Anda di halaman 1dari 6

Perkembangan Uang Elektronik di Indonesia Tahun 2009-2011:

Kajian Regulasi, Pertumbuhan Volume dan Nilai Transaksi

Noversyah
Fakultas Ekonomi – Universitas Gunadarma
nover@staff.gunadarma.ac.id

Abstrak

Uang elektronik dibedakan dari Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) dilihat keterkaitannya
dengan rekening di bank serta batasan transaksi dari kedua jenis alat pembayaran berbasis elektronik
tersebut. Kepemilikan APMIK yang terdiri dari kartu kredit dan kartu ATM/Debit harus dikaitkan dengan
kepemilikan rekening dari pemilik/pengguna APMK tersebut, sedangkan pengguna uang elektronik tidak
perlu mempunyai rekening di penerbit uang elektronik. Perbedaan karakteristik dan batasan nilai
transaksi uang elektronik sudah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI 2009 tentang
uang elektronik serta Surat Edaran (SE) No. 11/11/DASP tanggal 13 April 2009. Regulasi tersebut
membatasi nilai transaksi melalui uang elektronik yang relatif sangat kecil dibandingkan dengan APMK.
Meskipun ada pembatasan transaksi tersebut, pertumbuhan uang elektronik di Indonesia dalam kurun
waktu 2009 sampai 2011 meningkat sebesar 2381 persen dengan pertumbuhan nilai transaksinya
mencapai 475%.

Kata Kunci: Uang Elektronik, APMK, Bank Indonesia

PENDAHULUAN

Perbankan termasuk sektor perekonomian yang relatif lebih maju dalam penerapan teknologi
informasi, mulai dari core banking system sampai aplikasi di front-end yang berhubungan
langsung dengan nasabah seperti e-banking, Alat Pembayaran Menggunakan Kartu, dan uang
elektronik. Tiga yang terakhir berhubungan sistem pembayaran yang menjadi tugas pokok dari
Bank Indonesia. Uang elektronik merupakan alat pembayaran yang relatif baru dibandingkan
dengan APMK (Alat Pembayaran Menggunakan Kartu) yang terdiri dari kartu kredit, kartu ATM
atau kartu debit. Jumlah APMK dan uang elektronik tercatat sebanyak 25% jumlah penduduk di
Indonesia.

Regulasi uang elektronik di Indonesia relatif baru, dan pada awalnya masih disatukan dengan
regulasi APMK yang secara teknologi juga sarat dengan penerapan teknologi informasi dan
komunikasi. Akhirnya pada tahun 2009 Uang Elektronik dibedakan dari APMK dan diatur
tersendiri melalui Peraturan Bank Indonesia. Regulasi uang elektronik tersebut relatif tidak
seketat APMK karena sifat dasar uang elektroniknya masih dibatasi nilai tersimpan dan
transaksi. Regulasi uang elektronik di Indonesia yang relatif belum ketat seperti regulasi di
Amerika Serikat yang juga tidak seketat dengan regulasi di Uni Eropa (Krueger, 2002).

Berdasarkan data statistik pembayaran dari Bank Indonesia, jumlah dan nilai transaksi APMK
dan uang elektronik sampai November 2011 tercatat sebanyak 58146288 kartu/uang elektronik
atau meningkat pesat dibandingkan tahun 2007 yang baru tercatat sebanyak 35197014 buah.
Khusus untuk ATM/Debet, volume transaksinya tercatat sebanyak 1.103.226.020 transaksi
dengan nilai mencapai Rp 1679,4 Triliun. Untuk kartu kredit tercatat 129,292.524 Transaksi
dengan nilai Rp 72,6 Triliun pada tahun 2007, dan meningkat pesat pada November 2011 sebesar
190634305 transaksi dengan nilai sebesar Rp 165,6 Triliun (Statistik Sistem Pembayaran Bank
Indonesia, 2012).

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang makin pesat dan terbentuknya
masyarakat informasi yang mulai melek teknologi informasi, termasuk dalam alat pembayaran
elektronik, penggunaan kartu elektronik di Indonesia akan makin meningkat. Artikel ini
membahas aspek regulasi dari uang elektronik yang telah diterbitkan oleh Bank Indonesia yang
dititikberatkan pada perbedaannya dengan APMK. Perkembangan uang elektronik setelah
penerbitan regulasi tersebut dianalisis laju pertumbuhannya termasuk perbandingannya dengan
alat pembayaran konvensional yang berupa uang kartal dan uang giral.

