Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang masalah

Salah satu dampak dari kapitalisme yakni uang berfluktuasi tak terkontrol tanpa ada standar
acuan yang baku. Konsep uang yang semula digunakan sebagai:

1. alat pertukaran atau media pembayaran


2. alat untuk menyimpan nilai
3. alat satuan hitung
4. juga dipakai sebagai alat spekulasi.

Ketika uang diperdagangkan di pasar valuta asing nilainya akan terus berfluktuasi mengikuti
harga pasar (supply and demand). Berdasarkan realita, kurs pertukaran uang sesungguhnya
dengan fiat money, dimana uang dijadikan komoditas perdagangan amat sangat merugikan
individu maupun tatanan masyarakat. Sebagai contoh jumlah hutang luar negeri Indonesia yang
semula US$ 102 Milyar hanya dalam waktu satu tahun naik lima kali lipat menjadi US$ 510
Milyar, akibatnya dana yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk mensejahterakan kehidupan
rakyat sesuai dengan amanat UUD 1945, sebagian besar disedot untuk membayar bunga dan
pokok pinjaman. Untuk menutup defisit APBN kembali pemerintah harus mengandalkan hutang
sebagai sumber pendanaan.

Para ekonom sepakat ciri-ciri suatu Negara yang rentan terhadap krisis moneter adalah
apabila Negara tersebut:

 memiliki jumlah hutang luar negeri yang cukup besar


 mengalami inflasi yang tidak terkontrol
 defisit neraca pembayaran yang besar
 kurs pertukaran mata uang yang tidak seimbang
 tingkat suku bunga yang diatas kewajaran
Jika ciri-ciri di atas dimiliki oleh sebuah negara,maka dapat dipastikan Negara tersebut hanya
menunggu waktu mengalami krisis ekonomi.

Sebagaimana diketahui bahwa negara Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi yang
berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu. Tingginya tingkat krisis yang dialami negri kita ini
diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup tinggi. Sebagai dampak atas inflasi, terjadi
penurunan tabungan, berkurangnya investasi, semakin banyak modal yang dilarikan ke luar
negeri, serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Kondisi seperti ini tak bisa dibiarkan untuk
terus berlanjut dan memaksa pemerintah untuk menentukan suatu kebijakan dalam
mengatasinya.

Kebijakan moneter dengan menerapkan target inflasi yang diambil oleh pemerintah
mencerminkan arah ke sistem pasar. Artinya, orientasi pemerintah dalam mengelola
perekonomian telah bergeser ke arah makin kecilnya peran pemerintah. Tujuan pembangunan
bukan lagi semata-mata pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi lebih kepada pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan.

Penerapan kebijakan moneter dengan menggunakan target inflasi (inflation targeting) ini
diharapkan dapat menciptakan fundamental ekonomi makro yang kuat. Makalah ini akan
membahas berbagai hal yang berkaitan dengan target inflasi, yang meliputi pengertian, evolusi
teori, prasyarat, karakteristik dan elemen target inflasi. Agar dapat mengetahui dengan jelas
kondisi ekonomi nasional Indonesia hingga tahun 2000 ini, maka dalam pembahasan juga
dipaparkan tentang perkembangan ekonomi makro Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kebijakan moneter

Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk
mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera.
Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, "margin requirement",
kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui
persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.

Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk
mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga,
pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran)
serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur
dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang
seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter
dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali
akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.

Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang
tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai
tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara
persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan
kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara
lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga,
giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank
untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau
mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu :

1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy Adalah suatu kebijakan dalam
rangka menambah jumlah uang yang edar

2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy Adalah suatu kebijakan dalam
rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight
money policy)

Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu
antara lain :

1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) Operasi pasar terbuka adalah cara
mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga
pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar,
pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang
yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah
kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau
singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga
Pasar Uang.

2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate) Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang
beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum
terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk
membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral,
serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.

3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio) Rasio cadangan wajib adalah
mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan
perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang,
pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar,
pemerintah menaikkan rasio.

4. Himbauan Moral (Moral Persuasion) Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk
mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi.
Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam
mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank
meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada
perekonomian.

5.

