Anda di halaman 1dari 18

BAB1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang paling banyak
dijumpai dibanding dengan penyakit sendi lainnya. Semua sendi dapat terserang,
tetapi yang paling sering adalah sendi penyokong berat badan (Ilyas, 2002).
Osteoarthritis merupakan salah satu yang disebabkan oleh faktor degenerasi yang
paling sering dijumpai pada penyakit muscoloskeletal dan osteoarthritis merupaka
penyebab terbanyak keterbatasan gerak dan fungsi, lokasi yang sering terkena adalah
sendi lutut (Susilawati dkk., 2015).
Osteoarthritis merupakan penyakit gangguan homeostasis metabolisme kartilago
dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya diperkirakan
multifaktorial antara lain oleh karena faktor umur, stres mekanis atau kimia,
penggunaan sendi yang berlebihan defek anatomi, obesitas, genetik dan humoral
(Arismunandar, 2015).
Osteoarthritis diderita oleh 151 juta jiwa di seluruh dunia dan mencapai 24 juta
di kawasan Asia Tenggara. Prevalensi osteoarthritis juga terus meningkat secara
dramatis mengikuti pertambahan usia penderita. Berdasarkan temuan radiologis,
didapati bahwa 70% dari penderita yang berumur lebih dari 65 tahun penderita
osteoarthritis (Suhendriyo, 2014).
Osteoarthritis merupakan penyakit sendi yang menduduki rangking pertama
penyebab nyeri dan disabilitas (ketidakmampuan) pada umumnya 2 menyerang
sendi-sendi penopang berat badan terutama sendi lutut. Osteoarthritis dimulai
dengan kerusakan pada seluruh sendi. Problematik yang paling utama yang
dirasakan pada pasien osteoarthritis adalah keterbatasan aktivitas fungsional.
Osteoarthritis juga dapat menimbulkan gangguan aktivitas fungsional seperti
kesulitan berjalan jarak jauh, sulit berdiri dari posisi berjongkok, naik turun tangga
dan juga menyebabkan aktivitas fungsional terganggu.
Osteoarthritis merupakan suatu keadaan patologi yang mengenai kartilago hialin
dari sendi lutut, di mana terjadi pembentukan osteofit pada tulang rawan sendi dan
jaringan subchondral yang menyebabkan penurunan elastisitas dari sendi. Saat
mengalami degenerasi kartilago hialin mengalami kerapuhan, di mana perubahan-
perubahan yang terjadi pada permukaan sendi (kartilago hialin) berkenaan dengan
perubahan biokimia di bawah permukaan kartilago yang akan meningkatkan sintesis
timidin dan glisin. Akibat dari ketidak seimbangan antara regenerasi dengan
degenerasi tersebut maka akan terjadi pelunakan, perpecahan dan pengelupasan
lapisan rawan sendi yang akan terlepas sebagai corpus libera yang dapat
menimbulkan penguncian ketika sendi bergerak. Tulang di bawah kartilago menjadi
keras dan tebal serta terjadi perubahan bentuk dan kesesuaian dari permukaan sendi.
Jika kerusakan berlangsung terus berlanjut maka, bentuk sendi tidak beraturan
dengan adanya penyempitan celah sendi, osteofit, ketidakstabilan dan deformitas.
Dengan terbentuknya osteofit maka akan mengeritasi membran sinovial dimana
terdapat banyak reseptor-reseptor nyeri dan kemudian akan menimbulkan 3 hidrops.
Dengan terjepitnya ujung-ujung saraf polimodal yang terdapat di sekitar sendi karena
terbentuknya osteofit serta adanya pembengkakan dan penebalan jaringan lunak di
sekitar sendi maka akan menimbulkan nyeri tekan dan nyeri gerak. Pada kapsul-
ligamen sendi akan terjadi iritasi dan pemendekan, hal ini disebabkan karena
imobilisasi dan kelenturan colagen yang berkurang, pelunakan lapisan rawan yang
diikuti oleh pecahnya permukaan sendi, terjadinya pengerasan pada tulang di bawah
lapisan rawan sehingga kelenturan berkurang. Kemudian terjadi kontraktur jaringan
ikat maupun kapsul sendi sehingga lingkup gerak sendi semakin lama semakin
sempit.
Akses akibat kelanjutan dari berbagai gangguan ini pasien akan mengalami
keterbatasan aktivitas fungsional. Berdasarkan International Classification Of
Functioning, Disability And Health (ICF) aktivitas dasar sehari-hari dilaksanakan
