Anda di halaman 1dari 17

BAGIAN I

KONSEP DASAR

A.  PUBLIK

Istilah publik berasal dari kata dalam Bahasa Inggris yaitu public. Di dalam Bahasa
Indonesia, istilah public diterjemahkan ke dalam berbagai istilah yaitu :

Tabel 1. Berbagai Terjemahan Istilah Public

No Terjemahan Kata Contoh Penggunaan Kata Public dan


. Public Terjemahannya
1. Masyarakat Public Health = Kesehatan Masyarakat
2. Rakyat Public Welfare = Kesejahteraan Rakyat
3. Negara Public Administration = Administrasi Negara
Public Policy = Kebijakan Negara
4. Pemerintah Public Policy = Kebijakan Pemerintah
5. Negeri Public School = Sekolah Negeri
6. Umum Public Telephone = Telepon Umum
Public Transportation = Transportasi/Angkutan Umum
Public Interest = Kepentingan Umum

Berdasarkan uraian di atas, maka kata public diterjemahkan ke dalam Bahasa


Indonesia dengan beragam istilah. Istilah-istilah itu bahkan satu sama lain bertolak
belakang yaitu di satu pihak diterjemahkan menjadi negara dan pemerintah tetapi di
pihak lain diterjemahkan menjadi masyarakat dan rakyat. Padahal, negara dan
pemerintah dengan masyarakat dan rakyat adalah dua hal yang sama sekali berbeda.

Karena berbagai terjemahan istilah public tersebut tidak ada satupun yang
mengena, maka istilah public dalam Bahasa Inggris lazim diterjemahkan ke dalam
Bahasa Indonesia menjadi publik.

Apa sebenarnya arti publik ? Publik adalah sekelompok orang yang memiliki
kepentingan yang sama terhadap sesuatu hal. Publik dapat berkumpul atau berada
pada satu tempat tetapi dapat juga tidak. Tiap-tiap organisasi memiliki publik yang
berbeda-beda. Publik dari PT.Jasa Marga adalah pengguna jalan tol, publik dari PT.
PLN adalah pelanggan listrik, publik dari PDAM adalah pelanggan PDAM, publik dari
PT. KAI adalah penumpang kereta api, publik dari PT. Telekomunikasi Indonesia
adalah pelanggan telepon, publik dari Kantor Camat adalah masyarakat di kecamatan
itu, publik dari suatu bank adalah nasabah bank itu, publik dari suatu stasiun televisi
adalah pemirsa televisi itu, publik dari suatu supermarket adalah pelanggan
supermarket itu, dan lain-lain. Dengan demikian, seseorang dapat menjadi publik dari
banyak organisasi.
B. SEKTOR PUBLIK

Sektor publik adalah bidang-bidang yang menyangkut kepentingan publik atau yang
menyangkut hajat hidup orang banyak, misalnya pemerintahan, pendidikan, kesehatan,
telekomunikasi, transportasi, perdagangan, energi listrik, air minum, perumahan, dan
lain-lain.

Sektor publik dapat dilihat dari arti luas dan arti sempit yaitu :
1.   Sektor publik dalam arti luas, yaitu semua bidang yang menyangkut kepentingan publik
dan organisasi yang melaksanakannya adalah organisasi pemerintah, BUMN, BUMD
dan organisasi swasta yang bergerak di sektor publik.
2.   Sektor publik dalam arti sempit, yaitu semua bidang yang menyangkut kepentingan
publik dan organisasi yang melaksanakannya adalah instansi pemerintah.

Beberapa tugas dan fungsi sektor publik dapat juga dilakukan oleh sektor swasta,
misalnya tugas untuk memberikan pelayanan publik seperti telekomunikasi, pendidikan,
kesehatan, transportasi dan sebagainya. Sektor-sektor itu banyak dilakukan dan
dilayani oleh sector swasta. Meskipun demikian untuk tugas dan fungsi tertentu
keberadaan sektor publik tidak dapat digantikan oleh sektor swasta, misalnya fungsi
birokrasi pemerintahan.  

C. ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Organisasi sektor publik adalah organisasi yang tujuannya tidak mencari laba/
keuntungan atau nirlaba (non profit motive). Organisasi sektor publik dapat dilihat dari
arti luas dan arti sempit yaitu :
1.   Organisasi sektor publik dalam arti luas, yaitu organisasi yang tujuannya tidak mencari
laba/keuntungan atau nirlaba yang meliputi instansi pemerintah, organisasi nirlaba milik
pemerintah, dan organisasi nirlaba milik swasta.
2.   Organisasi sektor publik dalam arti sempit atau arti khusus, yaitu instansi pemerintah
saja.

