Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Profil Puskesmas


2.1.1 Kondisi Geografis
Unit Pelaksana Teknis Puskesmas Sukmajaya merupakan fasilitas kesehatan primer
yang terletak pada Jl. Arjuna Raya no. 1, Kelurahan Mekarjaya, Kecamatan Sukmajaya,
Kota Depok, Jawa Barat. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 tahun 2014,
UPT Puskesmas Sukmajaya termasuk dalam kategori Puskesmas perkotaan dan rawat
inap. Wilayah kerja puskesmas ini meliputi dua kelurahan, yaitu Kelurahan Mekarjaya
dan Kelurahan Tirtajaya. Kelurahan Mekarjaya terdiri dari 31 RW yang dibagi menjadi
251 RT, sementara kelurahan Tirtajaya terdiri dari 9 RW yang terbagi menjadi 62 RT.

Jarak tempuh wilayah kerja UPT Puskesmas Sukamajaya adalah:

 Kelurahan Mekarjaya, dengan jarak tempuh dari Puskesmas sepanjang 1 km;


 Kelurahan Tirtajaya, dengan jarak tempuh dari Puskesmas sepanjang 5 km.

Gambar 2. 1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Sukmaajaya


2.1.2 Visi dan Misi Puskesmas
Visi
“Mewujudkan Pelayanan Kesehatan Prima Menuju Sukmajaya Sehat, Mandiri,
dan Religius”
Misi
1. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
2. Menggerakkan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat dan religious
3. Menjalin kerjasama lintas sektor dibidang kesehatan

2.1.3 Tujuan Puskesmas


“Maju Bersama Meraih Sehat dan Sukses”

2.1.4 Tata Cara Kerja


1. Ceria: Selalu Ceria setiap saat
2. Inovatif: Berinovasi dalam memberikan pelayanan kesehatan
3. Nyaman: Memberikan suasana nyaman bagi petugas dan pelanggan
4. Terpadu: Semua pelayanan saling terkait satu sama lain
5. Amanah: Bekerja dengan ikhlas dan sabar
6. Profesional: Dalam bekerja
7. Disiplin: Dalam bekerja
8. Tanggung Jawab: terhadap tugas yang diberikan

2.1.5 Sasaran Puskesmas


Tahun 2017 jumlah penduduk UPT Puskesmas Kecamatan Sukmajaya sebesar
93.263 jiwa. dengan kelompok usia belum produktif (0-14 tahun) sebesar 22.014 jiwa,
kelompok usia produktif (15-64 tahun) sebesar 66.649 jiwa dan usia lanjut sebesar 8.190
jiwa. Jumlah penduduk usia produktif masih mendominasi.

Tabel 2. 1 Kepadatan Penduduk di Wilayah UPT Puskesmas Kecamatan Sukmajaya


Tahun 2017

No Kelurahan Luas Wilayah Jumlah Kepadatan


(km2) Penduduk Penduduk
(/km2)
1 Mekarjaya 3,29 72.169 21.208
2 Tirtajaya 3,24 21.094 6.295
Total 6.53 93.263 13.810
Sumber: Profil UPT Puskesmas Sukmajaya 2017

2.1.6 Program Puskesmas


Dalam upaya mencapai visi dan melaksanakan misi yang diemban, maka
ditetapkan program dalam pelaksanannya, yaitu:

Tabel 2. 2 Program Pelayanan di UPT Puskesmas Sukmajaya Tahun 2017

Upaya Kesehatan Program Pelayanan


Upaya Kesehatan Upaya Promosi Kesehatan
Masyarakat (UKM) Upaya Kesehatan Lingkungan
Wajib Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) & Keluarga
Berencana (KB)
Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular
UKM Upaya Kesehatan Sekolah
Pengembangan
Upaya Kesehatan Olah Raga
Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
Upaya Kesehatan Kerja
Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
Upaya Kesehatan Jiwa
Upaya Kesehatan Penglihatan
Upaya Kesehatan Pendengaran
Upaya Kesehatan Lanjut Usia (Lansia)
Upaya Kesehatan Tradisional
Upaya Kesehatan
Rawat Jalan
Perseorrangan
Rawat Gigi
(UKP) Laboratorium
2.2 Program Indoesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga

2.2.1 Konsep keluarga

Pendekatan keluarga adalah salah satu cara Puskesmas untuk meningkatkan

jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan akses pelayanan kesehatan di

wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga. Puskesmas tidak hanya

menyelenggarakan pelayanan kesehatan di dalam gedung, melainkan juga keluar

gedung dengan mengunjungi keluarga di wilayah kerjanya.

yaitu:

1. Fungsi afektif (The Affective Function) adalah fungsi keluarga yang utama untuk

mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga

berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan

individu dan psikososial anggota keluarga.

2. Fungsi sosialisasi yaitu proses perkembangan dan perubahan yang dilalui

individu yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam

lingkungan sosialnya. Sosialisasi dimulai sejak lahir. Fungsi ini berguna untuk

membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai

dengan tingkat perkembangan anak dan dan meneruskan nilai-nilai budaya

keluarga.
3. Fungsi reproduksi (The Reproduction Function) adalah fungsi untuk

mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.

4. Fungsi ekonomi (The Economic Function) yaitu keluarga berfungsi untuk

memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk

mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk

memenuhi kebutuhan keluarga.

5. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (The Health Care

Function) adalah untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar

tetap memiliki produktivitas yang tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas

keluarga di bidang kesehatan. Sedangkan tugas-tugas keluarga dalam pemeliharaan

kesehatan adalah:

a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarganya,

b. Mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat

c. Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit,

d. Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan untuk kesehatan dan


perkembangan kepribadian anggota keluarganya,

e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan fasilitas kesehatan.

Pendekatan keluarga yang dimaksud dalam pedoman umum ini merupakan

pengembangan dari kunjungan rumah oleh Puskesmas dan perluasan dari upaya

Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas), yang meliputi kegiatan berikut.

1. Kunjungan keluarga untuk pendataan/pengumpulan data Profil

Kesehatan Keluarga dan peremajaan (updating) pangkalan datanya.


2. Kunjungan keluarga dalam rangka promosi kesehatan sebagai upaya

promotif dan preventif.

3. Kunjungan keluarga untuk menidaklanjuti pelayanan kesehatan dalam

gedung.

4. Pemanfaatan data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga untuk

pengorganisasian/ pemberdayaan masyarakat dan manajemen

Puskesmas.

2.2.2 Pelaksanaan Pendekatan Keluarga

Berdasarkan Permenkes RI No.39/2016 Tentang Pedoman Penyelenggaraan

Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, program ini memiliki

tujuan yaitu:

1. Meningkatkan akses keluarga dan anggotanya terhadap pelayanan

kesehatan yang komperhensif (promotif, preferentif, kuratif dan

rehabilitatif)

2. Pendukung pencapaian SDM di kab/kota melalui peningkatan akses

screening kesehatan

3. Menanggung pelaksanaan JKN

4. Mendukung tercapainya program indonesia sehat dalam renstra

kemenkes 2015-2019.
Satu keluarga adalah satu kesatuan keluarga inti (ayah, ibu, dan anak)

sebagaimana dinyatakan dalam Kartu Keluarga. Jika dalam satu rumah

tangga terdapat kakek dan atau nenek atau individu lain, maka rumah tangga

tersebut dianggap terdiri lebih dari satu keluarga. Untuk menyatakan bahwa

suatu keluarga sehat atau tidak digunakan sejumlah penanda atau indikator.

Pelaksanaaan Program Indonesia Sehat telah disepakati adanya 12 indikator

utama untuk penanda status kesehatan sebuah keluarga. Kedua belas

indikator utama tersebut adalah sebagai berikut:

1. Keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB)

2. Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan

3. Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap

4. Bayi mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif

5. Balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan

6. Penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar

7. Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur

8. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak


ditelantarkan

9. Anggota keluarga tidak ada yang merokok

10. Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)


11. Keluarga mempunyai akses sarana air bersih

12. Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat

Berdasarkan indikator tersebut, dilakukan penghitungan Indeks Keluarga

Sehat (IKS) dari setiap keluarga. Sedangkan keadaan masing-masing

indikator, mencerminkan kondisi PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat)

dari keluarga yang bersangkutan.

Dalam pelaksanaan pendekatan keluarga ini tiga hal berikut harus diadakan

atau dikembangkan, yaitu:

1) Instrumen yang digunakan di tingkat keluarga.


2) Forum komunikasi yang dikembangkan untuk kontak dengan keluarga.

3) Keterlibatan tenaga dari masyarakat sebagai mitra Puskesmas.

Instrumen yang diperlukan di tingkat keluarga adalah sebagai

berikut:

a). Profil Kesehatan Keluarga (selanjutnya disebut Prokesga), berupa family

folder, yang merupakan sarana untuk merekam (menyimpan) data keluarga

dan data individu anggota keluarga. Data keluarga meliputi komponen rumah

sehat (akses/ ketersediaan air bersih dan akses/penggunaan jamban sehat).

Data individu anggota keluarga mencantumkan karakteristik individu (umur,

jenis kelamin, pendidikan, dan lain-lain) serta kondisi individu yang

bersangkutan: mengidap penyakit (hipertensi, tuberkulosis, dan gangguan


jiwa) serta perilakunya (merokok, ikut KB, memantau pertumbuhan dan

perkembangan balita, pemberian ASI eksklusif, dan lain-lain).

b). Paket Informasi Keluarga (selanjutnya disebut Pinkesga), berupa flyer,

leaflet, buku saku, atau bentuk lainnya, yang diberikan kepada keluarga

sesuai masalah kesehatan yang dihadapinya. Misalnya: Flyer tentang

Kehamilan dan Persalinan untuk keluarga yang ibunya sedang hamil, Flyer

tentang Pertumbuhan Balita untuk keluarga yang mempunyai balita, Flyer

tentang Hipertensi untuk mereka yang menderita hipertensi, dan lain-lain.

Forum komunikasi yang digunakan untuk kontak dengan keluarga dapat

berupa forum-forum berikut:

a) Kunjungan rumah ke keluarga-keluarga di wilayah kerja Puskesmas.


b) Diskusi Kelompok Terarah (DKT) atau biasa dikenal dengan focus

group discussion (FGD) melalui Dasa Wisma dari PKK.

c) Kesempatan konseling di UKBM (Posyandu, Posbindu, Pos UKK,

dan lain-lain).

d) Forum-forum yang sudah ada di masyarakat seperti majelis taklim,

rembug desa, selapanan, dan lain-lain.

Sedangkan keterlibatan tenaga dari masyarakat sebagai mitra dapat

diupayakan dengan menggunakan tenaga-tenaga berikut:

a) Kader-kader kesehatan, seperti kader Posyandu, kader Posbindu,

kader Poskestren, kader PKK, dan lain-lain.


b) Pengurus organisasi kemasyarakatan setempat, seperti pengurus

PKK, pengurus Karang Taruna, pengelola pengajian, dan lain-lain.

