Disusun oleh :
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
Menurut Kebede (2018) faktor yang mempengaruhi IB yaitu:
Dibandingkan dengan faktor lainnya, akurasi panas (deteksi estrus) adalah salah satu
faktor utama yang menentukan efisiensi program inseminasi buatan. Deteksi panas
pada sapi dilakukan oleh gembala / inseminator berpengalaman yang mampu
mengidentifikasi hewan-hewan itu dengan panas berdiri. Karena periode adalah
periode terpendek antara dua siklus estrus berturut-turut, diperlukan pengamatan yang
cermat.
Panas dapat terjadi kapan saja dalam waktu 24 jam. Namun, waktu yang paling
mungkin bagi sapi untuk menunjukkan tanda-tanda panas adalah pada malam hari
tetapi musim pada saat itu dapat memengaruhi hal ini, lebih banyak sapi menunjukkan
panas pada malam hari dalam cuaca panas dan lebih banyak menunjukkan panas pada
siang hari dalam cuaca dingin. Cuaca panas, produksi tinggi, kondisi padat, dan
lingkungan dengan tekanan tinggi dapat mengurangi aktivitas pemasangan.
Waktu optimal dimana inseminasi terjadi relatif terhadap ovulasi (interval inseminasi-
ovulasi) (IOI) tergantung terutama pada masa subur spermatozoa dan pada umur yang
layak dari oosit di saluran genital betina.
Keberhasilan pembuahan sangat tergantung pada interval waktu dari inseminasi ke
ovulasi yang berarti bahwa jika inseminasi terjadi terlalu dini, sperma sudah berumur
dan pada saat ovulasi terjadi tidak dapat membuahi ovum dan jika inseminasi
terlambat, telur sudah tua sehingga pembuahan dan pembentukan embrio yang layak
tidak mungkin terjadi.
Faktor intrinsik terkait dengan sapi
Kesehatan reproduksi sapi terutama lingkungan uterus sangat penting dalam
keberhasilan inseminasi buatan. Dengan demikian, kunci untuk memaksimalkan
angka konsepsi harus terletak pada pencegahan gangguan, bukan pengobatan setelah
terjadi.
Mengurangi tingkat konsepsi dapat disebabkan oleh kematian embrionik awal yang
berkontribusi terhadap inefisiensi reproduksi pada sapi perah laktasi. Menurut
Romano et al., (2007) dalam Kebede (2018) bahwa tingkat kematian embrio/janin
antara hari 30 dan 60 yaitu 14,0% kemungkinan yang menjadi alasan untuk
pembiakan ulang. Menurut Singh et al., (2005) dalam Kebede (2018) bahwa di sisi
lain tingkat pembuahan setelah inseminasi buatan pada sapi potong adalah 90%
sedangkan pada hari ke 8 tingkat kelangsungan hidup embrionik adalah 93% dan hari
ke 12 pasca IB hanya 56%. Pada sapi perah, hanya 48% embrio yang dikategorikan
normal pada hari ke 7 setelah IB. Sehingga, kehilangan pada saat kehamilan yang
substansial mungkin terjadi dalam 2 minggu setelah IB.
Kesadaran manusia
Tingkat keberhasilan dari IB pada pembiakan, aksesibilitas, dan kemampuan dari IB
dalam bertahan hidup di wilayah pastoral merupakan kunci faktor yang
mempengaruhi rendahnya pilihan dari IB.
Menurut Arrebola et al., (2012) faktor yang mempengaruhi IB pada kambing yaitu:
- Nutrisi
- Musim kawin
- Kondisi lingkungan
- Paritas,
- Berkembang biak
- Peternak,
- Kedalaman pengendapan semen,
- Perawatan hormone.
Menurut Howlader et al., (2019) faktor yang mempengaruhi IB pada sapi perah yaitu:
- Tingkat konsepsi optimal akan tercapai jika kualitas semen yang digunakan baik.
- Inseminasi dilakukan pada waktu yang tepat pada saat estrus.
- Tingkat keterampilan dari teknisi pada sesuai prosedur.
