iya bu paham.
7. Kegiatan Inti TD 07
Siswa: Yah lokan cepet banget bu.
Guru: Udah segitu mah saya rasa cukup. Udah kerjain.
Kan kelompok. Apa mau sendiri-sendiri aje?
Siswa: Jangan bu, jangan. Ya udeh kelompok aje Bu.
Guru: Ngerjainnya pake tangan, jangan pake mulut,
berisik.
8. Kegiatan Inti TD 08
Guru : Itu dia jadi apa? Biografinya Anita itu sebagai
apa?
Siswa : Yang anak SD itu Bu. Yang... Hmmm... yang
baru masuk SD itu Bu.
Guru : Anita itu tadi ceritanya kan kayak sinetron gitu
ya. Maksudnya adalah.. Hmmm... perjalanan setelah
beberapa tahun, kemudian Anita berprofesi seperti
apa.
Siswa : Iya Bu, itu kan salah satu perjalanan hidupnya
dia Bu.
Guru : Iya, tapi.. Maksud Ibu kalian itu ngambilnya
itu dia akhirnya berprofesi seperti jadinya, kan ini
ngambilnya Biografi penulisnya.
Siswa : Oh gitu Bu. Jadi itu Bu, akhirnya, si Anitanya
itu masuk SMP Bu, terus masuk SMA, terus kuliah,
terus jadi pegawai pajak.
9. Kegiatan Inti TD 09
10. Penutup TD 10
3. Kegiatan Inti TD 13
Guru: Hayo siapa? Masa barusan aja kalian udah lupa.
Gimana saya suruh tulis lagi, kalo segitu aja udah lupa.
Guru: Hayo masa enggak ada yang bisa jawab dari
segini banyaknya siswa?
4. Kegiatan Inti TD 14
Siswa-siswa: Bu beluman Bu.
Guru: Makanya kalo begawe, jangan kongko mulu, jadi
keteteran kamu nanti berabe dah urusannya. Tuman
banget sih kamu kalo engga diomelin engga pada
ngerjain.
Guru: Itu kamu yang belonjor, kalo angob tutup
mulutnya, nanti yang laen ikut-ikutan angob juga.
5. Kegiatan Inti TD 15
Siswa : Bu, ini ada yang sakit bu.
Guru : Sakit apaan itu? Belaga doang apa sakit beneran
itu?
Siswa : Palanya pusing bu, anget bu jidatnya. Bu, izin ke
UKS ya bu.
Guru : Yaudah, itu kamu yang ngintilin yang sakit
banyak amat. Satu orang aja. Nanti yang sakit biar dia
rebahan dulu di UKS. Kamu abis nganterin dia balik
lagi ke sini.
Siswa : Iya Bu.
Siswa : (Kepada penjaga perpustakaan) Pak, ini
pintunya susah dibuka.
Guru : Ya Allah, betot apa neng pintunya, kamu
ngintilin yang sakit malah jadi ikut-ikutan lemes.
Siswa : Iya bu, ini udah bisa.
Guru : Iya sono, kamu yang sakit jalannya bae-bae biar
enggak jatoh ya.
Siswa : Iya Bu. Makasih.
6. Penutup TD 16
Guru: Anak-anak ambil posisi. Halo anak-anakan yang sudah ngisi data, duduk.
Nah yang pertama sini naskahnya. Mana teksnya? Nah, yang pertama
dulu.
Guru: Ini apek amat sih jadinya ruangan, kamu pada ganti kaos kaki enggak nih?
Siswa: Bu, teks kelompokkan kita dibawa sama yang sakit Bu, orangnya enggak
masuk sekarang, gimana Bu?
Guru: Ibu enggak mau tau, kelompok kalian bikin ulang teksnya.
Guru : Ya, silahkan. Teks yang pertama? Ya sama aja, teks yang pertama, kedua,
kelima, keempat juga kan maju. Ini yang pertama, ini yang kedua, yang
ketiga? yang ketiga? teksnya! Ketiga, keempat, kelima! Sini yang ketiga,
keempat!
