PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penulisan book report buku filsafat ilmu sebuah pengantar populer karangan
Jujun S. Suriasumantri bertujuan untuk memenuhi tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Pendidikan Nilai dan Moral. Buku ini memiliki 10
BAB, diawali dengan kearah pemikiran filsafat, dasar-dasar pengetahuan, ontologi:
hakikat apa yang dikaji, epistemologi: cara mendapatkan pengetahuan yang benar,
sarana berpikir ilmiah, aksiologi: nilai kegunaan ilmu, ilmu dan kebudayaan, ilmu
dan bahasa, penelitian dan penulisan ilmiah, dan penutup.
Kaitan buku filsafat ilmu sebuah pengantar popular dengan pendidikan nilai
dan moral adalah filsafat merupakan induk dari pendidikan nilai dan moral. Ilmu
filsafat mengkaji mengenai epistimologi (filsafat pengetahuan), etika (filsafat moral),
etestika (filsafat seni), metafisika, politik (filsafat pemerintahan), filsafat agama,
filsafat ilmu, filsafat pendidikan, filsafat hukum, filsafat sejarah dan filsafat
matematika. Pendidikan nilai dan moral termasuk di filsafat agama dan juga etika.
Alasan itulah yang membuat penulis memilih buku filsafat ilmu sebuah pengantar
populer karangan Jujun S. Suriasumantri untuk menjadi buku yang penulis jadikan
buku utama untuk dikaji dan dibuat kedalam bentuk book report.
2. Tujuan
1
f. Ilmu dan kebudayaan
g. Ilmu dan bahasa
h. Cara penelitian dan penulisan ilmiah
3. Identitas Buku
Judul : Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer
Pengarang : Jujun S. Suriasumantri
Penerbit : Pustaka Sinar Harapan Jakarta
Tahun : 1995 (cetakan ke IX)
Jumlah Halaman : 384 Halaman
4. Perbandingan
Judul : Pengantar Filsafat Ilmu
Pengarang : Beerling, Kwee, Mooij, Van Peursen
Penerbit : PT. Tiara Wacana Yogya
Tahun : 1990 (cetakan ke III)
Jumlah Halaman : 149 Halaman
5. Ilustrasi
Buku filsafat ilmu sebuah pengantar populer karangan Jujun S. Suriasumantri
ini saya rasa penyampaiannya sangat baik, bahkan humoris, ditambah dengan
gambar-gambar atau karikatur yang unik dan juga lucu. Pengarang sangat bisa
membuat pembahasan serius seperti filsafat ini dengan menarik dan ia memberikan
contoh-contoh perkara dalam buku ini dengan contoh-contoh yang mudah
dibayangkan dan sesuatu yang lucu.
6. Biografi Pengarang
2
dan lulus sebagai doctor dalam Perencanaan Pendidikan dengan spesialisasi sistem
analisis dan PPBS dalam tahu 1975.
Pengalaman dalam pekerjaan antara lain sebagai teaching assistant (1972) dan
research assistant (1973) di Harvard University, dosen tataniaga (1969-1971) dan
manajemen (1975-1980) di IPB, staf ahli pada Badan Penelitian dan Pengembangan
Pendidikan dan Kebudayaan (BP3K) Departemen P dan K (1975-1980) dan pernah
menjabat sebagai Sekretaris Eksekutif Panitia Penyusunan Rencana Strategi (1976)
dan Repelita–II (1976-1978) Depdikbud, anggota Kelompok Kerja bidang
Kebudayaan Mendikbud (1984), anggota kelompok kerja Pengumpulan Materi
GBHN 1988, Dewan Pertahanan Keamanan Nasional (1985) serta dosen Metodologi
Penelitian di Sekolah (sejak 1981) dan Lemhannas (sejak 1982). Sekarang menjabat
sebagai Pembantu Rektor bidang Akademik dan Ketua Program dokto Fakultas
Pascasarjana IKIP Jakarta.
Buku yang telah diterbitkan adalah ilmu dalam perspektif (Jakarta: Gramedia,
1978), System Thinking (Bandung: Binacipta, 1981) dan A Lesson from Experience
(Bandung: Binacipta, 1984). Keanggotaan professional teramsuk Operations research
Society of America (ORSA), Phideta Kappa, International Society of Educational
Planner, the institute of management Science dan Himpunan Indonesia untuk
Pengembangan Ilmu-ilmu sosial.
