Anda di halaman 1dari 5

Fenomena Gerakan Sosial Masyarakat Indonesia yang dipelopori Oleh Mahasiswa

Gerakan sosial seringkali diterapkan sebagai konsep atau kunci dalam memahami fenomena
protes masyarakat terhadap struktur-struktur sosial seperti pemerintah, lembaga keagamaan
sentral, ataupun perusahaan besar, termasuk ke dalamnya protes yang dilakukan mahasiswa.
Konsep gerakan sosial juga merujuk pada upaya perubahan sosial (juga politik) yang
disponsori oleh kekuatan-kekuataan masyarakat di luar struktur politik formal. Dari
perspektif perubahan ini pula, gerakan sosial kerap dipandang sebagai counterpart dari sistem
dan struktur masyarakat yang menjadi mainstream.

Akar dari gerakan sosial dapat ditelusuri melalui analisis atas situasi sosial. Rajendra Singh
misalnya berasumsi bahwa situasi sosial masyarakat berada dalam konflik permanen, konflik
yang secara lebih lanjut memunculkan gerakan sosial. Konflik permanen tersebut muncul
akibat berlangsungnya fenomena seperti ketidaksetaraan, ketidakadilan, dan opresi yang
dilakukan satu atau beberapa struktur masyarakat terhadap elemen masyarakat lainnya.
Dengan demikian, Singh memandang gerakan sosial sebagai suatu konsep yang mengacu
pada penegasan sikap suatu kelompok yang sengaja dibentuk atau bersikap anti terhadap
beberapa nilai, norma, atau praktek sosial, termasuk praktek yang diterapkan oleh sistem
kekuasaan dan otoritas, pada suatu periode. Sikap yang ditunjukan oleh gerakan sosial ini
kemudian berlanjut pada upaya mereka untuk melakukan perubahan sosial.

Seperti yang pernah diutarakan oleh Karl Marx, yang menyatakan bahwa gerakan sosial
muncul akibat kontradiksi antarstruktur di tengah masyarakat. Pertentangan kelas borjuis dan
proletar dalam mempertahankan atau merebut alat produksi merupakan sumber kontradiksi
tersebut. Namun, pendekatan Marx ini lalu banyak dikritik, bahwa akibat penekanannya yang
terlampau berlebihan pada determinisme ekonomi, membuat isu-isu signifikan lain dalam
proses perubahan sosial seperti ras, ekologi, jenis kelamin, atau kelompok okupasi
nonekonomi, menjadi tersimplikasi ke dalam sekadar konflik kelas ekonomi.

Meskipun sama dimensi materialistiknya dengan Marx, Ron E. Robert and Robert Marsh
Kloss menjelaskan konsep gerakan sosial secara lebih variatif dan tidak terjebak ke dalam
determinisme ekonomi semata. Bagi Robert and Kloss, definisi konsep gerakan sosial selalu
mengacu pada upaya suatu komunitas dalam mengubah (changing) hubungan kekuasaan
(power relation) dan tatanan sosial yang ada (social order). Upaya tersebut merupakan respon
atas sejumlah kecenderungan sosial (social tendencies).

Kecenderungan social (social tendency) Industrialisasi dalam suatu masyarakat melahirkan


konflik sosial yang kemunculannya dipicu akibat dampak kontrol utama (methods of control)
kecenderungan itu seperti kemiskinan dinamis dan kelangkaan sumber daya. Kecenderungan
ini kemudian memunculkan gerakan buruh dengan variannya seperti Unionisme,
Sindikalisme, Sosialisme, dan Komunisme. Social tendencies Birokratisasi memunculkan
konflik di tengah masyarakat akibat methods of control obyektivikasi, alienasi, kontrol
masyarakat yang hirarkis, serta tidak sesuainya praktek kerja lembaga masyarakat dengan
raison d’etre-nya.

Kecenderungan ini membuahkan munculnya gerakan antibirokrasi seperti gerakan mahasiswa


di seluruh penjuru dunia atau Revolusi Kebudayaan di Cina. Kecenderungan terakhir, yaitu
Imperialisme Ekonomi-Budaya, memicu konflik yang berwujud eksploitasi, rasisme, dan
kolonialisasi. Akibatnya, muncul gerakan-gerakan sosial antiimperialis yang variannya
adalah gerakan revitalisasi nativistik, reformer nasionalis, dan revolusioner nasionalis.

Masing-masing gerakan sosial yang muncul dari tiap kecenderungan sosial berupaya
menegasi setiap pemicu konflik yang secara khas berakar pada tiap kecenderungan sosial
(social tendencies).

Kecenderungan lain dari gerakan sosial adalah fokus tuntutan yang tidak hanya berlingkup
pada satu isu, melainkan cenderung melebar. Melebarnya isu atau tuntutan yang diangkat ini
merupakan karakter logis dari gerakan sosial, oleh sebab para partisipan menganggap
transformasi masyarakat mustahil terselenggara hanya melalui satu keputusan politik spesifik.

Pendapat seperti ini juga diajukan oleh Sylvia Bashevkin, yang mendefinisikan gerakan sosial
sebagai suatu kelompok protes yang memobilisasi pengikutnya dengan metode yang lebih
bersifat menantang terhadap sistem. Dalam gerakan sosial, setiap pengikut mengembangkan
wacana keterlibatan dalam proses perubahan, yang hasil akhirnya adalah muncul dan
stabilnya suatu institusi atau struktur masyarakat baru yang lebih representatif.