Siswa : Bu, kalo kurang orang gimana bu? Harus dua peran apa gimana?
Siswa : Tapi dialognya dari yang awal terus sama yang akhirnya bu.
Siswa : Kami dari kelompok satu, eh.. gimana bu tadi ngomong pertamanya?
Guru: Kami dari kelompok berapa... akan menampilkan sebuah drama yang
berjudul titik titik titik.
Siswa : Eh nama!
Siswa : Makan siangku telah habis kulahap. Sekarang ada banyak waktu yang aku
punya sampai aku pergi ke kamar untuk tidur siang. Tapi aku tidak tau harus
melakukan apa. Aku pun menghampiri ibu yang sedang menjahit.
Siswa : Ini, ibu lagi jaitin celana kamu nak. Kok kamu gak main di luar sama
teman-teman kamu?
Siswa : Aduh pinter banget sih anak ibu. Ibu mau.. Datun mau ibu ajarin jait
enggak?
Siswa : Oh boleh boleh sini sini. Nah pertama tuh Datun harus masukin dulu
jarum ke benangnya, eh... benang ke jarumnya. Coba Datun coba dulu.
Aduh mata ibu udah enggak awas nih. Datun bisa bantuin ibu enggak?
Guru: Enggak boleh ngata-ngatain temen kamu begitu tong. Ayo terusin
dramanya.
Siswa : Ini bu, jaitannya udah e... bisa ibu periksa engga?
Siswa : Wah... ini bagus banget. Ini berarti kamu udah bisa pinter banget emang
anak ibu.
Siswa : Boleh nak, tapi kalau Datun mau menjahit harus bilang ibu dulu ya. Nanti
ibu awasin kamu.
Siswa : Sejak saat itu, Datun selalu meluangkan waktunya untuk belajar menjahit
bersama ibunya. Dimulai dari belajar menjahit, belajar membuat boneka tangan,
sampai belajar membuat rok untuk Datun. Hari itu setelah makan siang...
Siswa : Ibu mana ya? Kan katanya mau ngajarin aku jait setiap abis makan siang.
Siswa : Bibi Hana pun lewat ruang keluarga tempat Datun duduk. Bibi Hana
menghampiri Datun.
Siswa : Yaudah, belajarnya kan bisa besok. Ibu kan sekarang ke pasar, beli
keperluan mendadak yang harus dibeli.
Siswa : Nah, sekarang kan bibi mau pergi, Datun besok aja ya belajarnya?
Siswa : Kalo Bibi pergi, nanti kamu engga ada yang ngawasin.
Siswa : Datun pun sendirian di rumah. Lima belas menit berlalu tapi ibunya belum
juga pulang dari pasar.
Siswa : Ibu kemana ya, apa aku jait sendiri aja? Yaudah deh aku jait sendiri aja.
Tapi setengah aja deh, takut dimarahin ibu.
Siswa : Pada akhirnya Datun menjahit sendiri. Setelah menjahit setengah baju...
Siswa : Waah asik banget, aku selesaiin deh bikin bajunya. Dikit lagi selesai.
Siswa : Hari mulai sore. Ibu Kalimah pun pulang dan terkejut melihat Datun.
Siswa : Datun ngapain? Kan ibu udah bilang jangan main alat jait. Terus tangan
kamu kena, nanti bahaya. Tuh kan, tangan kamu kenapa?
Siswa : Hmmm, itu tadi ketusuk jarum bu. Tapi tadi udah ibu.. eh udah Datun
obatin kok.
Siswa : Datun engga dengerin ibu kan? Ibu kan udah bilang berkali-kali, kalo
Datun jangan pernah main-main benang jait ataupun jarum-jarum jait. Sekarang
liat akibatnya.
Siswa : Maaf bu, Datun tungguin ibu pulang, tapi ibu gak pulang-pulang.
