Anda di halaman 1dari 6

UMAR BIN KHATTAB

Lahir 584
Makkah, Jazirah Arab
Wafat 3 November 644 (26 Dzulhijjah
23 H)[2]
Madinah, Jazirah Arab
Pemakaman Masjid Nabawi[3], Madinah
Suku Quraisy (Bani 'Adi)
Ayah Khattab bin Nufail
Ibu Hantamah binti Hisyam[4]
Pasangan Zainab binti Mazh-un
Ummu Kultsum binti Jarwal
Quraiba binti Abu 'Umayya
Jamilah binti Tsabit
'Atikah binti Zaid
Ummu Hakim binti al-Harits
Ummu Kultsum binti Abu
Bakar[5]
Anak 'Abdullah
'Ashim
Hafshah
Agama Islam

Nama lengkapnya adalah Umar bin Khattab bin Naufal bin Abdi ‘Uzza bin
Riba’h bin Abdullah bin Qarh bin Razaah bin ‘Adiy bin Ka’b. Ia lahir pada tahun 581
masehi di Kota Mekkah dari suku Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy, suku
terbesar di Kota Mekkah saat itu.

Umar lahir dari keluarga bangsawan, ia pandai membaca dan menulis, yang pada
saat itu merupakan sesuatu yang langka. Ia memiliki fisik yang tinggi besar dan
memiliki karakter keras dan tegas, sehingga disegani dan dihormati oleh penduduk
Mekkah. Ia juga dikenal sebagai seorang pemberani dan sering menyelesaikan
peperangan yang terjadi di zaman Jahiliyah.

Sebelum masuk Islam, Umar sering melakukan adat istiadat jahiliyah, antara lain
pernah mengubur hidup-hidup putrinya dan seorang peminum berat. Umar pun sangat
memusuhi dan membeci Islam sebagaimana kebanyakan orang-orang Quraisy saat itu.

1. Masuk Islam

Peristiwa Islamnya Umar sangat istimewa. Suatu hari ia mencari Nabi


Muhammad untuk membunuhnya. Di tengah perjalanan, ia mendapat berita
bahwa adiknya yang bernama Fatimah telah masuk Islam. Umar sangat marah
dan pergi ke rumah adiknya untuk membuktikan kabar tersebut.

Ketika Umar tiba di rumah adiknya, ia mendengar Fatimah sedang


melantunkan beberapa ayat suci Al-Quran. Mendengar bacaan tersebut, Umar
minta adiknya untuk memberikan lembaran tersebut, namun adiknya tidak
memberikan bacaan tersebut sebelum Umar mandi. Selesai mandi, Umar
menerima lembaran yang dibaca oleh adiknya. Maka bergetarlah hatinya ketika
membaca ayat-ayat awal pada Surat Taha.

Kemudian Umar bergegas pergi ke rumah Nabi Muhammad dan menyatakan


keislamannya. maka bergemalah takbir keluar dari mulut para sahabat yang hadir
pada saat itu. Menurut riwayat, Umar masuk Islam setelah masuk Islamnya 40
laki-laki dan 11 perempuan atau orang ke-52 yang masuk Islam. Namun ada juga
yang berpendapat Umar adalah orang ke-40 masuk Islam.

Setelah Umar memutuskan untuk mengikuti ajaran Nabi Muhammad, orang-


orang Quraisy tak berani untuk mengusiknya apalagi menyakitinya. Sampai-
sampai mereka pun menjadi ragu saat ingin mengganggu umat Islam
sebagaimana yang sering mereka lakukan sebelum Umar memeluk Islam. Setelah
masuk Islam, sikap keras dan kebencian terhadap Nabi Muhammad dan umat
Islam mulai berubah menjadi lemah lembut. Sebaliknya, sikap tegas dan keras
tetap ditunjukan jika berhadapan dengan orang kafir.

2. Menjadi Khalifah

Semasa Umar menjadi khalifah, wilayah Islam tumbuh sangat pesat. Islam
mengambil alih Mesopotamia dan Persia dari tangan Dinasti Sassanid. Selepas itu
berturut-turut membebaskan Mesir, Palestina, Suriah, Afrika Utara dan Armenia
dari ke Kaisaran Romawi (Byzantium).

Umar banyak melakukan perubahan yang membuat umat Islam saat itu
sangat maju. Pada tahun 638 masehi, Umar memerintahkan untuk memperluas
dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah.
Meski demikian, Umar memiliki kehidupan sederhana. Ia tidak mengadopsi gaya
hidup dan penampilan para penguasa di zaman itu, ia tetap hidup sangat
sederhana.

Sekitar tahun ke-17 hijriah yang merupakan tahun ke-4 ke khalifahannya,


Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai
dihitung saat peristiwa hijriah. Jadilah sejak saat itu diberlakukan penanggalan
hijriah menggantikan penanggalan masehi yang 500 tahun lebih tua.

Setelah kurang lebih 10 tahun memimpin umat Islam, Umar akhirnya wafat.
Ia dibunuh oleh Abu Lu’luah,  seorang budak yang fanatik. Ia membunuh Umar
saat akan memimpin salat subuh dengan cara menikamnya dengan sebilah pisau
yang dilumuri racun selama tujuh hari.