pada saat jongkok, berlutut dari posisi duduk ke berdiri dan mempertahankan posisi
dari posisi berjongkok beberapa saat sampai pada mempertahankan posisi berlutut
beberapa saat dan mengambil benda di bawah sambil menekuk lutut. Aktivitas
fungsional sehari-hari yang dikerjakan seperti membersihkan rumah serta aktivitas
olah raga seperti berlari, melompat dan aktivitas berpegian seperti berjalan
dipermukaan berbeda, menggunakan transpotasi pribadi dan menggunakan
transpotasi umum.
Salah satu pelayanan kesehatan yang ikut berperan dalam rehabilitasi penyakit
ini adalah fisioterapi. Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan 4 yang
ditujukan kepada individu atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan
memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan
menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik,
electroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi, komunikasi (Kepmenkes Pasal 1
Nomor 80, 2013). Tujuan fisioterapi ini adalah untuk meningkatkan aktivitas
fungsional pada otot sekitar knee dan membantu mengembalikan gerak dan
fungsional pasien. Untuk mengatasi problematik pada modalitas fisioterapi yang
digunakan antara lain transcutaneus Electrical Nerves Stimulation dan Infra Red
Radiation dan terapi latihan. Salah satu bentuk terapi latihan adalah Open Kinetic
Chain dan Closed Kinetic Chain berfungsi sebagai peningkatan aktivitas fungsional
setelah pemberian Transcutaneus Electrical Nerves Stimulation dan Infra Red
Radiation pada penderita osteoarthritis knee.
Open Kinetic Chain adalah suatu latihan gerak aktif yang melibatkan satu otot
dan sendi saja (single joint) dan tanpa disertai pergerakan pada Segmen
Proksimalnya. Latihan Open Kinetic Chain pada jaringan yaitu mengubah
lingkungan lokal pada serabut matriks yang tidak beraturan melalui gerak antar
persendian secara berlahan yang akan menstimulasi mechano growth factor karena
terjadinya peningkatan lubrication sebagai syarat meningkatnya jumlah zat plastin,
zat plastin sebagai prekusor perangsang Glucosaminoglycans (GAG’s). Zat plastin
ini berfungsi sebagai pengganti jaringan baru yang terdiri atas kandungan asam
amino protein yang akan disintesis dengan fasilitasi gerak perlahan yang akan
mengurai endapan dan 5 akan terbentuk jarak baru untuk mengatur sintesis kolagen,
yang bertujuan menurunkan adhesive abnormal formasi (kekakuan). Melalui
peningkatan kontraktil protein dan sistem okidasi pada muscle belly quadriceps,
ditandai dengan meningkatnya pasokan oksigen otot sebagai awal terjadinya
peningkatan metabolisme dan perbaikan jaringan dengan produksi jaringan yang
baru serta perbaikan pada tulang rawan maka akan meningkatkan Range Of Motion
(ROM) sendi Knee.
Closed Kinetic Chain adalah suatu latihan gerak aktif yang melibatkan beberapa
kelompok otot sekaligus dan beberapa sendi (multiple joint). Latihan Closed Kinetic
Chain bermanfaat untuk melatih otot-otot tungkai bawah terutama untuk
meningkatkan kemampuan fungsional pada osteoarhritis Knee. Karena pada
prinsipnya latihan Closed Kinetic Chain adalah latihan yang menguatkan otot agonis
dan antagonis secara bersamaan dan merupakan latihan yang lebih fisiologis untuk
anggota gerak bawah.
Teknik gerak Closed Kinetic Chain adalah latihan gerak sesuai dengan bidang
anatomi sendi lutut yaitu gerak fleksi-ekstensi dan gerak yang ditujukan untuk
aktivitas sehari-hari (Activity Daily Living atau ADL) seperti jongkok ke berdiri dan
toileting. Dengan fleksibilitas dan kekuatan otot yang baik akan mendukung
kemampuan gerak dalam melakukan aktivitas seharihari (Susilawati dkk., 2015).
Transcutaneus Electrical Nerves Stimulation dalam kasus ini lebih digunakan
untuk mengurangi nyeri. Dengan menggunakan teori gerbang kontrol, akan
menyebabkan penuntupan pada gerbang yang akan membloking 6 transmisi implus
