Anda di halaman 1dari 21

BAB III

BELAJAR

A. Definisi Belajar
Slameto (1995) mendefinisikan belajar adalah “suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.” Winkel (1996) mengemukakan belajar adalah “suatu aktivitas
mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan lingkungan,
yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,
keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstant.”
Selanjutnya Hamalik (1983) mendefinisikan belajar adalah “suatu pertumbuhan
atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah
laku yang baru berkat pengalaman dan latihan”. Menurut kamus oxford dictionary
belajar adalah memperoleh atau mendapatkan pengetahuan atau keterampilan
tentang sesuatu melalui pengalaman, pembelajaran, atau pengajaran. Selain itu,
Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa belajar adalah berusaha
mengetahui sesuatu atau berusaha memperoleh ilmu pengetahuan (kepandaian,
keterampilan)

Definisi belajar menurut ahli-ahli psikologi pendidikan, yaitu sebagai


berikut:

 Menurut Sudjana (1989) dalam buku 'Cara Belajar Siswa Aktif dalam
Proses Belajar Mengajar', belajar adalah proses perubahan tingkah laku
karena adanya pengalaman
 Hasan (1994) berpendapat dalam buku 'Dimensi-Dimensi Psikologi
Pendidikan' bahwa belajar adalah kegiatan yang bersifat mental atau psikis
dan terjadi saat ada interaksi aktif dengan lingkungan sehingga dhasilkan
perubahan tingkah laku, ketrampilan dan sikap
 Winkel (1997) menyatakan pengertian belajar : suatu aktivitas mental atau
psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan dan nilai sikap.
Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas

 Irwanto (1997) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan


dari belum mampu menjadi sudah mampu dan terjadi dalam jangka waktu
tertentu

 Suryabrata, S. (1998) berpendapat bahwa siswa mengalami sendiri


proses dari tidak tahu menjadi tahu, karena itu belajar yang terbaik adalah
dengan mengalami dan mempergunakan pancaindera

 Muhibbidin Syah (2000) menyatakan bahwa perubahan tingkah laku akibat


belajar memiliki ciri-ciri yang khas yang dapat dilihat secara nyata dalam
tiga bentuk: (1) perubahan intensional; (2) perubahan positif dan aktif; dan
(3) perubahan efektif dan fungsional.

1) Perubahan Intensional

Perubahan tingkah laku dalam bentuk yang intensional bermakna bahwa


proses belajar berupa pengalaman atau praktek yang dilakukan secara sengaja
dan disadari. Siswa sendiri dapat menyadari bahwa ada perubahan dalam
dirinya, seperti penambahan pengetahuan, kebiasaan dan keterampilan.

2) Perubahan Positif dan Aktif

Perubahan positif yang dimaksud oleh Muhibbin Syah adalah bahwa


perubahan tersebut bersifat baik dan dapat bermanfaat bagi kehidupan
kemudian sesuai dengan harapan karena mendapatkan sesuatu yang sifatnya
baru dan tentu harus lebih baik dari keadaan sebelum ia belajar. Sedangkan
perubahan bersifat aktif merujuk kepada perubahan yang terjadi karena adanya
upaya oleh siswa itu sendiri.

3) Perubahan Efektif dan Fungsional

Perubahan hasil dari belajar dapat disebut sebagai perubahan yang efektif
jika memberi dampak dan manfaat terhadap siswa yang
bersangkutan.Kemudian, perubahan dapat dikatakan bersifat fungsional jika
perubahan yang terjadi setelah belajar itu ada di dalam diri siswa dan bersifat
relatif menetap dan bila diperlukan maka perubahan itu bisa direproduksi dan
digunakan kembali.

Perubahan yang terjadi pada diri siswa sebagai dampak dari proses
belajar dapat terjadi pada berbagai ranah, bisa kognitif, afektif, atau psikomotor.
Perubahan-perubahan yang dimiliki oleh siswa ini tentu berdeda sekali dengan
perubahan akibat refleks atau naluriah. Karena itu,untuk membuat perubahan
yang lebih efektif sebagai hasil belajar oleh siswa, guru sebaiknya memberikan
penguatan-penguatan (reinforcement) dan balikan-balikan (feedback) saat
proses belajar sedang berlangsung..