Siswa : Tadi tuh di pasar rame banget Datun. Ini kan hari Minggu. Jadi Ibu mesti
antri dulu. Udah gitu, tadi angkotnya bannya bocor.
Siswa : Baju dan rok pun dihasilkan lewat jahitan Datun. Orang-orang sudah tau
keterampilan menjahit Datun. Hingga suatu hari...
Siswa : Assalamualaikum.
Siswa : Waduh, ada keperluan apa nih Pak Lurah kok tiba-tiba ke sini?
Siswa : Begini Bu, saya kan dengar-dengar di sini bisa jait baju. Mumpung baju
saya sudah kekecilan, saya mau mesen baju di sini, bisa engga bu?
Siswa : Waaah.. Boleh banget bu. Sekalian Datun mau ngasah hobi jait Datun.
Siswa : Oh bagus dong. Pak Lurah maaf, bawa.. bawa.. mau diukur atau boleh
saya tau ukuran bajunya?
Siswa : Iya sama-sama, udah gitu aja. Yasudah saya permisi dulu.
Siswa : Assalamualaikum.
Siswa : Ini kerja Datun pertama. Datun bekerja keras untuk ini. Dia juga tidak
ingin meminta bantuan sang ibu. Dia ingin ini menjadi pengalaman bekerja
pertama untuknya. Seminggu kemudian...
Siswa : Hah.. Akhirnya selesai juga bu. Ibu, Datun boleh minta cekin hasil
jahitannya gak ?
Siswa : Wah ini bagus banget Datun, rapi banget. Kamu.. kamu hebat banget,
anak ibu emang hebat, bagus banget bajunya. Rapi banget jaitannya.
Siswa : Assalamualaikum.
Siswa : Waalaikum salam pak.
Siswa : Oh udah udah, bentar ya pak. Datun sini nak. Sekalian bawa bajunya Pak
Lurah ya nak.
Siswa : Silahkan coba dulu pak, misalkan ada yang kurang di bagian mananya,
nanti bisa bilang ke Datun atau ke saya juga bisa.
Siswa : Oh iya.
Siswa : Bagus sih ini, cocok sama saya, ukurannya juga pas, jaitannya juga bagus.
Datun saya puas sama kerjaan kamu.
Siswa : Hati-hati ya pak. Ibu bangga deh sama kamu. Pak Lurah sampe puas sama
hasil kerja keras kamu.
Siswa : Engga usah, ini kan hasil kerja Datun, Datun simpen buat tabungan.
Semua yang udah Datun kerjain kan, punya Datun. Jadi, Datun yang simpen
bukan ibu lagi. Ini buat jajan Datun doang.
Siswa : Makasih ya bu.
Siswa : Iya sama-sama, ibu bener-bener bangga banget sama Datun. Datun tuh
masih kecil, tapi udah bisa ngasilin uang, udah bisa ngasilin hobi yang
bermanfaat, sedangkan anak-anak lain, anak-anak kecil lain cuma bisa main,
sedangkan Datun bisa ngebanggain keluarga.
Siswa : Sejak itu, Datun tidak meninggalkan hobinya, yaitu menjahit. Dan
sekarang Siti Syahadatun sering mengirim rancangannya untuk Ida Leman
Collection. Berawal dari hobi menjahit, berujung dari kebahagiaan Datun dan
keluarganya.
Siswa : Terima kasih, sekian dari kelompok kami, mohon maaf apabila ada
kekurangan, semoga terhibur. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Guru: Anak-anakan.
Guru: Sekarang buka buku tulis semuanya! Udah dibuka belom bukunya?
Guru: Nah kalo udah dibuka, saya tanya dulu sekarang ya.
Guru: Hmmm.. Saya mau tanya nih, kalian inget ga kelompok yang barusan maju
itu nyeritain tentang siapa hayo?
Siswa: (terdiam)
Guru: Hayo siapa? Masa barusan aja kalian udah lupa. Gimana saya suruh tulis
lagi, kalo segitu aja udah lupa.