dari serabut aferen nosiseptor sehingga nyeri akan berkurang atau menghilang.
Transcutaneus Electrical Nerves Stimulation merupakan suatu cara penggunaan
energi listrik guna merasang sistem saraf melalui permukaan kulit dan terbukti
efektif untuk mengurangi berbagai nyeri. Aplikasi elektroterapi ditunjukan untuk
menghambat mekanisme aktifitas nociceptor baik pada tingkat perifer maupun
tingkat supra supinatus (Parjoto, 2006).
Infra Red Radiation adalah pancaran gelombang elektromagnetik dengan panjang
gelombang7 x 1014 – 400 x 1014 Hz dan yang digunakan untuk tujuan pengobatan
berkisar antara 700 – 15.000 Mm (Sujatno, 2002).
Penelitian Ayunanda (2014) tentang perbedaan pengaruh Open Kinetic Chain
dan Closed Kinetic Chain terhadap peningkatan kemampuan fungsional sendi lutut
menujukan hasil peningkatan kemampuan fungsional sendi tetapi pada penelitian ini
tentang perbedaan pengaruh Open Kinetic Chain dan Closed Kinetic Chain terhadap
peningkatan aktivitas fungsional pada penderita osteoarthritis knee setelah
pemberian Transcutaneus Electrical Nerves Stimulation dan Infra Red Radiation
menunujukan adanya peningkatan kemampuan aktivitas fungsioanal pada
osteoarhritis knee.
Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian tertarik untuk meneliti pengaruh
Open Kinetic Chain dan Closed Kinetic Chain terhadap peningkatan aktivitas
fungsional pada penderita osteoarhritis knee setelah pemberian Transcutaneus
Electrical Nerves Stimulation dan Infra Red Radiation.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah ada pengaruh pemberian Open Kinetic Chain terhadap peningkatan
aktivitas fungsional pada osteoarhritis knee setelah pemberian Transcutaneus
Electrical Nerves Stimulation Dan Infra Red Radiation?
2. Apakah ada pengaruh pemberian Closed Kinetic Chain terhadap peningkatan
aktivitas fungsional pada Osteoarhritis Knee setelah pemberian Transcutaneus
Electrical Nerves Stimulation Dan Infra Red Radiation?
3. Apakah ada perbedaan pengaruh pemberian Open Kinetic Chain Dan Closed
Kinetic Chain terhadap peningkatan aktivitas fungsional pada Osteoarhritis
Knee setelah pemberian Transcutaneus Electrical Nerves Stimulation Dan
Infra Red Radiation?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum:
untuk mengetahui pengaruh Open Kinetic Chain dan Closed Kinetic Chain
terhadap peningkatan aktivitas fungsional pada penderita osteoarhritis Knee
setelah pemberian Transcutaneus Electrical Nerves Stimulation Dan Infra Red
Radiation.
2. Tujuan khusus:
a. Untuk mengetahui pengaruh pemberian Open Kinetic Chain terhadap
peningkatan aktivitas fungsional pada osteoarhritis Knee 8 setelah pemberian
Transcutaneus Electrical Nerves Stimulation Dan Infra Red Radiation.
b. Untuk mengetahui pengaruh pemberian Closed Kinetic Chain terhadap
peningkatan aktivitas fungsional pada osteoarhritis Knee setelah pemberian
Transcutaneus Electrical Nerves Stimulation dan Infra Red Radiation.
c. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh pemberian Open Kinetic Chain dan
Closed Kinetic Chain terhadap peningkatan aktivitas fungsional pada
osteoarthritis knee setelah pemberian Transcutaneus Electrical Nerves
Stimulation dan Infra Red Radiation.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degenerasi pada sendi yang melibatkan
kartilago, lapisan sendi, ligamen, dan tulang sehingga menyebabkan nyeri dan
kekakuan pada sendi (CDC, 2014).
Dalam Perhimpunan Reumatologi Indonesia Osteoartritis secara sederhana
didefinisikan sebagai suatu penyakit sendi degeneratif yang terjadi karena proses
inflamasi kronis pada sendi dan tulang yang ada disekitar sendi tersebut (Hamijoyo,
2007). Sjamsuhidajat, dkk (2011) mendefinisikan OA sebagai kelainan sendi kronik
yang disebabkan karena ketidakseimbangan sintesis dan degradasi pada sendi,
matriks ekstraseluler, kondrosit serta tulang subkondral pada
usia tua (Sjamsuhidajat et.al, 2011).
B. Etiologi
Berdasarkan etiopatogenesisnya OA dibagi menjadi dua, yaitu OA primer
dan OA sekunder.
OA primer disebut juga OA idiopatik yang mana penyebabnya tidak
diketahui dan tidak ada hubunganya dengan penyakit sistemik, inflamasi ataupun
perubahan lokal pada sendi,
OA sekunder merupakan OA yang ditengarai oleh faktor-faktor seperti
penggunaan sendi yang berlebihan dalam aktifitas kerja, olahraga berat, adanya
cedera sebelumnya, penyakit sistemik, inflamasi. OA primer lebih banyak ditemukan
daripada OA sekunder (Davey, 2006).
C. Epidemiologi
Osteoartritis merupakan penyebab ketidakmampuan pada orang Amerika
dewasa. Prevalensi osteoartritis di Eropa dan America lebih besar dari pada
prevalensi di negara lainnya. The National Arthritis Data Workgroup (NADW)
memperkirakan 9 penderita osteoartritis di Amerika pada tahun 2005 sebanyak 27
juta yang terjadi pada usia 18 tahun keatas. Data tahun 2007 hingga 2009 prevalensi
naik sekitar 1 dari 5 atau 50 juta jiwa yang didiagnosis dokter menderita osteoartritis
(Murphy dan Helmick, 2012). Estimasi insiden osteoartritis di Australia lebih besar
pada wanita dibandingkan pada laki-laki dari semua kelompok usia yaitu 2,95 tiap
1000 populasi dibanding 1,71 tiap 1000 populasi (Woolf dan Pfleger, 2003). Di
Asia, China dan India menduduki peringkat 2 teratas sebagai negara dengan
epidemiologi osteoartritis tertinggi yaitu berturut-turut 5.650 dan 8.145 jiwa yang
menderita osteoartritis lutut (Fransen et. al, 2011). Data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 hasil dari wawancara pada usia ≥ 15 tahun rata-rata
prevalensi penyakit sendi/rematik sebesar 24,7%. Provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT) merupakan provinsi dengan prevalensi OA tertinggi yaitu sekitar 33,1% dan
provinsi dangan prevalensi terendah adalah Riau yaitu sekitar 9% sedangkan di Jawa
Timur angka prevalensinya cukup tinggi yaitu sekitar 27% (Riskesdas, 2013).
Sekitar 32,99% lansia di Indonesia mengeluhkan penyakit degeneratif seperti asam
urat, rematik/radang sendi, darah tinggi, darah rendah, dan diabetes (Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2013). 56, 7% pasien di poliklinik
rheumatologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta didiagnosis menderita
osteoartritis (Soenarto, 2010). Gejala OA lutut lebih tinggi terjadi pada wanita
dibanding pada laki-laki yaitu 13% pada wanita dan 10% pada laki-laki. Murphy,
et.al mengestimasikan risiko perkembangan OA lutut sekitar 40% pada laki-laki dan
47% pada wanita.
D. Patogenesis
OA terjadi karena degradasi pada rawan sendi, remodelling tulang, dan
inflamasi. Terdapat 4 fase penting dalam proses pembentukan osteoartritis yaitu fase
inisiasi, fase inflamasi, nyeri,
Fase degradasi.
Fase inisiasi :
Ketika terjadi degradasi pada rawan sendi, rawan sendi berupaya melakukan
perbaikan sendiri dimana khondrosit mengalami replikasi dan memproduksi matriks
baru. Fase ini dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan suatu polipeptida yang
mengontrol proliferasi sel dan membantu komunikasi antar sel, faktor tersebut
seperti Insulin-like growth factor (IGF-1), growth hormon, transforming growth
factor b (TGF-b) dan coloni stimulating factors (CSFs).
Faktor-faktor ini menginduksi khondrosit untuk mensintesis asam deoksiribo
nukleat (DNA) dan protein seperti kolagen dan proteoglikan. IGF-1 memegang
peran penting dalam perbaikan rawan sendi.
Fase inflamasi :
Pada fase inflamasi sel menjadi kurang sensitif terhadap IGF-1 sehingga
meningkatnya pro-inflamasi sitokin dan jumlah leukosit yang mempengaruhi sendi.
IL-1(Inter Leukin-1) dan tumor nekrosis faktor-α (TNF-α) mengaktifasi enzim
degradasi seperti collagenase dan gelatinase untuk membuat produk inflamasi pada
osteoartritis. Produk inflamasi memiliki dampak 11 negatif pada jaringan sendi,
khususnya pada kartilago sendi, dan menghasilkan kerusakan pada sendi.

Fase nyeri:
Pada fase ini terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan
aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan penumpukan trombus dan komplek
lipid pada pembuluh darah subkondral sehingga menyebabkan terjadinya iskemik
dan nekrosis jaringan. Hal ini mengakibatkan lepasnya mediator kimia seperti
prostaglandin dan interleukin yang dapat menghantarkan rasa nyeri. Rasa nyeri juga
berupa akibat lepasnya mediator kimia seperti kinin yang dapat menyebabkan
peregangan tendo, ligamen serta spasme otot-otot. Nyeri juga diakibatkan oleh
adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla
spinalis serta kenaikan tekanan vena intramedular akibat stasis vena pada pada
proses remodelling trabekula dan subkondrial.
Fase degradasi :
IL-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi yaitu meningkatkan sintesis
enzim yang mendegradasi rawan sendi. Peran makrofag didalam cairan sendi juga
bermanfaat, yaitu apabila terjadi jejas mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan
atau CSFs akan memproduksi sitokin aktifator plasminogen (PA). Sitokin ini akan
merangsang khondrosit untuk memproduksi CSFs. Sitokin ini juga mempercepat
resorpsi matriks rawan sendi. Faktor pertumbuhan dan sitokin membawa pengaruh
yang berlawanan selama perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang
degradasi komponen matriks rawan sendi sedangkan faktor pertumbuhan
merangsang sintesis (Sudoyo et. al, 2007).
E. Manifestasi Klinis
OA dapat mengenai sendi-sendi besar maupun kecil. Distribusi OA dapat
mengenai sendi leher, bahu, tangan, kaki, pinggul, lutut.
Nyeri :
Nyeri pada sendi berasal dari inflamasi pada sinovium, tekanan pada sumsum tulang,
fraktur daerah subkondral, tekanan saraf akibat osteofit, distensi, instabilnya kapsul
sendi, serta spasme pada otot atau ligamen. Nyeri terjadi ketika melakukan aktifitas
berat. Pada tahap yang lebih parah hanya dengan aktifitas minimal sudah dapat
membuat perasaan sakit, hal ini bisa berkurang dengan istirahat.
bangun pagi.
Krepitasi :
sensasi suara gemeratak yang sering ditemukan pada tulang sendi rawan. Pembengkakan
pada tulang biasa ditemukan terutama pada tangan sebagai nodus Heberden (karena
adanya keterlibatan sendi Distal Interphalangeal (DIP)) atau nodus Bouchard
(Kekakuan sendi :
kekakuan pada sendi sering dikeluhkan ketika pagi hari ketika setelah duduk yang terlalu
lama atau setelah karena adanya keterlibatan sendi Proximal Phalangeal (PIP)).
Pembengkakan pada tulang dapat menyebabkan penurunan kemampuan pergerakan
sendi yang progresif.
Deformitas sendi :
pasien seringkali menunjukkan sendinya perlahan-lahan mengalami pembesaran,
biasanya terjadi pada sendi tangan atau lutut (Davey, 2006).
F. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menentukan diagnostik OA selain melalui pemeriksaan fisik juga diperlukan
pemeriksaan penunjang seperti radiologis dan pemeriksaan laboratorium. Foto polos
dapat digunakan untuk membantu penegakan diagnosis OA walaupun sensivitasnya
rendah terutama pada OA tahap awal. USG juga menjadi pilihan untuk menegakkan
diagnosis OA karena selain murah, mudah diakses serta lebih aman dibanding sinar-X,
CT-scan atau MRI (Amoako dan Pujalte, 2014).13
Radiologi
Setiap sendi yang menyangga berat badan dapat terkena osteoartritis, seperti panggul,
lutut, selain itu bahu, tangan, pergelangan tangan, dan tulang belakang juga sering
terkena.
Gambaran radiologi OA sebagai berikut: Pembentukan osteofit: pertumbuhan tulang baru
(semacam taji) yang terbentuk di tepi sendi. Penyempitan rongga sendi : hilangnya
kartilago akan menyebabkan penyempitan rongga sendi yang tidak sama. Badan yang
longgar : badan yang longgar terjadi akibat terpisahnya kartilago dengan osteofit.
Kista subkondral dan sklerosis: peningkatan densitas tulang di sekitar sendi yang
terkena dengan pembentukan kista degenerative Bagian yang sering terkena OA
Lutut :
 Sering terjadi hilangnya kompartemen femorotibial pada rongga sendi.
 Kompartemen bagian medial merupakan penyangga tubuh yang utama, tekanannya
lebih besar sehingga hampir selalu menunjukkan penyempitan paling dini. Tulang
belakang :
 Terjadi penyempitan rongga diskus.
 Pembentukan tulang baru (spuring/pembentukan taji) antara vertebra yang berdekatan
sehingga dapat menyebabkan keterlibatan pada akar syaraf atau kompresi medula
spinalis.
 Sklerosis dan osteofit pada sendi-sendi apofiseal invertebrata.14 Panggul :
 Penyempitan pada sendi disebabkan karena menyangga berat badan yang terlalu berat,
sehingga disertai pembentukan osteofit femoral dan asetabular.
 Sklerosis dan pembentukan kista subkondral.
 Penggantian total sendi panggul menunjukkan OA panggul yang sudah berat. Tangan :
 Biasanya mengenai bagian basal metakarpal pertama.
 Sendi-sendi interfalang proksimal ( nodus Bouchard ).
 Sendi-sendi interfalang distal ( nodus Heberden ) (Patel, 2007).
G. Klasifikasi
Menurut Kellgren dan Lawrence osteoartritis dalam pemeriksaan radiologis
diklasifikasikan sebagai berikut:
Grade 0: Normal, Tidak tampak adanya tanda-tanda OA pada
radiologis.
Grade 1: Ragu-ragu, tanpa osteofit.
Grade 2: Ringan, osteofit yang pasti, tidak terdapat ruang antar
sendi.
Grade 3: Sedang, osteofit sedang, terdapat ruang antar sendi
yang cukup besar.
Grade 4: Berat atau parah, osteofit besar, terdapat ruang antar
H. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pada OA untuk mengurangi tanda dan gejala OA, meningkatkan
kualitas hidup, meningkatkan kebebasan dalam pergerakan sendi, serta memperlambat
progresi osteoartritis. Spektrum terapi yang diberikan meliputi fisioterapi, pertolongan
ortopedi, farmakoterapi, pembedahan, rehabilitasi.
a. Terapi konservatif
Terapi konservatif yang bisa dilakukan meliputi edukasi kepada pasien, pengaturan gaya
hidup, apabila pasien termasuk obesitas harus mengurangi berat badan, jika
memungkinkan tetap berolah raga (pilihan olah raga yang ringan seperti bersepeda,
berenang).
b. Fisioterapi
Fisioterapi untuk pasien OA termasuk traksi, stretching, akupuntur, transverse friction
(tehnik pemijatan khusus untuk penderita OA), latihan stimulasi otot, elektroterapi.
c. Pertolongan ortopedi
Pertolongan ortopedi kadang-kadang penting dilakukan seperti sepatu yang bagian dalam
dan luar didesain khusus pasien OA, ortosis juga digunakan untuk mengurangi nyeri
dan
meningkatkan fungsi sendi (Michael et. al, 2010).
d. Farmakoterapi
- Analgesik / anti-inflammatory agents.COX-2 memiliki efek anti inflamasi spesifik.
Keamanan dan kemanjuran dari obat anti inflamasi harus selalu dievaluasi agar tidak
menyebabkan toksisitas.