Pelaksanaan Pendekatan Keluarga Sehat yang dimaksud satu keluarga adalah

satu kesatuan keluarga inti (ayah, ibu, dan anak) sebagaimana dinyatakan

dalam Kartu Keluarga. Jika dalam satu rumah tangga terdapat kakek dan atau

nenek atau individu lain, maka rumah tangga tersebut dianggap terdiri lebih

dari satu keluarga. Untuk menyatakan bahwa suatu keluarga sehat atau tidak

digunakan sejumlah penanda atau indikator. Dalam rangka pelaksanaaan

Program Indonesia Sehat telah disepakati adanya 12 indikator utama untuk

penanda status kesehatan sebuah keluarga. Berdasarkan indikator tersebut,

dilakukan penghitungan Indeks Keluarga Sehat (IKS) dari setiap keluarga,

Sedangkan keadaan masing-masing indikator, mencerminkan kondisi PHBS

(Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) dari keluarga yang bersangkutan.

Data individu anggota keluarga mencantumkan karakteristik individu (umur,

jenis kelamin, pendidikan, dan lain-lain) serta kondisi individu yang

bersangkutan:

mengidap penyakit (hipertensi, tuberkulosis, dan gangguan jiwa) serta

perilakunya (merokok, ikut KB, memantau pertumbuhan dan perkembangan

balita, pemberian ASI eksklusif,dan lain lain)

2.3 Merokok
2.3.1 Definisi
Rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus, dihasilkan dari tanaman
Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang
mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. Merokok
merupakan sebuah kebiasaan yang dapat memberikan kenikmatan bagi si perokok,
namun di lain pihak dapat menimbulkan dampak buruk baik bagi si perokok itu
sendiri maupun orang-orang disekitarnya. 3

2.3.2 Klasifikasi Perokok


Tingkatan merokok setiap orang berbeda-beda tergantung dari seberapa sering
seseorang itu merokok, jumlah rokok yang dihisapnya dan lamanya merokok, tetapi
perlu diketahui sebelumnya seseorang dikatakan perokok jika ia memiliki kebiasaan
merokok minimal 4 batang per hari juga telah menghisap 100 batang rokok selama
hidupnya. Sedangkan jenis perokok dapat dibagi atas perokok ringan sampai berat.
Dimana perokok ringan jika merokok kurang dari 10 batang per hari, perokok
sedang mengisap 10-20 batang per hari dan perokok berat jika lebih dari 20 batang
per hari. Ada empat tipe perilaku merokok, yaitu sebagai berikut:
a. Perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif
Mereka berpendapat dengan merokok seseorang akan merasakan penambahan
rasa yang positif. Terdapat 3 subtipe berikut ini:
1. Pleasure relaxation
Perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang
sudah didapat misalnya merokok setelah minum kopi atau makan.
2. Stimulation to pick them up
Perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenagkan perasaan
3. Pleasure of handling the cigarette
Kenikmatan yang diperoleh dengan memegang rokok adapun mengisapnya
hanya dibutuhkan waktu beberapa menit saja. Ada juga perokok yang lebih
senang berlama-lama untuk memainkan rokoknya dengan jari-jari lama sebelum
ia nyalakan dengan api.
b. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif
Banyak orang yang merokok untuk mengurangi perasaan negatif,
misalnya jika ia marah, cemas atau gelisah, maka rokok dianggap sebagai
penyelamat. Mereka menggunakan rokok jika ada perasaan tidak enak terjadi
sehingga dapat terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak lagi.
c. Perilaku merokok yang adiktif
Perokok yang sudah kecanduan cenderung akan menambah dosis rokok
yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang diisapnya berkurang.
d. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan
Merokok sudah menjadi perilaku yang bersifat otomatis, sering kali tanpa
dipikirkan dan tanpa disadari, seseorang perokok menghidupkan kembali api
rokoknya bila rokok yang terdahulu atau sebelumnya telah benar-benar habis.

Selain itu perokok dapat dibedakan menjadi :


1. Perokok Pasif
Perokok pasif adalah asap rokok yang dihirup oleh seseorang yang tidak
merokok (pasif smoker). Asap rokok tersebut bias menjadi polutan bagi manusia
dan lingkungan sekitar. Asap rokok yang terhirup oleh orang orang bukan
perokok karena berada disekitar perokok bisa menimbulkan second handsmoke.
2. Per okok aktif
Perokok aktif adalah orang yang suka merokok, rokok aktif adalah asap rokok
yang berasal dari isapan perokok (mainstream). Dari perokok aktif ini dapat
digolongkan menjadi tiga bagian:
a. Perokok ringan
Perokok ringan yaitu perokok yang merokok kurang dari sepuluh batng per hari.
b. Perokok sedang
Perokok sedang adalah orang yang menghisap rokok sepuluh sampai dua puluh
batang perhari.
a. Perokok berat
Perokok berat adalah orang yang merokok lebih dari duapuluh batang perhari.