B. Jenis-jenis Kebijakan Moneter

1. Kebijakan moneter ketat (tight money policy) untuk mengurangi/membatasi jumlah uang
beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi.
2. Kebijakan moneter longgar (easy money policy) untuk menambah jumlah uang beredar.
Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli
masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau
depresi.

Perangkat/Sarana/Instrumen Kebijakan Moneter

1. Cadangan wajib minimum (reserve requirement) atau Giro Wajib Minimum (GWM).
2. Kebijakan diskonto (discount policy) dengan menaikan atau menurunkan tingkat bunga
diskonto.
3. Operasi pasar terbuka (open market operation) dengan jual beli surat-surat berharga
seperti SBI (Sertifikat Bank Indonesia), SBPU (Sertifikat Berharga Pasar Uang), dan
lain-lain.
4. Kredit selektif dengan memprioritaskan pemberian kredit pada sektor-sektor tertentu.
5. Himbauan moral (moral suasion).
C. Kebijakan moneter di Indonesia

untuk Indonesia, sudah terlalu banyak kesalahan dalam kebijakan moneter yang kita buat di
masa yang lalu akibat kita tidak cukup memahami mengenai peran bank dan pasar kredit dalam
perekonomian.

Dalam buku terbarunya, Towards a New Paradigm in Monetary Economics, Stiglitz dan
Greenwald (2003) coba menghapus dikotomi ini. Argumen utama mereka adalah efektivitas
kebijakan moneter sangat bergantung pada kondisi dari dunia perbankan, terutama dalam
penyaluran kredit. Yang perlu diperhatikan hampir seluruh mekanisme transmisi kebijakan
moneter harus melewati sektor perbankan. Agar dapat mencapai sasaran, otoritas moneter harus
memahami komplet soal bagaimana sektor perbankan akan bereaksi terhadap perubahan dalam
kebijakan moneter.

Dalam ilmu ekonomi moneter konvensional, peran bank hanya diperhitungkan dari sisi
kewajibannya. Broad money (M2) didefinisikan sebagai penjumlahan uang kartal, giro, tabungan
(saving deposit), dan deposito (time deposit). Definisi ini hanya mengukur uang dari sisi
transactional demand dan spending power para penabung. Konsep ini jelas meniadakan peran
bank sebagai lembaga intermediasi keuangan, yaitu pengumpul dana masyarakat yang sekaligus
merangkap sebagai penyalur kredit.

1.       Perkembangan Ekonomi Makro di Indonesia Sejak Tahun 1980-an.

Program pembangunan bidang ekonomi di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1970-an
dan menunjukkan perkembangan yang pesat sejak tahun 1980-an. Pada masa itu pemerintah
memberikan banyak kemudahan bagi para investor yang akan berinvestasi di bidang keuangan
dan perbankan. Hingga pertengahan tahun 1990-an perekonomian Indonesia terlihat semakin
kuat dan mulai terpandang di dunia internasional. Dalam artikel ini akan dibahas perkembangan
ekonomi di Indonesia saat mulai berkembang tahun 1980-an hingga terjadinya krisis moneter
pada tahun 1997.

2.       Perkembangan Moneter Perbankan.


Krisis moneter di Indonesia telah memporak-porandakan sektor keuangan yang
sebelumnya tengah berkembang pesat sejak tahun 1980-an. Dalam upaya pemulihan sektor
keuangan Indonesia, telah dilakukan restrukturisasi sistem moneter sejak tahun 1998. Bentuk
nyata restrukturisasi dilakukan dengan cara menyehatkan bank dan memberikan independensi
kepada Bank Sentral. Meski telah menelan banyak biaya dan telah dilaksanakan lebih dari tiga
tahun, namun proses penyehatan sistem moneter belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.

3.       Kebijakan Moneter

Kondisi ekonomi negara Indonesia pada masa orde baru sudah pernah memanas. Pada
saat itu pemerintah melakukan kebijakan moneter berupa contractionary monetary policy dan
vice versa. Kebijakan tersebut cukup efektif dalam menjaga stabilisasi ekonomi dan ongkos yang
harus dibayar relatif murah. Kebijakan moneter yang ditempuh saat ini berupa open market
operation memerlukan ongkos yang mahal. Kondisi ini diperparah dengan adanya kendala yang
lebih besar, yaitu pengaruh pasar keuangan internasional.

