Anda di halaman 1dari 34

Makassar, 10 Oktober 2019

TUMBUH KEMBANG
MAKALAH TUTORIAL MODUL III
TINGKAH LAKU PADA ANAK

NAMA KELOMPOK 8 :
1. ANDI FITRIA RAMADHANI J011181334
2. ST.MARYAM J011181335
3. NURWAHYUNI J011181336
4. RAMADHAN ALFITRAH SYAMSIR D J011181337
5. NURMAGFIRAH RAFIUDDIN J011181338
6. DELBI FEBRIAN WINANDA J011181339
7. RAGIL PONCO BUWONA SYAM J011181340
8. FATHUL RIJAL ABDULLAH J011181341
9. IZZATHUL HURRIYAH SYAHRAN J011181342
10. CLARISA BATARA DASE J011181343
11. WAODE NUR ANISA J011181344

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Tingkah Laku Pada Anak"
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.

Makassar, 10 Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................i

Daftar Isi ii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Pembelajaran 2

BAB II PEMBAHASAN 3

2.1 Perkembangan Psikologis Anak Berdasarkan Usia 3

2.2 Perkembangan Koognitif Anak 5

2.3 Definisi Takut dan Cemas 6

2.4 Macam-Macam Tingkah Laku Anak Yang Dapat Terjadi Di Klinik 10

2.5 Penanganan Tingkah Laku Anak Secara Non Farmakologi 12

2.6 Penanganan Tingkah Laku Anak Secara Farmakologi 12

2.7 Teori Komunikasi Yang Tepat 12

BAB III PENUTUP 14

3.1 Kesimpulan 14

3.2 Saran 14

Daftar Pustaka 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagian besar anak yang menderita sakit gigi, merasa takut bila akan
dibawa berobat ke dokter gigi, hal ini dapat membuat anak bersikap tidak
bersahabat dengan dokter gigi. Juga anak yang sedang kesakitan gigi biasanya
tidak siap menerima atau memahami penjelasan mengapa dia harus ke dokter
gigi. Keadaan anak yang tidak siap mental ini ditambah adanya unsur paksaan
akan menimbulkan gambaran menakutkan tentang perawatan giginya,
sehingga terjadilah komunikasi yang tidak lancar.Menghadapai masalah ini,
kebanyakan dokter gigi menemui kesulitan dalam melakukan perawatan gigi
pada anak, dikarenakan reaksi setiap anak dalam menerima perawatan
seringkali berbeda. Perawatan gigi anak dibandingkan dengan perawatan gigi
orang dewasa memerlukan beberapa pertimbangan antara lain; diharapkan
kesabaran lebih besar dari dokter gigi yang menanganinya dan pengertian
anak mengenai tujuan perawatan giginya. Hal ini akan terjadi jika seorang
dokter gigi mempergunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak yang
akan menghasilkan komunikasi yang baik.Anak-anak merupakan kelompok
pasien khusus. Pada mereka ini fungsi penguasa diri belum sepenuhnya
berkembang, baik emosi (rasa takut, cemas dan sebagainya), maupun
perkembangan motorik pada umur-umur tertentu dibandingkan dengan orang
dewasa, sehingga perilaku dalam situasi perawatan pada anak-anak tidak
selalu mudah dilakukan. Dalam menanggulangi keadaan tersebut diharapkan
keahlian dan keterampilan dokter gigi dalam menanganinya. Untuk itu
diperlukan pengetahuan tentang cara-cara yang tepat dalam berkomunikasi
dan merawat pasien tersebut agar meraka tidak terganggu secara emosional.
Interaksi yang baik antara dokter gigi dengan pasien anak mutlak diperlukan
dalam menunjang keberhasilan perawatan. Untuk mencapai maksud tersebut,
maka penting bagi dokter gigi untuk menciptakan komunikasi merupakan
kunci dalam menangani tingkah laku dan menentukan kooperatif atau
tidaknya seorang anak dalam menerima perawatan. Selain itu, dengan
mengacu pada hasil pemeriksaan lengkap, seorang dokter gigi dapat
menentukan diagnosis serta rencana perawatan yang akan diberikan kepada
pasien.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana perkembangan psikologis anak berdasarkan usia?
2. Bagaimana perkembangan koognitif anak?
3. Apa definisi takut dan cemas?
4. Apa saja macam-macam tingkah laku anak yang dapat terjadi di klinik?
5. Bagaimana penanganan tingkah laku anak secara non farmakologi?
6. Bagaimana penanganan tingkah laku anak secara farmakologi
7. Bagaimana teori komunikasi yang tepat?

1.3 Tujuan Pembelajaran


Adapun tujuan pembelajaran dalam makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui perkembangan psikologis anak berdasarkan usia.
2. Untuk mengetahui perkembangan koognitif anak.
3. Untuk mengetahui definisi takut dan cemas.
4. Untuk mengetahui macam-macam tingkah laku anak yang dapat terjadi
di klinik.
5. Untuk mengetahui penanganan tingkah laku anak secara non
farmakologi.
6. Untuk mengetahui penanganan tingkah laku anak secara farmakologi .
7. Untuk mengetahui teori komunikasi yang tepat.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Psikologi Anak Berdasarkan Usia


1. Usia 12-18 tahun1
Eksplorasi lingkungan meningkat seiring peningkatan ketangkasan
seorang anak. Pada usia ini anak akan mengalami peningkatan emosional
seiring dengan kemampuan berjalan anak. Digambarkan sebagai anak
yang cenderung memiliki kemampuan untuk mengendalikan jarak antara
mereka dengan orang tuanya. Anak yang terlalu dikontrol dari eksplorasi
aktifnya akan merasa marah, malu dan cemas. Dan memiliki
kecenderungan untuk mengamuk apabila ingin menunjukkan emosional
mereka.

2. Usia 18-24 bulan1


Perkembangan kognitif seorang anak dapat dilihat ketika sedang
bermain sendiri. Pada usia ini anak sudah mampu menyelesaikan masalah
yang sangat sederhana, misalnya sudah mampu menggunakan tongkat
untuk mendapat mainan di luar jangkauannya. Kehadiran orang tua untuk
selalu berada di sampingnya menjadi bagian yang sangat penting. Anak
pada usia ini akan merasakan kecemasan berlebih saat berpisah dengan
orang tuanya.

3. Usia 2-3 tahun2


Anak yang berada sekitar 2 tahun akan cenderung menunjukkan
sikap nonkoperatif dan a usia ini anak mulai anak mulai menampakkan
kemandirian dan sudah mampu mengambil pilihan bebas dalam hidupnya.
Anak yang kurang mampu mengembangkan rasa otonom diri dan adanya
keraguan dalam dirinya akan menghasilkan keraguan diri pula pada orang
paun. Kunci perawatan pada usia ini adalah anak memiliki pikiran bahwa
ke dokter adalah pilihannya, bukan sesuatu yang diminta oleh orang lain.

3
4. Usia 3-6 tahun2
Pada tahap ini anak sudah mulai merencanakan sesuatu dengan
pikirannya sendiri. Keaktifan anak tampak dari gerak, rasa ingin tahu yang
besar serta berbicara secara agresif. Pada usia ini anak sudah mampu diajar
secara perlahan namun juga dilakukan pendekatan secara emosional. Anak
usia ini akan melakukan eksplorasi dengan besar-besaran pada lingkungan
sekitarnya. Ke klinik merupakan hal yang baru dan menantang baginya
dan rasa ingin tahu tentang klinik dan hal hal yang ditemukan disana. Usia
ini anak sudah mampu kooperatif untuk berpisah dengan ibunya saat
dilakukan perawatan.

