Anda di halaman 1dari 41

HALAMAN SAMPUL

LAPORAN HOME VISIT


PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN (PBL) I & II

NAMA : ANDI RESKI

NIM : J1A117180

KELAS : B 2017

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah

memberikan Hidayah-Nya, limpahan rezeki, kesehatan dan kesempatan sehingga saya dapat

menyelesaikan penulisan Laporan Home Visit Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) I dan II

ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Laporan Home Visit Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) I dan II ini. Pada

hakekatnya, laporan ini memuat tentang hasil pendataan tentang status PIS-PK masyarakat di

Kelurahan Nambo, Kecamatan Nambo, Kota Kendari yang telah dilakukan oleh mahasiswa

PBL I dan II. Adapun pelaksanaan kegiatan Home Visit Pengalaman Belajar Lapangan (PBL)

I dan II ini dilaksanakan mulai pada tanggal 22 Juli 2019 sampai selesai.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan laporan ini banyak hambatan dan

tantangan yang saya dapatkan, namun atas bantuan dan bimbingan serta motivasi yang tiada

henti-hentinya disertai harapan yang optimis dan kuat sehingga saya dapat mengatasi semua

hambatan tersebut.

Oleh karena itu, tak lupa pula saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya

kepada:

ii
1. Bapak Dr. Yusuf Sabilu M. Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Bapak

Prof. Dr. H. Ruslan Majid, M. Kes. Selaku Wakil Dekan I bagian Akademik Fakultas

Kesehatan Masyarakat, Bapak Dr. Suhadi, S.KM, M.Kes selaku Wakil Dekan II

bagian Perencanaan Umum dan Keuangan Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Ibu

Dr. Nani Yuniar, S.Sos, M. Kes selaku Wakil Dekan III bagian Kemahasiswaan dan

Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat serta seluruh staf Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Halu Oleo.

2. Ibu Dr. Asnia Zainuddin, S.Si, M.Kes. Selaku Ketua Jurusan Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo.

3. Ibu Siti Rabbani Karimuna, S.KM, M.P.H selaku Kepala Laboratorium Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo.

4. Ibu Nurmaladewi, S.KM, M.P.H selaku pembimbing lapangan kelompok 4

Kelurahan Nambo, Kecamatan Nambo, Kota Kendari yang telah memberikan banyak

pengetahuan serta memberikan motivasi kepada kami.

5. Dan seluruh Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo.

6. Bapak Muhammad Illias, S.Sos selaku Kepala Kecamatan Nambo

7. Bapak Rajamuddin, S.IP selaku Kepala Kelurahan Nambo

8. Tokoh-tokoh masyarakat kelembagaan kelurahan dan tokoh-tokoh agama beserta

seluruh masyarakat Kelurahan Nambo, Kecamatan Nambo, Kota Kendari terimakasih

atas kerja samanya sehingga pelaksanaan kegiatan PBL I dan II dapat berjalan dengan

lancar.

9. Kedua orang tua yang telah memberikan banyak dukungan dan doa

10. Seluruh teman-teman mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat yang telah

membantu sehingga laporan ini bisa terselesaikan.

iii
Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa laporan Home Visit Pengalaman

Belajar Lapangan (PBL) I dan II ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saya

mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun sehingga kiranya dapat dijadikan

sebagai acuan pada penulisan laporan Home Visit Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) I dan

II berikutnya.

Saya berdoa semoga Allah SWT. Selalu melindungi dan melimpahkan rahmat-Nya

kepada semua pihak yang telah membantu dan semoga laporan Home Visit Pengalaman

Belajar Lapangan (PBL) I dan II ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Wassalamu’alaikumWarahmatullahiWabarakatuh.

Nambo, Juli 2019

Penyusun

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..............................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................v
BAB I.........................................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................................5
1.3. Tujuan..........................................................................................................................5
1.3.1. Tujuan Umum......................................................................................................5
1.3.2. Tujuan Khusus.....................................................................................................6
BAB II.......................................................................................................................................7
2.1. Tinjauan Mengenai Pengetahuan................................................................................7
2.2. Tinjauan Mengenai Masyarakat................................................................................12
2.3. Tinjauan Mengenai Kesehatan..................................................................................14
2.4. Tinjauan Mengenai Rokok........................................................................................19
BAB III....................................................................................................................................26
3.1. Metode Pemilihan......................................................................................................26
3.2. Lokasi........................................................................................................................26
3.3. Waktu Kegiatan.........................................................................................................27
3.4. Identifikasi Masalah..................................................................................................27
3.5. Intervensi...................................................................................................................27
BAB IV....................................................................................................................................28
4.1. Hasil...........................................................................................................................28
4.2. Pembahasan...............................................................................................................28
BAB V......................................................................................................................................29
5.1. Kesimpulan................................................................................................................29
5.2. Saran..........................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................30
LAMPIRAN............................................................................................................................31

v
vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan keadaan normal dan sejahtera anggota tubuh, sosial dan jiwa

pada seseorang untuk dapat melakukan aktivitas tanpa gangguan yang berarti dimana ada

kesinambungan antara kesehatan fisik, mental dan sosial seseorang termasuk dalam

melakukan interaksi dengan lingkungan (UU No. 23 tahun 1992). Kesehatan merupakan hak

asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-

cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan sejahtera yang

meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan.

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang

memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Undang-

Undang No. 36 Tahun 2009).

Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan,

keseimbangan, manfaat, pelindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan,

gender dan non diskriminatif dan norma-norma agama. Pembangunan kesehatan bertujuan

untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar

terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi

pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis (Undang-

Undang No. 36 Tahun 2009). Salah satu cara untuk membangun dan meningkatkan kesehatan

masyarakat yaitu melalui PIS-PK (Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga).

