Anda di halaman 1dari 11

SATUAN ACARA PENYULUHAN

TERAPI OKUPASI

DISUSUN OLEH :
BAKTI YOGA PRATAMA
EFITA EKO EFA R.D
DINDA LASTE A
ATIKAH DINI LESTARI
DIMAS BAGUS ROSALDHY

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Terapi Okupasi


Sasaran : Pasien&Keluarga Pasien di R. Bima RSUD Banyumas
Hari/Tanggal : Senin, 16 Maret 2020
Waktu : 10.00 s/d selesai
Tempat : Ruang Bima RSUD Banyumas
A. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan selama 1x30 menit pasien
dan keluarga mampu menjelaskan Terapi Okupasi.

2. Tujuan Instruksional Khusus (TIU)


Setelah dilakukan penyuluhan tentang Terapi Okupasi selama 1x30
menit, klien dan keluarga diharapkan mampu :
a. Keluarga pasien mampu menjelaskan definisi Halusinasi
b. Keluarga pasien mampu menjelaskan Terapi Okupasi

B. Proses Pelaksanaan
No. Kegiatan Penyuluh Peserta
1. Pendahuluan 1. Mengucapkan salam 1. Menjawab salam
(5 menit) 2. Menjelaskan tujuan 2. Memperhatikan dan
pembelajaran mendengarkan
3. Menyebutkan materi 3. Keluarga memahami
yang        diberikan tujuan dengan baik.
4. Menanyakan terkait 4. Keluarga menjawab
materi apakah keluarga pertanyaan
dan pasien sudah 5. Keluarga berpartisipasi
mengetahui dalam diskusi awal.
sebelumnya
5. Menanyakan kesiapan
keluarga dan pasien
2. Kerja Melakukan pendidikan 1. Pasien dan keluarga
(20 menit) kesehatan dengan mendengarkan dan
cearamah, tanya jawab memperhatikan dengan
tentang baik.
1. Menjelaskan 2. Pasien dan keluarga
definisi Halusinasi mengajukan pertanyaan
2. Menjelaskan
Terapi Okupasi
3. Penutup Evaluasi 1. Memberikan jawaban
(5 menit) 1. Menanyakan pada sesuai dengan
klien tentang materi pertanyaan.
yang telah diberikan. 2. Mendengarkan
2. Menyimpulkan 3. Menjawab salam
materi tentang Terapi
Okupasi
3. Mengucapkan salam

C. Metode
Metode yang digunakan adalah ceramah, diskusi dan tanya jawab.

D. Media
Media : Power point, leaflet.

E. Pengorganisasian
1) Penanggung Jawab : Dinda Laste A
Tugas                           :  - Mengkoordinir acara
2) Moderator                    :  Efita Eko Efa R.D
Tugas                           : a) Membuka acara
                                    b) Menyampaikan tujuan
                                c)  Kontrak waktu pelaksanaan
                                         d) Memimpin jalannya kegiatan
3) Presenter                      :  Dinda Laste A
Tugas                          : a)  Memberikan penyuluhan
4) Observer                      :   Amelia Wahyuningsih
Tugas                          : a)  Mengamati jalannya kegiatan
                                        b)  Menyimpulkan hasil kegiatan
5) Fasilitator                     : Bakti Yoga Pratama
Atikah Dini Lestari
Dimas Bagus R

F. Setting Tempat:

G. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Waktu untuk mulai acara
b. Persiapan media
c. Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan pada keluarga dan pasien
2. Evaluasi Proses
Bagaimana berlangsungnya proses pembelajaran, ada hambatan atau
tidak ada hambatan
3. Evaluasi Hasil
Evaluasi dilakukan secara lisan dengan memberikan pertanyaan:
1. Apa itu Halusinasi?
2. Apa manfaat terapi okupasi?