Organisasi sektor publik dapat dengan mudah dikenali dari ciri utamanya yaitu
nirlaba (tidak mencari laba/keuntungan) atau nonprofit motive. Secara umum,
organisasi sektor publik dengan ciri utama nirlaba itu dapat dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu :

1.   Instansi pemerintah, yang meliputi :


a.   Instansi pemerintah pusat, terdiri dari ;
-     Kementerian.
-     Lembaga dan badan-badan negara, seperti MPR, DPR, MA, BPK, KPU, KPK, LIPI,
LAN, BKN, dan sebagainya.
b.   Instansi pemerintah daerah, terdiri dari ;
-     SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) ; Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD,
Badan, Dinas, Kantor dan Lembaga Teknis Daerah.
-     Lembaga dan badan-badan daerah, seperti DPRD.

2.   Organisasi nirlaba milik pemerintah, yang meliputi :


a.   Perguruan Tinggi Negeri/PTN BHMN (Badan Hukum Milik Negara).
b.   Rumah Sakit Milik Pemerintah Pusat dan Daerah (RSUP = Rumah Sakit Umum Pusat
dan RSUD = Rumah Sakit Umum Daerah).
c.   Yayasan-yayasan milik pemerintah.
Pada perkembangannya, sebagian organisasi dalam kelompok ini dikategorikan dalam
kelompok yang lebih khusus yaitu Badan Layanan Umum (BLU) dan Badan Layanan
Umum Daerah (BLUD).

3.   Organisasi nirlaba milik swasta, yang meliputi :


a.    Yayasan milik swasta, seperti Sampoerna Foundation, Djarum Foundation, Dompet
Dhuafa Republika, Rumah Yatim Indonesia, dan sebagainya.
b.    Sekolah dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
c.    Rumah sakit milik swasta.

Ciri atau karakteristik dari organisasi sektor publik dalam arti sempit atau arti
khusus (yaitu instansi pemerintah) dalam banyak hal berbeda dengan organisasi sektor
swasta (perusahaan). Perbedaan tersebut yaitu sebagai berikut :

Tabel 2. Perbedaan Organisasi Sektor Publik (Instansi Pemerintah)


dengan Organisasi Sektor Swasta (Perusahaan)

Organisasi Sektor Publik Organisasi Sektor Swasta


Aspek Perbedaan
(Pemerintah) (Perusahaan)
Tujuan organisasi Nirlaba/tidak mencari laba/ Mencari laba/keuntungan
keuntungan (nonprofit (profit motive)
motive)
Sumber pendanaan Pajak, retribusi, utang, Pembiayaan internal : modal,
obligasi pemerintah, laba laba ditahan, penjualan
BUMN/ BUMD, penjualan aktiva.
aset negara, dan Pembiayaan eksternal :
sebagainya utang bank, obligasi,
penerbitan saham
Pertanggungjawaba Kepada masyarakat (publik) Kepada pemegang saham
n dan parlemen (DPR/DPRD) dan kreditor
Struktur organisasi Birokratis, kaku dan Fleksibel, datar, piramid,
hirarkhis lintas sektoral
Karakteristik Terbuka untuk publik Tertutup untuk publik
anggaran
Sistem akuntansi Cash accounting Accrual accounting
D. AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

Akuntansi adalah pengukuran, penjabaran, atau pemberian kepastian mengenai


informasi yang akan membantu manajer, investor, otoritas pajak dan pembuat
keputusan lain untuk membuat alokasi sumber daya keputusan di dalam perusahaan,
organisasi, dan lembaga pemerintah. Akuntansi adalah seni dalam mengukur,
berkomunikasi dan menginterpretasikan aktivitas keuangan. Secara luas, akuntansi
juga dikenal sebagai "bahasa bisnis".

Akuntansi bertujuan untuk menyiapkan suatu laporan keuangan yang akurat agar
dapat dimanfaatkan oleh para manajer, pengambil kebijakan dan pihak berkepentingan
lainnya, seperti pemegang saham, kreditur atau pemilik. Pencatatan harian yang terlibat
dalam proses ini dikenal dengan istilah pembukuan. Salah satu cabang dari akuntansi
yang banyak dikenal adalah akuntansi keuangan di mana informasi keuangan pada
suatu bisnis dicatat, diklasifikasi, diringkas, diinterpretasikan dan dikomunikasikan.
Sedangkan Auditing atau pemeriksaan merupakan suatu disiplin ilmu yang terkait tapi
tetap terpisah dari akuntansi. Auditing adalah suatu proses di mana pemeriksa
independen memeriksa laporan keuangan suatu organisasi untuk memberikan suatu
pendapat atau opini - yang masuk akal tapi tak dijamin sepenuhnya - mengenai
kewajaran dan kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi yang diterima umum.

Akuntansi sektor publik secara sederhana dapat dikatakan sebagai penerapan dan
perlakuan akuntansi pada sektor publik. Sektor publik sendiri memiliki wilayah dan
ruang lingkup yang lebih luas dan lebih kompleks dibandingkan dengan sektor swasta.