2.3.3 Kandungan Rokok


Kandungan racun rokok yang paling utama adalah sebagai berikut:
- Nikotin
Nikotin dapat meningkatkan adrenalin yang membuat jantung berdebar
lebih cepat dan bekerja lebih keras, frekuensi jantung meningkat dan
kontraksi jantung meningkat sehingga menimbulkan tekanan darah
meningkat.10
- Tar
Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel
pada paru-paru, mengandung bahan-bahan karsinogen.10
- Karbon monoksida (CO)
Merupakan gas berbahaya yang terkandung dalam asap pembuangan
kendaraan. CO menggantikan 15% oksigen yang seharusnya dibawa oleh sel-
sel darah merah. CO juga dapat merusak lapisan dalam pembuluh darah dan
meninggikan endapan lemak pada dinding pembuluh darah, menyebabkan
pembuluh darah tersumbat.10

2.3.4 Bahaya Merokok


Rokok pada dasarnya merupakan pabrik bahan kimia berbahaya
dimana saat batang rokok terbakar, maka asapnya menguraikan sekitar 4000
bahan kimia dengan tiga komponen utama, yaitu nikotin yang menyebabkan
ketergantungan/adiksi, tar yang bersifat karsinogenik sedangkan karbon
monoksida yang aktivitasnya sangat kuat terhadap hemoglobin sehingga
kadar oksigen dalam darah berkurang dan bahan-bahan kimia lain yang
beracun. Adapun bahaya merokok adalah sebagai berikut :
a.Bagi perokok aktif
Dapat meningkatkan risiko dua kali lebih besar untuk mengalami
serangan jantung, stroke, tekanan darah tinggi atau kadar kolesterol tinggi
dan meningkatkan risiko 10 kali lebih besar untuk mengalami serangan
jantung bagi wanita pengguna pil KB serta meningkatkan risiko lima kali
lebih besar untuk menderita kerusakan jaringan anggota tubuh yang rentan.
b. Bagi perokok pasif
Dapat terjadi kerusakan paru-paru dimana kandungan rokok tersebut
akan memperparah penyakit yang sedang diderita dan kemungkinan
mendapat serangan janntung yang lebih tinggi dari mereka yang berpenyakit
jantung serta anak-anak yang orang tuanya merokok akan mengalami batuk
pilek, radang tenggorokan serta penyakit paru lebih tinggi.

Gambar 2.1 Efek Rokok pada Tubuh

2.3.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Merokok


Faktor yang mempengaruhi kebiasaan merokok tersebut antara lain :
- Faktor orang tua
Pengaruhnya kuat apabila orang tua sendiri menjadi figur contoh sebagai
perokok berat, maka anak-anak juga akan kemungkinan besar untuk
menirunya. Kebiasaan merokok juga disebabkan karena faktor sosio-
kultural atau pengaruh orang tua yang perokok sehingga jumlah perokok di
kalangan remaja lebih meningkat. Faktor-faktor lingkungan seperti orang
tua, saudara kandung yang merokok sangat memegang peranan penting
hingga mencapai 75% dari salah satu orang tua yang merokok. Upaya untuk
mengatasi kejadian merokok pada keluarga ini cara yang paling efektif yaitu
menggunakan konseling, pendidikan kesehatan, komunikasi asertif, terapi
perubahan perilaku yang dapat menurunkan konsumsi rokok, menolak
ajaran merokok atau narkoba dan meningkatkan kualitas komunikasi orang
tua dan remaja terutama dalam melakukan komunikasi asertif.
- Faktor teman
Berbagai fakta mengungkapkan bahwa bila semakin banyak remaja yang
merokok, maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah
perokok dan demikian sebaliknya. Dari fakta tersebut ada dua kemungkinan
yang terjadi, yang pertama remaja tadi terpengaruh oleh teman-temannya
atau bahkan teman-teman remaja tersebut dipengaruhi oleh remaja tersebut,
hingga akhirnya mereka semua menjadi perokok, diantaranya remaja
perokok 87% memiliki minimal satu atau lebih sahabat yang perokok begitu
juga dengan remaja bukan perokok. Sekitar 75% pengalaman mengisap
rokok pertama para remaja biasanya dilakukan bersama teman-temannya.
Jika seorang remaja tidak ikutikutan merokok maka ia takut ditolak oleh
kelompoknya, diisolasi atau dikesampingkan.11
- Faktor kepribadian
Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin
melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa dan membebaskan diri dari
kebosanan. Jika mereka (remaja) berhenti merokok, mereka akan susah
berkonsentrasi, gelisah bahkan bias gemuk, sedangkan jika merokok akan
merasa lebih dewasa dan bisa timbul ide atau inspirasi sehingga faktor ini
banyak memengaruhi kebiasaan merokok di masyarakat. Selain faktor diatas
alasan seseorang mulai merokok karena merasa kesepian, sebagai gaya atau
pelarian sehingga mereka menganggap rokok ditampilkan sebagai sesuatu
yang baik, tergambar dalam identifikasi rokok sebagai suatu yang nikmat,
tampan, berani, macho, santai, optimistis, kreatif, penuh petualangan dan
penuh kebanggan.11
- Faktor iklan
Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan
gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour sehingga
membuat remaja sering kali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang
ada dalam iklan tersebut. Iklan rokok menjadi faktor terbesar yang
mempengaruhi remaja untuk merokok. 4
- Faktor Psikologis
Merokok dapat menjadi sebuah cara bagi individu untuk santai dan
kesenangan, tekanan-tekanan teman sebaya, penampilan diri, sifat ingin tahu,
stress, kebosanan dan ingin kelihatan gagah merupakan hal-hal yang dapat
mengkontribusi mulainya merokok. Selain itu, individu dengan gangguan
cemas bisa menggunakan rokok untuk menghilangkan kecemasan yang
mereka alami.
- Faktor Biologis
Faktor genetik dapat dapat mempengaruhi seseorang untuk mempunyai
ketergantungan terhadap rokok. faktor lain yang mungkin mengkontribusi
perkembangan kecanduan nikotin adalah merasakan adanya efek bermanfaat
dari nikotin. Proses biologinya yaitu nikotin diterima reseptor asetilkotin-
nikotinik yang kemudian membagi ke jalur imbalan dan jalur adrenergenik.
Pada jalur imbalan, perokok akan merasakan nikmat, memacu sistem
dopaminergik. Hasilnya perokok akan merasa lebih tenang, daya pikir serasa
lebih cemerlang, dan mampu menekan rasa lapar. Di jalur adrenergik, zat ini
akan mengaktifkan sistem adrenergik pada bagian otak lokus seruleus yang
mengeluarkan sorotin. Meningkatnya sorotin menimbulkan rangsangan rasa
senang sekaligus keinginan mencari rokok lagi. Hal inilah yang
menyebabkan perokok sangat sulit meninggalkan rokok, karena sudah
ketergantungan pada nikotin. Ketika ia berhenti merokok rasa nikmat yang
diperolehnya akan berkurang.

