Anda di halaman 1dari 9

Nama : Laily Fitriani

NIM : 190721637710

TUGAS GEOGRAFI EKONOMI

1. Identifikasi potensi usaha tani di Indonesia yang prospektif untuk komoditas


internasional!
Pada awal Orde Baru (1971), lapangan kerja penduduk mayoritas masih di sektor pertanian
yakni mencapai 61,7%, sedangkan non pertanian 38,3%. Kontribusi sector pertanian
terhadap PDB pada 1973 pernah mencapai 41%, dan non pertanian 59%. Namun kontribusi
tersebut menurun sangat drastis pada tahun-tahun belakangan ini, terutama ketika
pertumbuhan sektor pertanian dikorbankan serta ditekan tidak lebih dari 3% per tahun
untuk memenuhi ambisi memacu pertumbuhan sektor industri.

Kepemilikan lahan lahan pertanian rakyat pada 1963 tercatat merupakan lahan pemilik
(64%), lahan penyakapan (12%), lahan penyewaan (10%), lahan bengkok (12%), dan
lainlain hanya 2%. Pengusahaan pertanian rakyat pada 1979 masih didominasi lahan usaha
yang relative sempit yakni sampai luasan 0,49 hektar tercatat sebesar 45,7%, disusul
dengan luasan usaha 0,50-0,99 hektar (24,7%), 1,00-1,99 hektar (18,1%), dan 2 hektar lebih
hanya sebesar 11,5% (Mubyarto, 1991:85).

Dalam Statistitical Information on Indonesian Agriculture yang diterbitkan Departemen


Pertanian RI (Anonymous, 1983), produksi pertanian dalam arti luas dipilahkan menjadi
lima kelompok besar, yakni produk bahan pangan (food) dan nonpangan (non food),
peternakan (animal husbandry), perikanan (fisheries), dan kehutanan (forestry).
Pengelompokkan ini mengalami pasang surut, seperti kehutanan, peternakan, dan
perikanan, kini cenderung dipisahkan dari pertanian untuk kepentingan-kepentingan
tertentu.

Sejak dulu sektor pertanian diharapkan dapat terus-menerus menyediakan bahan pangan
dan kesempatan kerja bagi penduduk, meningkatkan pendapatan petani, serta memberikan
kontribusi pada peningkatan devisa non migas. Dari sisi demand, jumlah penduduk yang
besar (lebih 200 juta jiwa) merupakan pangsa pasar domestik yang besar bagi produk-
produk pertanian, terutama bahan pangan. Belakangan, beras yang dianggap komponen
utama dalam ketahanan pangan (food security) sejak berapa lama terus diimpor, padahal
1984 pernah berswasembada. Tampaknya cukup beralasan jika beberapa kalangan masih
menganggap urgen bagi Indonesia untuk berupaya berswasembada beras. Sektor pertanian
Vietnam justru berkembang pesat dan mampu mengekspor beras ke Indonesia.

Tingkat konsumsi bahan pangan penduduk Indonesia rata-rata juga masih jauh di bawah
standar. Tingkat konsumsi sayuran misalnya, baru mencapai 15,8 kg/kapita/ tahun, jauh di
bawah standar nasional 65,7 kg/kapita/tahun (BPS, 1983:703). Demikian pula konsumsi
buah-buahan di Indonesia baru mencapai 2,0 kg/kapita/ tahun masih sekitar 6,22%) dari
standar 32,6 kg/kapita/tahun (Baharsyah dkk, 1993:114). Hal ini berlaku pula untuk
konsumsi daging, telur, susu, dan ikan per kapita, masih jauh dari standar kelayakan
pemenuhan gizi protein hewani. Jadi, pengembangan sektor pertanian melalui
pengembangan agribisnis masih sangat prospektif untuk menyediakan kebutuhan bahan
pangan yang memadai sekaligus menyediakan kesempatan kerja.

Selain pasar domestik, pasar ekspor bagi produk pertanian Indonesia sesungguhnya cukup
terbuka lebar. Nilai Ekspor Indonesia pada 1974 terdiri dari migas (70%), pertanian (22%),
dan lain-Lain sebesar 8% (Mubyarto, 1991:12- 13,17,19). Sepanjang Semester-I 2006
pertumbuhan ekspor mencapai 14% per tahun , berarti di atas target 9,4%, pada tahun 2007
ditarget pertumbuhan sebesar 11,2%. Ekspor pertanian dan pertambangan yang merupakan
endowment resouces based commodities tumbuh luar biasa yakni sekitar 25% per tahun.