Perlu diketahui waktu inseminasi setelah timbulnya estrus yang bergantung pada
ovulasi. Hal tersebut didasrkan fakta bahwa ovullasi teradi 24 jam hingga 30 jam setelah
hewan berdiri untuk kawin. Tingkat inseminasi lebih tinggi ketika sapi diinseminasi antara
pertengahan dan akhir periode estrus. Ketika inseminasi dilakukan pada awal estrus,
kemungkinan sapi akan bunting akan rendah, khususnya ketika semen tidak berbeda atau
kualitas semen rendah. Inseminasi yang dilakukan setelah ovulasi terjadi juga akan
menghasilkan tingkat kehamilan yang lebih rendah.
Waktu IB setelah mulanya sapi estrus kemudian sapi diinseminasi dari 3 hingga lebih
dari 22 jam setelah permulaan estrus diperoleh hasil keberhasilan kebuntingan tinggi pada
saat sapi diinseminasi diantara 9,1-12 jam, 12,1-15 jam dan 15,1-18 jam setelah
permulaan estrus.
Menurut Calestin et al., (2019) faktor yang mempengaruhi IB pada babi yaitu:
Kualitas semen dan prosedur inseminasi. Beberapa masalah kritis untuk prosedur IB
melibatkan estrus pada betina, waktu inseminasi, menerapkan kebersihan yang baik, usia
semen dan usia pada babi.
Secara praktis, keberhasilan IB dapat diukur dengan menggunakan parameter spesifik
termasuk tingkat kesuburan, jumlah inseminasi per konsepsi/kebuntingan, tingkat penyebaran,
litter size, anak babi yang lahir hidup dan anak babi yang lahir mati. Apalagi, performance
dari reproduksi seperti litter size induk betina yang disapih secara alami dan IB adalah sama.
Beberapa faktor seperti ras babi dan paritas dapat signifikan mempengaruhi hasil IB, yaitu
litter size. Namun pada penelitian ini dilakukan pada sebuah peternakan teroganisir, dimana
sejumlah besar faktor terutama faktor social ekonomi dan manajemen lebih dikendalikan,
dibandingkan dengan peternakan babi kecil di daerah pedesaaan.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi kebuntingan dan litter size yang terkait pada
babi betina (intrinsic) dan tidak terkain babi betina (ekstrinsik). Faktor intriksik terdiri dari
usia, paritas, dan jenis babi betina. Faktor ekstrinsik adalah pengalaman dalam pemeliharaan
babi dari peternak, jarak antara pusat IB dan peternakan babi, waktu IB, bahan alas kandang
babi.
Dalam penelitian yang digunakan, lantai kayu lebih mudah dibersihkan daripada lantai
beton yang membenarkan bahwa jumlah inseminasi lebih rendah per konsepsi. Kandang yang
lebih baik, terutama dalam hal kebersihan memiliki efek postif pada kesuburan babi betina.
Kebersihan lingkungan yang buruk bertanggung jawab atas penyakit melalui urogenital yang
mengakibatkan tingkat penyebaran yang buruk.
Faktor kesuburan yang buruk pada babi yang sudah tua dapat dikaitkan dengan
kematin embrionik. Pada ternak yang sudah tua, aktivitas foliker lebih rendah dan kualitas
oosit menghasilkan penurunan embrio, kualitas endometrium juga semakin memburuk.
Menurut pendapat Kaysen (2013) dalam Calestin et al., (2019) tingakat konsepsi atau
kebuntingan menurun ketika paritas melampaui tujuh.
Jenis babi Pietrain secara signifikan memiliki litter size terbesar dibandingkan jenis
landrace dan persilangan antara landrace dan pietrain.
Sumber daya manusia pada peternak berpengaruh terhadap angka kebuntingan. IB
pada pagi dan sore hari menghasilkan tingkat kebuntingan yang baik dibandingkan IB pada
malam hari. Dari hasil diperoleh bahwa dianjurkan untuk meningkatkan prosedur IB.
peningkatan pusat IB untuk mengurangi jarak antara peternakan dan pusat pengumpulan
semen, sehingga dapat mengoptimalkan keberhasilan IB.
DAFTAR PUSTAKA
Rathod, P., M. Chander., dan C. G. Sharma. 2016. Adoption status of artificial insemination
in Indian dairy sector: application of multinomial logit model. Journal of Applied
Animal Research. 45(1) : 442-446.