3
BAB II
1. Isi Buku
Pengetahuan dimulai denga rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa
ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong untuk
mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang ita belum tahu. Berfilsafat berarti
berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan
yang seakan tak terbatas ini. Demikian juga berfilsafat berarti mengoreksi diri,
semacam keberanian untuk berterus terang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang
dicari telah kita jangkau.
Berfilsafat tentang ilmu berarti kita berterus terang kepada diri kita sendiri:
apakah sebenarnya yang asaya ketahui tentang ilmu? Apakah cirri-cirinya yang
hakiki yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya yang bukan
ilmu? Bagaimana saya ketahui bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang benar?
Kriteria apa yang kita pakai dalam menentukan kebenaran secara ilmiah? Mengapa
kita mempelajari ilmu? Apakah kegunaannya sebenarnya?
Apakah Filsafat?
Ada tiga karakteristik berpikir filsafat yang pertama adalah sifat menyeluruh.
Yang kedua adalah sifat mendasar. Yang ketiga adalah sifat spekulatif.
4
Bidang Telaah Filsafat
Selaras dengan dasarnya yang spekulatif, maka dia menelaah segala masalah
yang mungkin dapat dipikirkan oleh manusia. Sesuai dengan fungsinya menjawab
sebagai pionir dia mempermasalahkan hal-hal yang pokok: terjawab masalah yang
satu, diapun mulai merambah pertanyaan lain.
Cabang-Cabang Filsafat
Filsafat Ilmu
1. Penalaran
5
Perasaan adalah suatu penarikan kesimpulan yang tidak berdasarkan
penalaran.
Intuisi adalah suatu kegiatan berpikir yang nonanalitik yang tidak mendasarkan diri
pada pola pikir tertentu.
2. Logika
3. Sumber pengetahuan
Pada dasarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk mendapatkan
pengetahuan yang benar. Yang pertama adalah mendasarkan diri kepada rasio dan
yang kedua mendasarkan diri kepada pengalaman. Kaum rasionalis mengembangkan
paham apa yang kita kenal dengan rasionalisme sedangkan mereka yang
mendasarkan diri kepada pengalaman mengembangkan paham yang disebut dengan
empirisme.
6
Wahyu pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada para nabi dan
rasul-rasulnya.
4. Kriteria Kebenaran
Paham Koherensi.
Bagi penganut teori korespondensi, suatu pernyataan benar adalah benar jika
materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan)
dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut.
1. Metafisika
7
2. Asumsi
3. Peluang
Berdasarkan teori keilmuan tidak akan pernah mendapatkan hal yang pasti
mengenai suatu kejadian. Yang ada adalah kesimpulan yang probabilistik.
8
IV. EPISTEMOLOGI: CARA MENDAPATKAN PENGETAHUAN YANG
BENAR
2. Pengetahuan
9
3. Metode Ilmiah
10
V. SARANA BERPIKIR ILMIAH
1. Bahasa
2. Matematika
11
numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif.
Dengan bahasa verbal hanya bisa mengemukakan peryataan yang bersifat kualitatif.
Sifat kuantitatif dari matematika meningkatkan daya prediktif dan kontrol dari ilmu.
Ilmu memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak yang memungkinkan pemecahan
masalah secara lebih tepat dan cermat. Matematika berfungsi sebagai alat berpikir.
Matematika secara garis besarnya merupakan pengetahuan yang disusun secara
konsisten berdasarkan logika deduktif.
Ada beberapa aliran dalam Filsafat Matematika antara lain: Aliran Logistik
(Immanuel Kant) Aliran Intusionis (Jan Brouwer) dan Aliran Formalis (David
Hilbert).
3. Statistika
Yang menjadi dasar teori statistika adalah peluang. Konsep statistika sering
dikaitkan dengan distribusi variabel yang ditelaah dalam suatu populasi. Statistika
mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik.
Yang pada pokoknya didasarkan pada asas yang sederhana, yakni semakin besar
contoh yang diambil maka makin tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan tersebut.
Statistika juga memberikan kemampuan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu
hubungan kausalitas antara dua faktor atua lebih bersifat kebetulan atau benar-benar
terkait dalam suatu hubungan yang bersifat empiris. Sebagai bagian dari perangkat
metode ilmiah maka statistika membantu kita untuk melakukan generalisasi dan
menyimpulkan karakteristik suatu kejadian secara lebih pasti dan bukan secara
kebetulan.
Untuk apa sebenarnya ilmu itu harus dipergunakan? Dimana batas wewenang
penjelajahan keilmuan? Kearah mana perkembangan keilmuan harus diarahkan?