Prospek Komoditas Bahan Pangan

1) Padi/Beras : Komoditas tradisional Indonesia yang paling utama adalah padi, karena
kedudukan beras sebagai bahan pangan utama rakyat Indonesia. Produksi domestic
tidak pernah mampu memenuhi permintaan di dalam negeri, karena itu sejak lama
Indonesia mengimpor beras dari LN, bahkan pernah menjadi negara pengimpor beras
terbesar di dunia. Kecuali pada tahun 1984 Indonesia pernah berswasembada beras,
namun prestasi ini tidak mampu dipertahankan, dan kembali menjadi negara pengimpor
beras.
2) Jagung dan Ubi Kayu : Disamping menjadi makanan pokok (staple food) di beberapa
daerah di Indonesia, jagung maupun ubi kayu menjadi subst-itute ataupun complement
beras, permintaan domestik terhadap komoditas jagung tetap potensial, apalagi adanya
divesifikasi utilitasnya untuk pakan ternak, bahan campuran pakan ternak, bahan
minyak goreng, bahan pemanis, bahan pembuatan etanol dan gasohol. Sebagai
gambaran pada awal Orde Baru (1980), areal jagung mencapai 2,77 juta hektar dengan
produksi 4,01 juta ton, dengan rata-rata tingkat produktivitas 14,5 kuintal/hektar.
Sebagian besar areal jagung berada di pulau Jawa-Madura (69,1%). Kini produktivitas
jagung jauh meningkat dengan adanya introduksi bibit-bit unggul baru. Sebagian besar
pruduksi ubi kayu digunakan sebagai bahan pangan dalam bentuk umbi, sebagian kecil
untuk bahan pakan ternak (pellet, chip), juga untuk bahan pemanis, perekat, pembuatan
alkohol. Pada tahun 1980 tercatat areal ubikayu mencapai 1,414 juta hektar dengan
produksi 13,5 juta ton, dan produktivitas rata-rata 9,6 ton/hektar. Ubi kayu banyak
ditanam di JawaMadura (70,9%), Sumatera (9,9%), serta Bali dan Nusa Tenggara
(9,8%).
3) Kedelai : Produksi kedelai tampaknya meningkat cukup lamban baik areal maupun
produktivitasnya. Sementara kebutuhan terus meningkat sehingga diperlukan impor
untuk menutupi defisit produksi. Sebagai gambaran, pada tahun 1988 impor kedele
sudah mencapai 508.924 ton senilai USD 150.812 juta (atau Rp. 259.327 miliar). Pada
1989 impor naik lagi menjadi 511.674 ton senilai USD 151.626 juta (atau Rp.
260.797 miliar). Akhir Pelita V ditargetkan bisa swasembada ternyata tidak terwujud
Anonymous, 1991:1). Munculnya benih unggul kedele (seperti Adamame), belakangan
ini cukup memberikan peluang kebangkitan agribisnis kedele ke depan.
4) Gula/Tebu : Produksi gula tidak bisa dilepaskan dari upaya pemerintah dalam
pengembangan tebu rakyat di Jabar, Jateng, DIY, dan Jatim seluas total 191.983 hektar,
yakni yang mencakup program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI), Tebu Rakyat
Intensifikasi di Lahan Sawah (TRIS), Tebu Rakyat Intensifikasi di Lahan Tegalan
(TRIT), Tebu Rakyat Bebas (TRB), dan Tebu Rakyat Intensifikasi Kerjasama (TRI-
Jasa). Tercatat begitu banyak lembaga yang dilibatkan dalam program ini antara lain
seperti : Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), Balai Penyelidikan Perusahaan
Perkebunan Gula (BP3G) Pasuruan, Kebun Bibit Datar (KBD), Kebun Bibit Nenek
(KBN), Pabrik Gula (PG), BRI, PPL, dan UPP. Petani memperoleh fasilitas KMKP.
Selain program ini juga dikenal Program TRI Pabrik Gula Mini Bantuan Presiden (TRI-
PGM-Banpres) di provinsi Aceh, Sumbar, dan Kalbar seluas 450 hektar (Cahyono,
1983:73-110). Terakhir, dalam cakupan lokal di Kabupaten Malang juga telah
dikembangkan Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (KIMBUN), dengan
pendirian sebuah pabrik gula mini PG Kigumas. Proyek ini hasilnya belum jelas dan
sudah terlanjur tersandung masalah korupsi. Produksi gula yang semula dapat
memenuhi kebutuhan domestik, namun sejak 1972 Indonesia sudah mengimpor gula
lebih 160 ribu ton. Catatan terakhir menunjukkan bahwa total kebutuhan domestik
mencapai 21,5 juta ton, sementara produksi gula sekitar 2,3 juta ton pada 2006, naik
tipis dibandingkan 2005 yakni sekitar 2,24 juta ton, target tahun 2007 adalah sekitar 2,4
juta ton. Selama ini provinsi Jawa Timur merupakan sentra produksi gula nasional. Saat
ini di Jatim terdapat 33 Pabrik Gula (PG), 2 sudah ditutup, 2 direvitalisasi (PG Wringin
Anom Situbondo dan PG Tjukir Jombang. Total produksi mencapai sekitar 900 ribu
ton, konsumsi Jatim sendiri 600 ribu ton, jadi ada surplus produksi sekitar 300 ribu ton.
5) Hortikultura : Belakangan komoditas tanaman hortikutura, utamanya sayuran mulai
menunjukkan prospeknya, terutama untuk pasar domestik. Pada tahun 1976 saja, luas
lahan pekarangan yang diusahakan tercatat sekitar 2,3 juta hektar, sedangkan luas areal
sayuran tercatat 529 ribu hektar, rata-rata usaha sayuran 0,5 ha,.dengan total produksi
sayuran 1.767,9 ribu ton (Koesriharti, 1987:7). Namun produktivitas rata-rata masih
relatif rendah, dan tingkat produktivitas maksimal yang bisa dicapai sangat fluktuatif
antar usahatani ekstrim (Hariyadi, 1979:75- 80). Kemudian dalam perkembangannya
kemudian tercatat sebagai sayuran utama pada 1999 yang ditanam pada total areal
291,192 hektar dengan hasil-hasil utama mencakup bawang merah (771.818 ton), kubis
(1.336.410 ton), sawi (484.615 ton), wortel (326.693 ton), dan kentang (977.349 ton)
(Anonymous, 2000)