Dari berbagai buku Anglo Amerika, akuntansi sektor publik diartikan sebagai
mekanisme akuntansi swasta yang diberlakukan dalam praktik-praktik organisasi publik.
Dari berbagai buku lama terbitan Eropa Barat, akuntansi sektor publik disebut akuntansi
pemerintahan. Di berbagai kesempatan disebut juga sebagai akuntansi keuangan
publik. Berbagai perkembangan terakhir, sebagai dampak penerapan accrual
accounting di Selandia Baru, pemahaman ini telah berubah. Akuntansi sektor publik
didefinisikan sebagai akuntansi dana masyarakat. Akuntansi dana masyarakat dapat
diartikan sebagai: mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada
pengelolaan dana masyarakat. Dana masyarakat perlu diartikan sebagai dana yang
dimiliki oleh masyarakat - bukan individual, dan yang biasanya dikelola oleh organisasi-
organisasi sektor publik, dan juga pada proyek-proyek kerjasama sektor publik dan
swasta.

Di Indonesia, akuntansi sektor publik dapat didefinisikan sebagai mekanisme teknik


dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di lembaga-
lembaga tinggi negara dan departemen-departemen di bawahnya, pemerintah daerah,
BUMN, BUMD, LSM dan yayasan sosial maupun pada proyek-proyek kerjasama sektor
publik dan swasta.

Salah satu bentuk penerapan teknik akuntansi sektor publik adalah di organisasi
BUMN. Pada tahun 1959 pemerintahan orde lama mulai melakukan kebijakan-
kebijakan berupa nasionalisasi perusahaan asing yang dialihkan statusnya menjadi
BUMN. Tetapi karena tidak dikelola oleh manajer profesional dan terlalu banyaknya
politisasi atau campur tangan pemerintah, mengakibatkan BUMN tersebut hanya
dijadikan ‘sapi perah’ oleh para birokrat. Dengan demikian, sejarah kehadiran akuntansi
sektor publik tidak memperlihatkan hasil yang baik dan tidak menggembirakan.

Kondisi itu terus berlangsung pada masa orde baru. Lebih bertolak belakang lagi
pada saat dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 tentang fungsi
dari BUMN. Dengan memperhatikan beberapa fungsi tersebut, konsekuensi yang harus
ditanggung oleh BUMN sebagai perusahaan publik adalah menonjolkan keberadaannya
sebagai agent of development daripada sebagai business entity. Terlepas dari itu
semua, bahwa keberadaan praktik akuntansi sektor publik di Indonesia dengan status
hukum yang jelas telah ada sejak beberapa tahun bergulir dari pemerintahan yang sah.
Salah satunya adalah Perusahaan Umum Telekomunikasi (1989).
BAGIAN II
REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIK

A.  PENTINGNYA REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIK

Regulasi artinya pengaturan yang ditetapkan dalam bentuk peraturan perundang-


undangan. Keberadaan regulasi di sektor publik sangat penting karena sektor publik
adalah bidang-bidang yang menyangkut kepentingan publik atau yang menyangkut
hajat hidup orang banyak. Dengan demikian, aktivitas organisasi sektor publik sudah
pasti akan mempengaruhi hajat hidup orang banyak tersebut. Oleh karena itu,
organisasi sektor publik harus diatur dengan berbagai peraturan untuk mencegah
penyalahgunaan yang merugikan masyarakat (publik).

Adapun standar adalah patokan atau acuan yang digunakan untuk melakukan
sesuatu. Keberadaan standar di sektor publik sangat penting untuk menyeragamkan
hasil pekerjaan. Salah satu contohnya adalah standar akuntansi. Sebagai organisasi
yang mengelola dana publik (masyarakat), organisasi sektor publik seharusnya mampu
memberikan pertanggungjawaban kepada publik (masyarakat) itu melalui laporan
keuangannya.

Seperti yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan komersial, informasi berupa


laporan keuangan itu seharusnya merupakan hasil dari sebuah proses akuntansi. Untuk
keperluan tersebut diperlukan standar akuntansi yang menjadi acuan dan pedoman
bagi para akuntan yang bekerja pada organisasi sektor publik. Standar akuntansi
merupakan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum (PABU). Berlaku umum artinya
bahwa laporan keuangan suatu organisasi dapat dimengerti oleh siapapun dengan latar
belakang apapun. Jika tidak ada PABU maka organisasi-organisasi harus membuat
laporan keuangan dalam banyak format karena banyaknya pihak yang berkepentingan.

B. BERBAGAI REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIK

Regulasi di sektor publik dapat dibagi ke dalam dua bagian besar yaitu regulasi
yang terkait dengan organisasi nirlaba dan regulasi yang terkait dengan instansi
pemerintah. Kedua jenis regulasi ini dibedakan karena  sifat regulasi di sektor publik
bersifat spesifik untuk setiap jenis organisasi. Selain itu, di instansi pemerintah, regulasi
yang digunakan juga cenderung lebih rumit dan rinci.