REGULASI UANG ELEKTRONIK DI INDONESIA

Alat pembayaran berbasis non-tunai di Indinesia terdiri dari dua jenis yaitu Alat Pembayaran
dengan Menggunakan Kartu (APMK) dan Uang Elektronik atau electronic money. APMK terdiri
dari tiga jenis atau tipe yaitu Kartu ATM, Kartu Debet, dan Kartu Kredit. Kartu ATM dan kartu
Debet disebut juga kartu yang berbasis rekening. Bank Indonesia membedakan APMK dengan
uang elektronik pada tahun 2008 yaitu dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia (PBI)
No. 11/12/PBI/2009 tanggal 13 April 2009 tentang Uang Elektronik. PBI tersebut dikatakan
bahwa per tanggal 13 April 2009 pengaturan mengenai Uang Elektronik terpisah dengan
pengaturan mengenai Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK). APMK
merupakan alat pembayaran yang berupa kartu kredit, kartu Automated Teller Machine (ATM)
dan/atau kartu debet, yang sudah dikenal lebih lama dibandingkan uang elektronik.
Regulasi tentang APMK itu sendiri sudah berupa rangkaian PBI yang sudah direvis atau
diadendum. Perubahan regulasi yang terakhir adalah melalui PBI Nomor: 14/2/PBI/ 2012 tentang
Perubahan Atas PBI Nomor 11/11/PBI/2009 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan APMK. Ada 10
pasal baru, 15 pasal yang diubah, dan 15 pasal yang dihapus. Secara tertulis BI menyebutkan
bahwa PBI No.11/11/PBI/2009 diubah dengan dasar pertimbangan untuk meningkatkan
penerapan aspek kehati-hatian, aspek perlindungan konsumen, dan manajemen risiko pemberian
kredit dalam penyelenggaraan APMK. Aspek kehati-hatian dan pengamanan transaksi kartu
kredit tersebut relatif lebih tinggi dibandingkan dengan keamanan uang elektronik yang memang
masih dibatasi nilai penyimpanannya dalam kartu uang elektronik yaitu sebesar satu juta rupiah.

Regulasi Uang elektronik baru diterbitkan belakangan atau sebelum regulasi APMK. Bank
Indonesia menerbitkan regulasi uang elektrojik melalui PBI No. 11/12/PBI 2009 yang dilengkapi
dengan Surat Edaran (SE) No. 11/11/DASP tanggal 13 April 2009. Berdasarkan regulasi
tersebut, definisi uang elektronik berbeda dengan definisi APMK yang mencakup kartu ATM,
kartu debet, kartu kredit. Pengertian uang elektronik menurut PBI tersebut adalah “alat
pembayaran yang memenuhi unsur: (a) diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih
dahulu oleh pemegang kepada penerbit; (b) nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu
media seperti server atau chip; (c) digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang
bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut; dan (d) nilai uang elektronik yang disetor
oleh pemegang dan dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan.“

Nilai Uang Elektronik adalah nilai uang yang disimpan secara elektronik pada suatu media yang
dapat dipindahkan untuk kepentingan transaksi pembayaran dan/atau transfer dana. Pada Pasal
14 Ayat (1) disebutkan bahwa: “Bank Indonesia menetapkan batas paling banyak Nilai Uang
Elektronik yang disimpan pada media elektronik dan batas paling banyak total nilai transaksi
Uang Elektronik dalam periode tertentu.” Nilai uang elektronik yang tersimpan tersebut tidak
akan hilang jika penerbit menetapkan masa berlaku uang elektronik dan masa berlakunya sudah
habis, seperti tercantum pada Pasal 15 yang berbunyi: “Dalam hal media Uang Elektronik
mempunyai masa berlaku (expiry date) maka Penerbit dilarang untuk menghapus atau
menghilangkan Nilai Uang Elektronik ketika masa berlaku media Uang Elektronik tersebut
berakhir.”
Pembatasan nilai dan nominal transaksi uang elektronik disebutkan dalam SE nomor
11/11/DASP tanggal 13 April 2009 pada bagian VII.B.1 yang berbunyi: “Batas Nilai Uang
Elektronik untuk jenis registered dan unregistered diatur sebagai berikut: (a) Batas Nilai Uang
Elektronik untuk jenis unregistered paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan (b)
Batas Nilai Uang Elektronik untuk jenis registered paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta
rupiah)”. Jadi jika uang elektronik sebesar 1 Juta Rupiah tidak perlu melakukan regristasi nama
pemilik atau penggunanya, sedangkan uang elektronik dengan isi maksimal sebesar lima juta
rupiah harus diregristasi ke penerbitnya.