MATERI PENYULUHAN
1. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghidungan. Klien
merasakan stimulasi yang sebetulnya tidak ada (Damayanti, 2008).
2. Jenis-jenis Halusinasi
Menurut yosep (2007) halusinasi terdiri dari delapan jenis.
Penjelasan secara detail mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi
adalah sebagai berikut:
a. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau
suara bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering
terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna.
Biasanya suara tersebut ditunjukan pada penderita bertengkar
dan berdebat dengan suara-suara tersebut.
b. Halusinasi penglihatan (visual, optic)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organic).
Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan
kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran
yang mengerikan.
c. Halusinasi penciuman (olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu
dan dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada
penderita. Bau dilambangkan sebagai pengalaman yang
dianggap penderita sebagai suatu kombinasi moral.
d. Halusinasi pengecapan (gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi
gastorik lebih jarang dari halusinasi pengecapan gustatorik

e. Halusinasi perabaan (taktil)


Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang
bergerak dibawah kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis
dan skizofrenia.
f. Halusinasi seksual
Halusinasi ini termasuk halusinasi raba. Penderita merasa
diraba dan diperkosa sering pada skizofrenia dengan waham
kebesaran terutama mengenai organ-organ.
g. Halusinasi kinistetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang
atau anggota badannya bergerak-gerak. Misalnya “phantom
phenomenom” atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-
gerak (phantom limb). Sering pada skizofrenia dalam keadaan
toksik tertentu akibat pemakaian obat tertentu.
h. Halusinasi viseral
Timbulnya perasaan tertentu didalam tubuhnya
3. Etiologi
a. Faktor prediposisi Menurut Yosep (2010) factor prediposisi klien dengan
halusinasi adalah:
1) Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mau mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress
2) Factor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan merasa
disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
3) Faktor biologis
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu
zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stres
berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.

4) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalagunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan
klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien
lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam
hayal.
5) Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukan
bahwa factor keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh
pada penyakit ini.
b. Faktor presipitasi
1) Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan
tidak aman, gelisah dang bingung, perilaku menarik diri, kurang perhatan,
tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan
keadaan nyata dan tidak nyata.

4. Tanda dan Gejala


Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah
sebagai berikut: Klien bicara sendiri, senyum sendiri, ketawa sendiri,
menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal
yang lambat, menarik diri dari orang lain, berusaha menghindari dari
orang lain, tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata, terjadi
peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah, perhatian
dengan lingkungan kurang atau hanya beberapa detik, berkonsentrasi
dengan pengalaman sensori, sulit berhubungan dengan orang lain, ekspresi
muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah, tidak mampu
mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan berkeringat, perilaku
panik, agitasi dan kataton, curiga dan bermusuhan, bertindak merusak diri,
orang lain dan lingkungan, ketakutan, tidak dapat mengurus diri dan biasa
terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang
5. Tahapan halusinasi
Menurut Yosep (2010) tahapan halusinasi ada lima fase, yaitu:
a. Stage I : sleep disorder fase awal seseorang sebelum muncul Klien merasa
banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut diketahui orang
lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa sulit karena
berbagai stressor terakumulasi, miasalnya kekasih hamil, terlibat narkoba,
dihianati kekasih, masalah kampus. Masalah terasa menekan karena
terakumulasi sedangkan support system kurang dan persepsi terhadap
masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangsung terus menerus sehingga
terbiasa menghayal. Klien menganggap lamunan-lamunan awal tersebut
sebagai pemecahan masalah.
b. Stage II: comforting halusinasi umum ia terima sebagai sesuatu yang alami
Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan cemas,
kesepian, perasaan berdosa, ketakutan dan mencoba memusatkan
pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman
pikiran dan sensorinnya dapat dia kontrol bila kecemasannya diatur, dalam
tahap ini ada kecenderungan klien merasa nyaman dengan halusinnya
c. Stage III condemning secara halusinasi sering mendatangi klien
Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami bias.
Klien mulai merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya
menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien mulai
menarik diri dari orang lain, dengan intensitas waktu lama.
d. Stage IV controlling severe level of anxiety fungsi sensori menjadi tidak
relevan dengan kenyataan Klien mencoba melawan suara-suara atau
sensori abnormal yang datang. Klien dapat merasakan kesepian bila
halusinnya berakhir. Dari sinilah dimulai fase gangguan psikotik
e. Stage V conquering panic level of anxiety klien dapat mengalami gangguan
dalam menilai lingkungannya Pengalaman sensorinnya terganggu. Klien
mulai terasa terancam dengan datangnya suara-suara terutama bila klien
tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari
halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama minimal empat jam
atau seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi
gangguan psikotik berat.