Beberapa regulasi di sektor publik antara lain :


1.   Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.
2.   Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
3.   Undang-Undang Nomor 33 Tahun  2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
4.   Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
5.   Berbagai Peraturan Pemerintah tentang penetapan Perguruan Tinggi Negeri (PTN)
sebagai Badan Hukum Milik Negara (BHMN).
6.   Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum.

Adapun beberapa standar di sektor publik misalnya :


1.   Standar Internasional Akuntansi Sektor Publik atau International Public Sector
Accounting Standards (IPSAS).
2.   Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 45 tentang Organisasi
Nirlaba.
3.   Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
4.   Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).

Akuntansi sektor publik memiliki standar yang sedikit berbeda dengan akuntansi
biasa. Hal ini disebabkan karena akuntansi biasa belum mencakup
pertanggungjawaban kepada masyarakat yang ada di sektor publik.     

Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) sebenarnya telah memasukan standar untuk


organisasi nirlaba di Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Standar ini
tercantum pada PSAK Nomor 45 tentang Organisasi Nirlaba. Namun, standar ini belum
mengakomodasi praktik-praktik lembaga pemerintahan ataupun organisasi nirlaba yang
dimilikinya. Oleh karena itu, pemerintah mencoba menyusun suatu standar yang
disebut dengan Standar Ak untansi Pemerintahan (SAP).

Standar akuntansi sektor publik juga telah diatur secara internasional. Organisasi
yang merancang standar ini adalah Federasi Akuntan Internasional atau International
Federation of Accountants atau (IFAC). Mereka membuat suatu standar akuntansi
sektor publik yang disebut Standar Internasional Akuntansi Sektor Publik atau
Internation Public Sector Accounting Standards (IPSAS). Standar ini menjadi pedoman
bagi perancangan standar akuntansi pemerintahan di setiap negara di dunia.

Kebutuhan atas standar akuntansi sektor publik terus berkembang akibat


kedinamisan regulasi pemerintah. Kedinamisan ini ditandai dengan pelaksanaan
otonomi daerah dan reformasi keuangan.

Otonomi daerah berlaku akibat diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun


1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang ini menjelaskan bahwa
pemerintah melaksanakan otonomi daerah dalam rangka penyelenggaraan urusan
pemeirntah yang lebih efisien, efektif, dan bertanggun jawab.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 mulai berlaku sejak tahun 2001. Namun
dalam  perkembangannya, pemerintah merasa Undang-Undang itu tidak lagi sesuai
dengan perkembangan yang ada. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan Undang-
Undang baru yaitu :
1.   Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
2.   Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Undang-Undang di atas menjadikan pedoman pelaksanaan otonomi daerah lebih


jelas dan terperinci, khususnya tentang pengelolaan keuangan daerah dan
pertanggungjawaban. Perubahan Undang-Undang tersebut merupakan salah satu hal
yang signifikan dalam perkembangan otonomi daerah.

Perubahan itu sendiri dilandasi oleh beberapa hal, antara lain :


1.   Adanya semangat desentralisasi yang menekankan pada upaya efektivitas dan
efisiensi pengelolaan sumber daya daerah.
2.   Adanya semangat tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
3.   Adanya konsekuensi berupa penyerahan urusan dan pendanaan (money follows
function) yang mengatur hak dan kewajiban daerah terkait dengan keuangan daerah.
4.   Perlunya penyelarasan dengan paket Undang-undang (UU) Keuangan Negara, yaitu :
a.   UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
b.   UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
c.   UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara.
d.   UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Peraturan perundang-undangan terus bergerak dinamis khususnya Peraturan


Pemerintahan (PP) sebagai turunan berbagai Undang-Undang di atas, antara lain :
1.   PP Nomor 23 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
2.   PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
3.   PP Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah.
4.   PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.
5.   PP Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah.
6.   PP Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah.
7.   PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengeloalaan Keuangan Daerah.
8.   PP Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar
Pelayanan Minimal.
BAGIAN III
ANGGARAN SEKTOR PUBLIK

A.  PENGERTIAN ANGGARAN

Anggaran (budget) merupakan istilah yang sangat erat hubungannya dengan


akuntansi sektor publik. Mengenai pengertian anggaran, telah banyak pakar yang
mengemukakannya, antara lain :
1.   Freeman dan shoulders mendefinisikan anggaran sebagai rencana kerja dalam suatu
periode yang telah ditetapkan dalam satuan mata uang.
2.   Lee dan Johnson mengemukakan bahwa anggaran merupakan suatu dokumen yang
menjelaskan kondisi keuangan organisasi yang mencakup informasi keuangan, belanja,
aktivitas dan tujuan organisasi.
3.   Mardiasmo mengartikan anggaran sebagai pernyataan mengenai estimasi kinerja yang
hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial.
4.   Indra Bastian mengemukakan bahwa anggaran merupakan paket pernyataan perkiraan
penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa
periode mendatang.