5. Usia 6-11 tahun1,2


Pada usia ini lingkungan anak sangat berpengaruh. Anak sudah
mulai masuk sekolah, sehingga sudah mulai berpisah dengan orang tua.
Perkembangan psikologi anak dipengaruhi oleh teman sebayanya. Anak
yang cenderung pendiam dan individualistik akan diejek oleh temannya.
Sehingga pada usia ini anak cenderung saling berlomba untuk menaikkan
eksistensinya dengan kepemilikan gadget atau pakaian baru. Anak pada
usia ini cenderung menyukai akan pengakuan dan pujian. Peran orang tua
sebagai teladan akan menurun dan pengaruh teman sebaya akan
meningkat.

2.2 Tahapan Perkembangan Kognitif


Perkembangan kognitif menggambarkan bagaimana pikiran anak
berkembang dan berfungsi sehingga dapat berpikir dengan cara-cara yang
unik. Semua anak memiliki pola perkembangan kognitif yang sama, yaitu
meliputi empat tahapan adalah:
1. Tahap Sensori Motorik (0-2 tahun)
Disebut Sensori Motorik karena pembelajaran anak hanya
melibatkan panca indra. Anak belajar untuk mengetahui dunianya hanya
mengandalkan indera yaitu melalui mengisap, menangis, menelan, meraba,

2
membau, melihat, mendengar, dan merasakan.Dalam teori Piaget, dua
proses, adaptasi (adaptation) adalah melibatkan pengembangan skema
melalui interaksi langsung dengan lingkungan. dan organisasi
(organization) adalah sebuah proses yang terjadi secara internal, terpisah
dari kontak langsung dengan lingkungan. Setelah anak-anak membentuk
skema baru, mereka mengaturnya kembali, menghubungkannya dengan
skema lain untuk menciptakan sebuah sistem kognitif yang saling
berhubungan erat yang berperan dalam perubahan skema.6
2. Tahap Praoperasional (2-7 tahun)
Tahap Praoperasional (early childhood)yang membentang selama
usia 2 hingga 7 tahun, perubahan paling jelas yang terjadi adalah
peningkatan luar biasa dalam aktivitas representasi atau simbolis. Pada
tahap ini konsep yang stabil dibentuk, penalaran muncul, egosentris mulai
kuat dan kemudian mulaimelemah, serta terbentuknya keyakinan terhadap
hal yang magis.Dalam istilah pra-operasional menunjukkan bahwa pada
tahap ini teori Piaget difokuskan pada keterbatasan pemikiran anak.Istilah
“operasional” menunjukkan pada aktifitas mental yang memungkinkan
anak untuk memikirkan peristiwa pengalaman yang dialaminya.Ciri-ciri
tahap pra-operasional adalah :
a. Anak mengembangkan kemampuan menggunakan simbol, termasuk
bahasa .
b. Anak belum mampu melakukan pemikiran operasinal (operasi adalah
pemikiran yang dapat dibalik), yang menjelaskan mengapa Piaget
menamai tahap ini praoperasional .
c. Anak terpusat pada satu pemikiran atau gagasan, seringkali di luar
pemikiran-pemikiran lainnya.
d. Anak belum mampu menyimpan ingatan.
e. Bersifat egosentris.

Pemikiran praoperasional dapat dibagi menjadi sub-sub tahapan, yaitu:

3
I. Sub Tahapan Fungsi Simbolik adalah sub tahapan pertama dari
pemikiran praoperasional, yang terjadi kira-kira antar usia 2 hingga 4
tahun. Kemampuan ini sangat memperluas dunia mental anak.
Kemajuan pemikiran mereka masih memiliki beberapa batasan-
batasan yang penting, dua diantaranya adalah egosentrisme dan
animisme.Egosentrisme merupakan ketidakmampuan untuk
membedakan antara perspektif mereka sendiri dan perspektif orang
lain.
II. Sub Tahapan Pemikiran Intuitif Sub tahapan pemikiran intuitif
adalah sub tahapan kedua dari pemikiran praoperasional, terjadi kira-
kira antara usia 4 hingga 7 tahun. Dalam sub tahapan ini, anak-anak
mulai menggunakan pemikiran primitif dan ingin tahu jawaban dari
semua pertanyaan. Piaget menyebut sub tahapan ini karena anak-
anak tampaknya sangat yakin dengan pengetahuan dan pemahaman
mereka, tetapi tidak sadar bagaimana mereka mengetahui apa yang
mereka ketahui. Artinya, mereka tahusesuatu tapi memperoleh
pengetahuan itu tanpa menggunakan pemikiran rasional. 6

3. Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun)


Piaget, yang membentang dari sekitar usia 7 hingga 11 tahun dan
menandai suatu titik-balik besar dalam perkembangan kognitif. Pikiran
jauh dari sekedar logika.Ia bersifat fleksibel dan lebih teratur dari
sebelumnya. Anak-anak di tingkatan operasi-operasi berpikir konkret
sanggup memahami dua aspek suatu persoalan secara serentak. Di dalam
interaksi-interaksi sosialnya, mereka memhami bukan hanya apa yang
akan mereka katakan, tapi juga kebutuhan pendengarannya.Selama tahun-
tahun sekolah, anak-anak menerapkan skemaskema logis untuk lebih
banyak tugas. Dalam proses ini, pemikiran mereka tampaknya mengalami
perubahan kualitatif menuju suatu pemahaman komprehensif tentang
prinsip-prinsip dasar pemikiran logis.6
4. Tahap Operasional Formal (11 tahun ke atas)

2
Tahapan ini muncul usia 11 hingga 15 tahun adalah tahapan teori Piaget
yang keempat dan terakhir. Tahap Operasional Formal sebuah tahap di mana
mereka mengembangkan kemampuan berpikir abstrak, sistematis, dan
Ilmiah.Berpikir operasional formal dan mempunyai dua sifat yang penting,
yaitu: deduktif hipotesis, yakni mengembangkan hipotesa-hipotesa atau
perkiraanperkiraaan terbaik, dan secara sistematis menyimpulkan langkah-
langkah terbaik guna pemecahan masalah dan kombinatoris/asimilasi
(penggabungan informasi baru ke dalam pengetahuan yang sudah ada)
mendominasi perkembangan awal pemikiran operasional formal, dan
pemikir-pemikir ini memandang dunianya secara subjektif dan idealis.6
Remaja operasioanal formal berhipotesis bahwa mungkin ada empat
variabel yang berpengaruh:
a. Panjang tali
b. Berat objek yang digantungkan pada tali itu
c. Seberapa tinggi benda dinaikkan seblum dinaikkan
d. Seberapa kuat objek tersebut didorong.6

2.3 Definisi Rasa Takut dan Cemas


 Takut (fear)
Takut adalah respon emosional terhadap ancaman atau bahaya. Hal
tersebut terdiri dari perubahan fisiologis, perasaan dari dalam diri, suatu
tindakan perilaku luar. Rasa takut dapat menyebabkan berbagai perubahan
fisiologis, seperti pucat, dilatasi pupil, takikardia, spasme jantung,
hiperperistaltik, hiper / hiposekresi gastrointestinal, dan peningkatana liran
drenalin.7
 Kecemasan (anxiety)
Kecemasan adalah salah satu yang paling umum dari semua emosi
manusia. Hal ini termasuk kesadaran fisik dan mental terhadap ketidak
berdayaan adanya ancaman yang akan dating. perasaan bahaya yang
berasal dari dalam, hasil penilaian kognitif dan sebuah keraguan yang
tidak dapat terpecahkan tentang sifat ancaman, cara terbaik untuk

