Anda di halaman 1dari 7

Nama : Bibiana Alvatarina Ea Ndana

NIM: 181224036

Judul                         : Pulang
Penulis                      : Tere Liye
Jumlah Halaman    : iv + 400 halaman
Penerbit                    : Republika Penerbit
Tahun Terbit           : 2015 
A. Sinopsis Novel

Novel ini menceritakan tentang perjalanan pulang seorang bujang, pimpinan ribuan anggota
keluarga dan puluhan perusahaan yang tersebar di seluruh kawasan Asia Pasifik. Seorang
samurai sejati. Yang berhasil mencapai tujuannya, pulang.

Tidak mudah seorang bujang yang biasa dikenal si Babi Hutan menjadikan dirinya sebagai
orang yang kini paling dihormati. Dua puluh tahun lamanya Bujang menjalani kehidupan
menyesatkan, berteman dengan maut, berjuang untuk pulang. Semua ini berawal ketika dia
berusia 15 tahun, datang seorang pemburu Babi Hutan dari kota untuk menjemput bujang agar
ikut dengannya memperbaiki kehidupan di kota provinsi. Tauke Besar, pemburu Babi Hutan
ternyata ia pemimpin shadow economy di kota provinsi. Pengalaman pertama yang membuat
rasa takut pada apapun hilang dari jiwa Bujang, ketika Bujang berhasil melawan Babi Hutan
yang begitu besar hingga kini Bujang mendapat julukan si Babi Hutan.

Perjalanan hidup Bujang penuh dengan suka duka, kebahagiaan dan penderitaan.
Kebahagiaan berawal ketika kopong berhasil membujuk Tauke Besar untuk mengijinkan bujang
berlatih. Malam untuk berlatih, siangnya untuk sekolah. Berbulan-bulan Bujang hanya berlatih
berlari bolak-balik sampai kakinya melepuh. Enam bulan kemudian barulah ia dilatih tinju. Suatu
hari Bujang berhasil mengalahkan kopong yang berarti Bujang membutuhkan guru baru.

Seminggu kemudian, kopong membawakan guru baru untuk Bujang. Guru Bushi namanya.
Guru mengajarkan senjata tajam-pedang. Bujang belajar melempar shuriken. Meskipun begitu, ia
tidak pernah ikut satupun pertempuran. Setelah lama tinggal bersama keluarga Tong, akhirnya
Bujang menyadari betapa mahalnya perebutan kekuasaan. Nyawa pun tidak jarang menjadi
korban. Setiap nama yang gugur akan diabadikan di dinding pualam sebagai penghormatan. Satu
tahun tinggal di kota, Bujang berhasil mendapatkan ijazah persamaan SD dan SMP dengan nilai
yang sempurna.

Kebahagiaan berikutnya, saat dirinya resmi menjadi tukang pukul seperti bapak.
Keberhasilan itu terjadi ketika Bujang menemani Tauke Besar untuk menjadi pengawal dalam
menyelesaikan suatu masalah dan dia berhasil melindungi Tauke Besar dari serangan mendadak.

Selanjutnya ketika Bujang mendapat guru baru, salonga namanya. Bujang belajar menembak.
Tidak mudah untuk menjadi seorang penembak jitu. Tidak terhitung berapa kali ia gagal dan
dibodoh-bodohkan oleh salonga. Namun ia tidak pernah putus asa. Lagi-lagi Bujang
mengalahkan gurunya. Setelah lama berlatih dan berusaha keras akhirnya Bujang berhasil
menembak Salonga lebih dulu. Dan itu berarti selesai sudah berguru dengan Salonga. Sebelum
akhirnya Salonga pergi, Bujang mendapat hadiah pistol colt dari Salonga.

Bujang berhasil lulus dari Universitas saat ia berumur 22 tahun. Namun, sebuah pernyataan
bahwa kebahagiaan dan kesedihan jaraknya hanya sebenang saja ternyata benar, kebahagiaan itu
hilang sekejap tak berbekas. Bujang mendapat surat dari bapak. Surat duka yang
memberitahukan bahwa mamak telah tiada. Hatinya bagai diiris sembilu, menangis dalam
senyap, terisak tanpa suara.