2.4 Orang Dengan Ganguan Jiwa


2.4.1 Definisi
American Psychiatric Association (1994) mendefinisikan gangguan
jiwa sebagai suatu sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang penting
secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya
distress atau disabilitas. Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan
ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat
halusinasi, waham atau perilaku kacau atau aneh. Orang dengan gangguan
jiwa (ODGJ) berat yaitu orang yang memiliki gengguan jiwa yang dengan
ciri psikotik hingga menganggu fungsi kehidupan, atau dikenal dengan
skizofrenia.9
Skizofrenia adalah sindrom dengan variasi dan perjalanan penyakit
yang luas, ditandai dengan adanya perubahan yang fundamental dan
karakteristik persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Skizofrenia
merupakan gangguan psikotik yang ditandai dengan berbagai tingkat
kepribadian disorganisasi yang mengurangi kemampuan individu untuk
bekerja secara efektif dan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Gejala
klinis skizofrenia sering bingung, depresi, menarik diri atau cemas. Hal ini
berdampak pada keinginan dan kemampuan untuk melakukan tindakan oral
hygiene. 9

2.4.2 Epidemiologi
Insidensi skizofrenia di seluruh dunia adalah 3.000 – 10.000 penderita.
Skizofrenia terjadi paling tinggi pada rentang usia 15 - 35 tahun. Prevalensi
global pada usia tersebut adalah 1,1%, sedangkan di Indonesia adalah 0,3% -
1%. 12
Skizofrenia merupakan penyakit mental yang paling menyebabkan suatu
kemunduran. Psikopatologi ini secara tipikal didiagnosis pada usia di antara
20 - 25 tahun, suatu fase kehidupan di mana hampir setiap manusia
memperoleh kebebasan dari orang tua, menjalin suatu hubungan romantis
yang intim, merencanakan pencapaian-pencapaian dalam hal pendidikan, dan
dimulainya kehidupan berkarir pada seseorang. Prevalensi skizofrenia di
Amerika Serikat dilaporkan bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5 persen
dengan angka insidensi 1 per 10.000 orang per tahun. Berdasarkan jenis
kelamin prevalensi skizofrenia adalah sama, perbedaannya terlihat dalam
onset dan perjalanan penyakit. Untuk laki laki 15 sampai 25 tahun sedangkan
wanita 25 sampai 35 tahun. Di Indonesia angka penderita skizofrenia 25
tahun yang lalu (PJPT I) diperkirakan 1/1000 penduduk dan proyeksi 25
tahun mendatang mencapai 3/1000 penduduk. Pada tahun 2013, skizofrenia
mencapai sekitar 400.000 jiwa atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.6

2.4.3 Etiologi
Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa
penyebab skizofrenia, antara lain:
- Faktor Genetik
Faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah
dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia
terutama anak kembar satu telur/ monozigotik. Angka kesakitan bagi saudara
tiri ialah 0,9 - 1,8%; bagi saudara kandung 7 – 15%; bagi anak dengan salah
satu orangtua yang menderita skizofrenia 7 – 16%; bila kedua orangtua
menderita skizofrenia 40 – 68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2 -15%;
bagi kembar satu telur (monozigot) 61 – 86%. Skizofrenia melibatkan lebih
dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut quantitative trait loci.
Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin disebabkan oleh beberapa
gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di seluruh kromosom. Ini
juga mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat keparahan pada orang-
orang yang mengalami gangguan ini (dari ringan sampai berat) dan mengapa
risiko untuk mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan semakin
banyaknya jumlah anggota keluarga yang memiliki penyakit ini. 13
- Faktor Biokimia
Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang
disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuron-
neuron berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa
skizofrenia berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang berlebihan
di bagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal
terhadap dopamine. Banyak ahli yang berpendapat bahwa aktivitas dopamine
yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia. Beberapa
neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine tampaknya juga
memainkan peranan.14
- Faktor Psikologis dan Sosial
Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin
lama semakin kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan
orang tua-anak yang patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam
keluarga. Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi dalam
keluarga mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai contoh, istilah
schizophregenic mother kadang-kadang digunakan untuk mendeskripsikan
tentang ibu yang memiliki sifat dingin, dominan, dan penolak, yang
diperkirakan menjadi penyebab skizofrenia pada anak-anaknya.14 Keluarga
pada masa kanak-kanak memegang peranan penting dalam pembentukan
kepribadian. Orangtua terkadang bertindak terlalu banyak untuk anak dan
tidak memberi kesempatan anak untuk berkembang, ada kalanya orangtua
bertindak terlalu sedikit dan tidak merangsang anak, atau tidak memberi
bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya.