Guru: Hayo masa ga ada yang bisa jawab dari segini banyaknya siswa?
Guru: Iya kamu. Siapa yang diceritain sama kelompok yang barusan?
Guru: Datun siapa? Masa Datun doang? Nama lengkapnya Datun siapa?
Guru: Nah sekarang kan kalian udah pada tau nih, siapa yang diceritain sama
kelompok barusan, sekarang coba kalian tulis apa aja sih, yang hal-hal yang
disampaikan lewat drama yang barusan ditampilkan. Biar saya tau, kalo ternyata
kalian itu nyimak atau engga.
Guru: Misalnya si Datun itu masa kecilnya gimana, dia sukanya ngapain, terus
dari kesukaannya itu apa dia menghasilkan sesuatu atau gimana? Nah tulis
semuanya yang udah kalian simak tadi. Nah untuk ngeringanin tugasnya, ini
didiskusikan sama teman kelompok kalian ya, bukan sendiri-sendiri. Jadi, kalo
misalnya ada yang lupa, teman kalian kan bisa ngingetin satu sama lain, sehingga
jawabannya jadi lengkap. Paham engga?
Siswa: Jadi kayak nyeritain ulang gitu ya bu, tentang drama yang tadi udah
ditampilin gitu bu?
Guru: Nah iya, yaudah saya kasih waktu buat ngerjainnya ya, lima menit cukup?
Guru: Udah segitu mah saya rasa cukup. Udah kerjain. Kan kelompok. Apa mau
sendiri-sendiri aje?
Guru: Ya kalo udahan, ulasan penampilan kelompok yang tadi disimpen dulu,
nanti diterusin lagi buat kelompok selanjutnya yang maju lagi. Sekarang, siap-siap
maju kelompok selanjutnya.
Guru: Makanya kalo begawe, jangan kongko mulu, jadi keteteran kamu nanti
berabe dah urusannya. Tuman banget sih kamu kalo engga diomelin engga pada
ngerjain.
Guru: Itu kamu yang belonjor, kalo angob tutup mulutnya, nanti yang laen ikut-
ikutan angob juga.
Guru: Ini kenapa kamu bajunya dikeluarin begitu? Biar dikata ape?
Guru: Eh tong, saya kasih tau ya. Orang biar dikata mukanya biasa aja tapi kalo
orangnya rapih itu jadi keliatan boto. Sama, kalo orangnya boto, kalo kaga rapih,
ya jadinya kaga boto. Paham anak-anak?
Guru: Yaudah buat pr ya sekalian kalo kamu enggak paham boto. Hayo mau
kelompok selanjutnya.
Siswa : Pada suatu hari di SMAN 54 Jakarta, ada seorang gadis culun dan
berkacamata besar yang bernama Riyanti. Riyanti berangkat sekolah dengan jalan
kaki, karena ia tidak mempunyai banyak uang untuk naik angkutan umum dan ia
pun terburu-buru untuk masuk ke dalam sekolah.
Siswa : Iya maaf, kirain aku udah telat. Jadi, aku terburu-buru.
Siswa : Saat di kelas, ada sekumpulan anak-anak yang sering disebut Geng Imut
yaitu Dinda, Ayu, dan Esti yang sedang membicarakan Yanti.
Siswa : Eh, lu tau ga? Tadi si Yanti masuk sekolah kumel banget ih!
Siswa : Betul tuh! Tadi pagi aja udah buru-buru, baju kotor, bau lagi!
Siswa : Bel masuk pun berbunyi, Kring.. kring.. kring.. Suara gaduh pun
terdengar.
Siswa : Lu juga!
Siswa : Karena tidak bisa mengerjakan, akhirnya Geng Imut dihukum oleh bu
guru, dan bu guru menunjuk Yanti untuk mengerjakan soal di papan tulis.
Siswa : Yanti!
Siswa : Yanti kamu bagus, kamu bisa mengerjakan soal dari saya.
