Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam adalah suatu keadaaan dimana suhu tubuh melebihi normal

≥ 38 °C, yang biasanya diakibatkan oleh kondisi tubuh atau eksternal yang

menciptakan lebih banyak panas daripaa yang dapat dikeluarkan oleh tubuh,

seperti sengatan panas, toksisitas aspirin, kejang atau hipertiroidisme

(Wong,2004). World Health Organization ( WHO) memperkirakan jumlah

kasus demam diseluruh dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu

kematian tiap tahunnya (Aryanti,2014).

Prevalensi anak yang mengalami demam tidak dilaporkan secara

spesifik karena demam merupakan gejala dari sebuah penyakit. Sebagai

gambaran kejadian demam pada anak Indonesia, diperkirakan saat ini sekitar

38 % dari 4.600 anak berusia kurang dari 16 tahun yang menderita demam

62 % dibawa oleh orang tuanya langsung ke puskesmas, 46 % dianggap

membutuhkan tindakan darurat, misalnya kesulitan bernafas, gangguan perut,

gangguan saraf atau demam karena alasan yang tidak jelas (Anna,2018).

Berdasarkan data yang tercatat di Medical Record Puskesmas Ganjar

Agung Metro diketahui bahwa demam pada anak merupakan penyebab utama

anak dirawat di puskesmas. Beberapa kejadian penyakit yang menunjukkan

gejala demam dan menyebabkan anak dirawat di Puskesmas Ganjar Agung


Metro tahun 2019 yaitu infeksi saluran nafas atas 221 kasus, diare 187 kasus,

kejang demam 141 kasus, pneumonia 83 kasus, penyakit virus 73 kasus,

demam yang tidak diketahui penyebabnya 75 kasus, DHF 83 kasus, faringitis

akut 39 kasus dan epilepsy 36 kasus ( Medical Record Puskesmas Ganjar

Agung Metro,2019).

Suhu tubuh mempresentasikan keseimbangan antara proses produksi

dan pelepasan panas. Kulit dengan kemampuannya untuk mengubah

kecepatan hilangnya panas adalah titik utama regulasi suhu tubuh. Kecepatan

hilangnya panas bergantung terutama pada suhu permukaan kulit yang

merupakan fungsi dari aliran darah kulit. Aliran darah kulit bervariasi dalam

respon terhadap perubahan suhu inti tubuh dan perubahan suhu lingkungan

eksternal (Black&Hawks,2014).

Demam adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh melebihi normal

≥ 38 °C, yang biasanya diakibatkan oleh kondisi tubuh atau eksternal yang

menciptakan lebih banyak daripada yang dapat dikeluarkan oleh tubuh, seperti

sengatan panas, toksisitas aspirin, kejang atau hipertiroidisme (Wong,2004).

Demam terjadi karena ketidakmampuan mekanisme kehilangan panas

untuk mengimbangi produksi panas yang berlebihan sehingga terjadi

peningkatan suhu tubuh. Demam tidak berbahaya jika dibawah 39 °C dan

pengukuran tunggal tidak menggambarkan demam. Selain adanya tanda

klinis, penentuan demam juga didasarkan pada pembacaan suhu pada waktu

yang berbeda dalam satu hari dan dibandingkan dengan nilai normal individu

tersebut (Potter & Perry,2010).


Demam merupakan peningkatan suhu tubuh tanpa peningkatan titik

pengaturan suhu hipotalamus. Demam dapat menyebabkan kerusakan saraf,

koagulasi sel protein dan kematian. Pada suhu 41 °C kerusakan saraf dapt

menyebabkan kejang (Huether & McCance, 2017).

Suriadi & Yuliani (2010) menyatakan demam dapat menyebabkan

kejang, resiko persisten bakteremia, resiko kearah keseriusan penyakit. Upaya

yang dapat dilakukan untuk menghindari komplikasi atau dampak lanjut dari

demam pada anak, maka perlu dilakukan penatalaksanaan demam yang tepat

diantaranya menggunakan tapid sponge. Tapid sponge yaitu salah satu metode

fisik untuk menurunkan suhu tubuh bila anak mengalami demam. Metode

kompres yang lebih baik adalah kompres tapid sponge yaitu sebuah tekhnik

kompres hangat yang menggabungkan tekhnik kompres blok pada pembuluh

darah supervisial dengan tekhnik seka. Tapid sponge efektif dalam

mengurangi suhu tubuh pada anak dengan hipertermia dan juga membantu

dalam mengurangi rasa sakit atau ketidaknyamanan (Maisyaroh,2016).

Tapid sponge merupakan tindakan menyeka badan pasien untuk

menurunkan suhu tubuh (Marni, 2016). Pemberian tapid sponge 15-30 menit

dapat menurunkan suhu tubuh melalui konduksi. Konduksi adalah transfer

panas melalui kontak. Saat kulit yang hangat menyentuh objek yang lebih

dingin (tindakan tapid sponge), panas akan hilang (Potter & Perry,2010).