Kepergian mamak mengambil separuh semangat hidupnya. Suatu hari bujang mendapat
kabar bahwa Guru Bushi mengundang Bujang ke Tokyo untuk menyelesaikan latihannya.
Dengan perjanjian setelah selesai Bujang harus kembali dan berangkat ke Amerika untuk
melanjutkan sekolahnya. Kabar itu cukup membuat Bujang mendapat semangatnya kembali.

Peristiwa yang sama terjadi ketika Bujang berhasil menyelesaikan pendidikannya dan
memperoleh gelar master. Kepulangan Bujang disambut bahagia dan bangga oleh Tauke Besar.
Tauke Besar mengadakan jamuan makan malam untuk merayakan keberhasilan. Namun kabar
duka lagi-lagi menghampiri kebahagiaannya. Kabar duka datang dari bapak. Isi suratnya
memeberi tahu Bujang bahwasannya bapak telah tiada, bapak sudah pulang ke pangkuan Tuhan.
Sepuluh Tahun Bujang telah meninggalkan talang di rimba Sumatra. Tidak pernah sekalipun ia
pulang menjenguk mamak dan bapak.
Lagi-lagi kabar kematian bapak menghilangkan semangat Bujang. Setiap kali Bujang
mendapat adzan shubuh, hatinya gelisah. Semakin lama fisiknya semakin lemah, Bujang sakit
parah, segera mendapatkan pertolongan dan berangsur sembuh. Semangatnya menjadi tukang
pukul kembali. Beberapa tahun kemudian, Bujang sedang melanglang buana kebanyak tempat.
Berkat Kopong yang dengan senang hati menceritakan apapun tentang bapak dan mamak,
Bujang semakin tahu masa lalu kedua orang tuanya.

Banyak peristiwa-peristiwa menegangkan yang dialami Bujang seperti, saat kegiatan belajar
dan mengajar saja menjadi bahan olokan Basyir. Bujang semakin panas hingga suatu hari ia
memutuskan menemui Tauke dan memaksa berhenti belajar. Bujang ingin menjadi tukang pukul
seperti ayahnya. Meskipun keinginan itu ditolak mentah-mentah oleh Tauke, Bujang tetap
bersikeras. Akhirnya Tauke Besar yang mengalah dan membawa Bujang untuk melaksanakan
ritual Amok. Amok adalah perkelahian bebas keluarga Tong untuk memilih Kepala tukang
pukul. Bujang diberi waktu 20 menit untuk bertahan dari amukan masa tapi dia hanya mampu
bertahan 19 menit dikalahkan oleh Basyir. Bujang gagal menjadi Kepala tukang pukul dan
berarti ia harus tetap sekolah.

Kedua, suatu hari sebelum keluarga Tong pindah ke ibu kota, keluarga Tong mendapat
serangan mendadak oleh kelompok Arab dari pabrik tekstil. Tak ada satupun tukang pukul di
rumah. Pertahanan Tauke besar terkalahkan. Tauke besar kehabisan amunisi ketika menyerang
mereka, terdesak. Namun kesempatan itu digunakan Bujang untuk membuktikan bahwa ia pantas
menjadi tukang pukul dan peristiwa itu sekaligus pengalaman pertama merasakan bagaimana
rasanya membunuh.

Ketiga, sewaktu Bujang telah berlatih tiba-tiba Tauke mengajaknya ke Hong Kong untuk
menemui kepala keluarga penguasa China daratan, Master Dragon, Shang namanya. Ketika
Tauke sedang menjelaskan masalah sebenarnya, tiba-tiba tukang pukul Shang menyerang Tauke
Besar. Bujang lah yang maju, dia sudah siap sejak awal. Bujang berhasil mengalahkan mereka.

Peristiwa terakhir yang paling menegangkan yaitu ketika pengkhianatan datang dari anggota
keluarga Tong sendiri. Basyir selama ini ternyata telah merencanakan serangan besar untuk
merebut kekuasaan keluarga Tong. Peristiwa ini berawal ketika Basyir bilang kepada Bujang
bahwa Tauke Besar yang sedang sakit-sakitan meminta bujang segera pulang. Sesampainya di
rumah, ternyata Tauke tidak sedang menunggu Bujang ataupun meminta ia segera pulang. Tauke
Besar bahkan tidak tahu kalau Bujang menyadari yang terjadi saat ini bukan ancaman serangan,
tapi ini adalah pengkhianatan. Langsung saja Bujang memberitahukan Joni untuk segera
menekan tombol darurat, mengaktifkan pertahanan bangunan utama. Basyir berkhianat, dia
sengaja membuang Bujang, Perwez, dan Tauke berada dirumah.