Dalam konteks Indonesia misalnya, kita coba mengulas sedikit sejarah gerakan sosial bangsa
ini yang dipelopori oleh Mahasiswa. Dimulai dari Gerakan Mahasiswa tahun 1966. Dikenal
dengan istilah angkatan 66, gerakan ini awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional,
dimana sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan.
Angkatan 66 mengangkat isu Komunis sebagai bahaya laten Negara. Gerakan ini berhasil
membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis
yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia). Eksekutif pun beralih dan berpihak
kepada rakyat, yaitu dengan dikeluarkannya SUPERSEMAR (surat perintah sebelas maret)
dari Presiden Sukarno kepada penerima mandat Suharto.

Peralihan ini menandai berakhirnya ORLA (orde lama) dan berpindah kepada ORBA (orde
baru). Angkatan 66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyaknya aktivis 66 yang duduk
dalam kabinet pemerintahan ORBA. Tokoh yang mencuat pada saat itu seperti Akbar
Tandjung dan Cosmas Batubara.

Pada tahun 1972, terdapat gerakan mahasiswa dikenal dengan terjadinya peristiwa MALARI
(Malapetaka Lima Belas Januari). Tahun angkatan gerakan ini menolak produk Jepang dan
sinisme terhadap warga keturunan. Dan Jakarta masih menjadi barometer pergerakan
mahasiswa nasional.

Berlanjut pada era 1990-an, Isu yang diangkat pada Gerakan era ini sudah mengkerucut, yaitu
penolakan diberlakukannya terhadap NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus / Badan
Kordinasi Kampus) yang membekukan Dewan Mahasiswa (DEMA/DM) dan Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM).

Pemberlakuan NKK/BKK mengubah format organisasi kemahasiswaan dengan melarang


Mahasiswa terjun ke dalam politik praktis, yaitu dengan SK Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 0457/0/1990 tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Kemahasiswaan
di Perguruan Tinggi, dimana Organisasi Kemahasiswaan pada tingkat Perguruan Tinggi
bernama SMPT (senat mahasiswa perguruan tinggi).

Puncaknya, pada tahun 1998, diawali dengan terjadi krisis moneter di pertengahan tahun
1997. harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat pun berkurang.
Mahasiswa pun mulai gerah dengan penguasa ORBA, tuntutan mundurnya Soeharto menjadi
agenda nasional gerakan mahasiswa.

Ibarat gayung bersambut, gerakan mahasiswa dengan agenda REFORMASI nya mendapat
simpati dan dukungan yang luar biasa dari rakyat. Mahasiswa menjadi tumpuan rakyat dalam
mengubah kondisi yang ada, kondisi dimana rakyat sudah bosan dengan pemerintahan yang
terlalu lama 32 tahun! politisi diluar kekuasaan pun menjadi tumpul karena terlalu kuatnya
lingkar kekuasaan, dan dikenal dengan sebutan jalur ABG (ABRI, Birokrat, dan Golkar).
Dan sekarang, baru baru ini Mahasiswa Indonesia kembali turun ke jalan mulai dari tanggal
23-24 September 2019 berlanjut hampir sepekan yang terjadi tiap-tiap kota di Indonesia. isu
yang diangkat setidaknya ada tujuh tuntutan yaitu menolak RKUHP, RUU Pertambangan
Minerba, RUU Pertanahan, RUU Permasyarakatan, RUU Ketenagakerjaan, mendesak
pembatalan UU KPK dan UU SDA . Batalkan Pimpinan KPK bermasalah pilihan DPR, tolak
TNI POLRI menempati jabatan sipil, stop militerisme di Papua dan bebaskan tahan politik
segera, hentikan kriminalisasi aktivis, hentikan pembakaran hutan di Kalimantan dan
Sumatera yang dilakukan oleh Korporasi dan pidanakan serta cabut izinnya dan yang terakhir
tuntaskan pelanggaran HAM dan adili penjahat HAM termasuk yang duduk dilingkaran
kekuasaan.

Sampai saya selesai menulis ini, 30 September 2019 pun aksi massa masih berlanjut ditiap-
tiap kota. sampai tuntutan dari mahasiswa begitupula rakyat Indonesia didengar.

Sejauh ini itulah fenomena gerakan sosial masyarakat Indonesia yang dipelopori oleh
Mahasiswa, dalam kaitannya sebetulnya gerakan sosial ini cenderung bersifat progresif tapi
terkadang bisa konservatif apabila gerakan tersebut dipolitisir guna untuk melanggengkan
status quo. Setidaknya memang peran mahasiswa itu diperlukan guna untuk stabilator
pemerintah dalam menjalankan tugasnya.

Impelentasi nilai-nilai yang kita pelajari dikampus atau perkuliahan menjadi bentuk kritis
yang diolah berdasarkan pikiran insan akademis dan mahasiswapun menmpunyai
argumentasi yang kuat. Artinya mahasiswa banyak berpotensi besar sebagai motor
penggerak bangsa ini kedepan yang lebih maju dan progresif.

Terkadang kita perlu terdesak agar mampu melihat keadaan, agar mampu dinamis melihat
situasi kondisi dan membuat kita berpikir, saya yakin bangsa ini ialah bangsa yang hebat .
jangan hanya menjadikan konflik sebagai bentuk negatif, tetapi lihat juga disisi lain konflik
dapat membawa perubahan yang besar, bahkan akan menjadikan masyarakat Indonesia selalu
terintegrasi.

Dalam teori struktural fungsional pun dijelaskan bahwa sistem harus selalu pandai
beradaptasi dengan lingkungan bahkan sebaliknya. Akhir kata, dalam tulisan ini sedikitnya
penulis mohon maaf apabila masih banyak kekurangan dalam tulisan ini, ingin mengutip
sedikit perkataan dari Pramoedya Ananta Toer, ia bilang begini "Sejarah dunia ialah sejarah
orang muda, apabila angkatan muda mati rasa, maka matilah sebuah bangsa." Hidup
mahasiswa!

Anda mungkin juga menyukai