Sejak pertumbuhannya ilmu sudah terkait dengan masalah-masalah moral namun
dalam perpektif yang berbeda. Sejak Copernikus (1473-1543) mengajukan teori
12
tentang kesemestaan alam dan menemukan bahwa bumi yang berputar mengelilingi
matahari dan bukan sebaliknya seperti apa yang diajarkan oleh ajaran agama maka
disinilah timbul interaksi antara ilmu dan moral (yang bersumber dari ajaran agama).
Para ilmuan berusaha untuk menegakkan ilmu yang berdasarkan penafsiran alam
sebagaimana semboyan: ilmu yang bebas nilai.
Secara historis fungsi sosial dari kaum ilmuwan telah lama dikenal dan diakui.
Raja Charles II dari Inggris mendirikan the Royal Society yang bertindak selaku
penawar bagi fanatisme di masyarakat waktu itu. Para ilmuwan pada waktu itu
bersuara mengenai toleransi beragama dan pembakaran tukang-tukan sihir. Sikap
sosial seorang ilmuwan adalah konsisten dengan proses penelaahan keilmuwan yang
dilakukan. Ilmu terbebas dari nilai. Ilmu itu sendiri netral dan para ilmuwanlah yang
memberikan nilai. Dalam menghadapi masalah social, seorang ilmuwan yang
mempunyai latarbelakang pengetahuan yang cukup harus menempatkan masalah
tersebut pada proporsi ang sebenarnya dan menjelaskanya lepada masyarakat dalam
bahasa yang dapat dicerna. Dengan kemampuan yang dimiliki oleh seorang ilmuwan
maka harus dapat mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah-masalah yang
seyogiyanya mereka safari. Dibidang etika, tanggungjawab seorang ilmuwan bukan
lagi memberikan informasi tetapi memberikan contoh.
13
terpengaruh preferensi moral ternyata hancur berantakan karena bertentangan dengan
fakta-fakta pengujian.
4. Revolusi Genética.
Kebudayaan didefenisikan pertama kali oleh EB. Taylor pada tahun 1871
dimana dalam bukunya primitive culture, kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan
yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat serta
kemampuan dan kebiasaan lainya yang diperoleh manusia sebagai anggota
masyarakat. Nilai menjadi dasar dari kebudayaan. Disamping nilai ini kebudayaan
diwujudkan dalam bentuk tata hidup yang merupakan kegiatan manusia yang
mencerminkan nilai budaya yang di kandungnya. Pada dasarnya tata hidup
merupakan pencerminan yang konkret dari nilai budaya yang bersifat abstrak:
kegiatan manusia ini dapat ditangkap oleh pancaindera sedangkan nilai budaya hanya
tertangguk oleh budi manusia. Disamping itu nilai budaya dan tata hidup manusia
ditopang oleh sarana kebudayaan.
14
Dua dasar moral bagi kaum ilmuwan adalah meninggikan kebenara dan
pengabdian secara universal. Tujuh nilai ilmiah yang terpancar dari hakikat
keilmuwan yakni: kritis, rasional, logis, obyektif, terbuka, menjunjung kebenaran dan
pengabdian universal. Peranan ketujuh nilai ini adalah dalam hal bangsa mengahadapi
permasalahan dalam bidang politik, ekonomi dan kemasyarakatan membutuhkan
pemecahan permasalahan secara kritis, rasional, logis dan terbuka. Sedangkan sifat
menjunjung kebenaran dan pengabdian universal akan merupakan aktor yang penting
dalam pembinaan bangsa dimana seseorang lebih menitikberatkan kebenaran untuk
kepentingan golongan dibandingkan kepetingan golongan. Bukan saja seni namun
ilmu dalam hakikatnya yang murni bersifat mempersatukan.
Ada dua pola kebudayaan yang terbagi kedalam ilmu-ilmu alam dan ilmu-
ilmu sosial. Raiso de’etre yang menjadi argumentasi pembagian jurusan ini adalah
asumsi yang pertama mengemukakan bahwa manusia mempunyai bakat yang berbeda
dalam pendidikan matematika yang mengharuskan kita mengembangakan pola
pendidikan yang berbeda pula. Asumsi yang kedua adalah yang menganggap bahwa
ilmu sosial kurang memerlukan pengetahuan matematika. Asumsi kedua ini sekarang
ini tidak relevan lagi karena pengembangan ilmu sosial membutuhkan bakat-bakat
matematika yang baik untuk menjadikanya pengetahuan yang bersifat kuantitatif.