3
menguranginya, dan kapasitas subjektif seseorang untuk secara efektif
memanfaatkan sarana tersebut. Bagaimana seseorang menilai situasi
tersebut tergantung pada dua faktor. faktor-faktor tersebut berasal dalam
objek stimulus atau peristiwa itu sendiri. 7

2.4 Macam-macam tingkah laku anak di klinik

Tingkah laku seorang anak jika berada diklinik dokter gigi atau pada saat
perawatan gigi dan mulut sebagai berikut:

1. Tipe yang bekerja sama (kooperatif)


Tipe ini adalah tingkah laku yang terbuka, tingkah laku yang dapat
mengerti tentang dirinya sendiri.Pasien yang santai dan kunjungan
menjadi menyenangkan bagi pasien dan dokter gigi. Prosedur perawatan
menjadi sempurna dengan menggunakan metode, (tell show do). Anak
juga akan mudah mengikuti apa yang diinstruksikan oleh dokter gigi.
Meskipun kooperatif, pasien tipe ini harus tetap ditangani sebagaimana
mestinya dengan maksud bahwa dokter gigi menginginkan untuk tetap
kooperatif dan menikmati pengalaman berkunjung ke dokter gigi. Anak
yang kooperatif menunjukkan sikap yang tenang, rasa cemasnya relatif
kecil dan mereka juga tertarik terhadap caracara perawatan gigi .8

2. Tipe tidak bekerjasama (Tidak kooperatif)


Biasanya terdapat pada anak yang masih kecil kira-kira berusia 1-3
tahun, anak belum dapat diajak berkomunikasi secara langsung.Mc Donald
mengemukakan bahwa anak-anak tersebut berada dalam prakooperatif.Hal
ini hanya berlangsung sementara dalam masa perkembangan.pasien yang
cacat, dimana tidak mampu mengerti dan berkomunikasi akibat cacatnya
yang khusus, seperti pada beberapa anak yang mengalami retardasi mental.
Kadangkala penanganan dapat diselesaikan dengan penggunan anastesi
umum yang telah terbukti menjadi satu-satunya penangan yang paling
berhasil bagi pasien tersebut.8

2
3. Tipe histerik (Tidak terkontrol)
Beberapa karakteristik akan dapat terlihat pada pasien dengan
tingkah laku yang tidak terkontrol. Pasien biasanya berumur 3-6 tahun dan
ini merupakan kunjungan yang pertama kali ke dokter gigi. Pada
perawatan tersebut akan ada nada tangisan yang nyaring, teriakan dan
tabiat pemarah. Biasanya akan timbul oleh karena tingkat kecemasan dan
ketakutan yang tinggi. Tipe ini dapat diatasi dengan mengevaluasi pasien
di ruang tunggu dan mengevaluasi kecemasannya pada saat itu sebelum
masuk keruang kerja.8
4. Tipe keras kepala
Pasien yang menentang atau keras kepala sering bersikap bodoh dan
menjadi perusak.Ia melawan orang dewasa baik itu dokter gigi. Dapat
dijumpai pada anak-anak semua umur, tetapi pada umumnya terdapat pada
anak sekolah dasar. Seringkali anak mengatakan tidak mau ketika akan
dilakukan perawatan dan biasanya sikap demikian ini sering dilakukan di
rumahnya, dimana kemungkinan orang tua kurang tegas sehingga semua
kemauan anak dituruti. Umumnya anak keras kepala, kadang-kadang
menunjukkan keberanian untuk melawan. Sikap melawan ini diperlihatkan
dengan menutup mulutnya dengan tangan ketika akan dirakukan
pemeriksaan ke dalam mulutnya.8
5. Tipe pemalu
Tingkah laku yang pemalu memerlukan penanganan yang serius karena
tanpa penanganan yang sepatutnya, potensi menjadi pasien yang baik
dapat berubah menjadi pasien yang kooperatif. Anak pemalu merupakan
sikap yang paling ringan dari bentuktingkah laku yang negatif. Sikap
pemalu biasanya ditunjukkan dengan mencari perlindungan pada ibunya,
menarik baju ibunya, mencari-cari alasan, ragu-ragu dan menangis,
walaupun tidak keras. Tipe dari perilaku.ini merupakan refleksi dari
proteksi orang tua yang berlebihan yang mengarahkan anak menjadi
sangat tergantung pada orang tua. Pasien yang pemalu sangat melibatkan
diri dengan rasa takutnya sehingga ia tidak mendengarkan sekitarnya.

3
Dengan demikian, seseorang diperlukan untuk mengulangi instruksi yang
diberikan dan berulang-ulang menjelaskan kembali.8
6. Tipe Kooperatif Tegang
Beberapa anak mempunyai tingkah laku pada batas antara positif
atau negatif, pada umumnya dapat dilakukan perawatan.Tingkah lakunya
dapat diketahui melalui gerakan-gerakan anggota tubuhnya seperti
matanya selalu mengikuti setiap perubahan gerak dokter gigi atau
asistennya. Suara bergetar, badannya gemetar, dahi dan telapak tangannya
berkeringat, tetapi mereka dapat mengontrol emosinya. Pada saat
berhadapan dengan anak ini, harus di pastikan bahwa anak tersebut berada
pada saat yang tepat.Disamping itu dibutuhkan juga kemampuan untuk
mengenali tipe pasien ini, menghargai sikap tingkah lakunya dan
menjauhkan atau menghindari kemungkinan-kemungkinan adanya
kebisingan atau perubahan pada tekanan suara yang menjadi tinggi.8

7. Tipe Pasien Cengeng


Pada umumnya anak disebut sebagai penangis atau pengaduh, tetapi
mempunyai potensi untuk menjadi kooperatif.Tangisan anak merupakan
manifestasi dari rasa takut dan cemas. Tangisannya tidak keras, emosinya
konstan dan jarang mengeluarkan air mata, sehingga mengesalkan. Untuk
mengatasi tingkah laku anak tersebut diperlukan kesabaran yang cukup
tinggi.Salah satu metode untuk menangani metode ini adalah
mengingatkan agar tetap tenang dan sabar. Dapat juga diberikan keyakinan
dan pengertian dengan mengatakan kepada pasien bahwa prosedur
perawatan akan segera berakhir dan ia dapat pulang kerumah.8

Menurut Wright, perilaku anak diklasifikasikan menjadi:


a. Kooperatif
Anak-anak yang kooperatif terlihat lebih santai dan rileks karena memiliki
ketakutan yang minimal, Mereka sangat antusias menerima

2
perawatan.Mereka dapat dirawat dengan sederhana dan mudah tanpa
mengalami kesulitan melalui pendekatan tingkah laku (perilaku). 8
b. Kurang kooperatif
Pasien dalam kategori ini mencakup anak-anak yang sangat muda yang
komunikasinya belum baik dan belum dapat memahami komunikasi dengan
baik.Karena umurnya, mereka tergolong ke dalam pasien yang kurang
kooperatif. Kelompok lain yang termasuk ke dalam pasien yang kurang
kooperatif adalah pasien yang memilikiketerbatasan yang spesifik. Untuk
anak-anak golongan ini, suatu waktu tekhnik manajemen perilaku secara
khusus diperlukan.Ketika perawatan dilakukan, perubahan perilaku positif
secara lagsung belum bisa diharapkan.8

c. Potensial kooperatif
Secara karakteristik, yang termasuk ke dalam kooperatif potensial adalah
anak dengan permasalahan perilaku.Tipe ini berbeda dengan anak-anak
yang krang kooperatif karena anak-anak ini mempunyai kemampuan untuk
menjadi kooperatif.Hal ini yang menjadi pembeda.Ketika anak memiliki
sikap sebagai pasien yang kooperatif potensial, perilaku anak tersebut bisa
diubah menjadi kooperatif.