Pembuluh darah akan terjadi peningkatan aliran darah yang

mengakibatkan perubahan suhu tubuh (termoreseptor perifer). Termoreseptor

perifer memantau suhu kulit diseluruh tubuh dan menyalurkan informasi


mengenai perubahan suhu permukaan ke hipotalamus. Suhu inti dipantau oleh

termoreseptor sentral, yang terletak di hipotalamus itu sendiri serta ditempat

lain di susunan saraf pusat dan organ-organ abdomen. Di hipotalamus

diketahui terdapat dua pusat pengaturan suhu. Regio posterior diaktifkan oleh

suhu dingin dan kemudian memicu refleks-refleks yang memperantarai

produksi panas dan konversi panas. Regio anterior yang diaktifkan oleh rasa

hangat memicu refleks-refleks yang memperantarai pengurangan panas

(Sherwood,2001).

Hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Haryani (2013)

menunjukan bahwa ada pengaruh kompres tapid sponge hangat terhadap

penurunan suhu tubuh pada anak umur 1-10 tahun dengan hipertermia. Dilihat

dari hasil analisis uji wilcoxon signed rank test didapatkan p-value sebesar

0.0001 < 0.05 dengan penurunan rata-rata sebesar 1,4 ° C.

Penelitian lain yang dilakukan oleh (Keliobas,2015) menunjukkan

bahwa tekhnik kompres terbukti efektif menurunkan suhu tubuh anak namun

pada hasil analisis perbedaan didapatkan bahwa kompres tapid sponge lebih

efektif terhadap penurunan suhu tubuh. Hasil uji independent sample T-Test

nilai signifikan atau p-value sebesar 0.0001.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

intervensi tentang “ Penerapan Tapid Sponge Untuk Menurunkan Suhu Tubuh

Pada Anak Yang Mengalami Demam di Puskesmas Ganjar Agung Metro

Tahun 2020 “.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan dalam latar belakang diatas maka rumusan

masalah dalam karya tulis ilmiah ini adalah : “ Bagaimanakah suhu tubuh

anak yang mengalami demam setelah diberikan intervensi Tapid Sponge di

Puskesmas Ganjar Agung Metro “.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Secara umum tujuan karya tulis ilmiah ini adalah untuk menurunkan

suhu tubuh anak yang mengalami demam menggunakan tapid sponge di

Puskesmas Ganjar Agung Metro.

2. Tujuan Khusus

a. Teridentifikasi deskripsi karakteristik responden di Puskesmas Ganjar

Agung Metro tahun 2020.

b. Teridentifikasi suhu tubuh anak yang mengalami demam sebelum

pemberian tapid sponge di Puskesmas Ganjar Agung Metro tahun

2020.

c. Teridentifikasi suhu tubuh anak yang mengalami demam setelah

pemberian tapid sponge di Puskesmas Ganjar Agung Metro tahun

2020.

d. Diketahui perbedaan sebelum dan sesudah pemberian tapid sponge.


D. Manfaat Penelitian

1. Praktis

Metode tapid sponge ini diharapkan dapat menambah informasi bagi

masyarakat khususnya bagi keluarga yang memiliki anak agar dapat

menjadikan tapid sponge sebagai metode sederhana dalam

penatalaksanaan demam pada anak.

2. Teoritis

Diharapkan karya tulis ilmiah ini mampu menambah informasi peneliti

maupun praktisi kesehatan dalam mengembangkan berbagai metode yang

tepat untuk menurunkan suhu tubuh anak yang mengalami demam.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Fisiologi Suhu Tubuh

1. Definisi

Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang dihasilkan

tubuh dengan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar (Potter &

Perry,2010).

2. Pengaturan Suhu Tubuh

Pengaturan suhu (termoregulasi) diperantai oleh sistem hipotalamus

dan endokrin. Hipotalamus mendapatkan informasi tentang suhu kulit dan

suhu inti melalui termoreseptor perifer pada kulit dan organ abdomen

(serabut C tidak bermielin dan serabut A-delta bermielin tipis) dan

termoreseptor sentral pada hipotalamus dan medula spinalis,organ

abdomen dan lokasi sentral lain. Apabila suhu rendah atau tinggi,

hipotalamus mencetuskan berbagai mekanisme untuk menghasilkan,

menyimpan atau mencegah kehilangan panas (Huether & Mc Cance,

2017).

Suhu tubuh mempresentasikan keseimbangan antara proses produksi

dan pelepasan panas. Kulit dengan kemampuannya untuk mengubah

kecepatan hilangnya panas adalah titik utama regulasi suhu tubuh.

Kecepatan hilangnya panas bergantung terutama pada suhu permukaan

kulit yang merupakan fungsi dari aliran darah kulit. Aliran darah kulit
bervariasi dalam respon terhadap perubahan suhu inti tubuh dan

perubahan suhu lingkungan eksternal (Black&Hawks,2014).