4.       Kebijakan Fiskal.

Berdasarkan AD/ART pemerintah negara Indonesia, sebagaimana yang dipublikasikan


oleh BI, untuk semester pertama tahun anggaran 2000 terlihat bahwa telah terjadi defisit
anggaran yang disebabkan oleh peningkatan pengeluaran untuk subsidi dan pembayaran bunga
hutang. Meski sebenarnya terjadi peningkatan penerimaan, namun ternyata besarnya peningkatan
penerimaan masih jauh lebih rendah dibanding peningkatan pengeluaran.

Dominasi kebijakan moneter dibanding kebijakan fiskal dan deregulasi sektor riil
menyebabkan terjadinya kebijakan makro ekonomi yang tidak seimbang.

5         Prospek Ekonomi Jangka Pendek.

            Ditinjau dari aspek ekonomi makro, kinerja perekonomian bukan hanya dipengaruhi oleh
faktor-faktor internal, namun juga dari faktor eksternal. Kondisi ekonomi sangat dipengaruhi
oleh kondisi politik dan keamanan dalam negeri. Untuk beberapa tahun ke depan, kegiatan
ekonomi Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan, dengan asumsi kondisi politik
dan keamanan stabil. Peningkatan pertumbuhan ekonomi bertumpu pada kenaikan ekspor yang
dewasa ini mulai membaik kembali.

6         Target Inflasi.

Pengertian.

Ada berbagai kebijakan yang biasa dipergunakan oleh pemerintah dalam menangani
permasalahan ekonomi, misalnya kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Target inflasi
merupakan salah satu bentuk kebijakan moneter yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia
dalam upaya pemulihan kondisi ekonomi nasional. Dalam hal ini Bank Indonesia selaku bank
sentral menetapkan target laju inflasi untuk periode jangka waktu tertentu. Dengan demikian,
kebijakan target inflasi lebih berorientasi ke depan (forward looking) dibanding kebijakan-
kebijakan moneter sebelumnya (yang oleh BI disebut juga kebijakan konvensional).

Tidak seperti halnya kebijakan moneter konvensional yang senantiasa mempergunakan


target antara besaran moneter, dalam target inflasi diperggunakan proyeksi inflasi. Kalaupun
harus mempergunakan target antara, biasanya akan digunakan tingkat bunga jangka pendek.

Evolusi Teori.

            Inflasi sebagai sasaran utama dan indepensi bank sentral sebagai pengendali inflasi
merupakan landasan dari target inflasi. Konsep target inflasi ini merupakan produk dari evolusi
teori moneter dan akumulasi pengalaman empiris. Teori-teori moneter yang memberikan
kontribusi bagi pematangan konsep ini meliputi teori klasik hingga teori modern, antara lain:

·         Teori Klasik >< Teori Keynes.

Menurut teori Klasik, kebijakan moneter tidak berpengaruh terhadap sektor riil.
Sedangkan menurut teori Keynes, sektor moneter dan sektor riil saling terkait melalui suku
bunga. Berdasarkan perkembangan teori dan pengalaman empirik, disimpulkan bahwa dalam
jangka panjang teori yang sesuai untuk dipergunakan adalah teori Klasik, sedangkan dalam
jangka pendek teori Keynes lebih tepat. Kebijakan moneter hanya mempunyai dampak permanen
pada tingkat harga umum (inflasi). Dengan kata lain bahwa pembenahan sektor ekonomi dapat
dilakukan dengan cara pengendalian inflasi.

·         Teori klasik modern >< Teori Keynes.

Salah satu penganut teori klasik modern, Milton Friedman, mengemukakan bahwa
kebijakan rule lebih baik dibanding discretion. Pendapat tersebut bertolak belakang dengan teori
Keynes. Kemudian, untuk menentukan pilihan atas rule vs discretion, target inflasi menawarkan
suatu framework yang mengkombinasikan keduanya secara sistematis, yang disebut dengan
constrained discretion. Karena pada dasarnya, dalam praktik kebijakan moneter tidak ada yang
murni rules ataupun murni discretion.  

·         Teori kuantitas >< Teori Keynes.