2. Pilih satu komoditas/produk pertanian yang dapat diintegrasikan dengan kegiatan


industri (kaitkan dengan kondisi geografis, ingat keterkaitan antara elemen fisik,
elemen bentuk kehidupan, bentuk kegiatan ekonomi setempat). Uraikan bentuk
integrasinya.

Dalam numenklatur ekonomi tanaman pangan Indonesia, jagung merupakan komoditas


penting kedua setelah padi/beras. Akan tetapi, dengan berkembang pesatnya industri
peternakan, jagung merupakan komponen utama (60%) dalam ransum pakan. Diperkirakan
lebih dari 55% kebutuhan jagung dalam negeri digunakan untuk pakan, sedangkan untuk
konsumsi pangan hanya sekitar 30%, dan selebihnya untuk kebutuhan industri lainnya dan
bibit. Dengan demikian, peran jagung sebetulnya sudah berubah lebih sebagai bahan baku
industri dibanding sebagai bahan pangan.

Geografi komoditas jagung juga mengalami pergeseran. Pada saat masih berstatus sebagai
komoditas pangan, daerah penyebaran jagung didominasi oleh Jawa Timur, Jawa Tengah,
Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur. Dengan berkembangnya industri peternakan
maka peran Lampung dan Sumatera Utara mulai mengalahkan posisi Jawa Tengah,
Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur.