15
logico-hyphotetico-verifikasi; 3. Landasa aksiologi: kemaslahatan manusia artina
segenap ujud ketahuan itu secara moral ditujukan untuk kebaikan hidup manusia.
Bahasa mempunyai dua fungsi yang pertama sebaga sarana komunikasi dan
kedua sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang
mempergunakan bahasa tersebut. Fungsi pertama dapat disebut sebagai fungsi
komunikatif dan fungsi kedua sebagai fungsi kohesif atau integratif. Pada tanggal 28
Oktober 1928 bangsa Indonesia memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
dengan alasan utama yaitu fungsi kohesif bahasa Indonesia sebagai sarana yang
mengintegrasikaan berbagai suku kedalam satu bangsa yakni Indonesia.
16
melalui penelitian dan kemudian hasil penelitian dapat dilaporkan dalam kegiatan
sebagai berikut: 1. menyatakan variabel-variabel yang diteliti. 2. Menyatakan teknik
analisa data. 3. Mendeskripsikan hasil analisis data. 4. memberikan penafsiran
terhadap kesimpulan analisis data. 5. Menyimpulkan pengujian hipotesis apakah
ditolak atau diterima. Langkah selanjutnya setalah kegiatan laporan hasil penelitian
adalah Ringkasan dan Kesimpulan. Kesimpulan pengujian hipotesis dikembangkan
menjadi kesimpulan penelitian yang ditulis dalam BAB tersendiri. Kesimpulan
penelitian ini merupakan sintesis dari keseluruhan aspek penelitian yang terdiri dari
masalah, kerangka teoritis, hipotesis, metodologi penelitian dan penemuan penelitian.
Seluruh laporan penelitian disarikan dalam sebuah ringkasan yang disebut abstrak.
Dalam laporan penelitian dilampirkan daftar pustaka dan riwayat hidup peneliti.
Teknik penulisan ilmiah mempunyai dua aspek yakni gaya penulisan serta
teknik notasi. Penulis ilmiah harus menggunakan bahasa yang baik dan benar.
Komunikasi ilmiah harus bersifat reproduktif artinya bahwa sipenerima pesan
mendapatkan kopi yang benar-benar sama dengan prototipe yang disampaikan
sipemberi pesan. Komunikasi ilmiah harus bersifat impersonal dimana berbeda
dengan tokoh dalam sebuah novel yang bisa berupa aku dan dia atau doktor Faust.
Kata ganti perorangan hilang dan diganti universal yakni ilmuwan. Pembahasan
secara ilmiah mengharuskan kita berpaling kepada pengetahuan-pengetahuan ilmiah
sebagai premis dalam argumentasi kita. Pernyataan ilmiah yang kita gunakan harus
mencatat beberapa hal yakni kita identifikasi orang membuat pernyataan tersebut,
media komunikasi ilmiah dimana pernyataan tersebut di sampaikan, lembaga yang
menerbitkan publikasi ilmiah tersebut beserta tempat domisili dan waktu penerbitan
dilakukan.
Kalimat yang kita kutip harus dituliskan sumbernya secara tersurat dalam
catatan kaki. Catatan kaki mulai langsung dari pinggi atau dapat dimulai setelah
17
beberapa ketukan tik dari pinggir asalka dilakukan secara konsisten. Nama pengarang
yang jumlahnya sampai tiga orang dituliskan lengkap sedangkan jumlah pengarang
yang lebih dari tiga orang hanya ditulis nama pertama ditambah kata et al. Kutipan
yang diambil dari halaman tertentu disebutkan halamanya dengan singkatan p
(pagina) atau hlm. (halaman). Jika kutipan itu disarikan dari beberapa halaman maka
dapat ditulis pp.1-5 atau hlm 1-5. Jika nama pengaranganya tidak ada langsung
dituliskan nama bukunya atau Anom (anonymous) didepan nama buku tersebut.
Sebuah buku yang ada diterjemahkan harus ditulis baik pengarang maupun
penterjemah bukut tersebut sedangkan kumpulan karangan cukup disebutkan nama
editornya. Pengulangan kutipan dengan sumber yang sama dilakukan dengan
memakai notasi op.cit (opere citato: dalam karya yang telah dikutip), loc. cit (loco
citato: dalam tempat yang telah dikutip) dan ibid (ibidem: dalam tempat yang sama).