Dalam pengertian lain, anggaran dapat dikatakan sebagai sebuah rencana finansial
yang berisi :
1.   Rencana-rencana organisasi untuk melayani masyarakat atau aktivitas lain yang dapat 
mengembangkan kapasitas organisasi dalam pelayanan.
2.   Estimasi besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam merealisasikan rencana
tersebut.
3.   Perkiraan sumber-sumber yang akan menghasilkan pemasukan serta besarnya
pemasukan tersebut.

Berdasarkan pengertian-pengertian anggaran di atas, maka dapat diketahui bahwa


anggaran memiliki peran strategis dalam pengelolaan kekayaan sebuah organisasi
publik. Organisasi sektor publik tentunya berkeinginan memberikan pelayanan
maksimal kepada masyarakat, tetapi keinginan tersebut seringkali terkendala oleh
terbatasnya sumber-sumber daya yang dimiliki. Di sinilah fungsi dan peran penting
anggaran yaitu mengatur sumber-sumber daya yang terbatas tersebut dengan baik,
sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan
masyarakat.

B. FUNGSI ANGGARAN

Dalam ruang lingkup akuntansi sektor publik, anggaran berada dalam lingkup
akuntansi manajemen. Beberapa fungsi anggaran dalam manajemen organisasi sektor
publik yaitu :
1.   Anggaran sebagai alat perencanaan.
Dengan anggaran maka organisasi mengetahui apa yang harus dilakukan dan ke arah
mana kebijakan yang dibuat.

2.   Anggaran sebagai alat pengendalian.


Dengan anggaran dapat menghindari pengeluaran yang terlalu besar (overspending)
atau adanya penggunaan dana yang tidak semestinya (misspending).

3.   Anggaran sebagai alat kebijakan.


Dengan anggaran dapat diketahui arah dari suatu kebijakan tertentu.
4.   Anggaran sebagai alat politik.
Melalui anggaran dapat dilihat komitmen pemerintah dan pengelola dalam
melaksanakan program-program yang telah dijanjikan.

5.   Anggaran sebagai alat koordinasi dan komunikasi.


Melalui anggaran maka suatu unit kerja dapat mengetahui apa yang harus dan akan
dilakukan oleh unit kerja lain yang terkait.

6.   Anggaran sebagai alat penilaian kinerja.


Melalui anggaran dapat diketahui apakah suatu unit kerja telah memenuhi target
kinerjanya.

7.   Anggaran sebagai alat motivasi.


Anggaran dapat menjadi alat motivasi bagi para pelaksana jika target-target dalam
anggaran itu bersifat menantang yaitu tidak terlalu tinggi sehingga tidak dapat tercapai
dan juga tidak terlalu rendah sehingga mudah sekali tercapai.

C. JENIS-JENIS ANGGARAN

Secara garis besar, anggaran dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis yaitu :

1.   Dilihat dari jenis aktivitasnya :


a.    Anggaran Operasional (Current Budget), yaitu anggaran yang digunakan untuk
merencanakan kebutuhan dalam menjalankan operasi sehari-hari dalam jangka pendek
(kurun waktu satu tahun). Anggaran Operasional ini disebut juga Anggaran Rutin.
b.    Anggaran Modal (Capital Budget), yaitu anggaran yang menunjukkan rencana jangka
panjang dan pembelanjaan aktiva tetap seperti tanah, gedung, kendaraan, mesin,
perabot, dan sebagainya.

2.   Dilihat dari status hukumnya :


a.    Anggaran Tentatif (Tentative Budget), yaitu anggaran yang tidak memerlukan
pengesahan dari lembaga legislatif karena kemunculan anggaran itu dipicu oleh hal-hal
yang tidak direncanakan sebelumnya.
b.    Anggaran Enacted (Enacted Budget), yaitu anggaran yang direncanakan kemudian
dibahas dan disetujui oleh lembaga legislatif. Anggaran ini memerlukan persetujuan dan
pengesahan dari lembaga legislatif karena anggaran ini sudah direncanakan
sebelumnya.

c.   Dilihat dari penggunaannya :


a.    Anggaran Dana Umum (General Budget), yaitu anggaran yang digunakan untuk
membiayai kegiatan pemerintahan yang bersifat umum dan sehari-hari (rutin).
b.    Anggaran Dana Khusus (Special Budget), yaitu anggaran yang dicadangkan/
dialokasikan khusus untuk tujuan tertentu.

c.   Dilihat dari sifat keluwesannya :


a.    Anggaran Tetap (Fixed Budget), yaitu anggaran di mana perkiraan belanja sudah
ditentukan di awal tahun anggaran dan jumlah tersebut tidak boleh dilampaui meskipun
ada penambahan kegiatan yang dilakukan. Demikian juga kegiatan-kegiatan yang tidak
tercantum dalam anggaran maka kegiatan-kegiatan itu tidak boleh dilakukan pada
tahun anggaran yang sedang berjalan.
b.    Anggaran Fleksibel (Flexible Budget), yaitu anggaran di mana harga barang/jasa per
unit telah ditetapkan tetapi jumlah anggaran secara keseluruhan akan berfluktuasi atau
naik-turun tergantung dari banyaknya kegiatan yang dilakukan.