Propinsi utama penghasil jagung di Indonesia adalah Jawa Timur dengan pangsa produksi
pada tahun 2005 sebesar 35%, diikuti oleh Jawa Tengah 17%, Lampung 11%, Sumatera
Utara 6%, Sulawesi Selatan 6%, dan Nusa Tenggara Timur 5%. Pada tahun 1981 pangsa
produksi jagung Jawa Timur adalah 43%, Jawa Tengah 22%, Sulawesi Selatan 1 1%, Nusa
Tenggara Timur 6%, Lampung 2%, dan Sumatera Utara 1,0%. Dengan demikian telah
terjadi pergeseran sentra produksi jagung Indonesia. Peregeseran ini didorong oleh
perkembangan industri pakan yang terkonsentrasi di Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung,
dan Sumatera Utara.
Permintaan jagung akan sangat dinamis, terkait dengan meningkatnya harga minyak bumi.
Permintaan jagung untuk energi alternatif, bahan baku industri pakan, dan industri makanan
akan terus meningkat di masa mendatang. Perubahan pola permintaan jagung ke depan
perlu dijadikan acuan dalam penentuan kebijakan ketahanan pangan di Indonesia dan
negara berkembang lainnya. Di Indonesia, pertumbuhan produksi jagung lebih disebabkan
oleh perkembangan permintaan (demand driven) untuk pakan ternak, sedangkan
pertumbuhan produksi padi disebabkan oleh supply driven karena didorong oleh inovasi
teknologi benih unggul.

3. Mengapa pertanian tetap penting dikembangkan di Indonesia? Pertimbangkan


karakter wilayah Indonesia!

Pertanian sangat berperan dalam pembangunan suatu daerah dan perekonomian dengan,
pertanian harapannya mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi penduduk, sebagai
sumber pendapatan, sebagai sarana untuk berusaha, serta sebagai sarana untuk dapat
merubah nasib ke arah yang lebih baik lagi. Peranan pertanian/agribisnis tersebut dapat
dilakukan dengan meningkatkan ekonomi petani dengan cara pemberdayaan ekonomi
kerakyatan.

Sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan
nasional. Peranan tersebut antara lain: meningkatkan penerimaan devisa negara, penyediaan
lapangan kerja, perolehan nilai tambah dan daya saing, pemenuhan kebutuhan konsumsi
dalam negeri, bahan baku industri dalam negeri serta optimalisasi pengelolaan sumber daya
alam secara berkelanjutan.Hal ini ditunjukkan oleh besarnya kontribusi sektor pertanian
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terutama pada masa kirisis ekonomi yang dialami
Indonesia, satu-satunya sektor yang menjadi penyelamat perekonomian Indonesia pada
tahun 1997-1998 hanyalah sektor agribisnis, dimana agribisnis memiliki pertumbuhan yang
positif.

Dalam jangka panjang, pengembangan lapangan usaha pertanian difokuskan pada produk-
produk olahan hasil pertanian yang memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional,
seperti pengembangan agroindustri. Salah satu lapangan usaha pertanian yang berorientasi
ekspor dan mampu memberikan nilai tambah adalah sektor perekebunan. Nilai PDB sektor
pertanian mengalami pertumbuhan yang semakin membaik dari tahun  ke tahun. Jika
diperhatikan dengan baik, peranan sektor pertanian masih dapat ditingkatkan sebagai upaya
dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat tani di Indonesia. Secara empirik, keunggulan
dan peranan pertanian/agribisnis tersebut cukup jelas, yang pertama dilihat hádala peranan
penting agribisnis (dalam bentuk sumbangan atau pangsa realtif terhadap nilai tambah
industri non-migas dan ekspor non-migas), yang cukup tinggi.

Penting pula diperhatikan bahwa pangsa impor agribisnis relatif rendah, yang mana ini
berarti bahwa agribisnis dari sisi ekonomi dan neraca ekonomi kurang membebani neraca
perdagangan dan pembayaran luar negeri. Sehingga dengan demikian sektor agribisnis
merupakan sumber cadangan devisa bagi negara. Diharapkan sektor pertanian mampu
menjadi sumber pertumbuhan perekonomian status bangsa, terutama negara-negara
berkembang yang perekonomiannya masih 60persen bertumpu pada sektor pertanian.

Indonesia merupakan negara yang kaya akan hasil sumberdaya alam yang terbentang dari
Sabang sampai Merauke. Dengan daratan yang cukup luas yang tersusun rapi oleh ribuan
pulau yang ada seolah menetapkan bahwa negara kita adalah negara agraris. Memang tak
dapat dipungkiri, namun hal tersebut lah yang menjadi sumber mata pencaharian dari
sekitar 60 % rakyatnya yang kemudian menjadi salah satu sektor rill yang memiliki peran
sangat nyata dalam membantu penghasilan devisa negara.