Sistem pengelompokan lainnya yaitu Frank Behavioral Rating Scale (Skala


tingkat perilaku Frank), yaitu:
a. Tingkat I: Jelas Negative
Menolak perawatan, menangis dengan keras, ketakutan atau adanya bukti
penolakan secara terang-terangan.

b. Tingkat II: Negative


Enggan menerima perawatan, tidak kooperatif, perilaku negative tetapi tidak
diucapkan (hanya muram dan tidak ramah).
c. Tingkat III: Positif

3
Menerima perawatan, kadang-kadang sangat hati-hati, ikhlas mematuhi
perintah dokter gigi, kadang-kadang timbul keraguan, tetapi pasien
mengikuti perintah dokter gigi dengan kooperatif.
d. Tingkat IV: Jelas Positif
Sangat bagus sikap terhadap dokter gigi, tertarik dengan prosedur dokter
gigi, ttertawa dan menikmati perawatan yang dilakukan dokter gigi. 8

2.5 Penanganan Tingkah Laku Anak Secara Non Farmakologis

Teknik non-farmakologis dapat diklasifikasikan dalamcara yang berbeda.


Ada yang tidak mengancam,yang Roberts et al. (3010) merujuk secara
universalteknik yang diterima. Kelompok teknik lainnya,yang digunakan
dengan anak-anak yang tidak kooperatif , untuk batasipergerakan pasien anak,
disebut sebagai teknik kontroversial, dan itu tidakditerima secara universal.
Cara lain untuk mengklasifikasikandua kelompok teknik ini menyebutnya
"noninvasif"atau "invasif."Yang non-invasif meliputi: tell-show-
do,pembentukan perilaku, reinforcement,modelling, voice control,
desensitisasi, distraksi dan kontingensi. Teknik invasif adalahhand-over-
mouth (HOM) dan pengekangan fisik.9
Yang akan kami bahas dalam makalah ini, terbagi atas preappointment
behavior modification, Communication, behavioral shaping (Tell-show-do,
desensitization, modeling, dan reinforcement) dan behavioral management
techniques (Voice control, hypnodontics, retraining, dan restrain).

1. PreAppointment behavior modification


Ini bertujuan mempersiapkan anak untuk kunjungan gigi. Berbagai
metode yang digunakan untuk modifikasi perilaku pra janji termasuk
bantuan audiovisual, surat, film dan rekaman video. Anak-anak dijelaskan
pentingnya menjaga kesehatan gigi. Kliping video dapat mencakup anak-
anak lain yang menjalani perawatan gigi sehingga anak akan merasakan
kesamaan dan mereproduksi perilaku yang ditunjukkan oleh model.

2
Modifikasi perilaku preappointment juga dapat dilakukan dengan pasien
hidup sebagai model seperti saudara kandung, anak-anak lain atau orang
tua. Surat dapat dikirim ditujukan kepada anak yang memberikan
informasi singkat tentang prosedur. Ini disebut sebagai surat pra janji.
Orang tua juga dapat diberikan saran untuk mempersiapkan anak untuk
kunjungan gigi pertama mereka.10
2. Komunikasi
Ciri khas seorang dokter gigi yang berhasil dalam menangani pasien gigi
anak adalah kemampuannya berkomunikasi dengan mereka dan
memenangkan kepercayaan diri mereka. Ketakutan dan keingintahuan
bawaan alami seorang anak meramalkan bahwa penjelasan harus diberikan
untuk teknik dan prosedur baru atau berbeda. Komunikasi membentuk
salah satu fitur penting dari teknik tell-show-do.10
Tujuan komunikasi :
a. Pembentukan komunikasi
Komunikasi membantu dokter gigi untuk belajar tentang anak dan
membuat anak nyaman dan santai. Tapi ini seharusnya tidak
berlebihan. Beberapa anak menyadari bahwa dengan mengendalikan
percakapan, mereka dapat memberikan pengaruh besar terhadap
lingkungan mereka.10
b. Pembentukan komunikator
Communicator dapat berupa siapa saja di klinik yang dapat
memberikan informasi. Komunikasi awal disediakan oleh resepsionis
yang menyambut anak dan orang tua dengan senyum. Komunikasi
awal ini sangat penting dalam membangun kepercayaan dan
memproyeksikan sikap staf klinik kepada pasien. Asisten gigi harus
berbicara dengan anak selama pemindahan dari ruang penerimaan ke
ruang operasi dan selama persiapan anak di kursi gigi. Ketika dokter
gigi datang, asisten biasanya mengambil peran yang lebih pasif, karena
anak dapat mendengarkan satu orang pada suatu waktu.10
c. Kejelasan pesan

3
Isi pesan bervariasi dari pagi yang baik sampai informasi yang
relevan dan terima kasih. Pesan harus sederhana dan mudah dipahami
oleh anak kecil. Eufemisme dapat digunakan. Saat berbicara dengan
seorang anak, penting untuk mengingat poin-poin tertentu,yaitu :
a. Anak itu mungkin tidak langsung menanggapi pertanyaan.
Dibutuhkan lebih banyak waktu untuk pertanyaan 'tenggelam'
daripada untuk orang dewasa.
b. Perintah yang diberikan harus sederhana dan dalam kemampuan
pasien untuk taat.
c. Semua perintah harus diberikan dalam bahasa positif karena
pendekatan negatif cenderung merangsang rasa takut. Contoh -
"Jangan Bergerak" dihindari dan diganti dengan "Saya tidak bisa
memperbaiki gigi sampai Anda duduk diam".10

3. Behaviour Shaping
Behaviour shaping adalah suatu cara yang dilakukan secara
bertahap untukmencapai tingkah laku yang diinginkan oleh dokter gigi
selama perawatan. Indikasi behaviour shaping adalah untuk anak yang
kurang dipersiapkan pada kunjungan pertama, anak yang mepunyai
pengalaman yang tidak menyenangkan terhadap dokter gigi pada
perawatan sebelumnya dan anak yang takut terhadap perawatan gigi akibat
informasi orang tuanya.11
a. Tell-Show-Do
Penanggulangan behaviour shaping adalah Tell Show Do. Cara ini
dikemukakan pertama kali oleh Adellson (1959). Cara Tell Show Do
Juga menggunakan beberapa konsep teori belajar, yaitu pendekatan
dilakukan secara perlahan-lahan. Cara Tell Show Do ini dibagi dalam
tiga tingkatan. Langkah pertama adalah Tell, dimana dokter gigi
menerangkan mengenai perawatan yang akan dilakukan pada anak
dan bagaimana seharusnya anak tersebut bersikap. Terkadang langkah
ini perlu diulang-ulang sampai dapat dimengerti oleh anak. Semuanya