2.4.4 Gejala Klinis


1. Gangguan positif
a. Delusi/ Waham
Waham merupakan suatu keyakinan terhadap sesuatu yang dialami
pasien yang dihayati dan tidak bisa dirubah. Waham yang muncul pada
klinis skizofrenia khas didapatkan waham yang aneh/ tidak logis seperti
waham kebesaran.

b. Halusinasi
Suatu persepsi terhadap panca indera tanpa adanya stimulus, baik
itu halusinasi auditorik (paling sering), halusinasi visual, dan panca indera
lainnya, sehingga muncul hal-hal sebagai berikut:
1) Perilaku aneh, tidak terorganisir.
2) Bicara sendiri, tidak teratur.
3) Gaduh dan gelisah.
4) Penuh kecurigaan dan memiliki rasa permusuhan.
2. Gangguan negatif
Gangguan negatif meliputi: 15
- Alogia (tidak mau bicara)
- Emosi tumpul
- Avolition (kehilangan motivasi)
- Anhedonia (kehilangan minat)
- Tidak mampu berkonsentrasi
- Gangguan kognitif
- Gangguan perhatian
- Gangguan ingatan

2.4.5 Penegakan Diagnosis


Terdapat tanda dan gejala skizofrenia antara lain : 9
1. Minimal satu gejala berikut yang sangat jelas, atau minimal dua gejala
jika tidak jelas yaitu :
- Adanya waham bizarre (thought of echo, thought of insertion, thought of
broadcasting).
- Adanya delusion of influence, delusion of control, delusion of passivity,
delusional perception.
- Halusinasi auditorik.
- Waham menetap jenis lainnya yang dianggap tidak wajar dan mustahil
terjadi.

2. Atau paling sedikit dua gejala yang harus selalu ada dengan jelas, yaitu:
- Halusinasi menetap dari indera apapun, disertai waham maupun ide
berlebihan.
- Adanya arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan
(interpolation).
- Perilaku katatonik.
- Gejala-gejala negative.
3. Gejala khas tersebut berlangsung minimal 1 bulan.
4. Terdapat perubahan yang konsisten dan bermakna dalam overall quality
dari beberapa personal behavior.

2.4.6 Klasifikasi
Skizofrenia dapat dibedakan menjadi beberapa subtipe yaitu sebagai
berikut: 9
Tabel 2.1 Klasifikasi Skizofrenia
Skizofrenia Paranoid Skizofrenia Hebefrenik Skizofrenia Katatonik
1. Kriteria umum (+) 1. Kriteria umum (+) 1. Kriteria umum (+)
2. Halusinasi dan 2. Diagnosis pertama 2. Minimal satu dari
waham (control, ditegakkan pada usia berikut
influence, 15-25 tahun mendominasi:
passivity, dikejar) 3. Kepribadian stupor, mutisme,
yang amat premorbid: pemalu, gaduh-gelisah,
menonjol. solitary posturing,
4. Selama observasi 2-3 negativism,
3. Gangguan afektif , bulan didapatkan rigiditas,
dorongan perilaku yang tidak fleksibilitas cerea,
kehendak, gejala bertanggungjawab, command
katatonik relatif mannerisme, solitary, automatism
tidak menonjol afek dangkal
inappropriate,
inkoherensi.
5. Gangguan afektif,
dorongan kehendak,
dan gangguan proses
pikir menonjol
Skizofrenia Tak Skizofrenia Residual Skizofrenia Simplek
Terinci
1. Kriteria umum (+) 1. Gejala negatif 1. Gejala negatif yang
2. Tidak memenuhi skizofrenia menonjol khas tanpa
kriteria skizofrenia 2. Riwayat satu episode didahului riwayat
paranoid, psikotik yang jelas di halusinasi, waham,
hebefrenik, atau masa lalu maupun manifestasi
katatonik 3. Melalui 1 tahun lain psikotik.
3. Tidak memenuhi dimana waham dan 2. Disertai perubahan
kriteria skizofrenia halusinasi sangat perilaku pribadi
residual atau berkurang, dan telah yang bermakna,
depresi post- timbul sindrom apatis atau seolah
skizofrenia negative tidak memiliki
4. Tidak ada kepentingan untuk
demensia/gangguan dirinya sendiri.
otak organik lain