1
2

PIS-PK adalah Program Indonesia Sehat merupakan salah satu program dari agenda

ke-5 Nawa Cita, yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Dalam rangka

pelaksanaan Program Indonesia Sehat telah disepakati adanya 12 indikator utama untuk

penanda status kesehatan sebuah keluarga (Sumarjono dan Nuryati, 2018).

Program Indonesia Sehat merupakan salah satu program dari agenda ke-5 Nawa Cita,

yaitu Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia. Program ini didukung oleh program

sektoral lainnya yaitu Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Kerja, dan Program

Indonesia Sejahtera. Program Indonesia Sehat selanjutnya menjadi program utama

Pembangunan Kesehatan yang kemudian direncanakan pencapaiannya melalui Rencana

Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, yang ditetapkan melalui

Keputusan Menteri Kesehatan R.I. Nomor HK.02.02/Menkes/52/2015.

Sasaran dari Program Indonesia Sehat adalah meningkatnya derajat kesehatan dan

status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang

didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan. Sasaran ini

sesuai dengan sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN)

2015-2019, yaitu: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak, (2) meningkatnya

pengendalian penyakit, (3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan

rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan, (4) meningkatnya cakupan

pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga

kesehatan, obat dan vaksin, serta (6) meningkatnya responsivitas sistem kesehatan.

Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan menegakkan tiga pilar utama, yaitu:

(1) penerapan paradigma sehat, (2) penguatan pelayanan kesehatan, dan (3) pelaksanaan

jaminan kesehatan nasional (JKN). Penerapan paradigma sehat dilakukan dengan strategi
3

pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan, penguatan upaya promotif dan preventif,

serta pemberdayaan masyarakat. Penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi

peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimasi sistem rujukan, dan peningkatan mutu

menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis risiko kesehatan.

Pelaksanaan JKN dilakukan dengan strategi perluasan sasaran dan manfaat (benefit), serta

kendali mutu dan biaya. Kesemuanya itu ditujukan kepada tercapainya keluarga-keluarga

sehat.

Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK)

bertujuan untuk meningkatkan akses keluarga berserta anggotanya terhadap pelayanan

kesehatan yang komprehensif, meliputi pelayanan promotif dan preventif serta pelayanan

kuratif dan rehabilitatif dasar, mendukung pencapaian standar pelayanan minimal

kabupaten/kota; melalui peningkatan akses dan skrining kesehatan, mendukung pelaksanaan

jaminan kesehatan nasional dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjadi

peserta Jaminan Kesehatan Nasional; dan mendukung tercapainya tujuan Program Indonesia

Sehat dalam rencana strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019.

Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga terdiri atas 4 (empat) area

prioritas yang meliputi penurunan angka kematian ibu dan bayi, penurunan prevalensi balita

pendek (stunting), penanggulangan penyakit menular dan penanggulangan penyakit tidak

menular. Prioritas PIS-PK ini dilaksanakan dengan pendekatan upaya promotif dan preventif

tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif oleh tenaga kesehatan sesuai kompetensi

dan kewenangannya.

Dalam rangka penyelenggaraan Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan

Keluarga, ditetapkan 12 (dua belas) indikator utama sebagai penanda status kesehatan sebuah

keluarga sebagai berikut keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB), Ibu
4

melakukan persalinan di fasilitas kesehatan, bayi mendapat imunisasi dasar lengkap, bayi

mendapat Air Susu Ibu (ASI) eksklusif, balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan,

penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar, penderita hipertensi

melakukan pengobatan secara teratur, penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan

tidak ditelantarkan, anggota keluarga tidak ada yang merokok, keluarga sudah menjadi

anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), keluarga mempunyai akses sarana air bersih;

dan keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat.

Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga dilaksanakan

oleh Puskesmas dengan tujuan untuk memperkuat fungsi Puskesmas dalam penyelenggaraan

Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) di tingkat

pertama di wilayah kerjanya. Pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan

Keluarga di tingkat Puskesmas dilakukan melalui kegiatan (1) melakukan pendataan

kesehatan seluruh anggota keluarga, (2) membuat dan mengelola pangkalan data Puskesmas,

(3) menganalisis, merumuskan intervensi masalah kesehatan, dan menyusun rencana

Puskesmas, (4) melaksanakan kunjungan rumah dalam upaya promotif, preventif, kuratif, dan

rehabilitatif, (5) melaksanakan pelayanan kesehatan (dalam dan luar gedung) melalui

pendekatan siklus hidup, dan (6) melaksanakan Sistem Informasi dan Pelaporan Puskesmas.

Pembiayaan penyelenggaraan program Indonesia sehat dengan pendekatan keluarga

dibebankan pada Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD), Anggaran Belanja dan

Pendapatan Negara (APBN), dan dana lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Home Visit adalah salah satu teknik pengumpulan data dengan mengunjungi rumah

masyarakat untuk membantu meningkatkan atau menyelesaikan permasalahan kesehatan


5

yang ada dalam lingkup keluarga, dimana dalam home visit dilakukan edukasi dengan cara

pendekatan keluarga.

Kelurahan Nambo merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan

Nambo Kota Kendari dengan luas wilayah 839,5 ha/m2 yang terdiri atas lahan pemukiman

seluas 125 Ha/m2, lahan perkebunan 540 Ha/m2, lahan perkuburan 0,5 Ha/m2, lahan

perkantoran 5 Ha/m2, luas pekaragan 150 Ha/m2 dan lahan prasarana umum lainnya seluas

19 Ha/m2. Kelurahan Nambo terdiri dari 8 RT (Rukun Tetangga) dan 4 RW (rukun warga).

Derajat kesehatan dan status gizi masyarakat di Kelurahan Nambo, Kecamatan Nambo

berdasarkan status PIS-PK terdapat 50 responden atau 50 % yang termaksud keluarga sehat

(biru), 47 responden atau 47% yang termaksud keluarga pra sehat (kuning) dan terdapat 3

responden atau 3% yang termkasud keluarga tidak sehat (merah). (Data Primer PBL 1

Kelurahan Nambo,2019).