Siswa : Karena Yanti bisa mengerjakan soal di depan kelas dan ibu guru pun
memujinya, Geng Imut pun akhirnya kesal dengan Yanti.
Siswa : Maaf ya, aku bukan mau sok-sokan cari perhatian kok.
Siswa : Yanti pun terburu-buru untuk masuk ke dalam kelas dan mengikuti
pelajaran dengan baik. Akhirnya bel istirahat pun berbunyi. Kriing.. kriing.. Yanti
pun bergegas untuk ke kantin karena perutnya sudah lapar. Dengan uang yang
hanya seberapa, Yanti pun membeli makanan berupa nasi uduk dan lauknya hanya
bakwan. Sesudah Yanti memakan makanan yang sudah dibeli, Geng Imut pun
datang mengejek Yanti.
Siswa : Dasar anak kampung! Makanannya cuma nasi uduk sama bakwan!
Hahaa..
Siswa : Melihat Yanti yang masih menangis dan merasakan sakit hati, akhirnya
Kak Zio membawa keluar dari kantin.
Siswa : Iihhh.. Gue kesel banget deh! Kenapa sih Kak Zio selalu belain Yanti?
Siswa : Akhirnya mereka bertiga keluar dari Kantin dan bertemu dengan Kak Zio
dan Yanti yang sedang duduk sebelahan di bangku taman. Dengan kesal Esti pun
hanya bisa ngedumel saja.
Siswa : Iiihh.. Maunya apa sih dia? Deket-deketin cowo gue mulu!
Siswa : Lihat tuh, masih aja nangis di depan Kak Zio. Cari perhatian aja sih tuh
orang!
Siswa : Gimana mau sabar, gue sama Yanti juga masih cantikan gue! Kenapa Kak
Zio malah deket ke Yanti?
Siswa : Saat sedang asyik main kejar-kejaran, bel masuk pun berbunyi. Kriing..
Kriing.. Kriing.
Siswa : Bel sekolah pun berbunyi, kriing.. kriing.. kriing. Setelah pulang sekolah,
akhirnya anak-anak pun keluar dari sekolah dan kembali pulang ke rumah
masing-masing. Di tengah perjalanan, Yanti pun sedang berjalan sendirian di
pinggir jalan, tiba-tiba ada sebuah mobil yang sengaja mencipratkan air yang
tergenang di jalanan.
Siswa : Aduh!
Siswa : Hahahaaa..
Siswa : Udah baju udah kotor, ditambah kotor, emang enak! Hahaa..
Siswa : Tiba-tiba seorang anak laki-laki datang menghampiri Yanti yang sedang
menangis di pinggir jalan.
Siswa : Udah gak papa, daripada kamu pulang jalan kaki, mending sama aku aja.
Gimana?
Siswa : Melihat Kak Zio dan Yanti berboncengan naik sepeda motor, dan Kak Zio
mengantar Yanti pulang, Geng Imut pun kesal.
Siswa : Iihhh kesel banget gue! Maunya apa sih tuh Yanti?
Siswa : Oke hari ini Ibu akan memberikan nilai ulangan kalian.
Siswa : Riyanti!
Siswa : Alhamdulillah.
Siswa : Esti Rahmawati!
Siswa : Nilai kamu di bawah KKM, kamu harus belajar sama Yanti ya!
Siswa : Kamu ini mau gak mau, kamu harus belajar bareng sama Yanti!
Siswa : Dengan terpaksa dan ingin mendapatkan nilai yang bagus, akhirnya Yanti
dan Esti belajar bareng. Sampai saatnya, hari Senin adalah ulangan matematika.
Ulangan telah berlalu, dan pembagian nilai pun akan segera dibacakan.
Siswa : Riyanti!
Siswa : Alhamdulillah.
Siswa : Berkat kamu belajar dengan Riyanti, nilai kamu jadi naik.
Siswa : Akhirnya Esti menjadi baik ke Yanti, karena sudah mau mengajarinya
sampai mendapatkan nilai yang bagus.