Berikut ini adalah tipe skizofrenia dari. Diagnosis ditegakkan


berdasarkan gejala yang dominan yaitu : 16
1. Tipe Paranoid
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah waham yang mencolok atau
halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan afektif yang
relatif masih terjaga. Waham biasanya adalah waham kejar atau waham
kebesaran, atau keduanya, tetapi waham dengan tema lain (misalnya waham
kecemburuan, keagamaan, atau somalisas) mungkin juga muncul. Ciri-ciri
lainnya meliputi ansietas, kemarahan, menjaga jarak dan suka berargumentasi,
dan agresif.
2. Tipe Disorganized (tidak terorganisasi)
Ciri utama skizofrenia tipe disorganized adalah pembicaraan kacau,
tingkah laku kacau dan afek yang datar atau inappropriate. Pembicaraan yang
kacau dapat disertai kekonyolan dan tertawa yang tidak erat kaitannya dengan
isi pembicaraan. Disorganisasi tingkah laku dapat membawa pada gangguan
yang serius pada berbagai aktivitas hidup sehari-hari.
3. Tipe Katatonik
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada psikomotor yang
dapat meliputi ketidakbergerakan motorik (waxy flexibility). Aktivitas motor
yang berlebihan, negativism yang ekstrim, sama sekali tidak mau bicara dan
berkomunikasi (mutism), gerakan-gerakan yang tidak terkendali, mengulang
ucapan orang lain (echolalia) atau mengikuti tingkah laku orang lain
(echopraxia).
4. Tipe Undifferentiated
Tipe Undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang menampilkan
perubahan pola simptom-simptom yang cepat menyangkut semua indikator
skizofrenia. Misalnya, indikasi yang sangat ruwet, kebingungan (confusion),
emosi yang tidak dapat dipegang karena berubah-ubah, adanya delusi, referensi
yang berubah-ubah atau salah, adanya ketergugahan yang sangat besar, autisme
seperti mimpi, depresi, dan sewaktu-waktu juga ada fase yang menunjukkan
ketakutan.
5. Tipe Residual
Tipe ini merupakan kategori yang dianggap telah terlepas dari
skizofrenia tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual atau sisa, seperti
keyakinan-keyakinan negatif, atau mungkin masih memiliki ide-ide tidak wajar
yang tidak sepenuhnya delusional. Gejala-gejala residual itu dapat meliputi
menarik diri secara sosial, pikiran-pikiran ganjil, inaktivitas, dan afek datar.

2.4.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia dapat berupa terapi biologis dan
terapi psikososial.
1. Terapi Biologis
Pada penatalaksanaan terapi biologis terdapat tiga bagian yaitu terapi
dengan menggunakan obat antipsikosis, terapi elektrokonvulsif, dan
pembedahan bagian otak. Terapi dengan penggunaan obat antipsikosis dapat
meredakan gejala-gejala skizofrenia. Obat yang digunakan adalah
chlorpromazine (thorazine) dan fluphenazine decanoate (prolixin). Kedua obat
tersebut termasuk kelompok obat phenothiazines, reserpine (serpasil), dan
haloperidol (haldol). Obat ini disebut obat penenang utama. Obat tersebut dapat
menimbulkan rasa kantuk dan kelesuan, tetapi tidak mengakibatkan tidur yang
lelap, sekalipun dalam dosis yang sangat tinggi (orang tersebut dapat dengan
mudah terbangun). Obat ini cukup tepat bagi penderita skizofrenia yang
tampaknya tidak dapat menyaring stimulus yang tidak relevan. 14
Terapi Elektrokonvulsif juga dikenal sebagai terapi electroshock pada
penatalaksanaan terapi biologis. Pada akhir 1930-an, electroconvulsive therapy
(ECT) diperkenalkan sebagai penanganan untuk skizofrenia.Tetapi terapi ini
telah menjadi pokok perdebatan dan keprihatinan masyarakat karena beberapa
alasan. ECT ini digunakan di berbagai rumah sakit jiwa pada berbagai
gangguan jiwa, termasuk skizofrenia. Antusiasme awal terhadap ECT semakin
memudar karena metode ini kemudian diketahui tidak menguntungkan bagi
sebagian besar penderita skizofrenia meskipun penggunaan terapi ini masih
dilakukan hingga saat ini. Sebelum prosedur ECT yang lebih manusiawi
dikembangkan, ECT merupakan pengalaman yang sangat menakutkan pasien.
Pasien seringkali tidak bangun lagi setelah aliran listrik dialirkan ke tubuhnya
dan mengakibatkan ketidaksadaran sementara, serta seringkali menderita
kerancuan pikiran dan hilangnya ingatan setelah itu. Adakalanya, intensitas
kekejangan otot yang menyertai serangan otak mengakibatkan berbagai cacat
fisik.14
Pada terapi biologis lainnya seperti pembedahan bagian otak
memperkenalkan prefrontal lobotomy, yaitu proses operasi primitif dengan
cara membuang “stone of madness” atau disebut dengan batu gila yang
dianggap menjadi penyebab perilaku yang terganggu. Menurut Moniz, cara ini
cukup berhasil dalam proses penyembuhan yang dilakukannya, khususnya
pada penderita yang berperilaku kasar. Akan tetapi, pada tahun 1950an cara ini
ditinggalkan karena menyebabkan penderita kehilangan kemampuan
kognitifnya, otak tumpul, tidak bergairah, bahkan meninggal.
2. Terapi Psikososial
Gejala-gejala gangguan skizofrenia yang kronik mengakibatkan situasi
pengobatan di dalam maupun di luar Rumah Sakit Jiwa (RSJ) menjadi monoton
dan menjemukan. Secara historis, sejumlah penanganan psikososial telah
diberikan pada pasien skizofrenia, yang mencerminkan adanya keyakinan
bahwa gangguan ini merupakan akibat masalah adaptasi terhadap dunia karena
berbagai pengalaman yang dialami di usia dini. Pada terapi psikosial terdapat
dua bagian yaitu terapi kelompok dan terapi keluarga.14
Terapi kelompok merupakan salah satu jenis terapi humanistik. Pada
terapi ini, beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan terapist
berperan sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah di dalamnya. Para peserta
terapi saling memberikan feedback tentang pikiran dan perasaan yang dialami.
Peserta diposisikan pada situasi sosial yang mendorong peserta untuk
berkomunikasi, sehingga dapat memperkaya pengalaman peserta dalam
kemampuan berkomunikasi.
Pada terapi keluarga merupakan suatu bentuk khusus dari terapi
kelompok. Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah
sakit jiwa dan tinggal bersama keluarganya. Keluarga berusaha untuk
menghindari ungkapan-ungkapan emosi yang bisa mengakibatkan penyakit
penderita kambuh kembali. Dalam hal ini, keluarga diberi informasi tentang
cara-cara untuk mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif maupun
yang negatif secara konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap
persoalan secara bersama-sama. Keluarga diberi pengetahuan tentang keadaan
penderita dan cara-cara untuk menghadapinya. Dari beberapa penelitian, seperti
yang dilakukan ternyata campur tangan keluarga sangat membantu dalam
proses penyembuhan, atau sekurang-kurangnya mencegah kambuhnya penyakit
penderita, dibandingkan dengan terapi-terapi secara individual.