18
BAB III
ANALISA
1. Isi Perbandingan
19
filsafat ilmu dalam arti sempit adalah yang menampung permasalahan yang
bersangkutan dengan hubungan-hubungan kedalam yang terdapat di dalam ilmu,
yaitu cara-cara mengusahakan serta mencapai pengetahuan ilmiah.
Bagan situasi yang demikian ini dapat kita bulatkan dengan menentukan tempat
kedudukan filsafat ilmu didalam lingkungan filsafat sebagai keseluruhan. Tempat
kedudukan tersebut ditentukan oleh dua lapangan penyelidikan filsafat ilmu, yaitu
“sifat pengetahuan ilmiah” dan “cara-cara mengusahakan pengetahuan ilmiah”.
Kemandirian ilmu sesungguhnya bersangkutan dengan norma-norma “ilmiah”.
Pengetahuan ilmiah merupakan pengetahuan yang mempunyai dasar kebenaran,
bersifat sistematik, dan intersubyektif.
2. Tujuan Pendidikan Ilmiah
Ciri-ciri pengenal yang dipunyai oleh pengetahuan ilmiah baru akan tampak
dengan jelas apabila dilator belakangi oleh pengalaman prailmiah. Sesungguhnya
ilmu timbul berdasarkan hasil penyaringan, pengaturan, kuantifikasi, objektivitas.
Dengan demikian, maka yang dimaksud dengan pengalaman prailmiah juga bukan
semata-mata pengetahuan manusia yang terdapat sebelum adanya ilmu, melainkan
juga pengetahuan manusia yang sampai kini masih terap melandasi pada pengetahuan
ilmiah.
20
Pengetahuan bukanlah merupakan tujuan yang terkandung dalam dirinya
sendiri, melainkan dimaksudkan agar manusia dapat menyesuaikan diri dengan alam
disekitrarnya.
Begitulah manusia tidak lagi melakukan tindakan seperti binatang yang secara
naluriah dan alami dengan khas dapat memastikan bahwa perbuatannya mengena
pada sasarannya.
21
2. Aliran-aliran
Dalam proses ini arti-arti tidak perlu merupakan momen yang berada diluar
lingkungan pandang, dengan demikian maka yang pokok ialah bahwa arti-arti
tersebut dipakai hanya dengan syarat-syarat yang telah ditentukan, artinya bahwa
suatu pernyataan dapat diformalisasikan menjadi bukti yang didalamnya arti-arti tadi
tidak berperan lagi.
1. Siklus Empirik
22
2. Penjelasan Ilmiah
Ungkapan “ilmu sebagai ilmu atau dipandang secara tersendiri”, sudah tentu
bersifat abstrak. Dengan demikian konstatasi bahwa ilmu merupakan perwujudan
nilai, tidak menimbulkan kesukaran yang terlampau banyak yang terakhir ini
memperdalam keinsyafan kita bahwa dalam “penilaian” “(yang bersifat positif)”,
23
terhadap ilmu, bagaimanapun turut berperan unsur “yang bersifat subyektifitif
dibidang kebudayaan”.
2. Analisa Buku
Kegiatan menalar memang tidak terlepas dari kegiatan dan kehidupan manusia
sehari-hari. Seperti apa yang telah dijelaskan oleh Jujun S. Suriasumantri dalam buku
Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer bahwa memang manusia adalah satu-satunya
makhluk yang mengembangkan pengetahuan untuk menunjang kehidupannya dan
selalu menggunakan penalarannya.
Dalam buku ini juga dipaparkan bahwa dalam penalaran yang dilakukan oleh
manusia itu terbagi atas beberapa paham yang dianutnya. Ada paham rasionalisme,
empirisme, koherensi, dan korespondensi. Penalaran yang bersifat rasionalisme
didasarkan atas berpikir logika atau logis. Penalaran yang bersifat empirisme adalah
penalaran yang didasarkan atas pengalaman atau kenyataan yang ditangkap oleh
pancaindera manusia. Penalaran koherensi adalah penalaran yang bersifat
berhubungan yang hampir sama dengan paham korespondensi.
Dalam konteks lain, sudut pandang manusia untuk menilai sebuah kebenaran
itu berbeda-beda. Jadi manusia mempunyai penilaian atau sebuah persepsi yang
berbeda dalam memahami atau mengerti tentang sebuah kebenaran. Sebagai contoh,
ada anak kecil yang merasa telah ditipu di sekolah. Bahwa 3+4=7, 5+2=7, 6+1=7
24
dalam urutan hari pertemuan belajar yang berbeda harinya. Berarti untuk menilai
sebuah kebenaran atas contoh si anak kecil tadi, jelaslah bahwa ada banyak kriteria
untuk menentukan kebenaran tadi, tidak berdasar atas satu jalan saja untuk
menilainya.