Tidak butuh waktu lama setelah alarm darurat berbunyi, tanda-tanda serangan mulai
terdengar. Anggota Brigade Tong berusaha menyerang terlebih dahulu sebelum Basyir tiba di
markas. Prinsip Bujang hanya satu, bertahan selama mungkin. Saat anggota Brigade Tong mulai
terdesak, tiba-tiba Basyir muncul dari balik dinding. Ternyata Basyir bekerja sama dengan putra
tertua keluarga Lin. Awalnya Basyir mampu mengalahkan Bujang, menawarkan agar Bujang
menyerah saja tapi Bujang tetap bersikeras sampai akhirnya Basyir menyerang kembali dengan
khanjar-nya. Serangan itu membuat tubuh Bujang terpelanting mendarat di ranjang Tauke Besar.
Saat itu juga Tauke besar menekan tombol darurat terakhir. Lantai dibawah tempat tidur
merekah, ranjang pun meluncur. Itu jalur darurat yang disiapkan kopong. Hanya tauke besar
yang tahu. Sedetik kemudian lantai merapat kembali menyisakan Basyir yang berteriak kalap.

Bujang, Tauke, dan Perwez melewati lorong evakuasi yang tersambung di halaman sebuah
rumah, itu adalah rumah tuanku Imam, kakak tertua dari mamak Bujang. Beliau membawa
rombongan ke tempatnya. Tauke Besar gugur saat itu juga dan di kebumikan dengan nama alias.
Seperti yang sudah-sudah Bujang kembali terpuruk karena kematian. Kini ia tidak punya siap-
siapa lagi. Semenjak selama itu Bujang semakin benci dengan suara Adzan, ia akan resah setiap
ada adzan shubuh. Suatu ketika Tuanku Imam melihatnya. Tuanku Imam mengajak Bujang ke
sebuah menara tinggi melihat pemandangan dari atas. Di tempat itulah Bujang mendapat
jawaban dari pertanyaannya selama ini. Tuanku imam banyak menjelaskan sesuatu membuat
semangat bujang kembali lagi dan segera menyusun serangan balik kepada Basyir. Bujang
mengumpulkan orang-orang yang masih setia kepadanya.

Rencana Bujang berjalan mulus sampai hari yang sudah ditentukan. Perang berjalan
menegangkan. Bujang kualahan karena dia kalah jumlah dengan orang-orang yang mengabdi
pada Basyir. Saat Bujang mulai terdesak, Bujang merasakan tubuhnya bertransformasi. Dua
khanjar milik Basyir melesat, sekejap tubuh Bujang seperti menghilang. Basyir semakin geram.
Pasukan salonga yang sudah ditunggu-tunggu muncul dengan kekuatan penuh. Meskipun Basyir
tidak mau mengalah, dia tetap kalah. Saat itu juga pertarungan selesai. Basyir dan Tuan Muda
Lin dibiarkan pergi dengan aman. Keluarga Tong menang.

Akhirnya, empat minggu setelah perang Bujang memutuskan menjenguk pusara mamak dan
bapak di Talang. Mengunjungi bekas rumahnya. Bujang pulang, tapi tidak pulang ke pangkuan
mamak, bersimpuh. Bujang pulang kepada panggilan Tuhan. Panggilan Tuhan untuk hidup
kembali ke jalan-Nya.

Dua puluh tahun lamanya Bujang hidup berteman kekerasan, jauh dari Tuhan tetapi, ia selalu
menjalankan pesan mamak. Tidak pernah sekalipun Bujang melanggar pesan mamak untuk tidak
memakan daging babi atau daging anjing bahkan tidak pernah setetes pun Bujang menyentuh
tuak dan segala minuman haram.