Berdasarkan uraian diatas, saya tertarik untuk melakukan home visit untuk

mengetahui lebih jauh tentang masalah PIS-PK yang ada di tatanan rumah tangga Kelurahan

Nambo

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam kegiatan ini yaitu :

1. Seberapa besar pengetahuan tentang rokok dari sampel keluarga binaan?

2. Bagaimana metode pemberdayaan masyarakat dalam mengubah status PIS-PK

tatanan rumah tangga untuk menjadi lebih sehat?


6

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dalam kegiatan ini yaitu meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat sehingga tidak ada lagi masyarakat yang memiliki status

PIS-PK yang tidak sehat dan pra sehat.

1.3.2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dalam kegiatan ini yaitu :

1. Untuk mengetahui besaran cakupan pengetahuan tentang rokok dari sampel

binaan.

2. Untuk mengetahui metode yang tepat untuk pemberdayaan masyarakat dalam

mengubah status PIS-PK tatanan rumah tangga untuk menjadi lebih sehat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Mengenai Pengetahuan

a. Pengertian

Pengertian pengetahuan menurut Jujun S Suriasumantri (1996;104),

“Pengetahuan hakekatnya adalah segenap yang di ketahui manusia mengenai suatu

objek tertentu yang merupakan khasanah kekayaan mental diperoleh melalui

rasional dan pengalaman” (Suriasumantri,1996 dalam Darmawan dan Fadjarajani,

2016).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengetahuan berarti segala

sesuatu yang diketahui; kepandaian: atau segala sesuatu yang diketahui berkenaan

dengan hal (mata pelajaran).

Menurut Notoatmodjo, pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini

setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga (Notoatmodjo, 2005 dalam Makhmudah, 2018).

Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses

pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam seperti

motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia serta keadaan sosial

budaya (Budiono, 2003 dalam Hamada dan Irfan, 2014).

7
8

Pengetahuan merupakan hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala

sesuatu perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Pengetahuan

dapat terwujud barang-barang fisik, pemahamannya dilakukan dengan cara persepsi

baik lewat indera maupun lewat akal, dapat pula objek yang dipahami oleh manusia

berbentuk ideal (Arman, 2006 dalam Hamada dan Irfan, 2014).

Pengetahuan adalah proses mengetahui dan menghasilkan sesuatu.

Pengetahuan merupakan hasil dari usaha manusia untuk tahu, dengan kata lain

pengetahuan adalah hasil ungkapan apa yang diketahui atau hasil dari pekerjaan

(Suparlan, 2005 dalam Hamada dan Irfan, 2014).

Dari beberapa pengertian pengetahuan di atas dapat disimpulkan bahwa

pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui yang diperoleh dari

persentuhan panca indera terhadap objek tertentu. Pengetahuan pada dasarnya

merupakan hasil dari proses melihat, mendengar, merasakan, dan berfikir yang

menjadi dasar manusia dan bersikap dan bertindak (Makhmudah, 2018).

b. Tingkat Pengetahuan

Menurut (Bloom, 1956 yang dikutip dari Notoatmodjo, 2003 dalam Hamada

dan Irfan, 2014) bahwa pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif

mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recaal) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari

atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, “tahu” ini merupakan
9

tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang

tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan,

mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara

benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat

diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur

organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis

ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan

(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan

sebagainya.

5. Sintesis (syntesis)
10

Sintesis merujuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru

dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu

berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-

kriteria yang telah ada.

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan

Menurut (Hamada dan Irfan, 2014) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

pengetahuan yaitu :

1. Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi

sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan

yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-

nilai yang baru diperkenalkan.

2. Pekerjaan

Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan

cara mencari nafkah yang membosankan, berulang, dan banyak tantangan.

Semakin lama seseorang bekerja semakin banyak pengetahuan yang diperoleh.


11

3. Umur

Umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang

tahun. Semakin bertambah umur seseorang semakin banyak pengetahuan yang di

dapat.

4. Sumber informasi

Data yang merupakan kenyataan yang menggambarkan suatu kejadian-

kejadian dan kesatuan nyata apa air, apa alam, apa manusia dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2005 dalam Hamada dan Irfan, 2014).

d. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut (Hamada dan Irfan, 2014) cara memperoleh pemperoleh pengetahuan

yaitu :

1. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan

a. Cara coba salah (Trial dan Error)

Cara yang paling tradisional, yang pernah digunakan oleh manusia

dalam memperoleh pengetahuan adalah cara coba-salah “trial and error”. Cara

ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum

adanya peradaban.

b. Cara kekuasaan atau otoritas

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan

tradisi-tradisi yang dilakukan itu baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini

biasanya diwariskan turun temurun dari generasi-generasi berikutnya.


12

c. Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman itu adalah guru yang baik, demikianlah bunyi pepatah.

Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber

pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, atau

pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran

pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai

upaya memperoleh pengetahuan.

d. Melalui jalan pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berfikir

manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan

penalarannya dalam memperoleh pengetahuan. Dengan kata lain, dalam

memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan

pikirannya.

2. Cara moderen dalam memperoleh pengetahuan

Cara moderen dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih

sistematis, logis, dan ilmiah (Notoadmodjo, 2005 dalam Hamada dan Irfan,

2014).