2
diterangkan secara singkat, jelas dan padat agar terjadi komunikasi
yang lancar. Langkah kedua adalah Show, yaitu
menunjukkan/mendemonstrasikan kepada anak yang akan dilakukan
terhadap dirinya. Modelling dapat dilakukan pada tahap ini. Cara lain
dengan menggunakan alat peraga atau menunjukkan cara kerja alat
yang dipakai dan sebagainya. Langkah ketiga adalah Do, yaitu anak
dilakukan perawatan gigi sesuai dengan yang telah dijelaskan
sebelumnya. Teknik perawatan ini adalah salah satu cara pendekatan
yang biasa dilakukan dengan membangun kepercayaan antara dokter
gigi dan pasien. Dengan kunjungan yang berulang dan pengenalan
terhadap peralatan kedokteran gigi, dapat mengenalkan pasien
terhadap lingkungan. Hindari tindakan yang dapat menimbulkan rasa
sakit, terutama pada anak berkebutuhan khusus yang mengalami
gangguan mental.9,11,12
Yang terutama pada Tell Show Do adalah menceritakan mengenai
perawatan yang akan dilakukan, memperlihatkan padanya beberapa
bagian perawatan, bagaimana itu akan dikerjakan, dan kemudian
mengerjakannya. Teknik ini digunakan secara rutin dalam
memperkenalkan anak pada perawatan profilaksis, yang selalu dipilih
sebagai prosedur operatif pertama.9,10,11,12
Maksud dari tellshowdo ini adalah menginformasikan, demonstrasi
akan perawatan yang akan dilakukan pada anak, kemudian melakukan
perawatan. Teknik ini bertujuan untuk menciptakan citra dirinya di
depan anak tersebut bahwa dokter gigi tidak semenyeramkan itu.3,4

b. Desensitisasi
Cara lain yang dipakai untuk merubah tingkah laku adalah dengan
desensitisasi,yaitu suatu cara untuk mengurangi rasa takut dan cemas
seorang anak dengan jalan memberikan rangsang yang membuat
cemas sedikit demi sedikit. Wolpe (1969) menamakan cara ini dengan

3
istilah sysfemic desensitization. Cara ini terdiri dari tiga tahapan,
yaitu:
a. Latihlah pasien agar santai atau relaks;
b. Susunlah secara berurutan hal-hal yang membuat pasien cemas
atau takut, yaitu dari hal yang paling menakutkan sampai ke hal
yang tidak begitu menakutkan.
c. Memberi rangsang dari hal yang tidak begitu menakutkan sampai
anak tidak merasa takut lagi dan rangsang ini ditingkatkan
menurut ukuran yang telah disusun tersebut di atas. 11

Hal yang perlu diperhatikan pada cara ini adalah anak harus
dalam keadaan sangat relaks. Hal itu diperlukan dalam beberapa kali
kunjungan untuk melatih agar dapat tenang atau relaks pada saat
berada di klinik gigi. Demikian pula lebih baik mengulang beberapa
kali sampai anak tidak merasa takut lagi. Cara desentisasi dapat
diterapkan di klinik gigi, yaitu dengan memperkenalkan
anak/sekelompok anak dengan atau tanpa didampingi orang taunya
pada hal-hal yang menimbulkan rasa takut, seperti ruang tunggu,
dokter gigi dan perawat,alat-alat kedokteran gigi, kursi gigi,
pemeriksaan gigi dan mulut, pembersihan gigi dan flouridasi, serta
pengeboran.9,10,11,12

Melalui pengenalan bertahap yang berlangsung sampai beberapa


kali kunjungan, anak akan terbiasa dengan hal-hal yang membuat anak
pada mulanya merasa takut dan cemas di lingkungan klinik gigi.
Desensitasi adalah cara yang paling sering digunakan untuk mengatasi
rasa takut dengan pertama kali menghadirkan rangsangan yang
menimbulkan suatu respon yang ringan. Desensitasi meliputi: melatih
pasien melemaskan otot, menyusun hierarki rasa takut, dan
mengerjakan berdasarkan hieraraki rasa takut. Ikatan antara
rangsangan dan rasa takut diperlemah perlahan-lahan dengan rileksasi

2
rasa takut dan relaksasi otot yang dalam hal ini adalah hal yang
bertentangan dan tidak akan terjadi bersama-sama.9,10,11,12

c. Modelling
Tujuan modelling adalah untuk mengurangi rasa cemas yang
tinggi. Agar terjadi proses peniruan, maka model harus mempunyai
syarat sebagai berikut: 11
a. Model harus memperihatkan kelebihan atau kekurangan
b. Tingkah laku model jelas terbukti memberi kepuasan
c. Terutama ada hubungan yang hangat antara model dan pengamat

Seorang dokter gigi dapat pula bertindak sebagai model yaitu


dengan sikap yang tenang, santai dan penuh percaya diri. Tidak boleh
memperlihatkan keragu-raguan, sehingga anak juga akan tenang.
Modelling adalah tehnik lain yang digunakan dalam menghilangkan
rasa takut. Teknik sederhana ini dapat diterapkan pada berbagai situasi
perawatan gigi, tetapi penggunaannya yang paling sering adalah pada
anak yang cemas terhadap pemeriksaan mulut di kursi perawatan gigi.
Orang tua, atau lebih baik anak lain diminta untuk bertindak sebagai
model untuk dilakukan pemeriksaan dan profilaksis; diharapkan
tingkah laku yang kooperatif dan relaks dari model, dikemudian hari
akan ditiru oleh anak yang cemas tersebut.9,10,11,12

Tell- Show-Do dan penguatan/reinforcement harus digunakan


untuk melengkapi prosedur modelling, bersama dengan desensitasi,
ini adalah pendekatan yang efektif terhadap masalah memperkenalkan
perawatan sederhana pada anak yang takut. Teknik pemodelan
(modelling) tidak akan berguna apabila pasien anak datang ke dokter
gigi pertama kalinya dengan pikiran negatif yang didapat dari
informasi yang salah dari teman sebaya ataupun saudaranya; anak
seperti ini, jika tidak kooperatif atau cemas, akan lebih baik untuk
dirawat di sebuah ruang praktek pribadi, bukan di klinik terbuka atau

3
ruang dengan beberapa dental unit dimana perilakunya akan dapat
terangsang dari pendengaran yang tidak perlu dan kemudian
menirukan apa yang terjadi pada orang lain.9,10,11,12

d. Reinforcement
Reinforcement merupakan tindakan untuk menghargai prestasi
yang telah dicapai, agar prestasi tersebut diulang biasanya pada anak
penderita cacat fisik dan psikososial yang cenderung merasa
terabaikan oleh lingkungan sosialnya. Penghargaan atas prestasi yang
telah dicapainya dalam perawatan giginya dapat meningkatkan
kekooperatifan pasien anak sehingga dapat memperlancar tindakan
perawatan gigi. Imbalan dapat berbentuk materi atau imbalan sosial
misalnya dengan senyuman, belaian atau pujian. Perlu juga dihindari
penguatan pada tingkah laku yang buruk. Jika seorang anak tidak mau
bekerja sama sehingga rencana perawatan tidak bisa diselesaikan,
hentikan perawatan dan kembalikan anak ke orang tua, karena
bujukan akan memperkuat tingkah laku buruk tersebut. Lebih baik
bersikap tidak mengacuhkan tingkah laku tersebut dan bertindak
seolah-olah perawatan telah selesai.10,11,12
Ada berbagai macam hukuman yang dapat dipakai dokter gigi
untuk tingkah laku buruk, misalnya tidak memberlkan pengakuan atau
penghargaan. Dokter gigi tidak boleh mencemooh tingkah lakunya
yang buruk ataumemperlihatkan kemarahan; tetapi hanya
memperlihatkan kekecewaan. Istilah penguatan dan umpan balik
sering keliru digunakan secara sinonim. Umpan balik positif
dimaksudkan untuk memperkuat perilaku, hal ini serupa dengan
penguatan positif. Umpan balik negatif dimaksudkan untuk
melemahkan perilaku, sedangkan perilaku yang telah diperkuat negatif
secara negatif (negatively reinforce) akan mengalami penguatan.
Perbedaan lain adalah bahwa umpan balik dijabarkan pada saat hal itu