c.   Dilihat dari penyusunnya :


a.    Anggaran Eksekutif (Executive Budget), yaitu anggaran yang disusun oleh lembaga
eksekutif.
b.    Anggaran Legislatif (Legislative Budget), yaitu anggaran yang disusun oleh lembaga
legislatif.
c.    Anggaran Bersama (Joint Budget), yaitu anggaran yang disusun bersama oleh lembaga
eksekutif dan legislatif.
d.    Anggaran Komite.(Committee Budget), yaitu anggaran yang disusun oleh suatu komite
khusus.
BAGIAN IV
PENYUSUNAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK

A. PENYUSUNAN ANGGARAN/PENGANGGARAN (BUDGETING)

Proses penyusunan anggaran atau penganggaran (budgeting) merupakan sebuah


proses penting yang seringkali menjadi perhatian tersendiri bagi sebuah organisasi
sektor publik, terutama pemerintah. Tidak seperti di sektor swasta yang menempatkan
penyusunan anggaran sebagai hal yang bersifat optional (bersifat pilihan), proses
penyusunan anggaran di sektor publik, khususnya pemerintah, merupakan hal yang
mutlak.

Mardiasmo mengemukakan bahwa penyusunan anggaran merupakan proses atau


metode untuk menyiapkan suatu anggaran. Dengan demikian, penyusunan anggaran
(penganggaran atau budgeting) adalah proses membuat atau menyusun anggaran,
sedangkan hasil atau produk dari proses penyusunan anggaran itu tidak lain adalah
anggaran (budget).

Freeman dan Shoulders mendefinisikan penyusunan anggaran sebagai suatu


proses pengalokasian sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan yang
sifatnya tidak terbatas (unlimited demands). Dengan demikian, dalam penyusunan
anggaran ini pemerintah akan selalu dihadapkan pada sumber-sumber yang terbatas.
Sedangkan di lain pihak, pemerintah harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang tidak
terbatas. Dalam hal ini pemerintah harus menentukan skala prioritas dengan cara
mengedepankan kebutuhan-kebutuhan yang penting dan mendesak terlebih dahulu.

Penyusunan anggaran dalam organisasi sektor publik, khususnya pemerintah,


merupakan sebuah proses yang cukup rumit dan banyak mengandung muatan politis
yang signifikan di dalamnya yaitu kepentingan individu dan kelompok atau golongan
tertentu yang berkepentingan dengan anggaran tersebut. Hal ini berbeda dengan
penyusunan anggaran di sektor swasta yang muatan politisnya relatif kecil.

B. SIKLUS ANGGARAN

Siklus anggaran berbeda dengan penyusunan anggaran yang telah dijelaskan di


muka. Jika penyusunan anggaran hanya proses membuat anggaran, maka siklus
anggaran ini lebih luas karena bukan hanya membuat anggaran tetapi juga menyangkut
pelaksanaan anggaran sampai pelaporannya.

Siklus anggaran adalah suatu proses yang berkelanjutan yang terdiri dari lima
tahapan yaitu :
1.   Persiapan (preparation)
Pada tahap persiapan, bagian anggaran di lingkungan eksekutif (pemerintah)
menyiapkan format anggaran yang akan dipakai. Selanjutnya setiap unit kerja di
lingkungan pemerintahan mengajukan anggaran, kemudian dikonsolidasikan oleh
bagian anggaran. Setelah di-review dan diadakan dengar pendapat ke semua unit
kerja, anggaran ini disetujui oleh kepala pemerintahan (presiden atau kepala daerah).
Anggaran dalam tahap ini masih berupa rancangan yang disebut RAPBN (Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) atau RAPBD (Rencana Anggaran dan
Pendapatan Belanja Daerah).

2.   Persetujuan lembaga legislatif (legislative enactment)


Setelah anggaran berupa RAPBN atau RAPBD disetujui oleh kepala pemerintahan,
kemudian diajukan ke lembaga legislatif (DPR atau DPRD) untuk mendapat
persetujuan. Dalam hal ini lembaga legislatif (terutama komite anggaran) akan
mengadakan pembahasan guna memperoleh pertimbangan-pertimbangan untuk
menyetujui atau menolak  anggaran yang diajukan lembaga eksekutif tersebut. Selain
itu, akan diadakan juga dengar pendapat (public hearing) sebelum lembaga legislatif
menyetujui atau menolak anggaran tersebut. RAPBN dan RAPBD yang telah disetujui
menjadi APBN dan APBD.