Contoh:

Ibuprofen : untuk efek antiinflamasi dibutuhkan dosis 1200-2400mg sehari.

Naproksen : dosis untuk terapi penyakit sendi adalah 2x250- 375mg sehari. Bila perlu
diberikan 2x500mg sehari.
- Glucocorticoids
Injeksi glukokortikoid intra artikular dapat menghilangkan efusi sendi akibat inflamasi.
Contoh: Injeksi triamsinolon asetonid 40mg/ml suspensi
hexacetonide 10 mg atau 40 mg.
- Asam hialuronat
- Kondroitin sulfat
- Injeksi steroid seharusnya digunakan pada pasien dengan diabetes yang telah
hiperglikemia.
Setelah injeksi kortikosteroid dibandingkan dengan plasebo, asam hialuronat, lavage
(pencucian sendi), injeksi kortikosteroid dipercaya secara signifikan dapat
menurunkan nyeri sekitar 2-3 minggu setelah penyuntikan (Nafrialdi dan Setawati,
2007).
e. Pembedahan
- Artroskopi merupakan prosedur minimal operasi dan menyebabkan rata infeksi yang
rendah (dibawah 0,1%). Pasien dimasukkan ke dalam kelompok 1 debridemen
artroskopi, kelompok 2 lavage artroskopi, kelompok 3 merupakan kelompok plasebo
hanya dengan incisi kulit. Setelah 24 bulan melakukan prosedur tersebut didapatkan
hasil yang signifikan pada kelompok 3 dari pada kelompok 1 dan 2.
- Khondroplasti : menghilangkan fragmen kartilago. Prosedur ini digunakan untuk
mengurangi gejala osteofit pada kerusakan meniskus.
- Autologous chondrocyte transplatation (ACT)
- Autologous osteochondral transplantation (OCT)
(Michael et. al, 2010).
I. Faktor Risiko
- Perbedaan ras
Perbedaan ras menunjukkan distribusi sendi OA yang terkena, misalnya rata-rata wanita
dengan Ras Afrika-Amerika terkena OA lutut lebih tinggi daripada wanita ber ras
Kaukasia. Ras Afrika hitam, China, dan Asia-Hindia menunjukkan prevalensi OA
panggul dari pada ras Eropa-Kaukasia.
- Usia
Gejala dan tanda pada radiologi OA lutut sangat banyak dideteksi sebelum usia 40 tahun.
Bertambahnya usia, insiden OA juga semakin meningkat. Insiden meningkat tajam
pada usia
sekitar 55 tahun.
- Faktor genetik
Faktor genetik merupakann faktor penting. Anak perempuan dengan ibu yang memiliki
OA berisiko lebih tinggi dari pada anak laki-laki karena OA diwariskan diwariskan
kepada anak perempuan secara dominan sedangkan pada laki-laki diwariskan secara
resesif. Selain itu genetik menyumbang terjadinya OA pada tangan sebanyak 65%,
OA panggul sebanyak 50%, OA lutut sebanyak 45%, dan 70% OA pada cervical dan
spina lumbar.
- Obesitas
Obesitas merupakan faktor penting terkait perkembangan OA pada lutut tetapi hubungan
ini lebih kuat pada wanita. Risikoterjadinya OA dua kali lebih besar pada orang
dengan berat badanberlebih dari pada kelompok orang dengan berat badan normal.
Selain itu dilihat dari perubahan radiologis, obesitas merupakan prediktor
ketidakmampuan yang progresif. Tetapi hubungan ini tidak jelas pada OA panggul
dan OA tangan.
- Riwayat bedah lutut atau trauma
Trauma pada sendi merupakan faktor risiko berkembangnya penyakit OA. Hal ini
dikarenakan kemungkinan adanya kerusakan pada mayor ligamen, tulang pada sekitar
sendi tersebut. Trauma merupakan faktor risiko pada OA lutut karena kerusakannya
bisa menyebabkan perubahan pada meniskus, atau ketidakseimbangan pada anterior
ligamen krusial dan ligamen kolateral.
- Aktivitas berat yang berlangsung lama
Penggunaan sendi dalam aktivitas berat yang berlangsung lama menjadi faktor risiko
berkembangnya penyakit OA. Pekerjaan seperti kuli angkut barang, memanjat
menyebabkan peningkatan OA lutut, hal ini biasanya terjadi pada laki-laki. Selain itu
kebiasaan yang membungkuk terlalu lama seperti petani, atau tukang cuci
meningkatkan risiko terjadinya OA panggul. Altet olahraga wanita ataupun lelaki
menunjukkan faktor risiko besar terjadinya OA lutut dan panggul (Sambrook et. al,
2005).