2.2. Tinjauan Mengenai Masyarakat

a. Pengertian

Dalam buku Sosiologi, Kelompok dan Masalah Sosial dijelaskan bahwa

diduga perkataan masyarakat mendapat pengaruh dari bahasa Arab. Dalam bahasa

Arab, masyarakat asal mulanya dari kata musayarak yang kemudian berubah

menjadi musyarakat dan selanjutnya mendapatkan kesepakatan dalam bahasa


13

Indonesia, yaitu Masyarakat". Musyarak, artinya bersama-sama, lalu musyarakat,

artinya berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling

mempengaruhi. Sedangkan pemakaiannya dalam bahasa Indonesia telah disepakati

dengan sebutan Masyarakat (Syani, 1987 dalam Hamada dan Irfan, 2014).

Menurut (Taneko, 1984 dalam Hamada dan Irfan, 2014), secara sosiologis

masyarakat tidak dipandang sebagai suatu kumpulan individu atau sebagai

penjumlahan dari individu-individu semata. Masyarakat merupakan suatu pergaulan

hidup, oleh karena manusia itu hidup bersama. Masyarakat merupakan suatu sistem

yang terbentuk karena hubungan dari anggotanya. Ringkasnya, masyarakat adalah

suatu sistem yang terwujud dari kehidupan bersama manusia, yang lazim disebut

sebagai sistem kemasyarakatan.

b. Unsur Pembentuk Masyarakat

Menurut (Soekanto, 1982 dalam Hamada dan Irfan, 2014), masyarakat

mencakup beberapa unsur, yaitu sebagai berikut:

1. Manusia yang hidup bersama. Didalam ilmu sosial tak ada ukuran yang mutlak

ataupun angka yang pasti untuk menentukan beberapa jumlah manusia yang harus

ada.

2. Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama

dengan kumpulan benda-benda mati seperti umpamanya kursi, meja dan

sebagainya. Oleh karena dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul

manusia-manusia baru. Manusia itu juga dapat bercakap-cakap, merasa dan

mengerti; mereka juga mempunyai keinginan-keinginan untuk menyampaikan

kesan-kesan atau perasaan-perasaannya. Sebagai akibat hidup bersama itu,


14

timbullah sistem komunikasi dan timbulah peraturan-peraturan yang mengatur

hubungan antar manusia dalam kelompok tersebut.

3. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan.

4. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama

menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya

terikat satu dengan lainnya.

2.3. Tinjauan Mengenai Kesehatan

a. Pengertian

Kesehatan adalah keadaan seimbang yang dinamis, dipengaruhi faktor

genetik, lingkungan dan pola hidup sehari-hari seperti makan, minum, seks, kerja,

istirahat, hingga pengelolaan kehidupan emosional. Status kesehatan tersebut

menjadi rusak bila keadaan keseimbangan terganggu, tetapi kebanyakan kerusakan

pada periode-periode awal bukanlah kerusakan yang serius jika orang mau

menyadarinya. (Santoso, 2012: 8 dalam Shandy, 2014).

Menurut definisi yang dirumuskan oleh WHO, kesehatan adalah sebagai : ”a

state of complete physical, mental and social well being and not merely the absence of

disease or infirmity“. (WHO, 1948 dalam Shandy, 2014), adalah keadaan sejahtera

fisik, mental, social tanpa ada keluhan sama sekali (cacat atau sakit). Dalam UU RI

Nomor 23 tahun 1992 kesehatan juga dinyatakan mengandung dimensi mental dan

social : “Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang

memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomi “ (UU RI 1992,

dalam Shandy, 2014).

Kesehatan merupakan salah satu faktor utama yang dapat mempengaruhi

kebugaran dan penampilan tubuh, serta harta yang paling berharga yang tidak pernah
15

bisa ditukar dengan apapun. Oleh karena itu setiap orang tentu mendambakan hidup

sehat bahagia dan ingin selalu tampak sehat, bugar, penampilan yang bagus dan awet

muda, tidak lekas keriput karena menua. Hal tersebut dapat dirasakan apabila kita

pernah sakit. Olahraga dan kesehatan merupakan kebutuhan bagi setiap orang, karena

semua orang pasti ingin sehat, tidak seorangpun yang ingin sakit atau terganggu

kesehatannya. Kesehatan juga harus dilandasi beberapa aspek perilaku untuk menuju

pola hidup sehat dengan 2 hal sebagai berikut :

1. Perilaku hidup bersih dan sehat

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah bentuk perwujudan

paradigma sehat dalam budaya perorangan. Keluarga dan masyarakat yang

berorientasi sehat, bertujuan untuk meningkatkan, memelihara dan melindungi

kesehatannya baik fisik, mental, spiritual maupun social, (Depkes RI, 2009).

Perilaku hidup bersih sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan

pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga,

kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan

informasi dan melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan

perilaku melalui pendekatan pimpinan (advocacy), bina suasana (social support) dan

pemberdayaan masyarakat (empowerment). Masyarakat dapat mengenali dan

mengatasi masalahnya sendiri, dan dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dengan

menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatannya, (Notoatmodjo, 2007 dalam

Shandt, 2014).