3.   Administrasi (administration)


Setelah anggaran disahkan oleh lembaga legislatif, kepala pemerintahan (presiden atau
kepala daerah) beserta jajarannya mulai melaksanakan anggaran (APBN atau APBD)
tersebut. Pelaksanaan anggaran meliputi kegiatan pengumpulan pendapatan yang
ditargetkan maupun pelakskanaan belanja yang telah direncanakan. Dalam tahap
pelaksanaan ini juga dilakukan pula proses administrasi anggaran berupa pencatatan
dan pembukuan pendapatan dan belanja yang terjadi.

4.   Pelaporan (reporting)


Pelaporan pelaksanaan anggaran dilakukan pada akhir periode atau pada waktu-waktu
tertentu yang ditetapkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses akuntansi
sektor publik yang telah berlangsung selama proses pelaksanaan.

5.   Pemeriksaan (auditing)


Laporan yang diberikan oleh pelaksana anggaran kemudian diperiksa (diaudit) oleh
sebuah lembaga pemeriksa yang bersifat independen (BPK atau Inspektorat). Hasil
pemeriksaan (audit) ini akan menjadi masukan atau umpan balik (feedback) bagi
pemerintah untuk proses penyusunan anggaran pada periode berikutnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka tahap-tahap proses pembuatan anggaran di


sektor publik, khususnya di pemerintahan, membentuk siklus berupa lingkaran yang
akan selalu berulang. Siklus itu terdiri dari : persiapan  persetujuan lembaga legislatif
 administrasi  pelaporan  pemeriksaan  kembali lagi ke awal yaitu persiapan
dan seterusnya akan berputar membentuk siklus berupa lingkaran yang tiada akhir.
Dalam kaitannya dengan siklus anggaran, maka suatu anggaran dapat dipandang
dari berbagai aspek yaitu :
1.   Anggaran sebagai rencana, dalam hal ini anggaran itu masih berupa rencana anggaran
yang disebut RAPBN atau RAPBD. Apabila sudah disetujui oleh lembaga legislatif
(DPR atau DPRD), maka RAPBN atau RAPBD itu akan menjadi APBN atau APBD.
2.   Anggaran sebagai pelaksanaan, yaitu pelaksanaan dari APBN atau APBD itu oleh
pemerintah (lembaga eksekutif) beserta unit-unit kerja pemerintah.
3.   Anggaran sebagai hasil atau realisasi, di mana dalam hal ini anggaran itu berupa
realisasi anggaran dan laporan anggaran.

C. PENDEKATAN PENYUSUNAN ANGGARAN

Ada dua pendekatan yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia dalam


penyusunan anggaran yaitu pendekatan tradisional dan pendekatan kinerja.

1. Pendekatan Tradisional (Traditional Approach)

Anggaran yang disusun dengan menggunakan pendekatan tradisional disebut


anggaran tradisional (traditional budget). Ciri-ciri anggaran tradisional yaitu :
a.   Bersifat line items yaitu anggaran disusun berdasarkan daftar belanja yang akan
dilakukan oleh organisasi, sehingga bentuknya terlihat seperti daftar pos-pos belanja
dari suatu organisasi.
b.   Bertujuan membatasi pengeluaran atau mengendalikan belanja organisasi. Karena
besarnya anggaran sudah ditentukan sesuai plafond/pagu, maka pimpinan dapat
mencegah dan mengendalikan agar tidak terjadi overspending yaitu pengeluaran yang
terlalu besar atau melebihi plafond/pagu yang telah ditetapkan. 
c.   Umumnya bersifat incremental, yaitu anggaran tahun sekarang disusun berdasarkan
anggaran tahun sebelumnya, ditambah dengan persentase kenaikan karena adanya
kenaikan inflasi, kenaikan harga BBM, kenaikan harga-harga, dan lain-lain.

Contoh bentuk anggaran tradisional yaitu :

Anggaran Belanja Rutin Dinas A Kota B Tahun 2014 :

No Uraian Besarnya (Rp)


.
1. Belanja gaji 1.000.000.000,-
2. Belanja barang 200.000.000,-
3. Belanja makanan dan 50.000.000,-
minuman
4. Belanja perjalanan dinas 100.000.000,-
5. Belanja rapat 75.000.000,-
6. Belanja lain-lain 25.000.000,-
Jumlah 1.450.000.000,-
Dalam anggaran tradisional, suatu organisasi dianggap berhasil jika pada akhir
tahun anggaran mampu menghabiskan anggaran karena jika anggaran habis
(terserap), maka artinya semua kegiatan yang telah direncanakan telah berhasil
dilaksanakan. Sebaliknya jika pada akhir tahun anggaran masih banyak anggaran yang
tersisa, maka organisasi itu dianggap tidak berhasil karena banyaknya anggaran yang
tersisa artinya banyak kegiatan yang belum dilakukan. Kondisi di atas akan memacu
organisasi untuk menghabiskan anggaran. Dengan kata lain, anggaran tradisional ini
mendorong pengeluaran daripada penghematan. Oleh karena itu, menjelang akhir
tahun anggaran (bulan November-Desember) akan nampak jelas upaya-upaya yang
dilakukan oleh organisasi-organisasi di lingkungan pemerintah pusat maupun daerah
untuk menghabiskan anggaran agar pada akhir tahun anggaran (31 Desember)
anggaran yang telah ditetapkan dapat habis.