Teori Keynes mempergunakan tingkat bunga sebagai sasaran antara, sedangkan dalam
teori kuantitas digunakan jumlah uang beredar. Penggunaan sasaran antara, baik berupa tingkat
bunga maupun kuantitas uang, akan menyebabkan pembatasan diri terhadap informasi. Guna
menghindarkan polemik ini, kebijakan target inflasi menentukan inflasi sebagai sasaran akhir.
Dengan demikian target inflasi menggunakan mekanisme transmisi yang relevan, tidak harus
tingkat bunga ataupun kuantitas uang. Dengan mengambil inflasi sebagai sasaran akhir, otoritas
moneter dapat lebih bebas dan lebih fleksibel dalam menggunakan semua data dan informasi
yang tersedia untuk mencapai sasaran, karena inflasi dipengaruhi bukan hanya oleh satu faktor.

·         Teori rational expectations.

Teori rational expectations menyebutkan bahwa faktor ekspektasi mempunyai peran


penting, karena mempengaruhi perilaku dan reaksi para pelaku ekonomi terhadap suatu
kebijakan. Kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi output dalam jangka pendek,
karena setelah ekspektasi masyarakat berperan, output akan kembali seperti semula.
Ekspektasi masyarakat inilah yang menjadi kunci keberhasilan yang harus dapat
dikendalikan. Dengan penerapan target inflasi dalam kebijakan moneter, diharapkan dapat
menjadi anchor bagi ekspektasi masyarakat.
·         Teori moneter modern.

Dalam perkembangan selanjutnya, teori moneter modern memasukkan aspek


kredibilitas yang bersumber dari masalah time inconsistency. Artinya bahwa inkonsistensi
dalam kebijakan moneter dapat terjadi apabila otoritas moneter terpaksa harus mengorbankan
sasaran jangka panjang (inflasi) demi mencapai sasaran lain dalam jangka pendek. Agar hal
ini tidak terjadi, maka pengendalian inflasi harus menjadi sasaran tunggal, atau setidaknya
menjadi sasaran utama. Menetapkan inflasi sebagai sasaran utama berarti menghindarkan diri
dari inkonsistensi kebijakan.

7         Prasyarat.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan moneter dapat mencapai
keberhasilan dalam pelaksanaannya. Prasyarat tersebut meliputi:

-          Indepensi Bank Sentral.

Sebenarnya tak ada Bank Sentral yang bisa bersifat benar-benar independen tanpa
campur tangan dari pemerintah. Namun demikian, ada instrumen kebijakan yang
tidak dipengaruhi oleh pemerintah, misalnya melalui kebijakan fiskal.

-          Fokus terhadap sasaran.

Pengendalian inflasi hanyalah salah satu di antara beberapa sasaran lain yang
hendak dicapai oleh Bank Sentral. Sasaran-sasaran lain kadang-kadang
bertentangan dengan sasaran pengendalian inflasi, misalnya sasaran pertumbuhan
ekonomi, kesempatan kerja, neraca pembayaran, dan kurs. Oleh karena itu,
seharusnya bank Sentral tidak menetapkan sasaran lain dan berfokus pada sasaran
utama pengendalian inflasi.

-          Capacity to forecast inflation.


Bank Sentral mutlak harus mempunyai kemampuan untuk memprediksi inflasi
secara akurat, sehingga dapat menetapkan target inflasi yang hendak dicapai.

-          Pengawasan instrumen

Bank Sentral harus memiliki kemampuan untuk mengawasi instrumen-instrumen


kebijakan moneter.

-          Pelaksanaan secara konsisten dan transparan.

Dengan pelaksanaan target inflasi secara konsisten dan transparan, maka


kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan yang ditetapkan semakin meningkat.

-          Fleksibel sekaligus kredibel

Biasanya, kebijakan yang fleksibel akan cenderung kurang kredibel dan hal itu
merupakan dilema dalam penentuan kebijakan. Aturan Taylor (Taylor’s rule)
dapat dipergunakan sebagai pedoman untuk mengatasi dilema tersebut.

8         Karakteristik. 

Dalam mengatur/menggunakan instrumen, kebijakan target inflasi ini lebih berwawasan ke


depan. Hal ini dapat dilihat dari karakteristik yang dimilikinya, yaitu: 

a. Dalam kebijakan ini target dan indikator inflasi ditentukan terlebih dahulu dan
dipergunakan sebagai pegangan dalam pelaksanaan kebijakan moneter.

b. Dalam kebijakan ini juga dibuat prediksi inflasi di masa yang akan datang. Prediksi
dilakukan dengan mempergunakan data besaran moneter, tingkat bunga, kurs, harga aset,
harga barang industri dan sebagainya.
c. Melakukan review terhadap kinerja kebijakan moneter. Hasil tinjauan tersebut dapat
dipergunakan sebagai bahan evaluasi untuk memperbaiki kinerja selanjutnya.