Siswa : Maaf ya, kalo selama ini aku suka jahat sama kamu.
Siswa : Sejak hari itu, kami bersahabat, melalui semuanya bersama-sama tanpa
dendam dan permusuhan. Melewati masa SMA dengan sangat indah dengan
persahabatan.
Siswa : Sekian yang dapat kita tampilkan, kurang lebihnya kami mohon maaf.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Guru : Sini-sini, tunggu bentar ya. Ibu mau tanya ya, ini kok kelompok kamu
kayak sinetron banget ya.
Guru : Ini tuh bukan kayak drama ya anak-anak, kalo tadi tuh kayak kelompok
satu gitu kan nampilin Siti Syahadatun ya, biografinya kan, mulai karier jahitnya
gitu kan? Nah ini, biografinya siapa?
Guru : Iya, tapi ini kok kayak sinetron. Ini tuh bagian kehidupan dia yang
mananya?
Guru : Tapi ini endingnya harus jelas, melihat Riyanti ini tuh siapa gitu, ya kan?
Pembaca tuh harus dibawa ya.. dibawa untuk jadi kisahnya seperti apa gitu. Tadi
kan Bu Siti Syahadatun ya, mulai dia dari hobi jait, sampe akhirnya terkenal, ada
endingnya bahwa itu biografi bu Siti Syahadatun. Nah ini, kamu mah ini
kebanyakan nonton sinetron ini. Kayak sinetron banget. Nanti endingnya ibu liat
aja gimana. Ya, emang pernah ibu ambil, ambil satu kisah di hidupnya dia di
lingkungannya, boleh. Ini udah bagus, tapi ini endingnya dia seolah-olah tidak
selesai. Ambil biografinya dia, mengerti ya? Ya ini, jadi kayak sinetron, sinetron
anak-anak ABG. Bisa sih kayak ini, cuma harus diselesaiin endingnya. Nah kalo
ini, kalian lebih banyak menguraikan permusuhannya dia, jadi lebih banyak
menguraikan konfliknya, jadi kayak sinetron. Mengerti ya?
Guru : Yang ketiga, tadi mana teksnya? Iya, mana yang ketiga?
Guru : Iya bisa, tapi engga ada hubungannya sama nilai ya. Teksnya sini.
Guru : Sakit apaan itu? Belaga doang apa sakit beneran itu?
Siswa : Palanya pusing bu, anget bu jidatnya. Bu, izin ke UKS ya bu.
Guru : Yaudah, itu kamu yang ngintilin yang sakit banyak amat. Satu orang aja.
Nanti yang sakit biar dia rebahan dulu di UKS. Kamu abis nganterin dia balik lagi
ke sini.
Guru : Ya Allah, betot apa neng pintunya, kamu ngintilin yang sakit malah jadi
ikut-ikutan lemes.
Guru : Iya sono, kamu yang sakit jalannya bae-bae biar engga jatoh ya.
Siswa : Iya Bu. Makasih.
Siswa : Pagi ini adalah hari pertama bagi Anita untuk memasuki dunia barunya.
Dunia untuk menuntut ilmu, yaitu lingkungan pendidikan awal atau sekolah dasar.
Sambil menggandeng tangan mamahnya, Marta. Ia berjalan menuju sekolah SDN
Tunas Harapan 2 Bandung, yang berjarak tak jauh dari rumahnya.
Siswa : Iya Mah. Mah, nanti aku gimana Mah? Kan biasanya aku sama Mamah,
terus nanti kalo aku sendiri gimana Mah? Aku takut.
Siswa : Enggak usah takut. Kamu nanti di sekolah ketemu kok sama guru-guru
yang baik, sama teman-teman kamu yang sayang sama kamu.
Siswa : Iya bener, Mamah kan selalu berdoa kepada Tuhan agar supaya anak
Mamah, Anita, diberikan kebaikan.
Siswa : Iya.