2
teqadi, sedangkan penguatan (reinforce) didefinisikan secara
ietrospektif dalam hal efek sebenarnya pada perilaku anak.10,11,12

4. Behaviour Management
a. Retraining
Cara ini sebenarnya sama dengan cara behaviour shaping, tetapi
retrainingterutama dilakukan pada anak yang menunjukkan rasa
cemas atau tingkah laku negative yang cukup tinggi. Sikap yang
ditunjukkan ini dapat sebagai akibat pengalaman yang tidak
menyenangkan pada waktu dilakukan perawatan pertama kali
terhadap giginya ataupun akibat dari keterangan mengenai perawatan
negatif dari orang tua atau teman sebaya. Apabila sumber penyebab
tingkah laku seperti itu tidak dapat ditentukan dengan pasti, maka cara
menaggulanginya dapat digunakan dengan cara lain, yaitu dengan
memberi perhatian dan kepercayaan yang lebih besar pada diri anak
(re-emphasized), atau dengan cara mengalihkan perhatian anak
(distraksi). Rasa takut akan disakiti oleh dokter gigi yang ada pada
pikiran anak jika tidak segera diubah, anak akan menunjukkan tingkah
laku yang negatif. Hal ini harus diatasi dengan cara menanamkan
kepercayaan pada diri anak. Dengan demikian dokter gigi
menanamkan kepercayaan pada diri anak sehingga anak akan
mengubah tingkah laku yang negatif menjadi kooperatif.9,11,14

b. Voice Control
Perubahan dalam nada dan kekerasan suara dalam kata-kata telah
lama digunakandalam kedokteran gigi anak. Greenbaum,et al(1990)
menerangkan bahwa kontrol suara sebagai prosedur hukuman
terapeutik, dan apabila digunakan pada pola perilaku yang tepat
adalah merupakan suatu kontrol perilaku yang efektif, dalam waktu
dua detik, dan efeknya akan berlangsung selama periode dua menit
selama pengamatan. Kontrol suara dapat dengan cepat membangun

3
kembali hubungan antara dokter gigi dan anak terhadap pola kerja
sama yang diinginkan.9,10,11,12
Tujuannya yaitu mendapat perhatian dan kepatuhan pasien serta
mencegah perlakuan negatif dari anak tersebut.5

c. Hipnosis
Hipnosis adalah metode efektif dari pengaturan mengenai
kecemasan dan ketakutan. kcdokteran gigi pada anak-anak. Teknik ini
membuat pasien lebih merasa nyaman, dan pasien diperintahkan untuk
berkosentrasi dan memfokuskan pikiran. Keuntungan dari hipnosis ini
adalah, memberikan rasa nyaman, tidak mahal, dan bisa digunakan
kapan saja dan dimana saja. Hipnosis dapat diaplikasikan langsung
oleh dokter gigi karena dapat dipergunakan untuk menghilangkan rasa
takut. Menyebabkan relax, menimbulkan amnesia dan analgesia,
mencegah penyumbatan dan nausea. Anak-anak diatas umur 5 tahun
telah menjadi subjek hipnosis yang paling baik, karena gambaran
kehidupan mereka merupakan bagian integral dari hipnosis. 10,11
Awal permulaan hipnosis dimulai dengan teknik induksi. Teknik
ini membuat pasien berkonsentrasi lebih tenang dan terfokus pada satu
pemikiran. Dengan demikian membatasi sensori yang masuk hanya
menerima perintah hipnodontist. Ini dilakukan dengan menyuruh
subjek menetapkan pandangannya pada satu objek, relax, dan
menutup matanya, dan membayangkan pemandangan, atau dengan
mengindikasi pasien untuk lebih dan lebih relax sehingga tangannya
menutupi wajah. Setelah pasien relax dan dalam keadaan hipnotis,
keadaannya diperdalam,sesekali diperdalam, pasien dapat
memperlihatkan tugas yang diinginkan dan diperlukan oleh dokter
gigi. Sugesti post-hypnofic biasanya diberikan pada titik ini. Itu
dilakukan dengan memberi perintah untuk menghilangkan kecemasan.
ini berperan penting jika dokter gigi menginginkan anak untuk rileks
dan tidak cemas diantara kunjungan dental. Saat prosedur dental

2
diselesaikan dengan tujuan hipnosis. pasien menjadi lebih terorientasi.
Dokter gigi berkualitas, dapat menghilangkan kebiasaan negatif pada
pasien anak-anak dan menjadi nyaman dan rileks saat kunjungan.
Caranya dengan memasukan sugesti-sugesti positif seperti sehat,
tenang, dan sebagainya. Mental manusia itu seperti disket. Jika
didalamnya ada rekaman-rekaman file yang bersifat negatif, kita bisa
menghapusnya, lalu memasukkan program baru yang positif.11
d. Pengekangan (Restraint)
Pengekangan dalam kondisi lingkungan kedokteran gigi adalah
suatu tindakan fisikyang membatasi pergerakan tubuh anak dalam
rangka perawatan gigi dan mengurangi kemungkinan untuk terjadinya
luka yang tidak diinginkan pada anak atau dokter gigi. Hal ini
mencakup beberapa prosedur,dari menjaga kepala anak tetap pada
posisi dengan satu tangan sementara tangan yang lainnya melakukan
suntikan, hingga membungkus seluruh tubuh anak dengan penahan
tubuh buatan khusus (Papoose Board) atau dengan sprei. Hal ini
umumnya dianggap bahwa penggunaan alat peraga mulut pada pasien
yang masih sadar tidak dianggap sebagai bentuk pengekangan.11
Dalam ulasan tentang pengekangan diri yang digunakan dalam
berbagai peraturan kesehatan, Connick et al. (3000) mengutip lima
poin penting.3
1. Hal ini hanya boleh dilakukan jika benar-benar diperlukan.
2. Alternatif pengekangan yang paling ringelnlah yang harus dipilih.
3. Hal ini tidak boleh digunakan sebagai bentuk hukuman.
4. Hal ini tidak boleh diqunakan semata-mata untuk kenyamanan
dari tim kedokteran gigi.
5. Para staf harus memonitor hal ini secara ketat untuk
penggunaannya.3

Pengekangan/pembatutan seluruh tubuh dengan Papoose Board


adalah teknikpengendalian yang paling diterima oleh orang tua.