2. Penerapan perilaku hidup bersih dan sehat


16

Penerapan perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan

dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahan dan meningkatkan

kesehatannya. (Notoatmodjo, 2007 dalam Shandy, 2014).

a. Makan dengan menu seimbang (appropriate diet). Menu seimbang di sini dalam

arti kualitas (mengandung zat-zat gizi yang diperlukan tubuh), dan kuantitas

dalam arti jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh (tidak kurang,

tetapi juga tidak lebih). Secara kualitas mungkin di Indonesia dikenal dengan

ungkapan empat sehat lima sempurna.

b. Olahraga teratur, juga mencakup kualitas (gerakan), dan kuantitas dalam arti

frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olahraga. Dengan sendirinya kedua

aspek ini akan tergantung dari usia, status kesehatan yang bersangkutan.

c. Istirahat yang cukup. Dengan meningkatnya kebutuhan hidup akibat tuntutan

untuk penyesuaian dengan lingkungan modern. mengharuskan rang untuk bekerja

keras dan berlebihan, sehingga waktu istirahat berkurang. Hal ini juga dapat

membahayakan kesehatan.

d. Mengendalikan stres. Stres akan terjadi pada siapa saja, dan akibatnya bermacam-

macam bagi kesehatan. Lebih-lebih sebagai akibat dari tuntunan hidup ang keras

seperti diuraikan di atas. Kecenderungan stres akan meningkat pada setiap orang.

Stres tidak dapat kita hindari, yang penting dijaga agar stres tidak menyebabkan

gangguan kesehatan, kita harus dapat mengendalikan atau mengelola stres dengan

kegiatan-kegiatan yang positif.

e. Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan, misalnya: tidak

berganti-ganti pasangan dalam hubungan seks, penyesuaian diri kita terhadap

lingkungan dan sebagainya.

b. Perilaku Hidup Sehat


17

Menurut (Becker, dalam Jadin, 2012) konsep perilaku sehat merupakan

pengembangan dari konsep perilaku yang dikembangkan Bloom. Becker

menguraikan perilaku kesehatan menjadi tiga domain, yakni pengetahuan kesehatan

(health knowledge), sikap terhadap kesehatan (health attitude) dan praktik kesehatan

(health practice). Hal ini berguna untuk mengukur seberapa besar tingkat perilaku

kesehatan individu yang menjadi unit analisis penelitian. (Becker, dalam Jadin,

2012) mengklasifikasikan perilaku kesehatan menjadi tiga dimensi :

1. Pengetahuan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan mencakup apa yang

diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan, seperti

pengetahuan tentang penyakit menular, pengetahuan tentang faktor-faktor yang

terkait. dan atau mempengaruhi kesehatan, pengetahuan tentang fasilitas

pelayanan kesehatan, dan pengetahuan untuk menghindari kecelakaan.

2. Sikap, sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian seseorang

terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan, seperti sikap

terhadap penyakit menular dan tidak menular, sikap terhadap faktor-faktor yang

terkait dan atau memengaruhi kesehatan, sikap tentang fasilitas pelayanan

kesehatan, dan sikap untuk menghindari kecelakaan.

3. Praktek kesehatan, praktek kesehatan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan

atau aktivitas orang dalam rangka memelihara kesehatan, seperti tindakan

terhadap penyakit menular dan tidak menular, tindakan terhadap faktor-faktor

yang terkait dan atau memengaruhi kesehatan, tindakan tentang fasilitas

pelayanan kesehatan, dan tindakan untuk menghindari kecelakaan.


18

Dimensi Perilaku kesehatan dibagi menjadi dua (Soekidjo, Notoatmojo,

2010: 24 dalam Jadin, 2012), yaitu:

1. Healthy Behavior yaitu perilaku orang sehat untuk mencegah penyakit dan

meningkatkan kesehatan. Disebut juga perilaku preventif (Tindakan atau upaya

untuk mencegah dari sakit dan masalah kesehatan yang lain: kecelakaan) dan

promotif (Tindakan atau kegiatan untuk memelihara dan meningkatkannya

kesehatannya). Contoh: 1) Makan dengan gizi seimbang, 2) Olahraga/kegiatan

fisik secara teratur, 3) Tidak mengkonsumsi makanan/minuman yang

mengandung zat adiktif , 4) Istirahat cukup, 5) Rekreasi /mengendalikan stress.

2. Health Seeking Behavior yaitu perilaku orang sakit untuk memperoleh

kesembuhan dan pemulihan kesehatannya. Disebut juga perilaku kuratif dan

rehabilitative yang mencakup kegiatan: 1) Mengenali gejala penyakit , 2) Upaya

memperoleh kesembuhan dan pemulihan yaitu dengan mengobati sendiri atau

mencari pelayanan (tradisional, profesional), 3) Patuh terhadap proses

penyembuhan dan pemulihan (complientce) atau kepatuhan.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku Hidup Sehat

Perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang

dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobservable), yang

berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap perilaku hidup sehat antara lain dipengaruhi oleh (Soekidjo

Notoatmojo, 2010: 25 dalam Jadin, 2012) :

a. Faktor makanan dan minuman terdiri dari kebiasaan makan pagi, pemilihan jenis

makanan, jumlah makanan dan minuman, kebersihan makanan.


19

b. Faktor perilaku terhadap kebersihan diri sendiri terdiri dari mandi, membersihkan

mulut dan gigi, membersihkan tangan dan kaki, kebersihan pakaian.

c. Faktor perilaku terhadap kebersihan lingkungan lingkungan terdiri dari

kebersiahn kamar, kebersihan rumah, kebersihan lingkungan rumah, kebersihan

lingkungan sekolah.

d. Faktor perilaku terhadap sakit dan penyakit terdiri dari pemeliharaan kesehatan,

pencegahan terhadap penyakit, rencana pengobatan dan pemulihan kesehatan.

e. Faktor keseimbangan antara kegiatan istirahat dan olahraga terdiri dari banyaknya

waktu istirahat, aktivitas di rumah dan olahraga teratur.