Siswa : Tak terasa ternyata mereka berdua telah sampai di depan gerbang SDN
Tunas Harapan 2 Bandung, dan nampak banyak orang tua serta anak-anaknya
memasuki lingkungan sekolah.
Siswa : Udah sampai nih. Masuk dulu gih, masuk kelas.
Siswa : Engga kok, Mamah nungguin di sini. Nanti kalo kamu pulang, kamu
temuin Mamah di sini.
Siswa : Oh gitu, oke deh. Anita masuk ya Mah. Nita sayang sama Mamah.
Siswa : Segera Nita berlari dan memasuki ruangan kelas yang ditunjuk oleh
ibunya. Sesampai di sana, ia langsung duduk di kursi kosong dekat pintu.
Siswa : Aku duduk di mana ya? Ah, aku di sini aja ah.
Siswa : Tanpa sadar, Anita tidak mengetahui bahwa di sebelahnya ada seseorang
yang telah duduk dari tadi.
Siswa : Oh nama aku Anita. Nama aku Anita Agustina, panggil aja Nita. Kalo
kamu siapa?
Siswa : Tiba-tiba di tengah pembicaraan mereka berdua ada dua anak perempuan
menghampiri mereka berdua.
Siswa : Hei Nisa, jangan gangguin mereka berdua. Hei Agus. Hei juga kamu.
Siswa : Ngomong-ngomong kalian berdua siapa sih? Kok tiba-tiba nyambung aja.
Siswa : Oh iya kenalin, gua Anisa Syarifadila, dan ini nih dia, panggil aja
Mbakyem, kalo engga si Mpok.
Siswa : Enak aja lu! Gak kok nama gua bukan itu. Nama gua Aisyah Teresia
Abdullah, panggil aja Aisyah.
Siswa : Oh gitu, oh ternyata kalian berdua itu Anisa sama Aisyah ya.
Siswa : Iya.
Siswa : Oke.
Siswa : Anita, Anisa, Aisyah, serentak berkata “oke”, lalu mereka tertawa
terbahak-bahak. Di saat mereka sedang bercakap-cakap, ternyata bel masuk
berbunyi dan seorang guru pun memasuki kelas mereka.
Siswa : Perkenalkan nama saya Pak Burhan. Nama saya Pak Burhanudin, dan
panggil Pak Burhan. Saya di sini wali kelas kalian ya, saya juga di sini mengajar
Matematika, jadi, jangan bosen ya sama saya. Hehehee...
Siswa : Ayo.
Siswa : Mamah.
Siswa : Bener kata Mamah, ternyata temen-temen Nita sama guru-guru Nita pada
baik sama Nita. Jadi Mamah enggak boong. Makasih ya Mah.
Siswa : Tuh bener kan, yaudah kamu emang anak yang pinter.
Iya, soalnya ini uangku hilang, jadi ya gak bisa jajan deh.
Ya udah gapapa. Ini aku pinjemin uang. Dah kamu jajan biar semangat lagi.
Ya gak usah Un, lagi pula ini kan musibah buat ku. Takutnya malah jadi
ngerepotin.
Keesokan harinya Uun dan Fadli pun mengerjakan tugas di rumah Fadli.
Iya, baiklah.
Saat mereka sedang pulang dari sekolah tiba-tiba mereka dihadang oleh dua orang
preman.
Iya bang.
Ah bodo amat! Selama lu melintas di wilayah gue, lu harus bayar setoran ke kita
berdua! Oke?
Plis.
Lisa dan Stefi melihat peristiwa yang terjadi tentang pemalakan di jalan.
Kayanya nih gak bisa dibiarin nih. Kita harus lapor ke polisi nih, supaya
pemalakan tidak terjadi lagi.
Oke. Yaudah ayo kita lapor.
Pak permisi, kami mau lapor di sana ada peristiwa premanisme yang melibatkan
teman kami.
Bisa pak.
Sesampainya di TKP.