ALI BIN ABI THALIB


Lahir 15 September 601 (13 Rajab 21
SH)
Ka'bah, Makkah, Jazirah
Arab[1]
Wafat 29 Januari 661 (21 Ramadan  40
H)
(usia 59)[2][3]
Kufah, Mesopotamia
Pemakaman Masjid Imam Ali, Najaf
Suku Bani Hasyim (Quraisy)
Ayah Abu Thalib
Ibu Fatimah binti Asad
Pasangan Fathimah binti Muhammad
Umamah binti Zainab
Fathimah binti Hizam
Laila binti Mas'ud
Asma binti 'Umays
Khaulah binti Ja'far
As-Sahba' binti Rabi'ah
Anak Hasan
Husain
Zainab
Ummu Kultsum
Muhsin
Muhammad
'Abbas
'Abdullah
Hilal
Agama Islam

Ali berasal dari keturunan yang terpandang. Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa


An-Nihayah menulis lengkap nasabnya, yakni Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib
bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay
bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhar bin Kinanah.

Rasulullah SAW memberinya kun-yah (nama panggilan keakraban) Abu Turab.


Ali adalah sepupu sekaligus menantu Rasulullah SAW. Ia lahir sekitar 13 Rajab 23
pra Hijriah atau 599 Masehi dan wafat pada 21 Ramadan 40 Hijriah atau 661 Masehi.
Ali mengemban amanat khalifah pada tahun 656 sampai 661 Masehi.

Ibunya bernama Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Qushay bin Kilab. Ali
memiliki beberapa orang saudara laki-laki yang lebih tua darinya, mereka adalah
Thalib, Aqil dan Ja’far. Dan dua orang saudara perempuan bernama Ummu Hani’ dan
Jumanah. Ayahnya, Abu Thalib yang nama aslinya adalah Abdu Manaf adalah paman
kandung Rasulullah SAW yang sangat menyayangi Nabi, namun ia wafat sebelum
mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat.

Ali, digambarkan Ibnu Sa’d, seorang ulama yang hidup di zaman Abbasiyyah
dalam Thabaqat Al-Kubra, memiliki kulit sawo matang, bola mata besar dan agak
kemerah-merahan.

Untuk ukuran orang Arab, Ali termasuk pendek dan berjanggut lebat. Dada dan
kedua pundaknya putih, rambut di dada dan pundaknya cukup lebat, berwajah
tampan, memiliki gigi yang rapi dan ringan langkahnya. Saat remaja, Ali banyak
belajar tentang Islam langsung dari Rasulullah SAW. Kedekatannya itu berkelanjutan
hingga menjadi menantu Rasulullah SAW.

Didikan langsung dari Rasulullah SAW dalam semua aspek disiplin ilmu
keislaman, baik aspek zahir atau syariah dan batin, mampu menggemblengnya
menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak.

Semua atribut yang dimilikinya menjadi alasan yang sangat logis bahwa Ali
memang pantas mengemban amanat sebagai khalifah Umat Islam menggantikan
khalifah sebelumnya, yakni Utsman bin Affan.
Ali menjadi khalifah keempat di tengah umat yang berpecah belah. Hal ini
diawali dari pemberontakan berujung tindakan sadis pembunuhan atas Utsman yang
difitnah telah menyelewengkan amanat sebagai khalifah.

Peristiwa pembunuhan Utsman, yang menurut berbagai kalangan waktu itu,


kurang dapat diselesaikan karena sudah meluas dan diisyaratkan, akan terjadi, oleh
Rasulullah SAW ketika masih hidup. Meski mengalami kekacauan yang sangat, Ali
mampu memperluas wilayah Islam hingga India.

Bahkan perkembangan ilmu pengetahuan pada saat itu cukup pesat. Penulisan
Huruf Hijaiyah dilengkapi dengan tanda baca, seperti kasrah, fathah, dhammah dan
syaddah mulai dikenalkan. Sebelumnya, ini menjadi masalah dalam membaca teks
Al-Quran dan Hadis di daerah-daerah yang jauh dari Jazirah Arab.

Selain keberhasilannya di bidang ilmu pengetahuan, Ali juga membangun Kota


Kuffah. Pada awalnya Kuffah disiapkan sebagai pusat pertahanan oleh Muawiyah bin
Abi Sufyan. Akan tetapi Kuffah kemudian berkembang menjadi pusat ilmu Tafsir,
Hadis, Nahwu dan ilmu pengetahuan lainya.

Pada tanggal 19 Ramadan 40 Hijriyah atau 27 Januari 661 Masehi, saat salat


di Masjid Agung Kuffah. Ali diserang oleh seorang bernama Abdurrahman bin
Muljam, yang dikenal sebagai salah satu tokoh Khawarij, dengan sebilah pedang yang
telah dilumuri racun saat sedang bersujud ketika Salat Subuh.

Ali memerintahkan anak-anaknya untuk tidak menyerang orang Khawarij


tersebut. Ali malah berkata bahwa jika selamat, Ibnu Muljam akan diampuni,
sedangkan jika ia meninggal, Ibnu Muljam hanya diberi satu pukulan yang sama,
terlepas apakah dia akan meninggal karena pukulan itu atau tidak.

Ali meninggal dua hari kemudian pada tanggal 21 Ramadan 40 Hijriyah atau 29
Januari 661 Masehi. Hasan bin Ali memenuhi qisas (pembalasan) dan memberikan
hukuman yang sama kepada Ibnu Muljam atas kematian Ali.

Anda mungkin juga menyukai