Nyeri
Rasa nyeri merupakan rasa yang sering dikeluhkan oleh pasien osteoartritis kepada
dokter pada awal mula datang ke pelayanan kesehatan atau Rumah Sakit. Rasa nyeri
merupakan kunci penting yang menunjukkan arah pasien tersebut sedang mengalami
ketidakmampuan. International Association for the Study of Pain (IASP)
mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial (Melzack,
2009). Nyeri merupakan ungkapan suatu proses patologik dalam tubuh kita. Nyeri
dapat diungkapkan sebagai rasa kemeng, ngilu, linu, sengal ataupun pegal. Nyeri yang
bersumber pada visera bersifat difus, biasanya berasal dari otot skelet sehingga sering
dinyatakan sebagai rasa pegal, nyeri osteogenik sering dinyatakan sebagai kemeng,
linu, atau ngilu, sedangkan nyeri yang bersumber dari saraf perifer bersifat tajam dan
menjalar (Mardjono dan Sidharta, 2009). Seseorang dengan nyeri OA akan terjadi
disfungsi sendi dan otot sehingga akan mengalami keterbatasan gerak, penurunan
kekuatan dan keseimbangan otot. Sekitar 18% mengalami kesulitan dan keterbatasan
dalam beraktifitas, kehilangan fungsi kapasitas kerja dan penurunan kualitas hidup
(Reis et al, 2014).
Kualitas hidup
Kualitas hidup adalah komponen kebahagiaan dan kepuasan terhadap kehidupan. Banyak
sekali faktor yang mempengaruhi seperti keuangan, keamanan, atau kesehatan (Fayer
dan Machin, 2007). WHO (2004) mendefinisikan kualitas hidup merupakan persepsi
individu dimana berhubungan dengan standard hidup, harapan, kesenangan dan
perhatian mereka mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan,
hubungan sosial, dan hubungan kepada karakteristik lingkungan mereka termasuk
mengevaluasi aspek positif dan negatif dari suatu kehidupan (Skevington et. al, 2004).
Hubungan derajat nyeri dan kualitas hidup pasien oesteoartritis.
OA lutut merupakan salah satu penyebab morbiditas dan ketidakmampuan pada
seseorang terutama pada orang diusia tua. Gejala yang paling banyak terjadi adalah
nyeri dan kekakuan sendi. Gejala tersebut bisa menyebabkan ketidakmampuan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari yang mana bisa mempengaruhi kapabilitas kerja dan
kualitas hidup seseorang (Yildirim et. al, 2010). Hasil dari penelitian Alves (2011)
setelah pasien OA diukur derajat nyeri dengan menggunakan WOMAC, nyeri sedang
terjadi pada 45% pasien ketika mereka berjalan pada bidang yang datar dan 40% nyeri
pada malam hari terjadi ketika duduk atau hendak tidur, selain itu 55% mengalami
nyeri yang ekstrim/buruk ketika menaiki atau menuruni tangga (Alves dan Bassitt,
2011). Nyeri tersebut disebabkan karena degenerasi dari proteoglikan, dan sendi
rawan, pelepasan mediator inflamasi serta pembentukan osteofit. Pada fase awal
terjadi degenerasi rawan sendi yang nantinya akan membentuk produk inflamasi. Pada
fase inflamasi mekanisme tubuh berupaya dengan mengeluarkan prostaglandin dan
interleukin sebagai reseptor nyeri. Bila terjadi inflamasi akan menyebabkan sel kurang
sensitif. Nyeri juga disebabkan karena Iskemik dan nekrosis jaringan serta osteofit
yang menekan periosteum dan radiks syaraf. Pada tahap yang lebih lanjut akan terjadi
disfungsi pada sendi dan otot sehingga nyeri yang dirasakan semakin berat dan intens
(Sudoyo et. al, 2007). Nyeri akan menyebabkan keterbatasan gerak, penurunan
kekuatan dan keseimbangan otot, kesulitan dan keterbatasan dalam beraktifitas.
Kehilangan fungsi kapasitas kerja dan berujung pada penurunan/gangguan kualitas
hidup (Reis et. al, 2014). Pengukuran kualitas hidup merupakan pengukuran yang
relevan dan penting dalam menilai kondisi fisik, sosial, emosional yang mana sebagai
akibat dari menderita osteoartritis (Miller et. al, 2013).
J. Hipotesis
Terdapat hubungan yang bermakna antara derajat nyeri dengan perburukan kualitas
hidup padapasien osteoartritis, apabila terjadi peningkatan derajat nyeri akan
memperburuk kualitas hidup pasien osteoartriti