2.4. Tinjauan Mengenai Rokok

a. Pengertian

Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120

mm dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah di

cacah (Jaya, 2009 dalam Ambarwati dkk, 2014). Rokok merupakan salah satu

produk industri dan komoditi internasional yang mengandung sekitar 300 bahan

kimiawi. Unsur-unsur yang penting antara lain : tar, nikotin, benzovrin, metal-

kloride, aseton, amonia, dan karbon monoksida (Bustan, 2007 dalam Ambarwati

dkk, 2014). Selain itu sebatang rokok mengandung 4.000 jenis senyawa kimia

beracun yang berbahaya untuk tubuh dimana 43 diantaranya bersifat karsinogenik

(Aditama, 2013 dalam Ambarwati dkk, 2014). Dengan komponen utama adalah

nikotin suatu zat berbahaya penyebab kecanduan, tar yang bersifat karsinogenik, dan

CO yang dapat menurunkan kandungan oksigen dalam darah. Rokok juga dapat

menimbulkan penyakit seperti jantung koroner, stroke dan kanker (Ambarwati dkk,

2014).
20

Rokok merupakan kertas yang digulung berbentuk silinder dengan ukuran

tertentu serta berisi tembakau dan dibakar untuk dihirup asapnya. “Rokok adalah

salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap dan/atau

dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya

yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica, dan spesies

lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau

tanpa bahan tambahan” (Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 dalam

Amalia, 2017).

Levy (1984) dalam Amalia (2017) mendefinisikan merokok sebagai kegiatan

seseorang membakar dan menghisap tembakau,yang juga menimbulkan asap yang

dapat terhisap oleh orang di sekitarnya. Pendapat serupa dikemukakan Armstrong

(1990) dalam Putra (2013) bahwa merokok merupakan kegiatan menghisap asap

tembakau yang dibakar kemudian menghembuskannya lagi. Menghisap asap

tembakau yang dibakar menggunakan rokok atau pipa disebut merokok (Sitepoe,

2000 dalam Amelia, 2009). Berdasarkan pernyataan tersebut, merokok dapat

disimpulkan sebagai kegiatan seseorang membakar daun tembakau untuk dihisap

asapnya kemudian dihembuskan kembali, di mana asap tersebut dapat terhisap oleh

orang sekitarnya dan membahayakan kesehatan serta menimbulkan ketergantungan.

b. Jenis-jenis Rokok dan Macam-macam Perokok

Rokok terbagi dalam berbagai jenis berdasarkan bahan pembungkus, proses

pembuatan, dan penggunaan filter.Rokok kawung dibungkus dengan daun aren,

rokok sigaret memakai kertas sebagai pembungkus, dan rokok cerutu dibungkus

menggunakan daun tembakau.Berdasarkan proses pembuatan ada rokok sigaret

kretek yang dibuat dengan dilinting menggunakan tangan atau alat sederhana, serta
21

sigaret kretek yang diproduksi dengan mesin.Kemudian terdapat rokok jenis filter

yang memakai gabus pada ujung pangkalnya dan jenis non filter tanpa gabus

(Simarmata, 2012dalam Asizah, 2015 dalam Amalia,2017).

Secara umum terdapat dua macam perokok, yaitu perokok aktif dan perokok

pasif. Perokok aktif merupakan orang yang merokok dan menghirup langsung asap

tembakau. Perokok pasif adalah orang yang secara tidak langsung menghirup asap

rokok.Sitepoe (2000:22) dalam Putra (2013) membedakan perokok berdasarkan

jumlah konsumsi, antara lain perokok ringan (1-10 batang per hari), perokok sedang

(11-23 batang per hari), dan perokok berat yang merokok 24 batang atau lebih dalam

sehari.

Mu'tadin (2002) dalam Asizah (2015) mengemukakan pendapat berbeda

tentang tipe-tipe perokok.Menurutnya terdapat perokok yang dipengaruhi rasa

positif, perokok yang dipengaruhi rasa negatif, perokok adiktif, dan perokok yang

merokok karena kebiasaan. Perokok yang dipengaruhi perasaan positif terbagi

menjadi pleasure relaxation, stimulation to pick them up, dan pleasure of hanling the

cigarette.Ketika perokok merokok hanya untuk tambahan seperti pelengkap minum

kopi atau setelah makan disebut pleasure relaxation. Stimulation to pick them up

dilakukan untuk mendapat perasaan senang. Pleasure of hanling the cigarette yaitu

ketika perokok mendapat kenikmatan saat memegang rokok. Perokok yang

dipegaruhi rasa negatif kebanyakan hanya merokok untuk mengatasi cemas dan

marah. Perokok adiktif akan menambah dosis rokok untuk meningkatkan efeknya.

Kemudian perokok yang merokok karena kebiasaan sudah secara rutin merokok.

Seorang perokok tidak mudah berhenti merokok begitu saja. Terkadang seseorang

kembali merokok setelah memutuskan untuk berhenti merokok. Ketergantungan


22

rokok akibat pengaruh nikotin membuat orang sulit berhenti. Saat berhenti merokok,

perokok akan merasa ada yang kurang, lesu, dan cemas.

c. Bahaya Merokok

Konsumsi rokok dapat mengakibatkan masalah kesehatan. Penyakit yang

disebabkan oleh rokok antara lain kanker, penyakit jantung, bronkitis, gangguan

kehamilan dan janin. Tidak hanya itu, akibat rokok dapat membuat rambut rontok,

katarak, kulit keriput, pendengaran terganggu, oesteoporosis, tukak lambung, kanker

uterus, kanker kulit, disklorasi jari-jari, dan karies, serta menyebabkan kerusakan

sperma (Barus, 2012 dalam Amalia, 2017). Bagi perokok aktif, ancaman terkena

penyakit jantung dan stroke menjadi dua kali lebih besar. Perokok pasif juga

memiliki resiko terkena penyakit akibat asap rokok seperti kerusakan paru-paru,

penyakit jantung, sakit tenggorokan, dan batuk. Wanita hamil yang menghirup asap

rokok beresiko mengalami gangguan kehamilan dan dapat mengakibatkan cacat

bahkan kematian pada bayi. Menghirup asap sampingan 3 kali lebih berbahaya dari

asap yang dihirup perokok aktif.

d. Peraturan tentang Rokok

Usaha pengendalian konsumsi rokok telah banyak dilakukan, salah satunya

melalui penetapan peraturan mengenai pengendalian tembakau dan rokok.

1. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 81Tahun 1999

Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok

bagi Kesehatan sebagai salah satu pelaksanaan pasal 44 Undang-Undang Nomor

23 Tahun 1992 tentang kesehatan. Peraturan Pemerintah ini berisi tentang kadar

kandungan nikotin dan tar yang diperbolehkan, persyaratan produksi dan


23

penjualan rokok, persyaratan iklan dan promosi rokok, peran masyarakat dalam

pengamanan rokok bagi kesehatan, serta penetapan kawasan tanpa rokok.

2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38Tahun 2000

Peraturan Pemerintah Nomor 38Tahun 2000 merupakan revisi dari

Peraturan Pemerintah Nomor 81Tahun 1999 yang berkaitan dengan iklan rokok.

Iklan rokok di media elektronik diizinkan dan batas waktu industri rokok

mengikuti peraturan ini adalah 5-7 tahun setelah dinyatakan berlaku tergantung

dari jenis industrinya (Sumarna, 2009 dalam Amalia, 2017).

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Penyiaran menyebutkan

tentang larangan siaran iklan melakukan promosi rokok yang memperagakan

wujud rokok. Iklan rokok di media elektronik dilarang mulai pukul 05.00-21.30

WIB dan diperbolehkan tayang pada pukul 21.30-05.00 WIB.

4. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2003

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2000 kemudian digantikan oleh

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 yang memuat tentang pengendalian

tembakau. Hal yang diatur dalam peraturan ini antara lain ukuran dan jenis

peringatan kesehatan, batas waktu iklan rokok di media elektronik, serta

pengujian kadar tar dan nikotin. Pada pasal 22 disebutkan bahwa tempat

kesehatan, tempat kerja, tempat proses belajar mengajar, tempat ibadah, tempat

kegiatan anak, tempat umum, dan angkutan umum merupakan kawasan tanpa

rokok.
24

5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

Undang-Undang Nomor36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengatur

pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif. Pencantuman

peringatan kesehatan diwajibkan bagi setiap orang yang memproduksi atau

memasukkan rokok ke Indonesia. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 juga

menetapkan kawasan tanpa rokok. Pasal 115 menyatakan instansi pendidikan

sebagai kawasan tanpa rokok.

6. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri Nomor 188/MENKES/PB/I/2011

tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok

Peraturan ini memuat pedoman penetapan kawasan tanpa rokok dalam

rangka memberikan perlindungan dan lingkungan yang sehat bagi masyarakat.

Kawasan tanpa rokok yang telah ditetapkan antara lain fasilitas pelayanan

kesehatan, tempat belajar mengajar, tempat ibadah, angkutan umum, tempat

kerja, tempat bermain anak, dan tempat umum. Penyediaan kawasan khusus

merokok diperbolehkan selama terpisah dari tempat beraktivitas, jauh dari tempat

berlalu-lalang, dan memiliki sirkulasi udara yang baik.

7. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012

Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengaman Bahan

yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan berisi

ketentuan produksi produk tembakau, penjualan, dan aturan iklan. Peraturan

Pemerintah ini juga memuat ketentuan pemberian informasi terkait kadar nikotin

dan tar, bahaya rokok bagi kesehatan, serta larangan menjual atau memberi rokok

pada perempuan hamil dan anak dibawah 18 tahun.


25

8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2013

Permenkes RI Nomor 28 Tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan

Kesehatan dan Informasi Kesehatan Pada Kemasan Produk Tembakau

mewajibkan pencantuman peringatan kesehatan dan informasi kesehatan pada

kemasan produk tembakau. Industri rokok wajib mencantumkan gambar dan

tulisan peringatan kesehatan seluas 40% pada bagian depan dan belakang.

Informasi kadar nikotin dan tar, larangan konsumsi bagi perempuan hamil dan

anak di bawah 18 tahun, serta bahaya merokok bagi kesehatan wajib diberikan.
BAB III

METODE HOME VISIT

3.1. Metode Pemilihan

Pemilihan sampel Home visit PBL I dan II Fakultas Kesehatan Masyarakat,

Universitas Halu Oleo mengacu pada hasil analisis data kuesioner bagian PIS-PK

tatanan rumah tangga di Kelurahan Nambo, Kecamatan Nambo.

Dari hasil analisis data kuesioner bagian PIS-PK diperoleh hasil :

1. Kategori Sehat (Biru) : 50 Responden

2. Kategori Pra Sehat (Kuning) : 47 Responden

3. Kategori Tidak Sehat (Merah) : 3 Responden

Sampel Home visit ditetapkan sebanyak 1 rumah responden per 2 mahasiswa.

Fokus pada pengubahan status PIS-PK merah dan kuning menjadi biru atau menjadi

lebih baik.

3.2. Lokasi

Kegiatan Home visit dilakukan pada lokasi sebagai berikut :

Nama KK : Hasanudin

Responden : Hasanudin

Topik Penyuluhan : Bahaya Merokok Bagi Kesehatan

Alamat : RT 05/RW 03

26
27

3.3. Waktu Kegiatan

Responden : Hasanudin

Hari/Tanggal : Senin, 22 Juli 2019

Waktu : 15.30 WITA sampai selesai

3.4. Identifikasi Masalah

Proses identifikasi masalah dilakukan dengan analisis kuesioner rumah tangga

pada poin PIS-PK pada 100 responden. Setelah diidentifikasi, didapatkan 3 orang

responden dengan status PIS-PK Tidak Sehat (Merah), 47 orang responden dengan status

PIS-PK Pra-Sehat (Kuning) dan 50 orang responden dengan status PIS-PK Sehat (Biru).