B. Analisis Unsur Pembangun

Tema : Perjuangan
Novel ini mengangkat cerita tentang ketangguhan perjuangan seorang anak pedalaman
keturunan perewa.
Alur  : Campuran
Tere Liye membuat novel ini sangat mengalir penuh kejutan. Banyak hal tak terduga
muncul dari aliran-aliran ceritanya.
Setting : Pedesaan, Kota Provinsi, Ibu Kota, Luar Negeri.
Tokoh  :   Bujang, tokoh utama.

Samad, bapak Bujang.

Midah, mamak Bujang.

Tauke Muda/ Tauke Besar, Pimpinan keluarga Tong.

Kopong, kepala tukang pukul keluarga Tong.

Mansyur, kepala keuangan/ logistik keluarga Tong.

Basyir, sahabat Bujang. Dst


Karakter  :

Penulis menggabungkan teknik ekspositori (teknik penjelasan secara langsung oleh


penulis) dan teknik dramatik (teknik penjelasan secara tidak langsung, digambarkan
melalui aktivitas, tindakan, percakapan, pikiran, sang tokoh cerita saat melalui setiap
tokoh peristiwa). Teknik ini sangat membantu pembaca dalam memahami karakter para
tokoh-tokohnya.

Dalam novel ini, tokoh-tokoh pembantu yang ada apabila dihilangkan salah satunya
maka tak akan menggenapi cerita. Tokoh Basyir, kopong, Mansyur, dan Parwes tak
hanya dihadirkan sebagai orang-orang yang “sekedar” ada dalam lingkaran keluarga
Tong. Tetapi semuanya membentuk peran penting dalam ekspansi besar keluarga Tong,
dan masing-masing memiliki relevansi latar belakang yang kuat dengan pucuk pimpinan
keluarga Tong. Hal inilah yang kemudian mempengaruhi tindakan dan pilihan hidup
mereka yang akan kita temukan dalam rangkaian cerita ini.

Sosok Bujang adalah seorang pria yang luar biasa jago berkelahi, jago menembak,
jago berdoplomasi, menguasai ilmu samurai, peraih dua gelar master di universitas
terkemuka di Amerika Serikat, sangat jenius dan memahami kecanggihan teknologi.

Tuanku imam adalah tokoh penasehat yang juga adalah paman Bujang dan yang
pertama kalinya memanggil Bujang dengan nama aslinya.

Gaya Bahasa : gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang    mudah dipahami, dominan
dengan bahasa Indonesia yang digunakan sehari-hari.

Sudut pandang : sudut pandang yang digunakan oleh pengarang adalah sudut pandang orang
pertama, yaitu “aku”.

Amanat : Senakal-nakalnya kita, tetaplah ingat pesan orang tua tentang apapun terutama
larangan-larangan yang masuk akal. Jangan terlalu larut dalam kesedihan. Serta harus
mempunyai tujuan hidup yang jelas dan kuat, selalu berusaha semaksimal mungkin.
C. Kelebihan

Bahasa yang digunakan mudah dipahami;


  Jalan ceritanya penuh dengan kejutan, sering gagal ditebak pembaca;
  Imaginasi yang digunakan tinggi, mampu membuat pikiran pembaca melanglang
buana;
  Ketebalan novel ini terhitung sedang, artinya tidak terlalu tebal sehingga orang
mudah bosan membaca, atau terlalu tipis hingga tidak terlalu berkesan;
  Penuh dengan inspirasi hidup;
  Kisahnya fiksi tetapi masuk akal dan mudah dimengerti;
B  Penggalan-penggalan ceritanya berhasil membuat pembaca penasaran.

D. Kekurangan

  Tokohnya terlalu banyak, sehingga pembaca harus sedikit lebih berkonsentrasi;


  Tidak ada contoh-contoh dialog dengan bahasa asing, misalnya ketika settingnya
sedang di Jepang. Mungkin akan lebih menarik jika sedikit demi sedikit terdapat
dialog dengan bahasa asing yang sesuai kemudian juga terdapat penerjemahannya,
akan menambah wawasan pembaca.
  Jenis huruf yang digunakan kurang menarik perhatian bagi orang yang kurang suka
membaca.

E. Kendala Saat Membaca


 Bahasanya sedikit rumit dipahami
 Menggunakan bahasa asing yang kadang sulit di pahami
 Terdapat 1 bab dengan 2 cerita sehingga membuat pembaca kebingungan.

Anda mungkin juga menyukai