PERKEMBANGAN JUMLAH DAN NILAI TRANSAKSI UANG ELEKTRONIK

Jumlah Uang Elektronik yang beredar lima tahun lalu baru 165193 kartu. Volume transaksinya
hanya 586046 senilai Rp 5,3 Milyar saja. Dalam lima tahun, jumlah uang elektronik bertambah
7667% menjadi 12831293. Volume uang elektronik meningkat pesat menjadi 4120120 transaksi
dengan nilai traksaksi sebesar Rp 77,2 Milyar per November 2011. Jumlah tersebut relatif masih
sedikit dibandingkan dengan volumen dan nilai transaksi APMK. Perkembangan volume dan
nilai transaki uang elektronik dalam kurun waktu mulai dari Januari 2009 sampai Desember
2012 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Perkembangan nilai, volumem dan jumlah uang elektronik Januari 2009 - 2012
Nilai Volume Jumlah Periode Nilai Volume Jumlah
Periode (Jutaan) (Jutaan) (Jutaan) (Satuan) (Jutaan) (Jutaan) (satuan)
Desember 2011 124.640 4.669.233 14.299.726 Juni 2010 60.725 2.230.367 4.860.142
November 2011 77.238 4.120.120 12.831.293 Mei 2010 51.386 2.126.067 4.024.801
Oktober 2011 78.311 3.937.939 12.130.185 April 2010 48.985 2.065.037 3.757.335
September 2011 84.094 3.472.472 11.708.064 Maret 2010 64.640 1.993.607 3.503.356
Agustus 2011 102.308 3.399.868 11.295.213 Februari 2010 55.148 1.914.662 3.335.234
Juli 2011 116.734 3.703.291 10.853.193 Desember 2009 64.971 2.037.268 3.016.272
Juni 2011 95.056 3.085.833 10.715.036 November 2009 57.642 1.737.553 2.878.604
Mei 2011 67.076 3.162.917 10.196.197 Oktober 2009 55.257 1.785.942 2.558.329
April 2011 59.243 3.108.815 9.809.494 September 2009 68.424 2.047.470 2.313.068
Maret 2011 60.762 3.216.170 9.400.205 Agustus 2009 42.865 1.366.804 2.032.859
Februari 2011 51.670 2.339.473 8.767.341 Juli 2009 42.193 1.449.281 1.857.743
Januari 2011 64.164 2.844.018 8.428.687 Juni 2009 41.019 1.427.700 1.861.955
Desember 2010 63.900 2.898.167 7.914.018 Mei 2009 39.493 1.664.352 1.753.950
November 2010 54.301 2.326.155 7.314.991 April 2009 32.526 1.431.314 1.532.272
Oktober 2010 64.234 2.446.354 6.727.843 Maret 2009 29.776 1.235.384 1.423.515
September 2010 57.276 1.999.368 6.444.619 Februari 2009 23.389 760.746 1.151.832
Agustus 2010 56.917 2.243.698 6.049.007 Januari 2009 21.658 492.818 576.264
Juli 2010 58.542 2.279.353 5.365.412
Pertumbuhan pesat uang elektronik relatif lebih cepat dibandingkan APMK dengan
perkembangan untuk ketiga jenis APMK (Kartu Kredit, Kartu ATM, dan Kartu ATM+Debet)
untuk tahun terakhir sampai bulan September 2012 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. Jumlah APMK periode Januari – September 2012

(Sumber: Statistik Sistem Pembayaran – BI di dalam Hermana (2013))

Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa pertumbuhan kartu kredit lebih banyak dibandingkan kartu
ATM dengan penambangan kartu kredit sebanyak lebih dari satu juta kartu dalam waktu setahun,
sedangkan pertambahan kartu ATM kurang dari 600 ribu kartu. Penambahan jumlah kartu
kredit dari tahun 2007 sampai kuartal ketiga tahun 2012 sebanyak 9,148,104 kartu atau dengan
laju pertumbuhan mencapai 70,42 persen. Pertumbuhan tersebut masih lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan uang elektronik untuk periode 2009 sampai 2011 yang mencapai
2381 persen. Untuk APMK jenis kartu kredit, per September 2012 nilai transaksi kartu kredit
tercatat sebesar 16,16 Triliun Rupiah dengan volume transaksi sebanyak 17,306,708 yang
sebagian besar berasal dari transaksi belanja sebesar 15,8 Triliun Rupiah dan sisanya transaksi
tunai. Persentase pertumbuhan uang elektronik dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (2009-
2011) jauh lebih tinggi dari pertumbuhan APMK. Selama tiga tahun terebut nilai transaksi uang
elektronik hampir lima kali lipat atau tumbuh sebesar 475 persen.

Perkembangan uang elektronik selama 2 tahun tersebut menunjukkan bahwa uang elektronik
berkembang pesat dengan tingkat pertumbuhan yang jauh di atas APMK, meskipun total nilai
transakasinya masih relatif rendah. Nilai transaksi yang lebih rendah tersebut lebih disebabkan
karena adanya pembatasn nilai uang elektronik yang tersimpan dalam medianya. Dengan
menggunakan kecenderungan pertumbuhan dalam dua tahun tersebut, penggunaan uang
elektronik di Indonesia akan semakin meningkat pesat dalam lima tahun ke depan, apalagi jika
penerbit uang elektroniknya semakin banyak, termasuk yang berbasis server yang dapat dikelola
oleh penyedia jasa telekomunikasi.
KESIMPULAN

Di masa datang uang ini diperkirakan akan meningkat pesat meskipun nilai yang terkandung
dalam uang elektronik tersebut terbatas yaitu hanya sebesar maksimal satu juta rupiah. Penerbit
uang elektronik yang tidak hanya sebatas pihak bank dapat meningkatkan peredaran uang
elektonik di Indonesia. Penyedia jasa telekomunikasi diperbolehkan menjadi penerbit uang
elektronik dengan bekerjasama dengan sektor perbankan. Penetrasi seluler atau HP di Indonesia
yang tinggi juga akan menjadi faktor pendorong pertumbuhan kartu kredit di Indonesia yaitu
melalui uang elektronik untuk jenis online atau berbasis server. Salah satu aspek yang perlu
mendapat perhatian adalah aspek keamanan dan kehandalan daya dukung peralatan elektronik
pendukung seperti EDC dan koneksi jaringan telekomunikasi. Namun dengan masih dibatasinya
nilai transaksi uang elektronik, aspek keamanan relatif masih rendah risikonya dibandingkan
dengan transaksi melalui APMK.

Daftar Pustaka

Bank Indonesia. 2009. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI tahun 2009 tentang Uang
Elektronik.

Bank Indonesia. 2009. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/11/DASP tanggal 13 April 2009

Bank Indonesia. 2012. Statistik Sistem Pembayaran. Diakses di website Bank Indonesia
(www.bi.go.id) pada tanggal 4 Maret 2013.

Hermana, Budi. 2012. Perbankan Indonesia: Geliat dan Siasat Pasca Krisis Finansial Global.
Penerbit Leutikaprio, Yogyakarta.

Hermana, Budi. 2013. Kebijakan dan Regulasi Perbankan Indonesia. Penerbit Leutikaprio,
Yogyakarta.

Hermana, Budi. 2013. Uang Elektronik dan kemiskinan (


nustaffsite.gunadarma.ac.id/blog/bhermana/2012/01/28/uang-elektronik-dan-kemiskinan) pada
tanggal 3 Maret 2013.

Krueger, Malte. 2002. E-Money and Payment System Review. In Robert Pringle and Matthew
Robinson (eds.). E-Money and Payment System Review, London, Central Banking, 239-251.

Anda mungkin juga menyukai