6. Penatalaksanaan halusinasi
a. Penatalaksaan medis
Penatalaksanaan klien skizofrenia yang mengalami halusinasi adalah
dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain, (Stuart, Laraia,
2005) yaitu:
1) Psikofarmokologi, obat yang lazim digunakan pada gejala
halusinasi pendengaran yang merupak gejala psikosis pada klien
skizofrenia adalah obat anti psikosis. Adapun kelompok yang
umum digunakan adalah fenotiazin asetofenazin (tindal),
klorpromazin (thorazine), flufenazine (prolixine, permitil),
mesoridazin (serentil), perfenazin (trilafon), proklorperazin
(compazine), promazin (sparine), tioridazin (mellaril),
trifluoperazin (stelazine), trifluopromazin (vesprin), 60-120 mg,
tioksanten klorprotiksen (taractan), tioksen (navane) 75-600 mg,
butirofenom haloperidol (Haldol) 1-100 mg, dibenzodiazepin
klozapin (clorazil) 300-900 mg, dibenzokasazepin loksapin
(loxitane) 20-150 mg, dihidroindolon molindone (moban) 15-225
mg.
2) Terapi kejang listrik / Electro compulsive therapy (ECT) ECT
adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall secara
artificial dengan melawan aliran listrik melalui electrode yang
dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik diberika
pada skizoprenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika
oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik
(Maramis, 2005).
b. Penatalaksaan keperawatan
1) Mengajarkan SP kepada pasien halusinasi.
a) Menghardik
b) Patuh minum obat
c) Bercakap-cakap
d) Melakukan kegiatan
Penelitian I Wayan Candra dkk (2013) meneliti terapi
okupasi aktivitas menggambar terhadap perubahan halusinasi pada
pasien skizofrenia hasil penelitian menunjukan p=0,000. Hasil
tersebut menemukan adanya pengaruh terapi okupasi aktivitas
menggambar terhadap perubahan halusinasi pada pasien
skizofrenia. Aktivitas menanam yang dilakukan bertujuan untuk
meminimalisasi interaksi pasien dengan dunianya yang tidak nyata,
mengeluarkan pikiran, perasaan, atau emosi yang selama ini
mempengaruhi perilaku yang tidak disadarinya, memberi motivasi
dan memberikan kegembiraan, hiburan, serta mengalihkan
perhatian pasien dari halusinasi yang dialami sehingga pikiran
pasien tidak terfokus dengan halusinasinya khusus nya pada pasien
halusinasi pendengaran (Yosep, 2009).
Apabila paasien mampu melakukan aktivitas dengan baik
pada saat pelaksanaan terapi. Keadaan demikian mempengaruhi
pasien lain tetap focus dan menikmati aktivias yang diberikan
untuk mengikuti teman sekelompoknya sehingga halusinasi dapat
dialihkan. Hal ini sesuai dengan Herman (2011) Aktivitas dalam
okupasi terapi hanya media, tidak untuk menyembuhkan. Peranan
terapi tersebut sebagai penghubung antara batin klien dengan dunia
luar, berhubungan dengan tujuan pekerjaan dan dapat meningkatan
kemampuan klien bersosialisasi dalam kelompok terapi.

Anda mungkin juga menyukai