9         Elemen-elemen.

Berdasarkan teori dan penjabaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa elemen-elemen dalam
target inflasi terdiri atas:

a. Sasaran target inflasi.

Sasaran utama dalam kebijakan target inflasi adalah pengendalian inflasi. Kalau ada sasaran-
sasaran lain di samping sasaran ini, maka sasaran yang lain harus tunduk pada sasaran
utama. 

b. Laporan pelaksanaan

Mestinya, publik perlu untuk mengetahui sasaran kebijakan ini. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka hasil yang telah dicapai oleh kebijakan ini harus dimonitor, dilaporkan dan
diumumkan secara periodik. Ini penting bagi publik agar dapat mengukur keberhasilan
kebijakan ini, karena akan berpengaruh terhadap ekspektasi masyarakat.

c. Independensi

Dengan adanya independensi dalam menentukan kebijakan, maka peluang tercapainya


sasaran akan lebih maksimal. 

d. Komunikasi

Dalam pelaksanaan kebijakan ini perlu adanya komunikasi yang efektif terhadap publik
tentang cara-cara pencapaian sasaran inflasi dan mekanisme transmisi yang jelas. 

e. Data dan informasi


Data dan informasi yang relevan, terbaru dan lengkap diperlukan untuk melakukan analisis
kebijakan yang prima.

10     Prospek. 

Kebijakan target inflasi ini telah dilaksanakan di negara-negara Selandia Baru, Kanada,
Inggris, Finlandia, Swedia, Australia, Spanyol, Korea dan Filipina. Negara-negara tersebut
mendapatkan keberhasilan dalam menekan laju inflasi dengan penerapan kebijakan ini.

Seperti halnya Indonesia, negara-negara tersebut sebelumnya juga mempergunakan


kebijakan moneter dengan target antara. Karena adanya kesamaan permasalahan dan latar
belakang, maka diharapkan pelaksanaan target inflasi di negara kita juga akan dapat menuai
keberhasilan.

11     Berbagai Hambatan Dalam Pelaksanaan Targat Inflasi. 

Meski kebijakan target inflasi ini cukup menjanjikan, namun sebenarnya terdapat banyak
hambatan yang berkaitan dengan banyaknya prasyarat yang harus dipenuhi dalam
pelaksanaannya di Indonesia. Ditambah dengan adanya faktor lain yang juga menjadi kendala
dalam pemberlakuan kebijakan ini. Secara singkat, hambatan-hambatan dapat dijelaskan sebagai
berikut:

-          Hambatan dalam menciptakan independensi

-          Sulitnya menciptakan independensi bank sentral, karena hingga saat ini sistem
pemerintahan Indonesia tidak memungkinkan untuk memberikan kewenangan
penuh terhadap suatu lembaga/otoritas dalam menjalankan fungsi pengawasan
instrumen keuangan. Dengan kata lain bahwa pemerintah tidak dapat benar-benar
tidak turun campur tangan dalam urusan lembaga pengawas, meski lembaga
tersebut disebut lembaga independen. Para pejabat dalam lembaga tersebut digaji
oleh pemerintah, yang berarti loyalitas mereka terhadap pemerintah tak diragukan
lagi. Hal ini jelas-jelas menyebabkan fungsi pengawasan tak dapat berjalan
sebagaimana mestinya.

-          Hambatan dalam memprediksi inflasi.

-          Kemampuan untuk memprediksi inflasi merupakan kunci utama dalam


pelaksanaan kebijakan target inflasi. Kemungkinan besar, peramalan inflasi di
Indonesia akan sulit dilaksanakan. Hal ini berkaitan dengan kondisi politik dan
keamanan yang boleh dikatakan tidak menentu akhir-akhir ini. Padahal, stabilitas
nasional sangat berperan dalam menentukan kondisi ekonomi suatu negara. Untuk
saat ini, para investor masih beranggapan bahwa negara kita tidak cukup kondusif
bagi investasi. Isu-isu seputar politik dan keamanan daerah sudah rawan untuk
memporak-porandakan perekonomian nasional. Jika stabilitas belum tercapai,
mustahil dapat memprediksi dengan cermat.