B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar

Secara umum faktor-faktor yag mempengaruhi proses hasil belajar


dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua
faktor tersebut saling memengaruhi dalam proses individu sehingga menentukan
kualitas hasil belajar.

1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu
dan dapat memengaruhi hasil belajar individu.Faktor-faktor internal ini meliputi
faktor fisiologis dan factor psikologiss.

a. Faktor fisiologis
  Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan
kondisi fisik individu.Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam:
(1) Fungsi jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar
seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh
positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang
lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal.
Oleh karena itu keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses belajar ,
maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.
(2) Fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi
fisiologis pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama
panca indra. Panca indra yang berfungsi dengan baik akan mempermudah
aktivitas belajar dengan baik pula .dalam proses belajar, merupakan
pintu  masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh
manusia. Sehinga manusia dapat menangkap dunia luar. Panca indra yang
memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga. Oleh
karena itu, baik guru maupun siswwa perlu menjaga panca indra dengan
baik, baik secara preventif maupun secara yang bersifat kuratif. Dengan
menyediakan sarana belajar yang memenuhi persyaratan, memeriksakan
kesehatan fungsi mata dan telinga secara periodic, mengonsumsi makanan
yang bergizi , dan lain sebagainya.
Sasaran belajar : kognitif, difahami sebagai kemampuan otak (berfikir,
belajar, menganalisa berhitung, evaluasi, menyimpulkan
afektif , rasa atau perasaan sasarannya hati, dalam kajian psikologi disebut
emosi.
Psikomotorik = gerakan tubuh, organ tubuh yang bergerak.

b. Faktor psikologis
  Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat
memengaruhi proses belajar. Beberapa factor psikologis yang utama
memngaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motifasi , minat, sikap dan
bakat.
 Kecerdasan /intelegensia siswa
Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemempuan psiko-fisik dalam
mereaksikan rangsaganan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui
cara yang tepat. Dengan dmikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan
kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh lainnya.Namun bila dikaitkan
dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan
organ yang lain, karena fungsi otak itu sebagai organ pengendali tertinggi
(executive control) dari hamper seluruh aktivitas manusia.
Kecerdasan merupakan factor psikologis yang paling penting dalam proses
belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi
iteligensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih
sukses dalam belajar.Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensi individu,
semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu
bimbingan belajar dari orang lain, seperti guru, orang tua, dan lain sebagainya.
Sebagai factor psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar,
maka pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh
setiap calon guru professional, sehingga mereka dapat memahami tingakat
kecerdasannya.

 Motivasi
Motivasi adalah salah satu factor yang memengaruhi keefektifan kegiatan
belajar siswa.Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan
belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri
individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap
saat (Slavin, 1994). Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-
kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang.
Dari sudut sumbernya motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsic dan
motivasi ekstrinsik.Motaivasi intrinsic adalah semua factor yang berasal dari dalam
diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang
siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca,
karena membaca tidak hanya menjadi aktifitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga
telah mejadi kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsic memiliki
pengaruh yang efektif, karena motivasi intrinsic relaatif lebih lama dan tidak
tergantung pada motivasi dari luar(ekstrinsik).
Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi
intrinsic untuk belajar anatara lain adalah:
a) Dorongan ingin tahu dan ingin menyelisiki dunia yang lebih luas;
b) Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk
maju;
c) Adanya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan
dari orang-orang penting, misalkan orang tua, saudara, guru, atau teman-
teman, dan lain sebaginya.
d) Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna
bagi dirinya, dan lain-lain.

Motivasi ekstrinsik adalah factor yang dating dari luar diri individu tetapi
memberi pengaruh terhadap kemauan untauk belajar.Seperti pujian, peraturan, tata
tertib, teladan guru, orangtua, danlain sebagainya. Kurangnya respons dari
lingkungansecara positif akan memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi
lemah.  
 Minat
Secara sederhana,minat (interest) kecenderungan dan kegairahan yang
tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003)
minat bukanlah istilah yang popular dalam psikologi disebabkan
ketergantungannya terhadap berbagai factor internal lainnya, seperti pemusatan
perhatian, keingintahuan, moativasi, dan kebutuhan.
Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan
dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak
bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar
di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa
agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajaranya.
Untuk membangkitkan minat belajar tersebut, banyak cara yang bisa
digunakan. Anatara lain, pertama, dengan mebuat materi yang akan dipelajarai
semenarik mingkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desai
pembelajaran yang membebaskan siswa mengeksplor apa yang dipelajari,
melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga
siswa menjadi aktif, maupun performansi guru yang menarik saat mengajar.
Kedua, pemilihan jurusan atau bidang  studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika
jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya. 
 Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan
proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dangan cara yang relative tetap
terhadap obyek, orang, peristiwa dan sebaginya, baik secara positif maupun
negative (Syah, 2003).
Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak
senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya.Dan untuk
mengantisipasi munculnya sikap yang negative dalam belajar, guru sebaiknya
berusaha untuk menjadi guru yang professional dan bertanggungjawab terhadap
profesi yang dipilihnya. Dengan profesionalitas,seorang guru akan berusaha
memberikan yang terbaik bagi siswanya; berusaha mengambangkan kepribadian
sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya; berusaha
untuk menyajikan pelajaranyang diampunya dengan baik dan menarik sehingga
membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan;
meyakinkansiswa bahwa bidang studi yang dipelajara bermanfaat bagi diri siswa. 

 Bakat
Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat.
Secara umum, bakat didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki
seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan dating (Syah, 2003).
Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan
umum yang dimilki seorang siswa untauk belajar. Dengan demikian, bakat adalah
kemampuan seseorang menjadi salah satukomponen yang diperlukan dalam proses
belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang
dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga
kemungkinan besar ia akan berhasil.
Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai
prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing.Karena itu, bakat
juga diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu
tanpa tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah mempunyai
bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap informasiyang berhungan dengan bakat
yang dimilkinya. Misalnya, siswa yang berbakat dibidang bahasa akan lebih
mudah mempelajari bahasa-bahasa yang lain selain bahasanya sendiri.
Karena belajar juga dipengaruhi oleh potensi yang dimilki setiap
individu,maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan
memahami bakat yang dimilki oleh anaknya atau peserta didiknya, anatara lain
dengan mendukung,ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih
jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.
 
2. Faktor-faktor eksternal
Selain karakteristik siswa atau factor-faktor endogen, faktor-faktor eksternal
juga dapat memengaruhi proses belajar siswa.dalam hal ini, Syah (2003)
menjelaskan bahwa faktor-faktor eksternal yang memengaruhi balajar dapat
digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor
lingkungan nonsosial.

1) Lingkungan sosial

a. Lingkungan sekolah, seperti guru administrasi, dan teman-teman


sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan
harmonis antra ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk
belajar lebih baikdisekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi
teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi
siswa untuk belajar.
b. Lingkungan massyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat
tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa
yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat
memengaruhi aktivitas belajarsiswa, paling tidak siswa kesulitan
ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat
belajar yang kebetulan belum dimilkinya.
c. Lingkungan keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan
belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga
(letak rumah), pengelolaankeluarga, semuannya dapat memberi
dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan antara anggota
keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan
membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
2) Lingkungan non sosial.     
  Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah;
a. Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas
dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu
lemah/gelap, suasana yang sejuk dantenang. Lingkungan alamiah
tersebut mmerupakan faktor-faktor yang dapat memengaruhi aktivitas
belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak
mendukung, proses belajar siswa akan terlambat
b. Faktor instrumental,yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan
dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat
belajar,fasilitas belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya.
Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan
sekolah, buku panduan, silabus dan lain sebagainya.
c. Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini
hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga
denganmetode mengajar guru, disesuaikandengan kondisi
perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan
kontribusi yang positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru
harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang
dapat diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.  

   
C. Jenis-jenis Belajar

A) Jenis-jenis Belajar Menurut Robert M. Gagne


Mengetahui pola belajar peserta didik adalah modal bagai seorang guru
untuk menentukan strategi pembelajaran. Robert M. Gagne (1979)
membedakan pola-pola belajar peserta didik ke dalam delapan tipe, yang tiap
tipe merupakan prasyarat bagi lainnya yang lebih tinggi hierarkinya.
Menurut Robert M. Gagne belajar mempunyai 8 tipe.Kedelapan tipe ini
bertingkat- ada hirarki dalam masing-masing tipe.Setiap tipe belajar merupakan
prasyarat bagi tipe belajar di atasnya.Tipe belajar dikemukakan oleh Gagne
pada hakekatnya merupakan prinsip umum baik dalam belajar maupan
mengajar.Artinya, dalam mengajar atau membimbing siswa belajarpun terdapat
tindakan sebagaimana tingkatan belajar tersebut di atas. Jenis-jenis belajar
menurut Robert M.Gagne adalah sebagai berikut:
1) Signal Learning (Belajar Isyarat)
Belajar tipe ini merupakan tahap yang paling dasar.Jadi, tidak ada
persyaratan, namun merupakan hierarki yang harus dilalui untuk menuju
jenjang belajar yang paling tinggi.Signal learning dapat diartikan sebagai
penguasaan pola-pola dasar perilaku bersifat involuntary (tidak sengaja dan
tidak disadari tujuannya).Dalam tipe ini terlibat aspek reaksi emosional di
dalamnya.Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe belajar ini
adalah diberikannya stimulus (signal) secara serempak dan perangsang-
perangsang tertentu secara berulang kali.Signal learning.Ini mirip dengan
conditioning menurut Pavlov yang timbul setelah sejumlah pengalaman
tertentu.Respon yang timbul bersifat umum dan emosional selain timbulnya
dengan tidak sengaja dan tidak dapat dikuasai.
Contoh: Aba-aba “Siap!” merupakan suatu signal atau isyarat
mengambil sikap tertentu. Melihat wajah ibu menimbulkan rasa senang.
Wajah ibu di sini merupakan isyarat yang menimbulkan perasaan senang
itu.Melihat ular yang besar menimbulkan rasa takut.Melihat ular merupakan
isyarat yang menimbulkan perasaan tertentu. Belajar isyarat mirip dengan
conditioned respons atau respon bersyarat. Seperti menutup mulut dengan
telunjuk, isyarat mengambil sikap tidak bicara.Lambaian tangan, isyarat
untuk datang mendekat.Menutup mulut dan lambaian tangan adalah isyarat,
sedangkan diam dan datang adalah respons.Tipe belajar semacam ini
dilakukan dengan merespons suatu isyarat.Jadi respons yang dilakukan itu
bersifat umum, kabur dan emosional.Menurut Krimble (1961) bentuk belajar
semacam ini biasanya bersifat tidak disadari, dalam arti respons diberikan
secara tidak sadar.

2) Stimulus-Respons Learning (Belajar Stimulus-respon)


Bila tipe di atas digolongkan dalam jenis classical condition, maka
belajar jenis ini termasuk ke dalam instrumental conditioning atau belajar
dengan trial and error (mencoba-coba). Proses belajar bahasa pada anak-
anak merupakan proses yang serupa dengan ini. Kondisi yang diperlukan
untuk berlangsungnya tipe belajar ini adalah faktor inforcement.Waktu
antara stimulus pertama dan berikutnya amat penting.Makin singkat jarak S-
R dengan S-R berikutnya, semakin kuat reinforcement. Contoh: Anjing
dapat diajar “memberi’ salam”.dengan mengangkat kaki depannya bila kita
katakan “Kasih tangan! ” atau “Salam “. Ucapan `kasih tangan’ merupakan
stimulus yang menimbulkan respons `memberi’ salam’ oleh anjing
itu.Berbeda dengan belajar isyarat, respons bersifat umum, kabur dan
emosional.Tipe belajar S – R, respons bersifat spesifik.2 x 3 = 6 adalah
bentuk suatu hubungan S-R.Mencium bau masakan sedap, keluar air liur,
itupun ikatan S-R. Jadi belajar stimulus respons sama dengan teori asosiasi
(S-R bond). Setiap respons dapat diperkuat dengan reinforcement.Hal ini
berlaku pula pada tipe belajar stimulus respons.

3) Chaining (Rantai atau Rangkaian)


Chaining adalah belajar menghubungkan satuan ikatan S-R (Stimulus-
Respons) yang satu dengan yang lain. Kondisi yang diperlukan bagi
berlangsungnya tipe belajar ini antara lain, secara internal anak didik sudah
harus terkuasai sejumlah satuan pola S-R, baik psikomotorik maupun verbal.
Selain itu prinsip kesinambungan, pengulangan, dan reinforcement tetap
penting bagi berlangsungnya proses chaining.Rangkaian atau rantai dalam
chaining adalah semacam rangkaian antar S-R yang bersifat segera.Hal ini
terjadi dalam rangkaian motorik, seperti gerakan dalam mengikat sepatu,
makan, minum, atau gerakan verbal seperti selamat tinggal, bapak-ibu.
Contoh: Dalam bahasa kita banyak contoh chaining seperti ibu-bapak,
kampung-halaman, selamat tinggal, dan sebagainya. Juga dalam perbuatan
kita banyak terdapat chaining ini, misalnya pulang kantor, ganti baju, makan
malam, dan sebagainya. Chaining terjadi bila terbentuk hubungan antara
beberapa S-R, sebab yang terjadi segera setelah yang satu lagi.Jadi
berdasarkan hubungan conntiguity).

4) Verbal Association (Asosiasi Verbal)


Baik chaining maupun verbal association, yang kedua tipe belajar ini,
menghubungkan satuan ikatan S-R yang satu dengan lain. Bentuk verbal
association yang paling sederhana adalah bila diperlihatkan suatu bentuk
geometris, dan si anak dapat mengatakan “bujur sangkar”, atau mengatakan
“itu bola saya”, bila melihat bolanya. Sebelumnya, ia harus dapat
membedakan bentuk geometris agar dapat mengenal `bujur sangkar’ sebagai
salah satu bentuk geometris, atau mengenal ‘bola’, `saya’, dan ‘itu’.
Hubungan itu terbentuk, bila unsurnya terdapat dalam urutan tertentu, yang
satu segera mengikuti satu lagi (conntiguity).Suatu kalimat “unsur itu
berbangun limas” adalah contoh asosiasi verbal. Seseorang dapat
menyatakan bahwa unsur berbangun limas kalau ia mengetahui berbagai
bangun, seperti balok, kubus, atau kerucut. Hubungan atau asosiasi verbal
terbentuk jika unsur-unsurnya terdapat dalam urutan tertentu, yang satu
mengikuti yang lain.

5) Discrimination Learning (Belajar Diskriminasi)


Discrimination learning atau belajar membedakan.Tipe ini peserta
didik mengadakan seleksi dan pengujian di antara perangsang atau sejumlah
stimulus yang diterimanya, kemudian memilih pola-pola respons yang
dianggap paling sesuai. Kondisi utama berlangsung proses belajar ini adalah
anak didik sudah mempunyai pola aturan melakukan chaining dan
association serta pengalaman (pola S-R).
Tipe belajar ini adalah pembedaan terhadap berbagai
rangkaian.Seperti membedakan berbagai bentuk wajah, waktu, binatang,
atau tumbuh-tumbuhan. Contoh:. Guru mengenal peserta didik serta nama
masing-masing karena mampu mengadakan diskriminasi di antara anak itu.
Diskriminasi didasarkan atas chain.Anak misalnya harus mengenal mobil
tertentu berserta namanya. Untuk mengenal model lain diadakannya chain
baru dengan kemungkinan yang satu akan mengganggu yang satunya lagi.
Makin banyak yang dirangkaikan, makin besar kesulitan yang dihadapi,
karena kemungkinan gangguan atau interference itu, dan kemungkinan suatu
chain dilupakan.

6) Concept Learning (Belajar Konsep)


Konsep merupakan simbol berpikir.Hal ini diperoleh dari hasil
membuat tafsiran terhadap fakta.Dengan konsep dapat digolongkan binatang
bertulan belakang menurut ciri-ciri khusus (kelas), seperti kelas mamalia,
reptilia, amphibia, burung, ikan.Dapat pula digolongkan, manusia
berdasarkan ras (warna kulit) atau kebangsaan, suku bangsa atau hubungan
keluarga.Kemampuan membentuk konsep ini terjadi jika orang dapat
melakukan diskriminasi. Concept learning adalah belajar pengertian.
Dengan berdasarkan kesamaan ciri-ciri dari sekumpulan stimulus dan objek-
objeknya, ia membentuk suatu pengertian atau konsep. Kondisi utama yang
diperlukan adalah menguasai kemahiran diskriminasi dan proses kognitif
fundamental sebelumnya.
Belajar konsep dapat dilakukan karena kesanggupan manusia untuk
mengadakan representasi internal tentang dunia sekitarnya dengan
menggunakan bahasa.Manusia dapat melakukannya tanpa batas berkat
bahasa dan kemampuannya mengabstraksi. Dengan menguasai konsep, ia
dapat menggolongkan dunia sekitarnya menurut konsep itu, misalnya
menurut warna, bentuk, besar, jumlah, dan sebagainya. la dapat
menggolongkan manusia menurut hubungan keluarga, seperti bapak, ibu,
paman, saudara, dan sebagainya; menurut bangsa, pekerjaan, dan
sebagainya. Dalam hal ini, kelakuan manusia tidak dikuasai oleh stimulus
dalam bentuk fisik, melainkan dalam bentuk yang abstrak. Misalnya kita
dapat menyuruh peserta didik dengan perintah: “Ambilkan botol yang di
tengah! ”Untuk mempelajari suatu konsep, peserta didik harus mengalami
berbagai situasi dengan stimulus tertentu. Untuk itu, ia harus dapat
mengadakan diskriminasi untuk membedakan apa yang termasuk dan tidak
termasuk konsep itu. Proses belajar konsep memakan waktu dan
berlangsung secara berangsur-angsur.

7) Rule Learning (Belajar Aturan)


Rule learning belajar membuat generalisasi, hukum, dan kaidah. Pada
tingkat ini peserta didik belajar mengadakan kombinasi berbagai konsep
dengan mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (induktif, dedukatif,
sintesis, asosiasi, diferensiasi, komparasi, dan kausalitas) sehingga peserta
didik dapat menemukan konklusi tertentu yang mungkin selanjutnya
dipandang sebagai “rule “: prinsip, daliI, aturan, hukum, kaidah, dan
sebagainya.
Hukum, dalil atau rumus adalah rule (aturan). Tipe belajar ini banyak
terdapat dalam semua pelajaran di sekolah, seperti benda memuai jika
dipanaskan, besar sudut dalam segitiga sama dengan 180 derajat. Belajar
aturan ternyata mirip dengan verbal chaining (rangkaian verbal), terutama
jika aturan itu tidak diketahui artinya.Oleh karena itu setiap dalil atau rumus
yang dipelajari harus dipahami artinya.

8) Belajar Tipe 8: Problem Solving (Pemecahan Masalah)


Problem solving adalah belajar memecahkan masalah.Pada tingkat ini
para peserta didik belajar merumuskan memecahkan masalah, memberikan
respons terhadap rangsangan yang menggambarkan atau membangkitkan
situasi problematik, yang mempergunakan berbagai kaidah yang telah
dikuasainya. Belajar memecahkan masalah itu berlangsung sebagai berikut:
Individu menyadari masalah bila ia dihadapkan kepada situasi keraguan dan
kekaburan sehingga merasakan adanya semacam kesulitan. Langkah-
langkah yang memecahkan masalah, adalah sebagai berikut: Merumuskan
dan Menegaskan Masalah. Individu melokalisasi letak sumber kesulitan,
untuk memungkinkan mencari jalan pemecahannya.la menandai aspek mana
yang mungkin dipecahkan dengan menggunakan prinsip atau dalil serta
kaidah yang diketahuinya sebagai pegangan. Mencari Fakta Pendukung dan
Merumuskan Hipotesis Individu menghimpun berbagai informasi yang
relevan termasuk pengalaman orang lain dalam menghadapi pemecahan
masalah yang serupa. Kemudian mengidentifikasi berbagai alternatif
kemungkinan pemecahannya yang dapat dirumuskan sebagai pertanyaan dan
jawaban sementara yang memerlukan pembuktian (hipotesis).Mengevaluasi
Alternatif Pemecahan yang Dikembangkan bahwa setiap alternatif
pemecahan ditimbang dari segi untung ruginya.Selanjutnya dilakukan
pengambilan keputusan memilih alternatif yang dipandang paling mungkin
(feasible) dan menguntungkan.Mengadakan Pengujian atau Verifikasi
Mengadakan pengujian atau verifikasi secara eksperimental alternatif
pemecahan yang dipilih, dipraktikkan, atau dilaksanakan.Dari hasil
pelaksanaan itu diperoleh informasi untuk membuktikan benar atau tidaknya
yang telah dirumuskan.

B) Tipe-Tipe Belajar Dalam Visual, Auditori, dan Kinestetik


Setiap orang memiliki cara dan metode belajarnya sendiri. Ada yang lebih
senang belajar sendiri, belajar berkelompok, belajar dengan melihat, mendengar
atau mengerjakan sesuatu agar sesuatu yang ia pelajari dapat diingat dan
dipahaminya dengan baik. Untuk memaksimalkan potensi yang ada dalam diri kita,
tentu ada baiknya kita terlebih dulu mengerti dan mengetahui bagaimana
sebenarnya tipe belajar kita sendiri.
Menurut De Petter dan Hearchi, 2003, tipe belajar merupakan gaya belajar
yang dimiliki oleh setiap individu yang merupakan cara termudah dalam
menyerap, mengatur dan mengolah informasi. De Petter & Hearchi membagi tipe
belajar seseorang menjadi tiga hal:
a. Manusia visual, dimana ia akan secara optimal menyerap informasi yang
dibacanya/dilihatnya.
b. Manusia auditori, dimana informasi yang masuk melalui apa yang
didengarnya akan diserap secara optimal.
c. Manusia kinestetik, dimana ia akan sangat senang dan cepat mengerti
bila informasi yang harus diserapnya terlebih dahulu “dicontohkan” atau
ia membayangkan orang lain melakukan hal yang akan dipelajarinya.

1. Tipe Belajar Visual


Orang visual akan lebih memahami melalui apa yang mereka lihat. Warna,
hubungan ruang, potret mental dan gambar menonjol dalam modalitas ini.
Adapun beberapa ciri orang dengan tipe belajar visual, yaitu :
 Rapi, teratur, memperhatikan segala sesuatu dan menjaga penampilan
 Berbicara dengan cepat
 Perencana dan pengatur jangka panjang yang baik
 Pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam
pikiran mereka
 Lebih mengingat apa yang dilihat daripada yang didengar
 Mengingat dengan asosiasi visual
 Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis
dan sering meminta orang lain untuk mengulangi ucapannya
 Lebih suka membaca daripada dibacakan dan pembaca yang cepat
 Mencoret-coret tanpa arti selama berbicara di telepon atau dalam rapat
 Lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato
 Lebih menyukai seni gambar daripada musik
 Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban yang singkat ya atau tidak
 Mengetahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai memilih kata-kata
yang tepat
 Biasanya tidak terganggu dengan keributan

2. Tipe Belajar Audiotori


Orang dengan tipe ini akan lebih memahami sesuatu melalui apa yang
mereka dengar. Modalitas ini mengakses segala jenis bunyi dan kata. Musik,
irama, dialog internal dan suara menonjol pada tipe auditori. Seseorang yang
sangat auditori memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
 Suka berbicara kepada diri sendiri saat bekerja
 Perhatiannya mudah terpecah dan mudah terganggu oleh keributan
 Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika
membaca
 Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
 Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, perubahan dan warna suara
 Merasa kesulitan untuk menulis dan lebih suka mengucapkan secara lisan
 Berbicara dalam irama yang terpola
 Lebih suka musik daripada seni gambar
 Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan
daripada yang dilihat
 Suka berbicara, suka berdiskusi dan menjelaskan sesuatu dengan panjang
lebar
 Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
 Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan
visualisasi, seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai satu sama lain
 Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
 Biasanya pembicara yang fasih
3. Tipe Belajar Kinestetik
Orang dengan tipe kinestetik belajar malalui gerak, emosi dan
sentuhan.Modalitas ini mengakses pada gerakan, koordinasi, irama, tanggapan
emosional, dan kenyamanan fisik. Ciri-ciri orang dengan tipe belajar kinestetik
yaitu :
 Berbicara dengan perlahan.
 Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka saat berbicara
 Berdiri berdekatan saat berbicara dengan orang
 Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak
 Belajar melalui memanipulasi dan praktik
 Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
 Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca
 Banyak menggunakan isyarat tubuh
 Tidak dapat diam untuk waktu yang lama
 Tidak dapat mengingat geografis, kecuali jika mereka memang telah pernah
berada di tempat itu
 Menyukai permainan yang menyibukkan
 Mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca, suka mengetuk-
ngetuk pena, jari, atau kaki saat mendengarkan
 Ingin melakukan segala sesuatu
 Kemungkinan tulisannya jelek

Anda mungkin juga menyukai