Keuntungan bentuk anggaran tradisional yaitu bentuknya sederhana dan mudah


dalam penyusunannya. Namun, anggaran tradisional ini banyak memiliki kelemahan.
Salah satu kelemahan yang paling utama dari anggaran tradisional ini yaitu mendorong
pengeluaran daripada penghematan. Organisasi-organisasi akan terdorong untuk
membelanjakan seluruh anggarannya, baik yang dibutuhkan maupun yang tidak
dibutuhkan. Hal ini timbul karena :
a.   Penilaian kinerja dalam anggaran tradisional cenderung berfokus pada belanja, dan
organisasi yang membelanjakan anggarannya sesuai plafond/pagu atau di bawah
plafond/pagu akan dianggap baik.
b.   Jika organisasi membelanjakan jauh di bawah plafond/pagu, maka dianggap
kurang/tidak baik, yang dapat berakibat jatah anggaran untuk tahun berikutnya
dikurangi atau bahkan tidak mendapat anggaran lagi.

2.  Pendekatan Kinerja (Performance Approach)

Anggaran yang disusun dengan menggunakan pendekatan kinerja disebut


anggaran kinerja (performance budget) atau anggaran berbasis kinerja (performance
based budget). Anggaran kinerja ini lahir untuk mengatasi kelemahan anggaran
tradisional. Anggaran kinerja ini diberlakukan secara efektif di Indonesia mulai tahun
2005 berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Ciri-ciri anggaran kinerja yaitu :


a.   Mengelompokkan anggaran berdasarkan program atau aktivitas.
b.   Setiap program atau aktivitas dilengkapi dengan indikator kinerja yang menjadi tolok
ukur keberhasilan program atau aktivitas tersebut.
Jadi, keberhasilan suatu organisasi bukan dilihat dari habisnya anggaran seperti pada
anggaran tradisional, tetapi pada pencapaian indikator kinerja  yang telah ditetapkan.
Anggaran kinerja ini menekankan pada aktivitas pemakai anggaran, bukan pada
besarnya anggaran yang dipakai.
Contoh bentuk anggaran kinerja yaitu :

Anggaran Belanja Dinas PU Kota X Tahun 2014 ; Program Perbaikan Drainase di


Jalan A untuk Penanggulangan Banjir :

No Uraian Besarnya Indikator Kinerja


. (Rp)
1. Belanja pegawai 75.000.000,- Ketinggian genangan air di
2. Belanja jasa 100.000.000,- jalan A pada saat hujan
3. Belanja barang/peralatan 250.000.000,- lebat berkurang hingga 75
4. Belanja makanan dan 50.000.000,- %
minuman
5. Belanja perjalanan dinas 15.000.000,-
6. Belanja lain-lain 25.000.000,-
Jumlah 515.000.000,-

Pada contoh anggaran di atas, keberhasilan Dinas PU dalam melaksanakan


program perbaikan drainase di Jalan A, bukan dilihat dari habisnya anggaran, tetapi
dilihat dari pencapaian indikator kinerja yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, Dinas
PU dinilai berhasil melaksanakan program perbaikan drainase di Jalan A jika ketinggian
genangan air di Jalan A pada saat hujan lebat berkurang hingga 75 %. Pada anggaran
kinerja, tidak menjadi masalah jika masih ada sisa anggaran, yang penting indikator
kinerja tercapai. Jadi kriteria keberhasilan organisasi bukan dilihat dari habisnya
anggaran tetapi dari tercapainya indikator kinerja yang telah ditetapkan.

Anggaran kinerja ini memiliki beberapa keuntungan, antara lain :


a.   Mengalihkan perhatian dari pengendalian anggaran ke pengendalian manajerial.
b.   Manajemen memiliki alat pengendalian yang lebih baik terhadap bawahannya karena
tidak hanya melihat banyaknya uang yang dibelanjakan, tetapi juga menilai kinerja
bawahan dalam melaksanakan suatu program atau aktivitas.
c.   Dianggap lebih sesuai dengan organisasi pemerintah sebagai organisasi sektor publik
yang bersifat nirlaba (tidak mengejar keuntungan) tetapi lebih berorientasi pada kualitas
pelayanan.

Selain keuntungan-keuntungan tersebut, anggaran kinerja juga memiliki beberapa


kelemahan, antara lain :
a.   Tidak banyak pegawai di bagian anggaran atau akuntansi yang memiliki kemampuan
memadai untuk menyusun indikator kinerja untuk setiap program atau aktivitas.
b.   Tidak semua program atau aktivitas dapat ditetapkan indikator kinerjanya secara akurat
dalam bentuk angka.

Anda mungkin juga menyukai