-          Hambatan dalam mewujudkan kebijakan secara konsisten dan transparan.

-          Pelaksanaan kebijakan target inflasi secara konsisten dan transparan juga akan
sulit terwujud. Tingkat korupsi di Indonesia yang sedemikian tinggi akan
mempersulit pemerintah dalam meraih kepercayaan dari masyarakat. Juga
maraknya praktik kolusi yang menyebabkan sikap masyarakat semakin apatis dan
enggan berpartisipasi dalam pelaksanaan pemulihan krisis ekonomi. Kebijakan
target inflasi belum tentu didukung oleh masyarakat, kecuali apabila lembaga
pelaksana kebijakan ini dapat meyakinkan masyarakat bahwa aparaturnya negara
bersih dan bebas korupsi.
 

-          Hambatan dalam mewujudkan kebijakan secara fleksibel dan kredibel.

-          Menjalankan kebijakan secara fleksibel sekaligus kredibel juga bukan


merupakan pekerjaan yang mudah. Jika kebijakan diberlakukan secara lentur,
maka akan membuka kesempatan korupsi dan kolusi, sehingga menyebabkan
incredible. Demikian juga sebaliknya, apabila kebijakan ini lebih berfokus pada
kredibilitas, maka akan timbul sifat inflexible.

-          Tingkat keparahan krisis.

-          Faktor lain adalah tingkat keparahan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia
sudah tergolong akut, sehingga penanganannya juga lebih sulit dibanding negara-
negara lain. Mungkin kebijakan target inflasi ini berhasil diberlakukan di negara-
negara lain, namun belum tentu akan sesuai diberlakukan di Indonesia.

 
BAB

III. KESIMPULAN

-          Kondisi perekonomian Indonesia yang terpuruk akibat krisis memerlukan upaya
pemulihan dengan menggunakan kebijakan moneter. Kebijakan yang diterapkan berupa
inflation targeting yang telah berhasil mengentaskan problem inflasi di berbagai negara di
dunia.

-          Target inflasi dicetuskan dari perkembangan evolusi teori-teori ekonomi dan dalam
pelaksanaannya ditentukan oleh kondisi suatu negara dengan prasyarat-prasyarat untuk
keberhasilan sistem ini.

-          Bank Indonesia sebagai otoritas moneter diharapkan dapat mengembangkan kebijakan
yang secara efektif dapat memulihkan stabilisasi ekonomi jangka pendek dan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi berkelanjutan, dengan ongkos yang minimal.

-          Pemulihan kondisi ekonomi yang stabil bukan hanya ditentukan oleh faktor internal,
namun juga faktor eksternal, misalnya kondisi politik dan keamanan negara.

-          Target inflasi nampaknya akan sulit untuk diberlakukan sebagai salah satu kebijakan
moneter di Indonesia, mengingat berbagai hambatan yang harus dihadapi.

 
DAFTAR PUSTAKA :

-          Adiningsih, Sri. 2000. "Perkembangan Moneter Perbankan Indonesia". Makalah Seminar
Sehari Kerjasama FE UGM dengan BI, MM UGM, 29 September.

-          Bernanke, B. and Mihov. 1997. "What Does the Bundesbank Target?" European
Economic Review.

-          Boediono. 2000. "Inflation Targeting". Makalah Seminar Sehari Kerjasama FE UGM
dengan BI, MM UGM, 29 September.

-          Fischer, Stanley. 1993. "The Role of Macroeconomic Factors in Growth". Journal of
Monetary Economics.

-          Goeltom, Miranda S. 2000. "Perkembangan Ekonomi Makro Indonesia". Makalah


Seminar Sehari Kerjasama FE UGM dengan BI, MM UGM, 29 September.

-          Mishkin, F.S. 1999. "International Experience with Different Monetary Policy Regimes".
Journal of Monetary Economics.

-          Nopirin. 2000. "Kebijakan Moneter Dengan Target Inflasi". Makalah Seminar Sehari
Kerjasama FE UGM dengan BI, MM UGM, 29 September.

-          Saudagaran, S.M. and Diga, J.G. 2000. "The Institutional Environment of Financial
Reporting Regulation in ASEAN". The International Journal of Accounting.

Anda mungkin juga menyukai