ASKEP OSTEOARTRITIS

A.    PENGKAJIAN
1.    Biodata meliputi ( nama, usia, jenis kelamin, suku dan kebangsaan, pendidikan,
pekerjaaan, alamat, TMR )
2.    Keluhan utama
Nyeri pada salah satu sendi, kekakuan
3.      Riwayat penyakit sekarang
4.      Riwayat penyakit dahulu
5.      Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit osteoarthritis?
6.      Pengkajian data dasar
a.    Aktivitas/Istirahat
1)   Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan memburuk dengan stress pada sendi,
kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan simetris limitimasi
fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan,
keletihan, malaise.
2)      Keterbatasan ruang gerak, atropi otot, kulit: kontraktor/kelainan pada sendi
dan otot.
b.    Kardiovaskuler
1)      Fenomena Raynaud dari tangan (misalnya pucat litermiten, sianosis
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.
c.    Integritas Ego
1)   Faktor-faktor stress akut/kronis (misalnya finansial pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
2)   Keputusasaan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan).
3)   Ancaman pada konsep diri, gambaran tubuh, identitas pribadi, misalnya
ketergantungan pada orang lain.
d.   Makanan / Cairan
1)   Ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengkonsumsi makanan atau
cairan adekuat mual, anoreksia.
2)   Kesulitan untuk mengunyah, penurunan berat badan, kekeringan pada
membran mukosa.
e.                       Hygiene
Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan diri, ketergantungan
pada orang lain.

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN


1.    Nyeri akut b/d distensi jaringan oleh akumulasi cairan/proses inflamasi,
distruksi sendi.
2.    Gangguan Mobilitas Fisik b/d nyeri, ketidak nyamanan ,penurunan kekuatan
otot.
3.     Kurang Perawatan Diri berhubungan dengan Kerusakan musculoskeletal
C.INTERVENSI

no Diagnose Intervensi
1 Nyeri akut OBSERVASI:
 Identifikasi
lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas,inte
sitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi nyeri non farmakologis
TERAPEUTIK:
 Berikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
 Control lingkungan yang memberat rasa nyeri
 Fasilitas istirahat dan tidur
EDUKASI:
 Jelaskan penyebab,priode,dan pemicu nyeri
 Jelaskan srategi meredakan nyeri
KOLABORASI
 Pemberian analgetik

2 Gangguan Mobilitas Fisik  Observasi:


 Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
lainnya
 Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
Terapeutik:
 Fasilitasi aktivitas fisik mobilisasi dengan alat
bantu
 Fasilitasi melakukan pergerakan
Edukasi:
 Ajarkan tujuan dan prosedur mobilisasi
 Ajurkan mobilisasi dini

3 Observasi:
 Identifikasi perubahan citra tubuh yang
mengakibatkanisolasi diri
 Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap
diri sendiri
Terapeutik
 Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap
harga darah
 Diskusikan cara mengembangkan harapan citra
tubuh secara realistis
Edukasi:
 Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan
perubahan citra tubuh
Latih pengungkapan kemampuan diri kepada orang lain
maupun kelompok
BAB III
PENUTUP

1 Kesimpulan
Osteoarthritis merupakan penyakit sendi yang paling sermg dijumpai dan
seringkali menimbulkan kecacatan yang akan berakibat menurunkan produktifitas
perorangan. Banyaknya faktor risiko yang berperan mengakibatkan risiko untuk
terkenanya penyakit ini tinggi.
Pengobatan osteoarthritis secara farmakologik (steroid dan non steroid)
memang jelas bermakna mengurangi keluhan rasa nyeri sebagaimana dikerjakan
secara klinik sampai saat ini. Masalah yang timbul adalah dengan pemakaian obat
yang relatif lama, obat akan memberikan efek samping yang membahayakan oleh
karena adanya kemungkinan kerusakan ginjal dan sistim hematologik. Malahan
disebutkan pemberian kortikosteroid akan dapat merusak tulang rawan sendi itu
sendiri.Pemberian anti inflamasi steroid atau non steroid tidak meningkatkan
kemampuan peran sel tulang rawan sendi untuk menghambat proses biokimiawi
intraselular yang sedang terjadi.

2. Saran
Oleh karena bahan ini diketahui secara alami banyak didapat dari jaringan
binatang (tulang rawan ikan hiu) yang tentunya terbatas surnbernya rnaka perlu
diingat; bahwa pene1itian tentang bahan kondroprotektor ini rnutlak harus diikuti
dengan penelitian tentang fabrikasi bahan, dengan sendirinya yaitu dengan
penelitian-penelitian untuk rneciptakan bahan sintetiknya yang rnernpuyai efek
yang sarna atau serupa, dan diharapkan juga adanya penelitian lebih lanjut tentang
rnanfaat dan efek sarnping penggunaannya dalarn usaha untuk rnengharnbat
proggresivitas penyakit osteoarthritis agar tidak terjadi kerusakan yang lebih
lanjut.

Anda mungkin juga menyukai