3
Pengekangan/pembalutan seluruh tubuh sering digunakan bersamaan
dengan sedasi untuk pasien yang memiliki kondisi handicapped secara
fisik atau mental untuk membantu mencegah gerakan anggota badan
atau kepala atau pada anak-anak yang sangat kecil sebagai alternatif
untuk obat penenang atau anestesi umum. Beberapa pengekangan fisik
yang biasa digunakan untuk tubuh :

a. Papan Papoose
Ini mudah digunakan dan disimpan dan tersedia dalam
berbagai ukuran untuk menampung anak besar dan kecil. Ini telah
menstabilkan head stabilizer dan dapat digunakan kembali.
Kerugiannya adalah tidak cocok dengan kontur kursi gigi dan
kadang-kadang diperlukan bantal pendukung. Pasien yang sangat
resisten dapat mengalami hipertermia jika tertahan terlalu lama.2
a.

b. Triangle Sheet
Disebut juga teknik sprei yang dijelaskan oleh Mink. Ini
memungkinkan pasien untuk duduk tegak selama pemeriksaan
radiografi. Kerugiannya termasuk kebutuhan yang sering untuk
tegap, untuk mempertahankan posisi pasien di kursi, kesulitan
penggunaannya pada pasien kecil dan kemungkinan pelampiasan
jalan nafas jika pasien tergelincir ke bawah tanpa diketahui.10

c. Pedi Wrap
Tidak memiliki penopang atau papan dan memiliki kain
jaring jala, dan memungkinkan ventilasi yang lebih baik,
mengurangi kemungkinan pasien mengalami hipertermia. Itu
diikat ke tubuh dan dipelihara di kursi gigi.2

d. Beanbag Dental Chair Insert

2
Membantu mengakomodasi orang yang hipotonik dan kejang
yang membutuhkan lebih banyak dukungan dan lebih sedikit
pengekangan di kursi gigi.10

e. Sabuk pengaman
Tali pengikat velcro dapat digunakan untuk menahan anak
ke kursi gigi.2

f. Penggunaan Sprei
Sprei panjang seperti sprei dapat digunakan untuk
membungkus anak. Ini membatasi pergerakan tangan dan kaki.10

g. Asisten ekstra
Orang tua dapat membantu menggendong anak di kursi
gigi. Ini juga memberikan keamanan tambahan untuk anak.10
Untuk ekstremitas:
a. Posey Strap
b. Velcro straps
c. Handuk dan selotip
d. Forearm body support
e. Extra assistant10
Untuk kepala:
a. Penentu posisi kepala
b. Mangkuk plastic
c. Asisten ekstra10
Untuk gigi2 :
a. Padded and wrapped tongue blades
b. Mouth prop or bite block
c. Finger guard or interocclusal thimble10

h. Hand -Over- Mouth (HOM)

3
Tujuan dari teknik ini adalah untuk mendapatkan perhatian
dari seorang anak untuk memungkinkan adanya komunikasi.
Ketika dihadapkan dengan pembangkangan atau anak yang marah-
marah, dokter gigi menempatkannya tangannya di atas mulut anak
yang hanya cukup untuk menahan kebisingan anak dan untuk
memungkinkan komunikasi yang efektif. Hal ini mungkin perlu
diulang beberapa kali, dan kemudian ketika anak tenang saat
tangan dokter dilepaskan, maka setiap ada kesempatan kemudian
harus dimanfaatkan untuk memperkuat sikap positif yang
ditunjukkan oleh anak tersebut. Namun, jika setelah beberapa
pengulangan tingkat kecemasan anak meningkat, sebaiknya dokter
gigi menghentikan teknik ini segera.9,10,11,12
Pemeriksaan yang benar terhadap alasan mengapa anak
bertingkah laku tidak kooperatif penting sebelum mempergunakan
teknik hand-over- mouth. Hand-Over-Mouth digunakan untuk
membangun komunikasi antara dokter gigi dan anak histeris atau
anak yang mengamuk dengan perkiraan usia anak sekitar 3-8 tahun
dan pada anak-anak yang mampu berkomunikasi yang efektif.
Kontraindikasi tindakan ini untuk setiap anak dengan kemampuan
mental dan penguasaan bahasa yang kurang yang berarti bahwa
komunikasi yang efektif tidak mungkin terjadi. 9,10,11,12

2.6 Penanganan Farmakologis


1. Sedasi
Berbagai obat dapat diarahkan ke pasien dalam upaya untuk mengubah
tahap kesadaran mereka. Ini tidak membuat anak “go to snooze” tetapi
membuatnya kurang waspada dengan apa yang terjadi dan sesudahnya,
tidak cemas atau takut terhadap perawatan gigi. Ada beberapa tingkat
sedasi yang dapat dicapai, tetapi karena setiap anak berbeda, level ini agak
sulit diprediksi.Ada juga banyak persyaratan yang harus dipenuhi sebelum

2
sedasi dapat menjadi opsi manajemen yang efektif.13 Sedasi terbagi
menjadi dua,yaitu :
 concious sedasi
concious sedasi adalah tingkat kesadaran minimal yang tertekan di
mana kemampuan pasien untuk mempertahankan jalan napas paten
secara independen dan terus menerus dan untuk merespons stimulasi
fisik atau perintah verbal dengan tepat dipertahankan.10
 deep Sedasi dalam
Keadaan terkendali dari kesadaran yang tertekan atau tidak sadar
yang darinya pasien tidak mudah terangsang. Hal ini dapat disertai
dengan hilangnya sebagian atau seluruhnya dari refleks pelindung
termasuk kemampuan untuk mempertahankan jalan napas paten secara
mandiri dan merespon dengan sengaja terhadap stimulasi fisik atau
perintah verbal.10

2. Anestesi Umum
Anestesi umum adalah keadaan terhambat dari pengawalan tidak
sadar oleh hilangnya impuls protektif, termasuk kemampuan untuk
mempertahankan jalan napas secara terpisah dan merespons dengan pasti
stimulasi fisik atau instruksi verbal. Penggunaan anestesi umum kadang-
kadang sangat penting untuk memberikan perawatan gigi kelas untuk
anak. Tergantung pada pasien, ini dapat dilakukan di rumah sakit medis
atau pengaturan rawat jalan, menghitung kantor gigi. Sebelum penerapan
anestesi umum, dokumentasi yang tepat harus membahas dasar untuk
penggunaan anestesi umum, otoritas informasi, instruksi yang diberikan
kepada orang tua, tindakan pencegahan diet dan evaluasi kesehatan pra
operasi.13
3. Penghirupan Oksida Nitrogen / Oksigen
Penghirupan nitro oksida / oksigen adalah teknik yang aman dan
berguna untuk mengurangi kecemasan dan mengembangkan komunikasi
yang efektif. Permulaan tindakannya cepat, efeknya dititrasi dan

3
reversibel, dan peningkatannya cepat dan lengkap. Juga, inhalasi nitro
oksida / oksigen mengintervensi sejumlah analgesia, pengurangan refleks
muntah dan amnesia. Perlu untuk mendiagnosis dan mengobati, serta
perlindungan pasien dan praktisi, harus diukur sebelum penggunaan nitro
oksida / oksigen.13

II.7Teori Komunikasi
Komunikasi dokter gigi dengan pasien anak merupakan hubungan
yang berlangsung antara dokter gigi , pasien anak dan orang tua pasien
selama proses pemeriksaan atau pengobatan. Komunikasi sangatlah
diperlukan terutama saat menangani pasien anak. Dalam hal ini seorang
dokter gigi harus terus meningkatkan profesionalismenya dengan terus
menganut konsep belajar sepanjang hayat. 3 Kesehatan gigi dan mulut
pada anak mempunyai peranan yang sangat penting karena merupakan
bagian integral dari seluruh kesehatan dan pertumbuhan. Karena itu
komunikasi yang efektif antara dokter gigi, anak dan orang tua pasien
merupakan komponen yang penting agar dapat menumbuhkan
kepercayaan pasien. Hubungan yang efektif antar ketiganya dapat
mengurangi keraguan akan perawatan gigi pada anak. Bila dokter gigi
tanggap pada respon anak dan orang tua atas informasi yang
disampaikannya maka anak dan orang tua akan lebih terbuka dalam
mendengar dan belajar. Pedodontic Treatment Triangle adalah gambaran
hubungan antar komponen dalam segitiga perawatan pedodontik dimana
setiap komponen saling berhubungan erat, posisi anak pada puncak
segitiga dan posisi orang tua serta dokter gigi pada masing-masing sudut
kaki segitiga. Garis menunjukan komunikasi berjalan dua arah antar
masing komponen dan merupakan hubungan timbal balik. 14