Pertama, kedua buku ini memiliki kajian yang sama, yaitu mengenai
pengantar ilmu filsafat, walaupun tentu saja ada perbedaan di dalamnya, baik dalam
materi yang dikaji, cara penyampaian dan lainnya.
Perbedaan pertama, yang paling jelas terlihat, yaitu mengenai materi yang
dikaji.
25
Secara kasat mata jelas terlihat, buku filsafat ilmu sebuah pengantar populer
dari Jujun S. Suriasumantri lebih banyak materi yang dibahas ketimbang
Daftar Isi kedua buku
buku pengantar filsafat ilmu dari Beerling, Kwee, Mooij, dan Van
Peursen.
Perbedaan terasa sekali dengan buku lainnya, yaitu pengantar filsafat ilmu dari
Beerling, Kwee, Mooij, dan Van Peursen, cara penyampaian buku ini cukup serius,
ditambah lagi buku ini merupakan buku yang diterjemahkan, jadi bahasanya begitu
formal, untuk mahasiswa awal, apalagi yang jarang membaca buku-buku serius,
kebosanan sering sekali menghampiri.
Kesamaan pertama yang dapat dilihat, diawali dengan materi mengenai filsafat,
dimulai pengertian filsafat, cabang ilmu filsafat, dan pengenalan pembaca kepada
filsafat, materi ini sama-sama ada pada BAB pertama di dalam kedua buku ini.
26
Walaupun, materi mengenai pembelajaran deduktif dan iduktif, lebih terperinci
dibahas oleh Jujun S. Suriasumantri.
Kemudian mengenai cara berpikir ilmiah, akan kita temukan dikedua buku ini.
Mengenai penjelasan ilmiah terdapat dalam pengantar filsafat ilmu dari Beerling,
Kwee, Mooij, dan Van Peursen dalam BAB ilmu-ilmu empirik pada umumnya.
Pada BAB akhir di dalam buku pengantar filsafat ilmu dari Beerling, Kwee,
Mooij, dan Van Peursen mengenai ilmu dan nilai tidak dibahas oleh buku filsafat
ilmu sebuah pengantar populer oleh Jujun S. Suriasumantri.
27
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Kegiatan menalar memang tidak terlepas dari kegiatan dan kehidupan manusia
sehari-hari. Seperti apa yang telah dijelaskan oleh Jujun S. Suriasumantri dalam buku
Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer bahwa memang manusia adalah satu-satunya
makhluk yang mengembangkan pengetahuan untuk menunjang kehidupannya dan
selalu menggunakan penalarannya.
Dalam buku ini juga dipaparkan bahwa dalam penalaran yang dilakukan oleh
manusia itu terbagi atas beberapa paham yang dianutnya. Ada paham rasionalisme,
empirisme, koherensi, dan korespondensi. Penalaran yang bersifat rasionalisme
didasarkan atas berpikir logika atau logis. Penalaran yang bersifat empirisme adalah
penalaran yang didasarkan atas pengalaman atau kenyataan yang ditangkap oleh
pancaindera manusia. Penalaran koherensi adalah penalaran yang bersifat
berhubungan yang hampir sama dengan paham korespondensi.
Dalam konteks lain, sudut pandang manusia untuk menilai sebuah kebenaran
itu berbeda-beda. Jadi manusia mempunyai penilaian atau sebuah persepsi yang
berbeda dalam memahami atau mengerti tentang sebuah kebenaran. Sebagai contoh,
ada anak kecil yang merasa telah ditipu di sekolah. Bahwa 3+4=7, 5+2=7, 6+1=7
dalam urutan hari pertemuan belajar yang berbeda harinya. Berarti untuk menilai
sebuah kebenaran atas contoh si anak kecil tadi, jelaslah bahwa ada banyak kriteria
untuk menentukan kebenaran tadi, tidak berdasar atas satu jalan saja untuk
menilainya.
28
2. Saran
Untuk lebih menambah pemahaman, disarankan untuk membaca juga buku
filsafat ilmu lainnya agar semakin menguasai mengenai ilmu filsafat, cara berpikir
ilmiah, penalaran deduktif maupun induktif, juga materi-materi lainnya.
29