Dari hasil identifikasi poin PIS-PK, diperoleh hasil bahwa masalah yang

diperoleh dari responden yaitu adanya anggota keluarga yang merokok. Kemudian

dilakukan pendekatan door to door untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan

konsep konseling melalui program homevisit.

3.5. Intervensi

Jenis intervensi yang di lakukan yaitu intervensi non fisik berupa penyuluhan

door to door berdasarkan responden yang dijadikan sample dalam pelaksanaan

homevisit. Penyuluhan dilakukan setelah dilaksanakan pretest pada responden,

kemudian mengidentifikasi poin yang masih menjadi masalah dalam menjawab soal

pretest responden. Penyuluhan didahului dengan membahas poin pertanyaan yang

jawabannya kurang sesuai, kemudian dilanjutkan pada materi lain yang berkenaan

dengan masalah secara keseluruhan, media yang digunakan dalam penyuluhan yaitu

media visual berupa tayangan di handphone mengenai bahaya rokok.


28
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Hasil yang diperoleh dari kegiatan Home visit yaitu :

1. Pengetahuan awal responden terhadap kasus rokok pada saat pre test menunjukan hasil

baik yaitu persentase jawaban yang benar 80%.

2. Pengetahuan akhir responden terhadap kasus rokok pada saat post test menunjukan hasil

baik yaitu persentase jawaban yang benar 100%.

4.2. Pembahasan

Pengetahuan responden terhadap rokok dikatakan baik karena responden

mengetahui bahaya yang akan ditimbulkan oleh rokok dan semua pertanyaan pre test

hampir dijawab semua dengan benar. Namun sikap responden terhadap rokok masih

kurang baik karena responden tidak memiliki keinginan untuk berhenti merokok, hal ini

dipengaruhi oleh faktor merokok diusia dini dan beban kerja yang tinggi dimana

responden mulai merokok sejak SMP dan bekerja sebagai nelayan sehingga responden

sangat tergantung pada rokok.

Setelah dilakukan edukasi, pengetahuan responden terhadap rokok masih baik

karena responden mengetahui bahaya yang akan ditimbulkan oleh rokok dan semua

pertanyaan post test dijawab dengan benar serta ada perubahan perilaku dimana

responden memiliki sedikit keinginan untuk berhenti merokok meskipun sangat sulit

dikarenakan responden sudah sangat ketergantungan dengan rokok.

28
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil Home visit yaitu :

1. Pengetahuan responden

 Pengetahuan awal responden terhadap kasus rokok pada saat pre test

menunjukan hasil baik yaitu persentase jawaban yang benar 80%.

 Pengetahuan akhir responden terhadap kasus rokok pada saat post test

menunjukan hasil baik yaitu persentase jawaban yang benar 100%.

2. Metode pelaksanaan Home visit yaitu penyuluhan door to door dengan menggunakan

media visual berupa tayangan di handphone mengenai bahaya rokok

5.2. Saran

Saran yang dapat kami sampaikan pada laporan ini yaitu:

1. Lebih pandai mengatur dan menyesuaikan waktu untuk homevisit agar bertepatan saat

responden sedang tidak sibuk.

2. Lebih memperkaya metode edukasi yang menarik sehingga dapat menimbulkan

ingatan yang kuat bagi responden untuk peduli pada kesehatannya.

3. Menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh responden dan tidak menyinggung

perasaan responden.

29
30
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati et al. 2014. “MEDIA LEAFLET, VIDEO DAN PENGETAHUAN SISWA SD


TENTANG BAHAYA MEROKOK.” Jurnal Kesehatan Masyarakat 10(1): 7–13.

Amalia, Masitha. 2017. “ANALISIS PENGARUH KONSUMSI ROKOK TERHADAP


PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA DI INDONESIA.”

Kemenkes RI. 2016. Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga.

Darmawan, Darwis et al. 2016. “Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Pelestarian
Lingkungan Dengan Perilaku Wisatawan Dalam Menjaga Kebersihan Lingkungan.”
4(24): 37–49.

Hamada, and Mohammad Irfan. 2014. “Gambaran Pengetahuan Masyarakat Tentang


Pengobatan Penyakit Rematik Di Kecamatan Tapa Kabupaten Bone Bolango.”

Makhmudah, Siti. 2018. “Hakikat Ilmu Pengetahuan Dalam Perspektif Modern Dan Islam.”
AL-MURABBI 4: 202–17.

Nuryati, Rina. 2018. “Program Indonesia Sehat Pendekatan Implementasi Di Puskesmas


Temon I Keluarga :” (2016): 2018.

31
Rahmawati, Fitria. 2016. “HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU, POLA PEMBERIAN
MAKAN, DAN PENDAPATAN KELUARGA TERHADAP STATUS GIZI BALITA
DI DESA PAJERUKAN KECAMATAN KALIBAGOR.”

Roesli, Ernawati, and Adang Bachtiar. 2018. “Analisis Persiapan Implementasi Program
Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga (Indikator 8: Kesehatan Jiwa) Di Kota
Depok Tahun 2018.” JURNAL KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIA : JKKI 07(02):
64–73.

Shandy, Roby. 2014. “Hubungan Tentang Pemahaman Makanan Berprotein Dengan Pola
Latihan Padaparabinaraga Di Pusat Kebugaaran Hercules Bandar Lampung.”

32
LAMPIRAN

33
34

Anda mungkin juga menyukai