Manfaat pertanian untuk Indonesia :

1. Dapat menyerap banyak tenaga kerja

Besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian nasional tersebut  


diindikasikan juga dengan besarnya penyerapan tenaga kerja. Indikasi ini didukung
kenyataan bahwa sektor pertanian masih bersifat padat karya (labor intensive)
dibandingkan padat modal (capital intensive). Data BPS menunjukkan bahwa kemampuan
sektor pertanian menyerap tenaga kerja mengalami peningkatan dari 43,3 persen pada tahun
2004 menjadi 44,0 persen pada tahun 2005. Bahkan data BPS Februari 2006 menunjukkan
bahwa penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian mencapai 44,5 persen.

2. Memenuhi ketahanan pangan.

Pada umumnya masyarakat Indonesia yang dijadikan bahan pangan adalah padi (beras),
sementara saat ini produksi padi petani di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat Indonesia belum mencukupi. Hal ini terlihat dari adanya kebijakan pemerintah
yang melakukan impor beras dari Vietnam dan Thailand guna memenuhi stok beras dalam
negeri yang aman. Menurut pemerintah untuk memenuhi stok beras yang aman guna
memenuhi kebutuhan hingga akhir tahun harus tersedia stok beras 1,5 juta ton. Sementara
kini stok beras yang ada hanya sebesar 963.000 juta ton, sehingga pemerintah mengimpor
beras dari Vietnam dan Thailand sebanyak 600.000 ton.

Pada tahun 2010 produksi padi dalam negeri diperkirakan mencapai 64,9 juta ton Gabah
Kering Giling (GKG) atau setara 36,5 juta ton beras naik sebesar 0,88 persen dibandingkan
dengan tahun 2009 yang sebesar 64,3 juta ton GKG. Sementara untuk kebutuhan dalam
negeri untuk satu tahun diperkirakan 35,3 juta ton beras. Kecilnya kenaikan hasil produksi
padi pada tahun 2010 di karenakan perubahan iklim yang ekstrim seperti terjadi banjir,
angin besar yang membuat tanaman padi menjadi roboh dan mati serta adanya hama
penyakit

3. Merupakan kebutuhan pokok manusia

Sektor pertanian merupakan sumber kehidu pan manusia dan juga sektor yang menjanjikan
bagi perekonomian Indonesia. Pertanian salah satu pilar bagi kehidupan bangsa. Bertani
adalah pekerjaan yang mulia, selain untuk kehidupannya sendiri, juga penting bagi
kelestarian alam dan makluk hidup lainnya.

4. Di dukung oleh alam di Indonesia

Dengan kegiatan di sektor pertanian,, masyarakat memperoleh pangan yang merupakan 


kebutuhan   pokok untuk keberlanjutan hidup dan kehidupannya. Manusia tidak dapat
hidup dengan baik tanpa  makan yang berkecukupan baik jumlah dan mutunya. Oleh karena
itu kemampuan negara atau daerah untuk menyediakan pangan yang cukup bagi
penduduknya melalui kemandirian pangan adalah kewajiban.
Satu hal yang paling penting disini adalah, program pertanian ini sudah ada dan terbina
sejak puluhan tahun yang lalu. Tinggal meneruskan dan merawat yang sudah ada, program
pertanian juga sangat minim KKN, mudah terdeteksi jika terjadi korupsi ( banyak yang bisa
menghitung kebutuhan dananya) mungkin inilah alasan utama, program-program pertanian
di tinggalkan ( disisihkan) dari program-program pemerintah.

SUMBER

Anas R, Yogana P, Slamet P, dan Indarini, 1983, Analisa Kebijaksanaan Pangan : Antara
Tujuan dan Kendala, Badan Urusan Logistik (Bulog), Jakarta.

JURNAL POTENSI SEKTOR PERTANIAN DAN PROSPEK AGRIBISNIS Suatu


Pemikiran “Back to Basic” Perekonomian Nasional Menuju Modernisasi Pertanian
Indonesia Menghadapi Era Globalisasi F. Firmansyah Tayibnapis Dosen Fakultas Pertanian
Universitas Merdeka Madiun.

JURNAL Gambaran Umum Ekonomi Jagung Indonesia Faisal Kasryno, Effendi


Pasandaran, Suyamto, dan Made O. Adnyana Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Jakarta Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai