KEBUTUHAN SPIRITUAL
A. PENDAHULUAN
Penting sekali bagi seorang perawat memahami perbedaan antara spiritual, keyakinan dan
agama guna menghindarkan salah pengertian yang akan mempengaruhi pendekatan perawat
dengan pasien. Spiritualitas merupakan suatu konsep yang unik pada masing-masing
individu.Manusia adalah makhluk yang mempunyai aspek spiritual yang akhir-akhir ini banyak
perhatian dari masyarakat yang disebut kecerdasan spiritual yang sangat menentukan kehagiaan
hidup seseorang. Perawat memahami bahwa aspek ini adalah bagian dari pelayanan yang
komprehensif. Karena selama dalam perawatan, respon spiritual kemungkian akan muncul pada
pasien.
Pasien yang sedang dirawat dirumah sakit membutuhkan asuhan keperawatan yang holistik
dimana perawat dituntut untuk mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif
bukan hanya pada masalah secara fisik namun juga spiritualnya. Untuk itulah materi spiritual
diberikan kepada calon perawat guna meningkatkan pemahaman dan kemampuan perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan kebutuhan spiritual.
B. SPIRITUAL
1. Pengertian
Spiritual berasal dari bahasa latin spiritus, yang berarti bernafas atau angin. Ini berarti segala
sesuatu yang menjadi pusat semua aspek dari kehidupan seseorang (McEwan, 2005). Spiritual
adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta (Hamid,
1999).
Spiritual merupakan kompleks yang unik pada tiap individu dan tergantung pada budaya,
perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan dan ide-ide tentang kehidupan seseorang (Potter
& Perry, 1999)
Menurut Burkhardt (1993) dalam Hamid (1999) spiritual meliputi aspek sebagai berikut:
a. Berhubungan dengan sesuatu yang tidk diketahui
b. Menemukan arti dan tujuan hidup
c. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri.
Kepercayaan artinya mempunyai kepercayaan atau komitmen terhadap sesuatu atau seseorang,
sementara agama merupakan sistem ibadah yang teratur dan terorganisasi (Hamid, 1999)
2. Karakteristik
1. Hubungan dengan diri sendiri
Kekuatan dalam dan self relience
a. Pengetahuan diri (siapa dirinya dan apa yang dapat dilakukannya)
b. Sikap (percaya diri sendiri, percaya pada kehidupan/ masa depan, ketenangan pikiran, harmoni/
keselarasan dengan diri sendiri)
2. Hubungan dengan alam
Harmoni
a. Mengetahui tentang alam, iklim, margasatwa
b. Berkomunikasi dengan alam (berjalan kaki, bertanam), mengabdikan dan melindungi alam
3. Hubungan dengan orang lain
Harmoni/ Suportif
a. Berbagi waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal balik
b. Mengasuh anak, orang tua dan orang sakit
c. Meyakini kehidupan dan kematian (mengunjungi, melayat)
Tidak harmonis
a. Konflik dengan orang lain
b. Resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi
4. Hubungan dengan Ketuhanan
Agamis atau tidak agamis
a. Sembahyang/ berdoa/ meditasi
b. Perlengkapan keagamaan
a. Bersatu dengan alam
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan untuk mendapatkan data subyektif dan obyektif. Aspek spiritual sangat
bersifat subyektif, ini berarti spiritual berbeda untuk individu yang berbeda pula (Mcsherry dan
Ross, 2002)
Pada dasarnya informasi awal yang perlu digali adalah
a) Alifiasi nilai; Partisipasi klien dalam kegiatan agama apakah dilakukan secara aktif atau tidak,
Jenis partisipasi dalam kegiatan agama
b) Keyakinan agama dan spiritual; Praktik kesehatan misalnya diet, mencari dan menerima ritual
atau upacara agama, strategi koping
Nilai agama atau spiritual, mempengaruhi tujusn dan arti hidup, Tujuan dan arti kematian,
Kesehatan dan arti pemeliharaan serta Hubungan dengan Tuhan, diri sendiri dan orang lain
3. Perencanaan
1. Distress spiritual b.d anxietas
Definisi : gangguan pada prinsip hidup yang meliputi semua aspek dari seseorang yang
menggabungkan aspek psikososial dan biologis
NOC :
a. Menunjukkan harapan
b. Menunjukkan kesejahteraan spiritual:
- Berarti dalam hidup
- Pandangan tentang spiritual
- Ketentraman, kasih sayang dan ampunan
- Berdoa atau beribadah
- Berinteraksi dengan pembimbing ibadah
- Keterkaitan denganorang lain, untuk berbagi pikiran, perasaan dan kenyataan
c. Klien tenang
NIC :
- Kaji adanya indikasi ketaatan dalam beragama
- Tentukan konsep ketuhanan klien
- Kaji sumber-sumber harapan dan kekuatan pasisien
- Dengarkan pandangan pasien tentang hubungan spiritiual dan kesehatan
- Berikan prifasi dan waktu bagi pasien untuk mengamati praktik keagamaan
- Kolaborasi dengan pastoral
2. Koping inefektif b.d krisis situasi
Definisi : ketidakmampuan membuat penilaian yang tepat terhadat stressor, pilihan respon untuk
bertindak secara tidak adekuat dan atau ketidakmampuan menggunakan sumber yang tersedia
NOC:
- Koping efektif
- Kemampuan untuk memilih antara 2 alternatif
- Pengendalian impuls : kemampuan mengendalikan diri dari prilaku kompulsif
- Pemrosesan informasi : kemampuan untuk mendapatkan dan menggunakan informasi
NIC :
- Identifikasi pandangan klien terhadap kondisi dan kesesuaiannya
- Bantu klien mengidentifikasi kekuatan personal
- Peningkatan koping:
nilai kesesuaian pasien terhadap perubahan gambaran diri
nilai dampak situasi kehidupan terhadap peran
evaluasi kemampuan pasien dalam membuat keputusan
Anjurkan klien menggunakan tehnik relakssi
Berikan pelatihan ketrampilan sosial yang sesuai
- Libatkan sumber – sumber yang ada untuk mendukung pemberian pelayanan kesehatan
D. Pelaksanaan
Dilaksanakan sesuai dengan NIC yang telah ditentukan
E. Evaluasi
Evaluasi dengan melihat NOC yang telah ditentukan , secaara umum tujuan tercapai apabila
klien ( Hamid, 1999)
1. Mampu beristirahat dengan tenang
2. Menyatakan penerimaan keputusan moral
3. Mengekspresikan rasa damai
4. Menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka
5. Menunjukkan sikap efektif tanpa rasa marah, rasa berslah dan ansietas
6. Menunjukkan prilaku lebih positif
7. Mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya
DAFTAR PUSTAKA
Dochterman, J. M and Bulecheck, G. M., 2004, Nursing Interventions Clasification (NIC), Mosby:
St. Louis, Missouri
Doenges, M. E., Moorhouse. M. F., Geisler. A. C., Rencana Asuhan Keperawatan, EGC: Jakarta
Hamid, A, Y., 1999, Buku ajar Aspek Spiritual dalam Keperawatan, Widya medika: Jakarta
Nurjanah, I, 2010, Intan’s Screening Diagnoses Assesment (ISDA), Mocomedia: Yogyakarta
Nurjanah, I, 2004, Pedoman Penanganan pada Gangguan Jiwa, Mocomedia: Yogyakarta
NANDA, 2007, Nursing Diagnoses: Definitions and Clasification 2007-2008, Philadelphia
NANDA, 2010, Diagnosa Keperawatan: Definisi dan klasifikasi 2009-2010, EGC: Jakarta
Potter, P. A., Perry, A. G., 1999, Fundamental Keperawatan, Salemba medika: Jakarta
Sue Moorhead., Johnson, M., Mass. M., 2004, Nursing Outcomes Clasification (NOC), Mosby: St.
Louis, Missouri
Taylor, Lilis, Lemone, Lyn, 2011, Fundamental of Nursing The art and Sience of Nursing Care,
lippincott
MAKALAH
KEBUTUHAN SPIRITUAL
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok
Mata kuliah kebutuhan dasar manusia (KDM II)
PENDAHULUAN
Tidak terpenuhinya kebutuhan manusia pada salah satu diantara dimensi di atas akan
menyebabkan ketidaksejahteraan atau keadaan tidak sehat. Kondisi tersebut dapat dipahami
mengingat dimensi fisik, psikologis, sosial spiritual, dan kultural merupakan satu kesatuan yang
saling berhubungan. Tiap bagian dari individu tersebut tidaklah akan mencapai kesejahteraan
tanpa keseluruhan bagian tersebut sejahtera.
Kesadaran akan pemahaman tersebut melahirkan keyakinan dalam keperawatan bahwa
pemberian asuhan keperawatan hendaknya bersifat komprehensif atau holistik, yang tidak saja
memenuhi kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan kultural tetapi juga kebutuhan spiritual klien.
Sehingga, pada nantinya klien akan dapat merasakan kesejahteraan yang tidak hanya terfokus
pada fisik maupun psikologis saja, tetapi juga kesejateraan dalam aspek spiritual.
Kesejahteraan spiritual adalah suatu faktor yang terintegrasi dalam diri seorang individu secara
keseluruhan, yang ditandai oleh makna dan harapan. Spiritualitas memiliki dimensi yang luas
dalam kehidupan seseorang sehingga dibutuhkan pemahaman yang baik dari seorang perawat
sehingga mereka dapat mengaplikasikannya dalam pemberian asuhan keperawatan kepada klien.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Untuk memenuhi tugas dari Bapak dosen pembimbing mata kuliah Kebutuhan Dasar manusia I
(KDM I).
b. Untuk mengetahui dan menambah wawasan lebih banyak pengetahuan KDM I tentang “
Konsep Kesehatan Spiritual “.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mengetahui konsep kesehatan spiritual
b. Mahasiswa mampu mengaplikasikan konsep kesehatan spiritual
c. Mahasiswa memiliki landasan pengetahuan dalam melaksanakan tindakan keperawatan yang
berhubungan dengan spiritual.
C. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, kami menggunakan metode kepustakaan yang kami ambil
dari beberapa buku yang ada di perpustakaan akper Pemkab Kapuas. Selain menggunakan
metode kepustakaan kami juga mencari materi dari internet.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Spiritual yang sakit, yaitu kesulitan menerima kehilangan dari orang yang dicintai atau
dari penderitaan yang berat.
2. Spiritual yang khawatir, yatitu terjadi pertentangan kepercayaan dan sistem nilai seperti
adanya aborsi.
3. Spiritual yang hilang, yaitu adanya kesulitan menemukan ketenangan dalam kegiatan
keagamaan.
G. Diagnosa Keperawatan
Distres spiritual berhubungan dengan ketidakmampuan untuk melaksanakan ritual
spiritual, konflik antara keyakinan spiritual dan ketentuan aturan kesehatan dan krisis penyakit,
penderitaan, atau kematian.
1. Memberikan ketenangan atau privasi sesuai dengan kebutuhan melalui berdoa dan
beribadah secara rutin
2. Membantu individu yang mengalami keterbatasan fisik untuk melakukan ibadah.
3. Menghadirkan pemimpin spiritual untuk menjelaskan berbagai konflik keyakinan dan
alternative pemecahannya.
4. Mengurangi atau menghilangkan beberapa tindakan medis yang bertentangan dengan
keyakinan pasien dan mencari alternatif pemecahannya.
5. Mendorong untuk mengambil keputusan dalam melakukan ritual.
6. Membantu pasien untuk memenuhi kewajibannya
PENDAHULUAN
Setiap orang dalam hidupnya pasti akan menghadapi yang namanya masalah, sikap
seseorang dalam menghadapi sangat ditentukan oleh keyakinan mereka masing-masing.
Keyakinan yang dimiliki setiap orang selalu dikaitkan dengan kepercayaan atau agama. Spiritual,
keyakinan dan agama merupakan hal yang berbeda namun seringkali diartikan sama. Penting
sekali bagi seorang perawat memahami perbedaan antara Spiritual, keyakinan dan agama guna
menghindarkan salah pengertian yang akan mempengaruhi pendekatan perawat dengan pasien.
Pasien yang sedang dirawat dirumah sakit membutuhkan asuhan keperawatan yang holistik
dimana perawat dituntut untuk mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif
bukan hanya pada masalah secara fisik namun juga spiritualnya. Untuk itulah materi spiritual
diberikan kepada calon perawat guna meningkatkan pemahaman dan kemampuan perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan kebutuhan spiritual.
SPIRITUAL
A. Pengertian
1. Spiritual
Berasal dari bahasa latin spiritus, yang berrti bernafas atau angin. Ini berarti segala sesuatu yang
menjadi pusat semua aspek dari kehidupan seseorang (McEwan, 2005).
Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta
(Achir Yani, 2000).
Spiritual merupakan kompleks yang unik pada tiap individu dan tergantung pada budaya,
perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan dan ide-ide tentang kehidupan seseorang (Mauk
dan Schmidt, 2004 cit Potter Perry, 2009)
Menurut Burkhardt (1993) spiritual meliputi aspek sebagai berikut:
a. Berhubungan dengan sesuatu yang tidk diketahui
b. Menemukan arti dan tujuan hidup
c. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri.
2. Kepercayaan (faith)
Kepercayaan artinya mempunyai kepercayaan atau komitmen terhadap sesuatu atau seseorang
(Achir Yani, 2000)
3. Agama merupakan sistem ibadah yang teratur dan terorganisasi (Achir Yani, 2000)
B. Karakteristik
1. Hubungan dengan diri sendiri
Kekuatan dalam dan self relience
a. Pengetahuan diri (siapa dirinya dan apa yang dapat dilakukannya)
b. Sikap (percaya diri sendiri, percaya pada kehidupan/ masa depan, ketenangan pikiran, harmoni/
keselarasan dengan diri sendiri)
2. Hubungan dengan alam
Harmoni
a. Mengetahui tentang alam,iklim, margasatwa
b. Berkomunikasi dengan alam (berjalan kaki, bertanam), mengabdikan dan melindungi alam
3. Hubungan dengan orang lain
Harmoni/ Suportif
a. Berbagi waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal balik
b. Mengasuh anak, orang tua dan orang sakit
c. Meyakini kehidupan dan kematian (mengunjungi, melayat)
Tidak harmonis
a. Konflik dengan orang lain
b. Resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi
4. Hubungan dengan Ketuhanan
Agamis atau tidak agamis
a. Sembahyang/ berdoa/ meditasi
b. Perlengkapan keagamaan
a. Bersatu dengan alam
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan untuk mendapatkan data subyektif dan obyektif
Spiritual sangat bersifat subyektif, ini berarti spiritual berbeda untuk individu yang berbeda pula
(Mcsherry dan ross, 2002)
Pada dasarnya informasi awal yang perlu digali adalah
1. Alifiasi nilai
a. Partisipasi klien dalam kegiatan agama apakah dilakukan secara aktif atau tidak
b. Jenis partisipasi dalam kegiatan agama
2. Keyakinan agama dan spiritual
a. Praktik kesehatan : diet, mencari dan menerima ritual atau upacara agama
b. Strategi koping
Nilai agama atau spiritual, mempengaruhi:
a. Tujusn dan arti hidup
b. Tujuan dan arti kematian
c. Kesehatan dan arti pemeliharaan
d. Hubungan dengan Tuhan, diri sendiri dan orang lain
B. Diagnosa
1. Distress spiritual
2. Koping inefektif
3. Ansietas
4. Disfungsi seksual
5. Harga diri rendah
6. Keputusasaan
C. Perencanaan
1. Distress spiritual b.d anxietas
Definisi : gangguan pada prinsip hidup yang meliputi semua aspek dari seseorang yang
menggabungkan aspek psikososial dan biologis
NOC :
a. Menunjukkan harapan
b. Menunjukkan kkan kesejahteraan spiritual:
- Berarti adlam hidup
- Pandangan tentang spiritual
- Ketentraman, kasih sayang dan ampunan
- Berdoa atau beribadah
- Berinteraksi dengan pembimbing ibadah
- Keterkaitan denganorang lain, untuk berbagi pikiran, perasaan dan kenyataan
c. Klien tenang
NIC :
- Kaji adanya indikasi ketaatan dalam beragama
- Tentukan konsep ketuhanan klien
- Kaji sumber-sumber harapan dan kekuatan pasisien
- Dengarkan pandangan pasien tentang hubungan spiritiual dan kesehatan
- Berikan prifasi dan waktu bagi pasien untuk mengamati praktik keagamaan
- Kolaborasi dengan pastoral
2. Koping inefektif b.d krisis situasi
Definisi : ketidakmampuan membuat penilaian yang tepat terhadat stressor, pilihan respon untuk
bertindak secara tidak adekuat dan atau ketidakmampuan menggunakan sumber yang tersedia
NOC:
- Koping efektif
- Kemampuan untuk memilih antara 2 alternatif
- Pengendalian impuls : kemampuan mengendalikan diri dari prilaku kompulsif
- Pemrosesan informasi : kemampuan untuk mendapatkan dan menggunakan informasi
NIC :
- Identifikasi pandangan klien terhadap kondisi dan kesesuaiannya
- Bantu klien mengidentifikasi kekuatan personal
- Peningkatan koping:
nilai kesesuaian pasien terhadap perubahan gambaran diri
nilai dampak situasi kehidupan terhadap peran
evaluasi kemampuan pasien dalam membuat keputusan
Anjurkan klien menggunakan tehnik relakssi
Berikan pelatihan ketrampilan sosial yang sesuai
- Libatkan sumber – sumber yang ada untuk mendukung pemberian pelayanan kesehatan
D. Pelaksanaan
Dilaksanakan sesuai dengan NIC yang telah ditentukan
E. Evaluasi
Evaluasi dengan melihat NOC yang telah ditentukan , secaara umum tujuan tercapai apabila
klien ( Achir Yani, 1999)
1. Mampu beristirahat dengan tenang
2. Menyatakan penerimaan keputusan moral
3. Mengekspresikan rasa damai
4. Menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka
5. Menunjukkan sikap efektif tanpa rasa marah, rasa berslah dan ansietas
6. Menunjukkan prilaku lebih positif
7. Mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya
DAFTAR PUSTAKA
Dochterman, J. M and Bulecheck, G. M., 2004, Nursing Interventions Clasification (NIC), Mosby:
St. Louis, Missouri
Doenges, M. E., Moorhouse. M. F., Geisler. A. C., Rencana Asuhan Keperawatan, EGC: Jakarta
Hamid, Achir Yani, 1999, Buku ajar Aspek Spiritual dalam Keperawatan, Widya medika: Jakarta
Intansari Nurjanah, 2010, Intan’s Screening Diagnoses Assesment (ISDA), Mocomedia: Yogyakarta
Intansari Nurjanah, 2004, Pedoman Penanganan pada Gangguan Jiwa, Mocomedia: Yogyakarta
NANDA, 2007, Nursing Diagnoses: Definitions and Clasification 2007-2008, Philadelphia
NANDA, 2010, Diagnosa Keperawatan: Definisi dan klasifikasi 2009-2010, EGC: Jakarta
Potter, P. A., Perry, A. G., Fundamental Keperawatan, Salemba medika: Jakarta
Sue Moorhead., Johnson, M., Mass. M., 2004, Nursing Outcomes Clasification (NOC), Mosby: St.
Louis, Missouri
Taylor, Lilis, Lemone, Lyn, 2011, Fundamental of Nursing The art and Sience of Nursing Care,
lippincott
ENDAHULUAN Penting bagi perawat untuk memahami konsep yang mendasari kesehatan
spiritual. Spiritualitas merupakan suatu konsep yang unik pada masing-masing individu.Manusia
adalah makhluk yang mempunyai aspek spiritual yang akhir-akhir ini banyak perhatian dari
masyarakat yang di sebut kecerdesan spiritual yang sangat menentukan kehagiaan hidup
seseorang. Perawat atau ners memahami bahwa aspek ini adalah bagian dari pelayanan yang
komprehensif. Karena respon spiritual kemungkian akan muncul pada pasien.
Kompetensi standar yang di capai adalah perawat mampu mengidentifikasi aspek spiritual yang
terjadi pada pasien. Dengan kompetensi dasar sebagai berikut.
PENGERTIAN SPIRITUAL
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha
Pencipta. Menurut Burkhardt (1993) spiritualitas meliputi aspek-aspek :
1) berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan,
2) menemukan arti dan tujuan hidup,
3) menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri,
4) mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang Maha Tinggi.
Mempunyai kepercayaaan atau keyakinan berarti mempercayai atau mempunyai komitmen
terhadap sesuatu atau seseorang. Konsep kepercayaan mempunyai dua pengertian. Pertama,
kepercayaan didefinisikan sebagai kultur atau budaya dan lembaga keagamaan seperti Islam,
Kristen, Budha, dan lain-lain. Kedua, kepercayaan didefinisikan sebagai sesuatu yang
berhubungan dengan Ketuhanan, kekuatan tertinggi, orang yang mempunyai wewenang atau
kuasa, suatu perasaan yang memberikan alasan tentang keyakinan (belief) dan keyakinan
sepenuhnya (action). Harapan (hope), harapan merupakan suatu konsep multidimensi, suatu
kelanjutan yang sifatnya berupa kebaikan, perkembangan, dan bisa mengurangi sesuatu yang
kurang menyenangkan. Harapan juga merupakan energi yang bisa memberikan motivasi kepada
individu untuk mencapai sutau prestasi dan berorientasi ke depan. Agama, adalah sebagai sistem
organisasi kepercayaan dan peribadatan dimana seseorang bisa mengungkapkan dengan jelas
secara lahiriah mengenai spiritualitasnya. Agama adalah suatu sistem ibadah yang terorganisasi
atau teratur.
Definisi spiritual setiap individu dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup,
kepercayaan dan ide-ide tentang kehidupan. Spiritualitas juga memberikan suatu perasaan yang
berhubungan dengan intrapersonal (hubungan antara diri sendiri), interpersonal (hubungan antara
orang lain dan lingkungan) dan transpersonal (hubungan yang tidak dapat dilihat yaitu suatu
hubungan dengan ketuhanan yang merupakan kekuatan tertinggi). Adapun unsur-unsur
spiritualitas meliputi kesehatan spiritual, kebutuhan spiritual dan kesadaran spiritual. Dimensi
spiritual merupakan suatu penggabungan yang menjadi satu kesatuan antara unsur psikologikal,
fisiologikal atau fisik, sosiologikal dan spiritual.
Kata “spiritual” sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Untuk memahami pengertian
spiritual dapat dilihat dari berbagai sumber. Menurut Oxford English Dictionary, untuk
memahami makna kata spiritual dapat diketahui dari arti kata-kata berikut ini : persembahan,
dimensi supranatural, berbeda dengan dimensi fisik, perasaan atau pernyataan jiwa, kekudusan,
sesuatu yang suci, pemikiran yang intelektual dan berkualitas, adanya perkembangan pemikiran
dan perasaan, adanya perasaan humor, ada perubahan hidup, dan berhubungan dengan organisasi
keagaamaan. Sedangkan berdasarkan etimologinya, spiritual berarti sesuatu yang mendasar,
penting, dan mampu menggerakan serta memimpin cara berfikir dan bertingkah laku seseorang .
Berdasarkan konsep keperawatan, makna spiritual dapat dihubungkan dengan kata-kata : makna,
harapan, kerukunan, dan sistem kepercayaan (Dyson, Cobb, Forman, 1997). Dyson mengamati
bahwa perawat menemukan aspek spiritual tersebut dalam hubungan seseorang dengan dirinya
sendiri, orang lain, dan dengan Tuhan. Menurut Reed (1992) spiritual mencakup hubungan
intra-, inter-, dan transpersonal. Spiritual juga diartikan sebagai inti dari manusia yang memasuki
dan mempengaruhi kehidupannya dan dimanifestasikan dalam pemikiran dan prilaku serta dalam
hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, alam, dan Tuhan (Dossey & Guzzetta, 2000).
Para ahli keperawatan menyimpulkan bahwa spiritual merupakan sebuah konsep yang dapat
diterapkan pada seluruh manusia. Spiritual juga merupakan aspek yang menyatu dan universal
bagi semua manusia. Setiap orang memiliki dimensi spiritual. Dimensi ini mengintegrasi,
memotivasi, menggerakkan, dan mempengaruhi seluruh aspek hidup manusia.
KETERKAITAN ANTARA SPIRITUAL, KESEHATAN DAN SAKIT
Keyakinan spiritual sangat penting bagi perawat karena dapat mempengaruhi tingkat kesehatan
dan perilaku self-care klien. Keyakinan spiritual yang perlu di pahami antara lain
Praktik tertentu pada umumnya yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan mungkin
mempunyai makna keagamaan bagi klien, seperti tentang makanan diet.
1. sumber dukungan
Individu bisa menahan distress fisik yang luar biasa karena mempunyai keyakinan yang kuat.
1. sumber konflik
Pada situasi tertentu, bisa terjadi konflik antara keyakinan agama dengan praktik kesehatan,
seperti pandangan penyakit.
Dapat disimpulkan bahwa kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk mencari arti dan
tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta rasa keterikatan, dan kebutuhan untuk
memberikan dan mendapatkan maaf .
KARAKTERISTIK SPIRITUAL
Spiritualitas mempunyai suatu karakter, sehingga bisa diketahui bagaimana tingkat spiritualitas
seseorang. Karakteristik spiritual tersebut, antara lain
Harmonis
1) Berbagi waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal balik.
2) Mengasuh anak, orang tua dan orang sakit.
3) Menyakini kehidupan dan kematian.
Tidak harmonis
1) Konflik dengan orang lain.
2) Resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi.
1. Religi
Berdasarkan kamus, religi berarti suatu sistem kepercayaan dan praktek yang berhubungan
dengan Yang Maha Kuasa (Smith, 1995). Pargamet (1997) mendefinisikan religi sebagai suatu
pencarian kebenaran tentang cara-cara yang berhubungan dengan korban atau persembahan.
Seringkali kali kata spiritual dan religi digunakan secara bertukaran, akan tetapi sebenarnya ada
perbedaan antara keduanya. Dari definisi religi, dapat digunakan sebagai dasar bahwa religi
merupakan sebuah konsep yang lebih sempit daripada spiritual. Mengingat spiritual lebih
mengacu kepada suatu bagian dalam diri manusia, yang berfungsi untuk mencari makna hidup
melalui hubungan intra-, inter-, dan transpersonal (Reed, 1992). Jadi dapat dikatakan religi
merupakan jembatan menuju spiritual yang membantu cara berfikir, merasakan, dan berperilaku
serta membantu seseorang menemukan makna hidup. Sedangkan praktek religi merupakan cara
individu mengekspresikan spiritualnya .
1. Dimensi Psikologi
Karena fisik, psikologi, dan spiritual merupakan aspek yang saling terkait, sangat sulit
membedakan dimensi psikologi dengan dimensi spiritual. Akan tetapi sebagai perawat harus
mengetahui perbedaan keduanya.Spilka, Spangler, dan Nelson (1983) membedakan dua dimensi
ini dengan mengatakan bahwa dimensi psikologi berhubungan dengan hubungan antar manusia
seperti : berduka, kehilangan, dan permasalahan emosional. Sedangkan dimensi spiritual
merupakan segala hal dalam diri manusia yang berhubungan dengan pencarian makna, nilai-
nilai, dan hubungan dengan Yang Maha Kuasa.
1. Kebudayaan
Kebudayaan merupakan kumpulan cara hidup dan berfikir yang dibangun oleh sekelompok
orang dalam suatu daerah tertentu (Martsolf, 1997). Kebudayaan terdiri dari nilai, kepercayaan,
tingkah laku sekelompok masyarakat. Kebudayaan juga meliputi perilaku, peran, dan praktek
keagamaan yang diwariskan turun-temurun. Menurut Martsolf (1997) ada tiga pandangan yang
menjelaskan hubungan spiritual dengan kebudayaan, yaitu spiritual dipengaruhi seluruhnya oleh
kebudayaan, spiritual dipengaruhi pengalaman hidup yang tidak berhubungan dengan
kebudayaan, dan spiritual dapat dipengaruhi kebudayaan dan pengalaman hidup yang tidak
berhubungan dengan kebudayaan.
MANIFESTASI SPIRITUAL
Manifestasi spiritual merupakan cara kita untuk dapat memahami spiritual secara nyata.
Manifestasi spiritual dapat dilihat melalui bagaimana cara seseorang berhubungan dengan diri
sendiri, orang lain, dan dengan Yang Maha Kuasa, serta bagaimana sekelompok orang
berhubungan dengan anggota kelompok tersebut (Koenig & Pritchett, 1998).
Contoh kebutuhan spiritual individu adalah kebutuhan seseorang untuk mencari tujuan hidup,
harapan, mengekspresikan perasaan kesedihan maupun kebahagiaan, untuk bersyukur, dan untuk
terus berjuang dalam hidup. Kebutuhan spiritual menyangkut individu dengan orang lain
meliputi keinginan memaafkan dan dimaafkan serta mencintai dan dicintai. Menurut Nolan &
Crawford (1997) kebutuhan spiritual sekelompok orang meliputi keinginan kelompok tersebut
untuk dapat memberikan kontribusi positif terhadap lingkungannya.
Dalam kenyataannya, semua manusia memiliki dimensi spiritual, semua klien akan
mengekspresikan dan memanifestasikan kebutuhan spiritual mereka kepada perawat. Karena
kurangnya pemahaman tentang kebutuhan spiritual, seringkali perawat gagal dalam mengenali
ekspresi kebutuhan spiritual klien, sehingga perawat gagal dalam memenuhi kebutuhan
tersebut.Kesejahteraan Spiritual,merupakan suatu kondisi yang ditandai adanya penerimaan
hidup, kedamaian, keharmonisan, adanya kedekatan dengan Tuhan, diri sendiri, masyarakat, dan
lingkungan sehingga menunjukkan adanya suatu kesatuan (Greer & Moberg, 1998). Dalam
hierarki kebutuhan dasar manusia, kesejahteraan spiritual termasuk dalam tingkat kebutuhan
aktualisasi diri .
Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak dengan empat negara berbeda, ditemukan
bahwa mereka mempunyai persepsi tentang Tuhan dan bentuk sembahyang yang berbeda
menurut usia, seks, agama, dan kepribadian anak.
1. keluarga
Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan spiritual anak. Hal yang penting bukan
apa yang diajarkan oleh orang tua pada anak tentang Tuhan, tetapi apa yang anak pelajari
mengenai Tuhan, kehidupan, diri sendiri dari perilaku orang tua mereka. Oleh karena keluarga
merupakan lingkungan terdekat dan pengalaman pertama anak dalam mempersepsikan
kehidupan di dunia, maka pandangan anak ada umumnya diwarnai oleh pengalaman mereka
dalam berhubungan dengan saudara dan orang tua.
Sikap, keyakinan, dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan budaya. Pada umumnya
seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak belajar pentingnya
menjalankan kegiatan agama termasuk nilai moral dari hubungan keluarga. Akan tetapi perlu
diperhatikan apapun tradisi agama atau sistem kepercayaan yang dianut individu, tetap saja
pengalaman spiritual unik bagi setiap individu.
Pengalaman hidup baik yang positif maupun pengalaman negatif dapat mempengaruhi spiritual
seseorang. Pengalaman hidup yang menyenangkan seperti pernikahan, kelulusan, atau kenaikan
pangkat menimbulkan syukur pada Tuhan. Peristiwa buruk dianggap sebagai suatu cobaan yang
diberikan Tuhan pada manusia untuk menguji imannya.
Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual seseorang. Krisis sering dialami
ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan, dan bahkan
kematian. Bila klien dihadapkan pada kematian, maka keyakinan spiritual dan keinginan untuk
sembahyang atau berdoa lebih meningkat dibandingkan dengan pasien yang berpenyakit tidak
terminal.
Menderita sakit terutama yang bersifat akut, seringkali membuat individu terpisah atau
kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial. Kebiasaan hidup sehari-hari juga
berubah antara lain tidak dapat menghadiri acara sosial, mengikuti kegiatan agama dan tidak
dapat berkumpul dengan keluarga atau teman yang biasa memberikan dukungan setiap saat
diinginkan. Terpisahnya klien dari ikatan spiritual beresiko terjadinya perubahan fungsi spiritual.
Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan untuk menunjukkan
kebesaranNya walaupun ada juga agama yang menolak intervensi pengobatan. Prosedur medis
seringkali dapat dipengaruhi oleh ajaran agama seperti sirkumsisi, transplantasi organ,
sterilisasi,dll. Konflik antara jenis terapi dengan keyakinan agama sering dialami oleh klien dan
tenaga kesehatan.
CARA PEMENUHAN KEBUTUHAN SPIRITUAL PERAWAT
Perawat diharapkan terlebih dahulu terpenuhi kebutuhan spiritualnya, sebelum membantu pasien
dalam memenuhi kebutuhan spiritual klien. Dengan hal ini diharapkan perawat dapat lebih
memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
dapat memenuhi kebutuhan spiritual perawat antara lain sebagai berikut.
Berpartisipasi dalam suatu komunitas rohani dapat meningkatkan spiritualitas. Banyak orang
merasa asing dengan orang-orang yang memiliki agama atau kepercayaan sama. Tetapi dengan
bergabung dalam suatu komunitas rohani dapat menimbulkan rasa nyaman dan dapat
meningkatkan rasa spiritual.
1. Berdoa.
Berdoa, membaca kitab suci, merenungkan berkat dalam hidup dan berserah kepada Yang Maha
Kuasa merupakan cara yang baik dalam meningkatkan spiritual.
1. Meditasi.
Beberapa orang manggunakan yoga atau meditasi untuk kembali menenangkan diri dan
memfokuskan pikiran kembali untuk menemukan makna dari suatu hal.
Pembenaran yang positif dapat membantu seseorang menghadapi situasi stress. Salah satu cara
untuk mendapat pembenaran positif adalah dengan berdiam diri, sambil merenungkan kitab suci
atau nyanyian.
Perawat dapat menulis perasaan yang sedang dirasakan, pengalaman spiritual yang dialami, atau
semua inspirasi dan pikiran-pikiran yang timbul. Cara ini sangat bermanfaat bagi perawat untuk
dapat keluar dari situasi stress.
Dukungan spiritual dapat datang dari mana saja. Perawat dapat mencari dukungan spiritual dari
komunitas rohaninya. Selain itu dukungan spiritual juga dapat diperoleh dari teman, mentor,
ataupun konselor.
Menurut Agus (2002) inti dari pemenuhan kebutuhan spiritual untuk mencapai kecerdasan
spiritual (Spiritual Quotient) adalah proses transendensi dan realisasi. Dalam proses transendensi
(menyendiri), pencerahan-pencerahan spiritual terjadi. Seseorang dapat menjalankan hubungan
yang paling intim dengan hakikat diri terdalamnya atau dengan Tuhannya. Dengan memusatkan
diri untuk sementara waktu dari keributan dunia, seseorang dapat mencurahkan segenap
kemampuannya untuk memahami makna dari apa yang telah terjadi dan bagaimana seharusnya
kejadian itu dapat diperbaiki .
Hal serupa juga dikemukakan oleh Danah Zohar & Ian Marshall (2002). Secara umum kita dapat
meningkatkan kecerdasan spiritual dengan meningkatkan proses tersier psikologi kita, yaitu
kecenderungan untuk bertanya mengapa, untuk mencari keterkaitan antara segala sesuatu, untuk
membawa ke permukaan asumsi-asumsi mengenai makna dibalik atau di dalam sesuatu. Kita
menjadi lebih suka merenung, sedikit menjangkau di luar diri kita, bertanggung jawab, lebih
sadar diri, lebih jujur terhadap diri sendiri, dan lebih pemberani.
LATIHAN
1. Anda merawat pasien beragama kristen, kemudian anda melihat pasien yang sudah sakit
lama sedang berdoa, sambil menangis, apa yang harus Anda lakukan sebagai perawat
yang beragama islam?
2. Anda mendengar ibu pasien berkata “Kenapa anak saya sakit ya Allah, apa dosa saya”?,
jelaskan bagaimana Anda memenuhi kebutuhan spiritual pasien.
3. Bagaimana Anda mengenal aspek spiritual anda sendiri sebagai seorang perawat.
TEST FORMATIF
RANGKUMAN
Keyakinan spiritual sangat penting bagi perawat karena dapat mempengaruhi tingkat kesehatan
dan perilaku self care klien. Keyakinan spiritual yang perlu dipahami ,menuntun kebiasaan hidup
sehari-hari gaya hidup atau perilaku tertentu pada umumnya yang berhubungan dengan
pelayanan kesehatan mungkin mempunyai makna keagamaan bagi klien seperti tentang
permintaan menu diet.
Sumber dukungan, spiritual sering menjadi sumber dukungan bagi seseorang untuk menghadapi
situasi stress. Dukungan ini sering menjadi sarana bagi seseorang untuk menerima keadaan hidup
yang harus dihadapi termasuk penyakit yang dirasakan.
Sumber kekuatan dan penyembuhan,individu bisa memahami distres fisik yang berat karena
mempunyai keyakinan yang kuat. Pemenuhan spiritual dapat menjadi sumber kekuatan dan
pembangkit semangat pasien yang dapat turut mempercepat proses kesembuhan.
Sumber konflik pada situasi tertentu dalam pemenuhan kebutuhan spiritual pasien, bisa terjadi
konflik antara keyakinan agama dengan praktik kesehatan seperti tentang pandangan penyakit
ataupun tindakan terapi. Pada situasi ini, perawat diharapkan mampu memberikan alternatif
terapi yang dapat diterima sesuai keyakinan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz Alimul Hidayat. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Black M. Joyce&Jane H. Hawks. 2005. Medical Surgical Nursing : Clinical Management For
Positive Outcome. 7th edition. St Louis : Elseiver Inc.
Dugan, D.O. (1989). Laughter and Tears: Best Medicine for Stress. Nursing Forum, 24 (1)
: 18
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/detra18/kebutuhan-dasar-manusia-ii-konsep-dan-
asuhan-keperawatan-pada-pasien-terminal-dan-menjelang-ajal_552bc1ae6ea834027a8b4616
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL
A PENGERTIAN
Penyakit terminal adalah suatu penyakit yag tidak bisa disembuhkan lagi. Kematian adalah tahap
akhir kehidupan. Kematian bisa datang tiba-tiba tanpa peringatan atau mengikuti priode sakit
yang panjang . Terkadang kematian menyerang usia muda tetapi selalu menunggu yang tua.
B. TAHAP-TAHAP BERDUKA
Dr.Elisabeth Kublerr-Ross telah mengidentifikasi lima tahap berduka yang dapat terjadi pada
pasien menjelang ajal :
1. Denial ( pengingkaran )
Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia akan meninggal dan dia tidak dapat menerima
informasi ini sebagai kebenaran dan bahkan mungkin mengingkarinya
2. Anger ( Marah )
Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan bahwa ia akan meninggal
3. Bergaining ( tawar-menawar )
Merupakan tahapan proses berduka dimana pasien
mencoba menawar waktu untuk hidup
4. Depetion ( depresi )
Tahap dimana pasien datang dengan kesadaran penuh bahwa ia akan segera mati.ia sangat sedih
karna memikirkan bahwa ia tidak akan lama lagi bersama keluarga dan teman-teman.
5. Acceptance ( penerimaan)
Merupakan tahap selama pasien memahami dan menerima kenyataan bahwa ia akan meninggal.
Ia akan berusaha keras untuk menyelesaikan tugas-tugasnya yang belum terselesaikan.
A. PENGKAJIAN
1) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang penyakit yang diderita klien pada saat sekarang
2) Head To Toe
Perubahan fisik saat kematian mendekat
1. pasien kurang rensponsif
2. fungsi tubuh melambat
3. pasien berkemih dan defekasi secara tidak sengaja
4. rahang cendrung jatuh
5. pernafasan tidak teratur dan dangkal
6. sirkulasi melambat dan ektremitas dingin, nadi cepat dan melemah
7. kulit pucat
8. mata memelalak dan tidak ada respon terhadap cahaya
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Ansietas/ ketakutan individu , keluarga ) yang berhubungan diperkirakan dengan situasi yang
tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek
negatif pada pada gaya hidup
b) Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang dihadapi, penurunan
fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang lain
c) Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan keluarga,takut
akan hasil ( kematian ) dengan lingkungnnya penuh dengan stres ( tempat perawatan )
d) Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari system pendukung
keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian
KRITERIA HASIL
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa I
Ansietas / ketakutan ( individu , keluarga ) yang berhubungan denga situasi yang tak dikenal.
Sifat kondisi yang tak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek negative pada gaya
hidup.
Criteria Hasil
Klien atua keluarga akan :
1. mengunkapkan ketakutannya yang brhubungan dengan gangguan
2. menceriktakan tentang efek ganmguan pada fungsi normal, tanggungn jawab, peran dan gaya
hidup
No Intervensi Rasional
1 Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya :
a. berikan kepastian dan kenyamanan
b. tunjukkan perasaan tentang pemahman dan empti, jangan menghindari pertanyaan
c. dorong klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan permasalahan yang berhubungan dengan
pengobtannya
d. identifikasi dan dukung mekaniosme koping efektif Klien yang cemas mempunbyai
penyempitan lapang persepsi denagn penurunan kemampuan untuk belajar. Ansietas cendrung
untuk memperburuk masalah. Menjebak klien pada lingkaran peningkatan ansietas tegang,
emosional dan nyeri fisik
2 Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan pernyuluhan bila tingkatnya rendah atau sedang
Beberapa rasa takut didasari oleh informasi yang tidak akurat dan dapat dihilangkan denga
memberikan informasi akurat. Klien dengan ansietas berat atauparah tidak menyerap pelajaran
3 Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan-ketakutan mereka Pengungkapan
memungkinkan untuk saling berbagi dan memberiakn kesempatan untuk memperbaiki konsep
yang tidak benar
4 Berika klien dan keluarga kesempatan dan penguatan koping positif Menghargai klien untuk
koping efektif dapat menguatkan renson koping positif yang akan datang
Diagnosa II
Berduka yang berhubungan penyakit terminal dan kematian yang akan dihadapi penurunan
fungsi, perubahan konsep diri dan menark diri dari orang lain
Klien akan :
1. Mengungkapakan kehilangan dan perubahan
2. Mengungkapakan perasaan yang berkaitan kehilangan dan perubahan
3. Menyatakan kematian akan terjadi
Anggota keluarga akan melakukan hal berikut : mempertahankan hubungan erat yang efektif ,
yang dibuktikan dengan cara sbb:
a. menghabiskan waktu bersama klien
b. memperthankan kasih sayang , komunikasi terbuka dengan klien
c. berpartisipasi dalam perawatan
-*
No Intervensi Rasional
1 Berikan kesempatan pada klien da keluarga untuk mengungkapkan perasaan, didiskusikan
kehilangan secara terbuka , dan gali makna pribadi dari kehilangan.jelaskan bahwa berduka
adalah reaksi yang umum dan sehat Pengetahuan bahwa tidak ada lagi pengobatan yang
dibutuhkan dan bahwa kematian sedang menanti dapat menyebabkan menimbulkan perasaan
ketidak berdayaan, marah dan kesedihan yang dalam dan respon berduka yang lainnya. Diskusi
terbuka dan jujur dapat membantu klien dan anggota keluarga menerima dan mengatasi situasi
dan respon mereka terhdap situasi tersebut
2 Berikan dorongan penggunaan strategi koping positif yang terbukti yang memberikan
keberhasilan pada masa lalu Stategi koping fositif membantu penerimaan dan pemecahan
masalah
3 Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikan atribut diri yang positif Memfokuskan
pada atribut yang positif meningkatkan penerimaan diri dan penerimaan kematian yang terjadi
4 Bantu klien mengatakan dan menerima kematian yang akan terjadi, jawab semua pertanyaan
dengan jujur Proses berduka, proses berkabung adaptif tidak dapat dimulai sampai kematian
yang akan terjadi di terima
5 Tingkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian, menghilangkan ketidak nyamanan dan
dukungan Penelitian menunjukkan bahwa klien sakit terminal paling menghargai tindakan
keperawatan berikut :
a. Membantu berdandan
b. Mendukung fungsi kemandirian
c. Memberikan obat nyeri saat diperlukandan
d. meningkatkan kenyamanan fisik ( skoruka dan bonet 1982 )
DIAGNOSA III
Perubahan proses keluarga yang berhubunga dengan gangguan kehidupan takut akan hasil
( kematian ) dan lingkungannya penuh stres ( tempat perawatan )
No Intervensi Rasional
1 Luangkan waktu bersama keluarga atau orang terdekat klien dan tunjukkan pengertian yang
empati Kontak yang sering dan me ngkmuikasikan sikap perhatian dan peduli dapat membantu
mengurangi kecemasan dan meningkatkan pembelajaran
2 Izinkan keluarga klien atau orang terdekat untuk mengekspresikan perasaan, ketakutan dan
kekawatiran. Saling berbagi memungkinkan perawat untuk mengintifikasi ketakutan dan
kekhawatiran kemudian merencanakan intervensi untuk mengatasinya
3 Jelaskan lingkungan dan peralatan ICU
Informasi ini dapat membantu
mengurangi ansietas yang berkaitan
Diagnosa IV
Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari system pendukung
keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian
Klien akan mempertahankan praktik spritualnuya yang akan mempengaruhi penerimaan terhadap
ancaman kematian
No Intervensi Rasional
1 Gali apakah klien menginginkan untuk melaksanakan praktek atau ritual keagamaan atau
spiritual yang diinginkan bila yang memberi kesemptan pada klien untuk melakukannya Bagi
klien yang mendapatkan nilai tinggi pada do,a atau praktek spiritual lainnya , praktek ini dapat
memberikan arti dan tujuan dan dapat menjadi sumber kenyamanan dan kekuatan
2 Ekspesikan pengertrian dan penerimaan anda tentang pentingnya keyakinan dan praktik
religius atau spiritual klien Menunjukkan sikap tak menilai dapat membantu mengurangi
kesulitan klien dalam mengekspresikan keyakinan dan prakteknya
3 Berikan prifasi dan ketenangan untuk ritual spiritual sesuai kebutuhan klien dapat dilaksanakan
Privasi dan ketenangan memberikan lingkungan yang memudahkan refresi dan perenungan
4 Bila anda menginginkan tawarkan untuk berdo,a bersama klien lainnya atau membaca buku ke
agamaan Perawat meskipun yang tidak menganut agama atau keyakinan yang sama dengan klien
dapat membantu klien memenuhi kebutuhan spritualnya
5 Tawarkan untuk menghubungkan pemimpin religius atau rohaniwan rumah sakit untuk
mengatur kunjungan. Jelaskan ketidak setiaan pelayanan ( kapel dan injil RS ) Tindakan ini
dapat membantu klien mempertahankan ikatan spiritual dan mempraktikkan ritual yang penting (
Carson 1989 )
D. IMPLEMENTASI
Diagnosa I
1. Membantu klien untuk mengurangi ansientasnya :
a. memberikan kepastian dan kenyamanan
b menunjukan perasan tentang pemahaman dan empati ,jangan menghindari petayaan
c mendorong klien untuk mengungkan setiap ketakutan permasalahan yang berhubungan dengan
pengobotannya.
d. menditifikasi dan mendorong mekanisme koping efektif
2. Mengkaji tingkat ansientas klien .merencanakan penyuluhan bila tingkatnya rendah atau
sedang
3. Mendorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan atau pikiran mereka
4. Memberikan klien dan keluarga dengan kepastian dan penguatan prilaku koping positif
5. Memberikan dorongan pada klien unyuk menggunakan teknik relaksasi seperti paduan
imajines dan pernafasan relaksasi
Diagnosa II
1. Memberikan kesempatan pada klien dan keluarga unyiuk mengungkapkan
perasaan,diskusikan kehilangan secara terbuka dan gali makna pribadi dari kehilangan.jelaskan
bahwa berduka adalah reaksi yang umum dan sehat.
3. Memberikan dorongan penggunaam strategi koping positif yang terbukti memberikan
keberhasilan pada masa lalu
4. Memberikan dorongan pada klien untuk mengekpresikan atribut dari yang positif
5. Membantu klien menyatakan dan menerima kematian yang akan terjadi,jawab semua
pertanyaan dengan jujur
6. Meningkatkan harapan dengan perawtan penuh perhatian , menghilangkan ketidak nyamanan
dan dukungan
Diagnosa III
1. Meluangkan waktu bersama keluarga / orang terdekat klien dan tunjukkan pengertian yang
empati
2. mengizinkan keluarga klien / orang terdekat untuk mengekspresikan perasaan ,ketakutan dan
kekhwatiran
3. Menjelaskankan lingkungan dan peralatan itu
4. Menjelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan postoperasi yang dipikirkan dan
memberikaninformasi spesifik tentang kemajuan klien
5. Menganjurkan untuk sering berkunjung dan berpartisipasi dalam tindakan keperawatan
6. Mengkonsul atau memberikan rujukan ke sumber komunitas dan sumber lainnya
Diagnosa IV
1. Menggali apakah klien menginginkan untuk melaksanakan praktik atau ritual keagamaan atau
spiritual yang diizinkan bila ia memberikan kesempatan pada klien untuk melakukannya
2. mengekpresikan pengertian dan penerimaan anda tentang pentingnya keyakinan dan praktik
religius atau spiritual klien
3. Memberika privasi dan ketenangan untuk ritual, spiritual sesuai kebutuhan klien dan dapat
dilaksanakan
4. Menawarkan untuk menghubungi r eligius atau rohaniwan rumah sakit untuk mengatur
kunjungan menjelaskan ketersediaan pelayanan misalnya : alqur’an dan ulama bagi yang
beragama islam
EVALUASI
1. klien merasa nyaman dan mengekpresikan perasaannya pada perawat
2. klien tidak merasa sedih dan siap menerima kenyataan
3. klien selalu ingat kepada Allah dan selalu bertawakkal
4. klien sadar bahwa setiap apa yang diciptakan Allah SWT akan kembali kepadanya
Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani klien karena peran perawat adalah
memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual klien. Namun peran spiritual
ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk
pasien terminal yang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.
Menurut Dadang Hawari (1977,53) “ orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang
sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian
sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”.
Pasien terminal biasanya dihinggapi rasa depresi yang berat, perasaan marah akibat
ketidakberdayaan dan keputusasaan. Dalam fase akhir kehidupannya ini, pasien tersebut selalu
berada di samping perawat. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan spiritual dapat meningkatkan
semangat hidup klien yang didiagnosa harapan sembuhnya tipis dan dapat mempersiapkan diri
pasien untuk menghadapi alam yang kekal.
Menurut konsep Islam, fase akhir tersebut sangat menentukan baik atau tidaknya kematian
seseorang dalam menuju kehidupan alam kekal dan perawat sendiri kelak akan diminta
pertanggungjawaban oleh ALLAH SWT karena upaya pemenuhan kebutuhan pasien di rumah
sakit mutlak diperlukan.
Perawat hendaknya meyakini bahwa sesuai dengan ajaran islam dalam menjalani fase akhir dari
kehidupan manusia di dunia terdapat fase sakaratul maut. Fase sakaratul maut seringkali di
sebutkan oleh Rasulullah sebagai fase yang sangat berat dan menyakitkan sehingga kita
diajarkan do’a untuk diringankan dalam fase sakaratul maut.
Gambaran tentang beratnya sakaratul maut dijelaskan dalam Al Qur,an dan hadis. “ Kalau
sekiranya kamu dapat melihat malaikat mencabut nyawa orang-orang kafir seraya memukul
muka dan belakang mereka serta berkata “rasakan olehmu siksa neraka yang membakar”
(niscaya kamu akan merasa sangat nyeri) (QS Al Anfal: 50). Alangkah dasyatnya sekiranyakamu
melihat diwaktu orang-orang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedangkan
para malaikat memukul dengan tangannya (sambil berkata) “keluakanlah nyawamu!)” Pada hari
ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan karena kamu selalu mengatakan
terhadap ALLAH perkataan yang tidak benar dankarena kamu selalu menyombongkan diri
terhadap ayat-ayat-Nya” (QS. Al An’am :93)
Cara malaikat Izrail mencabut nyawa tergantung dari amal perbuatan orang yang bersangkutan
bila orang yang akan meninggal dunia itu durhaka kepada ALLAH maka malaikat Izrail
mencanut nyawanya dengan kasar. Sebaliknya bila terhadap orang sholeh cara mencabutnya
dengan lemah lembut dan dengan hati-hati. Namun demikian peristiwa terpisahnya nyawa
dengan raga tetap amat menyakitkan. “ Sakitnya sakaratul maut itu, kira-kira tiga ratus kali
sakitnya di pukul pedang. “ ( HR. Ibnu Abu Dunya)
Melihat batapa sakitnya sakaratul maut maka perawat harus melakukan upaya –upaya sebagai
berikut :
1. Membimbing pasien agar berbaik sangka kepada Allah SWT. Pada sakaratul maut perawat
harus membimbing agar berbaik sangka kepada Allah sebagaimana Hadist yang diriwayatkan
oleh Imam Muslem. Jangan sampai seorang dari kamu mati kecuali dalam keadaan berbaik
sangka kepada Allah, selanjutnya Allah berfirman dalam hadist qudsi, Aku ada pada sangka-
sangka hambaku, oleh karena itu bersangkalah kepadaKu dengan sangkaaan yang baik .
Selanjutnya Ibnu Abas berkata, Apabila kamu melihat seseorang menghadapi maut, hiburlah dia
supaya bersangka baik pada Tuhannya dan akan berjumpa dengan Tuhannya itu. Selanjutnya
Ibnu Mas´ud berkata : Demi Allah yang tak ada Tuhan selain Dia, seseorang yang berbaik
sangka kepada Allah maka Allah berikan sesuai dengan persangkaannya itu. Hal ini
menunjukkan bahwa kebaikan apapun jua berada ditangannya.
2. Mentalkinkan dengan Kalimat Laailahaillallah. Perawat muslim dalam mentalkinkan kalimah
laaillallah dapat dilakukan pada pasien terminal menjelang ajalnya terutama saat pasien akan
melepaskan nafasnya yang terakhir.
Wotf, Weitzel, Fruerst memberikan gambaran ciri-ciri pokok klien terminal yang akan
melepaskan nafasnya yang terakhir, yaitu penginderaan dan gerakan menghilang secara
berangsur-angsur yang dimulai pada anggota gerak paling ujung khususnya pada ujung kaki.
Meskipun suhu tubuh pasien biasanya tinggi ia terasa dingin dan lembab mulai pada kaki tangan
dan ujung hidung, kulit nampak kebiru-biruan kelabu atau pucat. Nadi mulai tak teratur, lemah
dan pucat. Terdengar suara ngorok disertai gejala nafas cyene stokes. Dengan menurunnya
tekanan darah, peredaran darah perifer menjadi terhenti dan rasa nyeri bila ada biasanya menjadi
hilang. Kesadaran dan tingkat kekuatan ingatan bervariasi tiap individu. Otot rahang menjadi
mengendur, wajah pasien yang tadinya kelihatan cemas nampak lebih pasrah menerima.
Dalam keadaan yang seperti itu peran perawat disamping memenuhi kebutuhan fisiknya juga
harus memenuhi kebutuhan spiritual pasien muslim agar diupayakan meninggal dalam keadaan
Husnul Khatimah. Perawat membimbing pasien dengan mentalkinkan (membimbing dengan
melafalkan secara berulang-ulang), sebagaimana Rasulullah mengajarkan dalam Hadist Riwayat
Muslim,
Talkinkanlah olehmu orang yang mati diantara kami dengan kalimat Laailahaillallah karena
sesungguhnya seseoranng yang mengakhiri ucapannya dengan itu ketika matinya maka itulah
bekalnya sesungguhnya seseorang yang mengakhiri ucapannya dengan itu ketika matinya maka
itulah bekalnya menuju surga . Selanjutnya Umar Bin Ktahab berkata Hindarilah orang yang
mati diantara kami dan dzikirkanlah mereka dengan ucapan Laailahaillahllah, maka
sesungguhnya mereka (orang yang meninggal) melihat apa yang tidak bisa, kamu lihat .
3. berbicara yang Baik dan Do´a untuk jenazah ketika menutupkan matanya. Di samping
berusaha memberikan sentuhan (Touching) perawat muslim perlu berkomunikasi terapeutik,
antara lain diriwayatkan oleh Imam Muslim Rasulullah SAW bersabda: Bila kamu datang
mengunjungi orang sakit atau orang mati, hendaklah kami berbicara yang baik karena
sesungguhnya malaikat mengaminkan terhadap apa yang kamu ucapkan. Selanjutnya
diriwayatkan oleh Ibnu Majah Rasulullah bersabda apabila kamu menghadiri orang yang
meninggal dunia di antara kamu, maka tutuplah matanya karena sesungguhnya mata itu
mengikuti ruh yang keluar dan berkatalah dengan kata-kata yang baik karena malaikat
mengaminkan terhadap apa yang kamu ucapkan.
Berdasarkan hal diatas perawat harus berupaya memberikan suport mental agar pasien merasa
yakin bahwa Allah Pengasih dan selalu memberikan yang terbaik buat hambanya, mendo’akan
dan menutupkan kedua matanya yang terbuka saat roh terlepas, dari jasadnya.
Panduan bagi pasien sakaratul maut
Bimbingan rohani pasien merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan dalam
upaya pemenuhan kebutuhan bio-Psyco-Socio-Spritual ( APA, 1992 ) yang komprehensif,
karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual ( Basic spiritual
needs, Dadang Hawari, 1999 ).
Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang
menyatakan bahwa aspek agama ( spiritual ) merupakan salah satu unsur dari pengertian
kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter, terutama perawat untuk
memenuhi kebutuhan spritual pasien.
Perawat memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan
spiritual klien. Akan tetapi, kebutuhan spiritual seringkali dianggap tidak penting oleh perawat.
Padahal aspek spiritual sangat penting terutama untuk pasien yang didiagnosa harapan
sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut dan seharusnya perawat bisa menjadi
seperti apa yang dikemukakan oleh Henderson, “The unique function of the nurse is to assist the
individual, sick or well in the performance of those activities contributing to health or its
recovery (or to a peaceful death) that he would perform unaided if he had the necessary strength
will or knowledge”,maksudnya perawat akan membimbing pasien saat sakaratul maut hingga
meninggal dengan damai.
Biasanya pasien yang sangat membutuhkan bimbingan oleh perawat adalah pasien terminal
karena pasien terminal, pasien yang didiagnosis dengan penyakit berat dan tidak dapat
disembuhkan lagi dimana berakhir dengan kematian, seperti yang dikatakan Dadang Hawari
(1977,53) “orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak
mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual,dan krisis kerohanian sehingga pembinaan
kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”. Sehingga, pasien
terminal biasanya bereaksi menolak, depresi berat, perasaan marah akibat ketidakberdayaan dan
keputusasaan. Oleh sebab itu, peran perawat sangat dibutuhkan untuk mendampingi pasien yang
dapat meningkatkan semangat hidup klien meskipun harapannya sangat tipis dan dapat
mempersiapkan diri pasien untuk menghadapi kehidupan yang kekal.
Dalam konsep islam, fase sakaratul maut sangat menentukan baik atau tidaknya seseorang
terhadap kematiannya untuk menemui Allah dan bagi perawat pun akan dimintai
pertanggungjawabannya nanti untuk tugasnya dalam merawat pasien di rumah sakit. Dan fase
sakaratul maut adalah fase yang sangat berat dan menyakitkan seperti yang disebutkan
Rasulullah tetapi akan sangat berbeda bagi orang yang mengerjakan amal sholeh yang bisa
menghadapinya dengan tenang dan senang hati.
Ini adalah petikan Al-Quran tentang sakaratul maut,,
” Datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya.”(QS.50:19).
“ Alangkah dahsyatnya ketika orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul
maut.” (QS. 6:93)
Dalam Al-hadits tentang sakaratul maut..
Al-Hasan berkata bahwa Rasulullah SAW pernah mengingatkan mengenai rasa sakit dan duka
akibat kematian. Beliau bertutur, “Rasanya sebanding dengan tiga ratus kali tebasan pedang.”
(HR.Ibn Abi ad-Dunya)
Begitu sakitnya menghadapi sakaratul maut sehingga perawat harus membimbing pasien dengan
cara-cara,seperti ini:
Para ulama berpendapat,” Apabila telah membimbing orang yang akan meninggal dengan satu
bacaan talqin, maka jangan diulangi lagi. Kecuali apabila ia berbicara dengan bacaan-bacaan
atau materi pembicaraan lain. Setelah itu barulah diulang kembali, agar bacaan La Ilaha Illallha
menjadi ucapan terakhir ketika menghadapi kematian. Para ulama mengarahkan pada pentingnya
menjenguk orang sakaratul maut, untuk mengingatkan, mengasihi, menutup kedua matanya dan
memberikan hak-haknya.” (Syarhu An-nawawi Ala Shahih Muslim : 6/458)
Ciri-ciri pokok pasien yang akan melepaskan nafasnya yang terakhir, yaitu :
1. penginderaan dan gerakan menghilang secara berangsur-angsur yang dimulai pada anggota
gerak paling ujung khususnya pada ujung kaki, tangan, ujung hidung yang terasa dingin dan
lembab,
2. kulit nampak kebiru-biruan kelabu atau pucat.
3. Nadi mulai tak teratur, lemah dan pucat.
4. Terdengar suara mendengkur
disertai gejala nafas cyene stokes.
5. Menurunnya tekanan darah, peredaran darah perifer menjadi terhenti dan rasa nyeri bila ada
biasanya menjadi hilang. Kesadaran dan tingkat kekuatan ingatan bervariasi tiap individu. Otot
rahang menjadi mengendur, wajah pasien yang tadinya kelihatan cemas nampak lebih pasrah
menerima.
Berdasarkan hadits yang diberitakan oleh Ummu Salamah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam telah bersabda.
Artinya : “Apabila kalian mendatangi orang yang sedang sakit atau orang yang hampir mati,
maka hendaklah kalian mengucapkan perkataan yang baik-baik karena para malaikat mengamini
apa yang kalian ucapkan.” Maka perawat harus berupaya memberikan suport mental agar pasien
merasa yakin bahwa Allah Maha Pengasih dan selalu memberikan yang terbaik buat hambanya,
mendoakan dan menutupkan kedua matanya yang terbuka saat roh terlepas dari jasadnya.
Perawat membimbing pasien agar berbaik sangka kepada Allah SWT, seperti di dalam hadits
Bukhari“ Tidak akan mati masing-masing kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah
SWT.” Hal ini menunjukkan apa yang kita pikirkan seringkali seperti apa yang terjadi pada kita
karena Allah mengikuti perasangka umatNya
Disunnahkan bagi orang-orang yang hadir untuk membasahi kerongkongan orang yang sedang
sakaratul maut tersebut dengan air atau minuman. Kemudian disunnahkan juga untuk membasahi
bibirnya dengan kapas yg telah diberi air. Karena bisa saja kerongkongannya kering karena rasa
sakit yang menderanya, sehingga sulit untuk berbicara dan berkata-kata. Dengan air dan kapas
tersebut setidaknya dapat meredam rasa sakit yang dialami orang yang mengalami sakaratul
maut, sehingga hal itu dapat mempermudah dirinya dalam mengucapkan dua kalimat syahadat.
(Al-Mughni : 2/450 milik Ibnu Qudamah)
Kemudian disunnahkan untuk menghadapkan orang yang tengah sakaratul maut kearah kiblat.
Sebenarnya ketentuan ini tidak mendapatkan penegasan dari hadits Rasulullah Saw., hanya saja
dalam beberapa atsar yang shahih disebutkan bahwa para salafus shalih melakukan hal tersebut.
Para Ulama sendiri telah menyebutkan dua cara bagaimana menghadap kiblat :
WARNING ALERT
Sebagian orang terbiasa membaca Al-Qur’an didekat orang yang sedang menghadapi sakaratul
maut dengan berdasarkan pada hadits :
Dan hadits :
“tidak ada seorang manusia yang mati, kemudian dibacakan surat yaasiin untuknya, kecuali
Allah mempermudah segala urusannya”
Padahal kedua hadits tersebut dianggap sebagai hadits dha’if, tidak boleh memasukkannya
kedalam kitab Hadits.
Bahkan, Imam Malik telah mengatakan bahwa hokum membaca Al-Qur’an disisi mayat adalah
makruh. Dalam Kitabnya ‘Syarhu As-Syaghiir’(1/220):,”Dimakruhkan membaca salah satu ayat
dalam al-qur’an ketika datang kematian. Karena, tindakan tersebut tidak pernah dilakukan oleh
para salafus shalih. Sekalipun, semua itu diniatkan sebagai do’a, memohon ampun, kasih sayang
dan mengambil pelajaran,”.
Tuntunan dalam Mengurus Jenazah bagi Wanita
Alloh ‘azza wa jalla telah menuliskan kematian atas setiap jiwa. Sedangkan kekekalan hanyalah
khusus bagi Alloh. Sebagaimana hal ini disebutkan dalam firman-Nya,
“Semua yang ada di bumi ini akan binasa. Dan tetap kekal wajah Tuhanmu yang mempunyai
kebesaran dan kemuliaan.” QS. Ar-Rahman ; 26-27
Bagi jenazah anak cucu Adam terdapat hukum-hukum khusus yang wajib dipenuhi dan
dilaksanakan oleh orang-orang yang masih hidup. Kami sebutkan didalam bab ini tentang hal-hal
yang berkaitan dengan pengurusan jenazah bagi wanita, diantaranya :
1. Para wanita wajib menguasai tata cara memandikan mayat perempuan dan tidak
diperbolehkan bagi laki-laki untuk memandikannya, kecuali suami karena ia berkewajiban
memandikan istrinya. Sebab Ali radhiyallohu ‘anhu memandikan istrinya, Fathimah bintu
Rosulullah sholallohu ‘alaihi wasallam. Dan diperbolehkan bagi wanita memandikan mayit
suaminya, sebab Asma’ bintu Umais radhiyallohu ‘anha memandikan suaminya, Abu Bakar Ash
Shiddiq radhiyallohu ‘anhu.
2. Disunnahkan mengkafani mayat perempuan dengan 5 lembar kain putih yang terdiri dari
sarung, kerudung kepalanya, baju yang dipakainya, dan 2 kain lipatan yang melilit seluruh kain-
kain sebelumnya. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Laila ats-Tsaqafiyah, beliau berkata :
“Saya berada bersama para wanita yang memandikan Ummu Kultsum bintu Rosulullah ketika
wafatnya, dan pertama-tama yang Rosulullah berikan adalah sarung kemudian baju besi (jubah
muslimah atau sejenisnya), selanjutnya penutup kepala (kerudung/jilbab) kemudian selimut
kemudian dilipatkan setelah itu didalam pakaian yang lain.” HR. Imam Ahmad dan Abu Dawud
3. Yang diperbuat dengan rambut kepala mayat wanita adalah menjadikannya 3 pintalan dan
mempertemukannya di bagian belakang, seperti hadits Ummu Athiyah tentang cara memandikan
putri Nabi sholallohu ‘alahi wasallam :“Maka kami pintal rambutnya menjadi 3 cabang dan kami
pertemukan dibelakangnya.” HR. Bukhari-Muslim.Hukum wanita mengiring jenazah.
4. Dari Ummu Athiyah radhiyallohu ‘anha berkata : “Kami dilarang (oleh Rosulullah sholallohu
‘alaihi wasallam) mengiringi jenazah namun tidak ditekankan (larangan tsb) kepada kami.” HR.
Bukhari – Muslim
6. Haram meratapi mayat, yaitu mengangkat suara dengan menangis, meratap dan merobek-
robek baju, menampar-nampar pipi, mengacak-acak rambut, menghitamkan wajah dan
melukainya sbg ungkapan keluh kesah atas si mayat, memanggil-manggil dengan perkataan
celaka (kasar) dan selainnya. Semua itu menunjukkan atas keluh kesah dari ketentuan Alloh dan
kekuasaan-Nya, serta tidak ada kesabaran pada dirinya. Maka hal tsb adalah haram dan dosa
besar sebagaimana disebutkan dalam kitab Shahihain.
Rosulullah sholallohu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bukan dari golongan kami orang yang
menampar-nampar pipi, merobek-robek baju dan menyeru dengan seruan jahiliyyah dan
selainnya.”
“Sesungguhnya beliau sholallohu ‘alaihi wasallam berlepas (diri) dari shaliqah, haliqah, dan
syaaqah.”
Shaliqah : wanita yang mengangkat suaranya (berteriak) ketika tertimpa musibah.
Haliqah : Wanita mencukur rambutnya ketika mendapatkan musibah.
Syaaqah : Wanita yang merobek-robek pakaiannya ketika mendapatkan musibah.
Maka sebuah kewajiban atasmu, wahai muslimah, untuk menjauhkan perbuatan-perbuatan haram
ini ketika mendapatkan musibah dan kewajibanmu adalah (tetap dalam) kesabaran dan
introspeksi diri. Sehingga musibah ini menjadi renungan atas dosa-dosa dari keburukan-
keburukan yang telah dilakukan dan pahala-pahala dari kebaikan-kebaikan yang telah kamu
kerjakan.
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang
yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan ‘innaa
lillahi wa inna ilaihi raaji’uun’ mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan
rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” QS. Al-
Baqarah ; 155-157
Dalam perkara ini diperbolehkan menangis yang tidak disertai ratapan dan perbuatan-perbuatan
yang diharamkan serta tidak marah terhadap ketentuan dan kekuasaan Alloh.
-diringkas dari kitab “Tanbihaat ‘ala Ahkam Takhtashu bil Mu’minaat” karya Syaikh Sholih Al
Fauzan-
Kewajiban Mengurus Jenazah
Kewajiban muslim dalam mengurus jenazah adalah fardhu kifayah, dimana ketika ada jenazah
dan sudah ada satu orang yang menghandle mengurus jenazah mulai memandikan hingga
menguburkan, maka muslim tidak perlu harus menghandle
nya. Melihat hukumnya ini maka sangat jarang pekerjaan pengurus jenazah ditemukan. Padahal
pekerjaan ini sangat mulia kenapa tidak jadi rebutan orang untuk berlomba-lomba
melakukannya, padahal jika kita dapat mengurus jenazah orang2 sholeh dan orang-orang yang
berjihad di jalan Allah sungguh menyenangkan, yang semoga banyak keutamaan dan pelajaran
darinya agar kitapun berharap mampu seperti mereka.
Beranikah kita menghadapi jenazah? Kalau takut jangan deh nanti malah kebawa mimpi.
kemudian pengurus jenazah tidak boleh jijik akan kondisi mayat, karena dalam kondisi di
lapangan mayat itu kondisinya bermacam-macam. Bisa jadi kondisi mayat penuh luka, atau bau
dan lain-lain. Jadi harus siap menghadapi ini. Seperti halnya dokter atau perawat yang tidak jijik
terhadap kondisi pasien dan tukang sampah yang tidak geli terhadap sampah.Diperlukan
ketelatenan juga bagi seseorang untuk mengurusi mayat, dimana kita harus mampu
memperlakukan mayat dengan baik tidak boleh kasar dan harus selembut mungkin, dan didalan
kondisi di lapangan mayat bermacam-macam seperti k
aku, melotot dan lain-lain. Selain itu diperlukan ketelatenan pula mulai dari menyiapkan hal-hal
yang diperl
ukan untuk proses mengurus jenazah, memandikan, menkafani hingga menguburkan. Sehingga
diperlukan pengetahuan yang benar sesuai dengan syariat yang dicontohkan rasul agar tidak
mengandung bid’ah. Dan semuanya ini dilakukan dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.
Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani klien karena peran perawat adalah
memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual klien. Namun peran spiritual
ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk
pasien terminal yang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.
Menurut Dadang Hawari (1977,53) “ orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang
sakaratul maut lebih banyak mengalami p
enyakit kejiwaan, krisis spiritual,dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien
menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”.
Pasien terminal biasanya dihinggapi rasa depresi yang berat, perasaan marah akibat
ketidakberdayaan dan keputusasaan. Dalam fase akhir kehidupa
perawat. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan spiritual dapat meningkatkan semangat hidup
klien yang didiagnosa harapan sembuhnya tipis dan dapat mempersiapkan diri pasien untuk
menghadapi alam yang kekal.
atau tidaknya kematian seseorang dalam menuju kehidupan alam kekal dan perawat sendiri kelak
akan diminta pertanggungjawaban oleh ALLAH SWT karena upaya pemenuhan kebutuhan
pasien di rumah sakit mutlak diperlukan.
Perawat hendaknya meyakini bahwa sesuai dengan ajaran islam dalam menjalani fase akhir dari
kehidupan manusia di dunia terdapat fase sakaratul maut. Fase sakaratul maut seringkali di
sebutkan oleh Rasulullah sebagai fase yang sangat berat dan menyakitkan sehingga kita
diajarkan do’a untuk diringankan dalam fase sakaratul maut.
Gambaran tentang beratnya sakaratul maut dijelaskan dalam Al Qur,an dan hadis. “ Kalau
sekiranya kamu dapat melihat malaikat mencabut nyawa orang-orang kafir seraya memukul
muka dan belakang mereka serta berkata “rasakan olehmu siksa neraka yang membakar”
(niscaya kamu akan merasa sangat nyeri) (QS Al Anfal: 50). Alangkah dasyatnya sekiranyakamu
melihat diwaktu orang-orang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedangkan
para malaikat memukul dengan tangannya (sambil berkata) “keluakanlah nyawamu!)” Pada hari
ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan karena kamu selalu mengatakan
terhadap ALLAH perkataan yang tidak b
enar dankarena kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya” (QS. Al An’am :93)
Cara malaikat Izrail mencabut nyawa tergantung dari amal perbuatan orang yang bersangkutan
bila orang yang akan meninggal dunia itu durhaka kepada ALLAH maka malaikat Izrail
mencanut nyawanya dengan kasar. Sebaliknya bila terhadap orang sholeh cara mencabutnya
dengan lemah lembut dan dengan hati-hati. Namun demikian peristiwa terpisahnya nyawa
dengan raga tetap amat menyakitkan. “ Sakitnya sakaratul maut itu, kira-kira tiga ratus kali
sakitnya di pukul pedang. “ ( HR. Ibnu Abu Dunya)
Melihat batapa sakitnya sakaratul maut maka perawat harus melakukan upaya –upaya sebagai
berikut :
1. Membimbing pasien agar berbaik sangka kepada Allah SWT. Pada sakaratul maut perawat
harus membimbing agar berbaik sangka kepada Allah sebagaimana Hadist yang diriwayatkan
oleh Imam Muslem. Jangan sampai seorang dari kamu mati kecuali dalam keadaan berbaik
sangka kepada Allah, selanjutnya Allah berfirman dalam hadist qudsi, Aku ada pada sangka-
sangka hambaku, oleh karena itu bersangkalah kepadaKu dengan sangkaaan yang baik .
Selanjutnya Ibnu Abas berkata. Apabila kamu melihat seseorang menghadapi maut, hiburlah dia
supaya bersangka baik pada Tuhannya dan akan berjumpa dengan Tuhannya itu. Selanjutnya
Ibnu Mas´ud berkata : Demi Allah yang tak ada Tuhan selain Dia, seseorang yang berbaik
sangka kepada Allah maka Allah berikan sesuai dengan persangkaannya itu. Hal ini
menunjukkan bahwa kebaikan apapun jua berada ditangannya.
3. berbicara yang Baik dan Do´a untuk jenazah ketika menutupkan matanya. Di samping
berusaha memberikan sentuhan (Touching) perawat muslim perlu berkomunikasi terapeutik,
antara lain diriwayatkan oleh Imam Muslim Rasulullah SAW bersabda: Bila kamu datang
mengunjungi orang sakit atau orang mati, hendaklah kami berbicara yang baik karena
sesungguhnya malaikat mengaminkan terhadap apa yang kamu ucapkan. Selanjutnya
diriwayatkan oleh Ibnu Majah Rasulullah bersabda apabila kamu menghadiri orang yang
meninggal dunia di antara kamu, maka tutuplah matanya karena sesungguhnya mata itu
mengikuti ruh yang keluar dan berkatalah dengan kata-kata yang baik karena malaikat
mengaminkan terhadap apa yang kamu ucapkan.Berdasarkan hal diatas perawat harus berupaya
memberikan suport mental agar pasien merasa yakin bahwa Allah Pengasih dan selalu
memberikan yang terbaik buat hambanya, mendoakan dan menutupkan kedua matanya yang
terbuka saat roh terlepas, dari jasadnya.