Pada pasien dengan serangan akut, langkah yang harus dilakukan


adalah sebagai berikut: 17
1. Langkah Pertama
Dokter dapat melakukan diskusi dan menenangkan pasien
2. Langkah Kedua
a. Terapi medikamentosa
Apabila pasien membahayakan dirinya atau orang lain dapat dilakukan
isolasi terlebih dahulu selama 2-4 jam. Pemberian obat dapat dilakukan
secara peroral maupun injeksi.
1) Obat injeksi digunakan untuk mendapat efek lebih cepat, misalnya
haloperidol, dosis 5 mg setiap injeksi intramuscular dan dapat diulang
setiap setengah jam (dosis maksimum 20mg/hari)
2) Obat antipsikotika oral misalnya klorpromazin dengan dosis 300-1000
mg/hari atau trihexipenidil 2 mg sebanyak 3 kali sehari
3) Psikoterapi, dilakukan untuk mengurangi stimulus dan stressor yang
berlebihan sekaligus memberikan ketenangan kepada pasien.
4) Terapi kejang listrik (electro compulsive therapy) bagi skizofrenia
katatonik dan skizofrenia refrakter
5) Edukasi pada keluarga dan pasien mengenai gangguan yang terjadi
pada pasien, fungsi terapi, peran keluarga, gejala, penyebab, dan cara
mengatasinya.

Pada fase stabilisasi, pasien dapat diberikan terapi sebagai berikut : 17


1. Farmakoterapi dengan dosis optimal selama 8-10 minggu untuk
meminimalisasi konsekuensi kekambuhan, serta optimalisasi fungsi dan
recovery.
2. Psikoedukasi untuk meningkatkan keterampilan pasien dan keluarga,
serta melatih pasien dalam menghadapi gejala.
Pada fase rumatan, pasien dapat diberikan terapi antara lain sebagai
berikut:17
1. Farmakoterapi dengan dosis tapering-off hingga didapatkan dosis
minimal yang mampu mencegah kekambuhan. Farmakoterapi dilakukan
sampai dua tahun.
2. Psikoedukasi yang dilakukan untuk mempersiapkan pasien kembali pada
kehidupan masyarakat. Terapi ini dilakukan dengan cara modalitas
rehabilitasi spesifik dan pengenalan gejala prodromal kepada pasien dan
keluarga
3. Terapi psikososial yang mencakup terapi perilaku, terapi keluarga, dan
terapi kelompok.
4. Psikoterapi individual untuk meningkatkan hubungan terapeutik dan rasa
aman pasien.
5. Perawatan di rumah sakit dengan indikasi:
- Tujuan diagnostic
- Menstabilkan medikasi
- Keamanan pasien (jika ada gagasan bunuh diri atau membunuh)
- Perilaku yang sangat kacau
- Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar

2.4.8 Prognosis
Beberapa faktor penentu prognosis yang dapat dilihat antara lain
kepribadian pramorbid, gejala klinik, jenis kelamin, usia serangan, frekuensi
serangan, jenis serangan, dan faktor konstitusi fisik. Sekitar 10-20% pasien
skizofrenia menunjukkan hasil baik, 50% menunjukkan hasil buruk (berupa
rawat inap berulang, gangguan mood, dan usaha bunuh diri).17
Beberapa peneletian mengemukakan bahwa pasien skizofrenia yang
dirawayat pada masa periode 5 hingga 10 tahun hanya memiliki hasil
kekembuhan 10 – 20 % dari selururh pasien yang mengalami perawatan. 20
– 30 % pasien mengalami penyembuhan namun tidak sempurna dan 40m-
60 % pasien masih tetap dalam keadaan semula. Prognosis pasien dengan
skizofrenia dapat di bagi atas 2 keompok besar yaitu kelompok dengan
prognosis baik dan prognosis buruk. Hal hal yang menentukan suatu
prognosis baik atau buruk yaitu: 17
1. Prognosis baik
- Onset lambat/ pada usia tua
- Faktor pencetus jelas
- Durasi dari awitan bersifat akut
- Riwayat seksual, sosial dan pekerjaan premorbid baik
- Adanya gangguan mood
- Menikah
- Riwayat keluarga gangguan mood
- Sistem pendukung yang baik
- Gejala positif
2. Prognosis buruk
- Onset muda/ pada usia muda
- Faktor pencetus tidak jelas
- Durasi dari awitan bersifat kronis
- Riwayat seksual, sosial dan pekerjaan premodrbid jelek
- Tidak menikah, bercerai, atau janda/duda
- Sistem pendukung yang buruk
- Riwayat keluarga skizofrenia
- Gejala negative
- Tanda dan gejala neurologis
- Riwayat trauma perinatal
- Tidak ada remisi dalam 3 tahun
- Banyak relaps
- Riwayat penyerangan

Anda mungkin juga menyukai