Aliran darah ke kulit diatur dalam dua proses. Perfusi langsung adalah

dari bantalan kapiler yang masuk dengan arah lateral. Kulit juga mendapat

perfusi secara ventrikel dari pembuluh yang masuk dari otot dan fasia

yang mendukungnya. Secara umum pembuluh darah berdilatasi saat suhu

panas dan berkontriksi pada suhu dingin. Hipotalamus bertanggung jawab

secara parsial untuk meregulasi aliran darah kulit, terutama ke ekstremitas,

wajah, telinga dan ujung hidung. Mempertahankan keseimbangan suhu

memungkinkan suhu internal tubuh menetap pada kira-kira 37 ° C

(Black&Hawks,2014).

Dalam keadaaan stres panas yang berat, peningkatan aliran darah ke

kulit tidak cukup untuk melepaskan beban suhu. Kelenjar ekrin

memproduksi keringat dan penyejukan ditingkatkan dengan evaporasi

cairan dari kulit. Kelenjar ekrin unik bahwa saraf kolinergik simpatis ini

menggunakan asetikolin (bukan norepinefrin) sebagai neurotransmiter.

Berkeringat secara signifikan meningkatkan kapasitas termoregulasi tubuh

(Black&Hawks,2014).

3. Mekanisme Suhu Tubuh

Mekanisme suhu tubuh dimulai dengan hypotamic thyrotopin-

stimulating hormone-releasing hormone (TSH-RH), hormon ini

menstimulasi hipofisis anterior untuk melepaskan thyroid-stimulating

hormone (TSH), yang bekerja pada kelenjar tiroid dan menstimulasi


pelepasan tiroksin. Tiroksin kemudian bekerja pada medula adrenalis dan

menyebabkan pelepasan epinefrin ke aliran darah. Epinefrin

menyebabkan vasokontriksi, glikolisis dan peningkatan metabolisme

yang menyebabkan suhu panas tubuh. Noreprinefrin dan tiroksin

mengaktifkan termogenesis lemak coklat dimana energi dilepaskan

sebagai panas, bukan sebagai adenosin terifosfat (ATP). Panas kemudian

didistribusikan melalui sistem sirkulasi (Huether & Mc Cance, 2017).

Hipotalamus mendorong penyimpanan (konservasi panas melalui

aktivasi sistem saraf simpatis yang menstimulasi korteks adrenal dan

peningkatan tonus otot rangka, menggigil dan menyebabkan

vasokontriksi. Melalui kontriksi pembuluh darah perifer, darah yang

setelah dihangatkan secara sentral dibawa dari perifer hingga ke pusat

tubuh di mana panas dapat dipertahankan. Mekanisme involunter ini

diuntungkan oleh sifat insulator lapisan kulit dan lemak subkutan yang

bersekat sekat untuk menjaga suhu pusat. Hipotalamus meneruskan

informasi ke korteks serebri mengenai suhu dingin dan respon volunter

yang timbul. Secara khas individu akan menggunakan pakaian tebal , terus

bergerak atau meringkuk. Pakaian tebal akan mengisolasikan panas ,

bergerak akan meningkatkan aktivitas otot rangka, sedangkan meringkuk

akan menurunkan luas permukaan kulit. Hasil akhirnya adalah kehilangan

panas melalui radiasi, konveksi dan konduksi akan menurun (Huether &

McCance,2017).
Hipotalamus berespons terhadap suhu inti dan suhu perifer yang lebih

hangat melalui pembalikan mekanisme kehilangan panas. Kehilangan

panas tercapai melalui radiasi, konduksi, konveksi, vasodilatasi, evaporasi

(berkeringat), penurunan tonus otot, peningkatan respirasi, tindakan

volunter dan lokasi terhadap iklim misal, meningkatkan atau menurunkan

volume keringat (Huether & McCance,2017).

4. Proses Kehilangan Suhu Tubuh

Mekanisme kehilangan panas dapat dikontrol oleh hipotalamus. Jika

kita merasa panas, kita ingin meningkatkan pengeluaran panas ke

lingkungan. Jumlah panas yang dikeluarkan ke lingkungan melalui radiasi

dan konduksi konveksi terutama ditentukan oleh gradien suhu antara kulit

dan lingkungan eksternal. Bagian tengah (inti) tubuh adalah suatu ruangan

penghasil panas yang suhunya harus dipertahankan sekitar 37,8 °C.

Terdapat suatu lapisan yang mengelilingi inti tubuh yang merupakan

tempat terjadinya pertukaran panas antara tubuh dan lingkungan eksternal.

Sebagai usaha untuk mempertahankan suhu inti yang konstan, kapasitas

insulatif dan suhu lapisan suhu lapisan ini dapat disesuaikan untuk

mengubah-ubah gradien suhu antara kulit dan lingkungan eksternal,

sehingga tingkat pengeluaran panas dapat dipengaruhi (Sherwood,2011)

B. Demam

1. Definisi

2. Etiologi

3. Manifestasi klinis
4. Patofisiologi

5. Komplikasi

6. Pengaturan Suhu Pada Anak

7. Penatalaksanaan

C. Tapid Sponge ( Seka )

1. Definisi

2. Tujuan dan Indikasi

3. Mekanisme Tapid Sponge Terhadap Perubahan Suhu

4. Prosedur

D. Penelitian Terkait ( Evidence Based )

E.

Anda mungkin juga menyukai