Akhirnya mereka pun kembali ke rumah mereka masing-masing tanpa ada rasa
takut, tanpa rasa was-was.
Kenakalan siswa SMP
Waktu menunjukkn pukul tujuh pagi, bel berdering menandakan bahwa semua
murid harus segera memasuki kelas masing-masing, karena jam pelajaran sudah
akan dimulai. Terkecuali Panca dan kawan-kawan yang terkenal sering bolos di
kelasnya. Bahkan, ada sebagian guru yang menyebutnya dengan tukang bolos.
Mereka beranggotakan satu orang laki-laki yaitu Panca, dan dua orang
perempuan, yaitu Alin dan Sisil. Panca adalah anggota dari Geng Tukang Bolos
yang paling nakal, karena Alin dan Sisil hanya berani bolos jam pelajaran saja.
Sedangkan Panca, segala hal yang membahayakan sekali pun dapat ia lakukan.
Udah bel aja dah, padahal gua baru sampe satu menit yang lalu.
Udah gitu gua capek banget lagi, disuruh lari sama Pak Hanafi.
Eh, engga usah ikut pelajaran yuk. Kita ke kantin aja. Males banget pagi-pagi
udah harus ngitung.
Masa kantin? Guru-guru sering banget lewat situ, kan kantin sebelah-belahan
sama kantor guru.
Gimana kalo di taman belakang sekolah, yang deket perpus itu? Perpus juga
engga ada yang jagain, jadi engga ada guru lewat.
Sumpah lu Sil, kalo soal bolos pelajaran emang lu paling jago dah.
Eh, harusnya tadi ke kantin dulu beli jajanan buat dibawa ke sini.
Duh, gua mah udah engga kepikiran itu dah, cuma was-was ada Pak Hanafi.
Heheheee...
Betul sekali.
Berhasil kan tuh gua beli minum? Pak Hanafi lagi tidur. Lu pada kalo mau ke
kantin buruan.
Tak terasa, bel yang menandakan waktu istirahat pun telah berdering. Geng
Tukang Bolos langsung jalan menuju kantin seperti tidak mempunyai dosa.
Gua juga.
Yuk!
Dih amit-amit!
Yaudah sonoh!
Sesampainya di kelas.
Kayak engga tau dia aja sih lu? Dia kan tukang boong!
Oh iya cerdas, di kelas aja peringkat kedua, tapi dari bawah. Hahaa..
Di taman belakang.
Ini gua salah liat atau engga sih? Itu Panca ngapain bawa-bawa buku?
Lah iya, banyak banget bukunya. Biasanya megang satu buku aja dia ogah.
Panca!
Parah dah lu! Masa nyolong buku perpus? Kan ada CCTV.
Udah gua matiin, sebelum gua pasang lagi nanti pasudah selesai.
Udah biarin aja Sil! Pergi aja yuk! Gua engga mau ikut-ikutan ah kalo gini.
Teman-teman perhatiannya sebentar ya. Hari ini Bu Sri tidak bisa mengajar,
karena sedang menangani salah satu anak yang bermasalah. Kita tidak diberikan
tugas, tapi teman-teman semua diharapkan tertib. Jangan sampai kelas lain
terganggu. Terima kasih.
Nyesel nih si Panca engga masuk kelas, padahal guru yang dia sebel engga
masuk.
Biarin aja Lin. Lagian ngapain si dia nekat sampe nyolong barang milik sekolah
kayak gitu?
Eh, tapi gua penasaran dah, anak nakal mana lagi yang ditangani sama Bu Sri?
Engga usah penasaran, mending kita ke ruang BK sekarang, kan bisa ngintip.
Biarin aja dah. Anak kayak gitu emang sekali-kali harus diberi peringatan!
Ayok samperin!
Yuk!
Sumpah gua kaget! Gua mau ngambil tas nih, mau bersantai-santai di rumah. Gua
kena skorsing satu minggu.
Oke, makasih Sil. Gua cabut dulu, sampai ketemu satu minggu lagi.