Anak

Dokter Gigi Orang Tua

2
Ada beberapa teknik komukasi yang efektif terhadap anak, diantaranya
yakni:

1. Menciptakan komunikasi
Yakni mengikutsertakan anak dalam percakapan, diperlukan selain
agar dokter gigi dapat memahami pasien, juga sekaligus membuat
anak jadi lebih rileks. Banyak cara untuk menciptakan komunikasi
verbal, dan keefektivan dari komunikasi ini tergantung dari usia anak.
Tahap awal yang sangat baik untuk memulainya ialah dengan
memberikan komentarkomentar yang bersifat pujian dan diikuti
dengan pertanyaan-pertanyaan yang merangsang timbulnya jawaban
dari anak, selain kata “ya” atau “tidak”. 15
2. Melalui Komunikator
Biasanya, asisten dental yang berbicara dengan anak selama
perjalanan pasien dari ruang resepsionis sampai ke ruang operator dan
juga selama proses preparasi di dental unit.

3. Kontrol suara
Dokter gigi sebaiknya mengeluarkan kata-kata yang tegas tetapi
lembut, agar dapat menarik perhatian anak dan memberhentikan anak
dari segala aktivitas yang sedang dikerjakannya. 15

4. Kejelasan pasien
Komunikasi ialah sesuatu yang kompleks dan multisensoris.
Didalamnya mencakup penyampai pesan (dokter gigi), media (kata-
kata yang diucapkan), dan penerima pesan (pasien). Pesan yang
disampaikan harus dapat dimengerti dengan satu pemikiran yang sama

3
antara penyampai pesan dan penerima pesan. Sangat sering digunakan
eufimisme (pengganti kata) untuk lebih dimengerti dalam menjelaskan
prosedur terhadap pasien muda. 15

5. Komunikasi multisensory
Komunikasi verbal fokus pada apa yang diucapkan dan bagaimana
katakata itu diucapkan. Komunikasi non-verbal juga dapat
disampaikan melalui kontak tubuh.4 Contohnya, dokter gigi
meletakkan tangannya pada pundak anak saat duduk di dental chair
agar merasakan kehangatan dan lebih merasa bersahabat. Kontak mata
juga penting. Dokter gigi sebaiknya menatap anak dengan tatapan
lembut dan tidak melotot. 15

6. Masalah kepemilikan
Pada suatu masa, adakalanya dokter gigi lupa dengan siapa dia
berhadapan. Mereka memanggil “kamu” kepada anak tersebut.
Panggil anak dengan panggilan di rumahnya karena kata “kamu” lebih
mengimplikasikan bahwa anak tersebut salah. 15

7. Aktif Mendengarkan
Mendengarkan juga penting dalam merawat anak. Aktif
mendengarkan ialah tahap kedua terbaik yang diungkapkan Wepman
dan Sonnenberg dalam teknik berkomunikasi. Sehingga pasien
terstimulasi untuk mengungkapkan apa yang dirasakannya. 15

8. Respon yang tepat


Dokter gigi juga harus memberikan respon yang positif terhadap apa
yang diungkapkan anak.15

2
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Anak yang datang ke klinik memiliki keluhan yang berbeda-beda serta
pastinya memiliki tingkah laku yang berbeda-beda pula terhadap perawatan
gigi dan mulut yang akan diberikan. Berbagai macam tipe anak diantaranya
ada yang bersikap kooperatif terhadap perawatan gigi dan tidak sedikit yang
berperilaku tidak kooperatif. Perilaku tak kooperatif merupakan tanda atau
implementasi dari rasa takut dan cemas anak terhadap perawatan gigi dan
mulut. Penyebabnya dapat berasal dari anak itu sendiri, orang tua, dokter gigi,
ataupun lingkungan klinik. Perilaku kooperatif merupakan kunci keberhasilan
perawatan gigi dan mulut karena anak dapat dirawat dengan baik jika
menunjukkan sikap positifnya.

3.2 Saran
Dalam menyikapi sikap atau perilaku anak yang berbeda-beda di klinik
terutama yang tidak kooperatif kesabaran seorang dokter gigi sangatlah
diperlukan selain itu terdapat banyak metode dalam menghadapi anak yang
kurang ataupun tidak kooperatif diantaranya secara nonfarmakologis dan
farmakologis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kilegman Robert M, Stanton Bonita F, Geme Joseph. Nelson


TextbookofPediatrics. 19th ed. Philadelphia : Elsevier. 2011. pp. 17-8, 23-7
2. Asnani KanchanHarikishan. Essentials ofPediatricDentistry. Nagpur :
Jaypee Brothers MedicalPublishers. 2010. pp. 44-5
3. JawdekarAshwin. ChildManagement in ClinicalDentistry. Mumbai : Jaypee
Brothers MedicalPublishers. 2010. pp. 31-2
4. Cameron A, Widmer A. HandbookPediatricDentistry. Philadelphia:
Elsevier. 2004. p. 27
5. Welbury Richard R, Duggalamonty, Hosey MT. PediatricDentistry. 3rd ed.
Italy : NewgenImaging System Ltd. 2004. pp. 28-9
6. Hijriati. Tahapan perkembangan kognitif pada masa early childhood. 2016
Juni;1(2):39-43
7. Setiawan ,SA. Aplikasi Teori Belajar Sosial dalam Penatalaksanaan Rasa
Takut dan Cemas Anak Pada Perawatan Gigi . Dent. J (Maj.Ked.Gigi).
2014; Vol. 47 (2). hal . 98
8. Mcdonald RE, Avery DR, Dean JA. Dentistry for the child and adolescent.
9thEd. Elsevier:China;2004. Pp 38-9.
9. Jain V, Sarkar S, Saha S,et al. Basic Behaviour Guidance Factors and
Techniques for Effective Child Management in Dental Clinic-An Update
Review. International Journal of Oral Health and Medical Research : 3016 ;
3(1) p.179-181
10. Rao A. Principles and Practice of Pedodontics.2nd ed. New Delhi :
Jaypee;2008 pp.101-108
11. Herdianti Y, Sasmita IS. Pendekatan Ideal pada Anak dalam Perawatan
Gigi. Prosiding Temu Ilmiah Forum Dies 55 Fakultas Kedoktera
Universitas Padjajaran. Bandung : Unpad Press ; 3015 pp. 335-331
12. Wright GZ,Kupietzky A.Behaviour Management in Destistry for
Children.2nd ed. India : WB Sounders co 1975 ; 2014 pp.73-88

23
13. SingH, Rehman R, Kadtane S. Technique for the Behaviours Management
in Pediatric Dentistry. International Journal of Scientific Study : 2014 ; 2(7)
pp.271-272
14. Soparmin S. Pedodontic treatment triangle berperan dalam proses
keberhasilan perawatan gigi anak. hal 1-2
15. Amaiah R. Lindasari S.Teknik Managemen Perilaku dalam Kedokteran
Gigi Anak Selama Perawatan. hal. 14-5

15

Anda mungkin juga menyukai