Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DISUSUN OLEH :
Entin Suhartini, SKG (2018-16-117)
Felicia Arihta Hosiana, SKG (2018-16-118)
PEMBIMBING :
Ika Anisyah, drg., Sp.KGA
Down syndrome merupakan kelainan genetic autosomal yang dapat terjadi pada
anak laki-laki dan perempuan (1:1000 kelahiran hidup) dengan kelebihan satu kromosom
karakteristik fisik dan mental, kemampuan intelektual, dan gangguan fungsi fisiologis.
Inggris, Dr. John Langdon Down dengan gambaran kondisi spesifik down syndrome,
terhambatnya tumbuh kembang dengan karakteristik fisik dan gangguan mental yang
Sejak tahun 1959 diketahui penyebab utama down syndrome adalah kelainan
kromosom (trisomi 21). Namun, etiologi down syndrome belum diketahui dengan pasti.
Diduga kelainan kromosom ini disebabkan oleh genetik, umur ibu dan ayah, radiasi,
infeksi, dan autoimun. Patogenesis dari down syndrome disebabkan oleh kelianan genetik
yang terjadi pada lebih dari 350 gen ekstra kromosom 21 yang menyebabkan gambaran
besar kasus down syndrome (95%). Individu ini memiliki kelebihan kromosom 21 pada
seluruh sel tubuh yang terjadi akibat kegagalan pemisahan kromosom saat oosis
bermeiosis. Kedua, tipe translokasi (3-4%), yang terjadi bila sebagian atau seluruh
tipe mosaik (1-2%). Individu ini memiliki ekstra kromosom 21 pada beberapa sel
tubuhnya, namun sel tubuh lainnya normal. Manisfestasi klinis down syndrome ini tidak
Karakter klinis yang muncul pada down syndrome dapat bervariasi mulai dari
yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas. Secara
dan fisik. Selain itu, kesehatan gigi dan mulut pada down syndrome juga merupakan hal
yang penting. Masalah utama yang dihadapi dokter gigi dalam penanganan down
syndrome adalah penatalaksaan manajemen tingkah laku anak yang sangat berbeda
dengan individu normal. Diperlukan pemilihan teknik pendekatan tingkah laku yang
sesuai agar anak mau menerima perawatan, tentunya dengan mempertimbangkan kondisi
sistemik dan kemampuan anak. Strategi tindakan preventif sangat penting diedukasikan
terutama bagi orang tua mengingat down syndrome kurang mampu bahkan tidak mampu
Anak down syndrome mempunyai keterlambatan dan keterbatasan dalam semua area
perkembangan sehingga mereka mengalami kesulitan untuk merawat diri sendiri dan
cenderung memiliki ketergantungan dengan lingkungan terutama pada orang tua dan
Down Syndrome
dalam pembelahan sel yang mengakibatkan adanya kromosom tambahan 21 atau trisomi
21. Pada saat itu, diagnosis sindrom ini hanya berdasarkan pada temuan fisik. Pada tahun
1956, ditemukan bahwa komplemen normal manusia 46 kromosom dan pada tahun 1959
ditemukan bahwa sindroma Down dikaitkan dengan kromosom ekstra 21, dengan total 47
kromosom.
kromosom 21 selama oogenesis, sehingga kromosom 21 ekstra yang terdapat pada ibu
diturunkan pada anak. Penelitian terbaru juga menyatakan keterlibatan seorang ayah
mungkin sebagai penyebabnya. Usia ibu hamil diatas 35 tahun beresiko tinggi dan usia
ayah yang lebih tua juga menyebabkan tingginya kemungkinan memperoleh bayi dengan
sindoma Down
Sindrom Down biasanya disebabkan karena kegagalan dalam pembelahan sel atau
disebut nondisjunction. Tidak diketahui mengapa hal ini dapat terjadi. Namun, diketahui
bahwa kegagalan dalam pembelahan sel ini terjadi pada saat pembuahan dan tidak
berkaitan dengan apa yang selama kehamilan. Pada sindrom Down, trisomi 21 dapat
terjadi tidak hanya pada saat meiosis pada waktu pembentukan gamet, tetapi juga dapat
terjadi saat mitosis dalam perkembangan zigot. Oosit primer yang perkembangannya
terhenti pada saat profase meiosis I tidak berubah pada tahap tersebut sampai terjadi
ovulasi. Diantara waktu tersebut, nondisjunction. Pada sindrom Down, pada meiosis I
menghasilkan ovum yang mengandung 21 autosom dan apabila dibuahi oleh spermatozoa
normal, yang membawa autosom 21, maka terbentuk zigot trisomi 21.Nondisjunction
1. Adanya virus/infeksi
2. Radiasi
3. Penuaan sel telur. Dimana peningkatan usia ibu berpengaruh terhadap kualitas sel
telur. Sel telur akan menjadi kurang baik dan pada saat terjadi pembuahan oleh
anak dengan sindrom Down termasuk hinotiroid primer dan transien. Pituitary-
kronik limfositik tiroiditis, selain itu ditemukan pula adanya autoimun tiroid pada
anak dengan usia lebih dari 8 tahun yang menderita down syndrome
5. Umur ibu. Wanita dengan usia lebih dari 35 tahun lebih berisiko melahirkan bayi
dengan sindrom Down dibandingkan dengan ibu usia muda (kurang dari 35
tahun). Angka kejadian sindrom Down dengan usia ibu 35 tahun, sebesar 1 dalam
400 kelahiran. Sedangkan ibu dengan umur kurang dari 30 tahun, sebesar kurang
tiba- tiba meningkat pada saat sebelum dan selama menopause, dapat
6.
Gambar : Nondisjunction
yang terjadinya pada saat meiosis, sehingga terjadi kelebihan jumlah kromosom
penyebab lain dari sindrom Down adalah anaphase lag. Yaitu, kegagalan dari
kromosom atau kromatid untuk bergabung ke salah satu nukleus anak yang
sel anak akan menghilang. Ini dapat terjadi pada saat meiosis 3 ataupun mitosis
Karakteristik Anak Down syndrome
Fisik
mongoloid face. Pada bagian wajah tampak datar dengan sela hidung yang datar,
disebabkan oleh lipatan epikantus pada kelopak mata dan garis kelopak mata
miring, leher pendek, ukuran telinga yang kecil dan letak telinga yang rendah
(low seat ear), ukuran mulut kecil tetapi ukuran lidah besar, ukuran dagu kecil.
Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa anggota tubuh yang lebih pendek
yaitu jari-jari tangan dan jari-jari kaki (brachydactyly), garis transversal yang khas
pada telapak tangan, hanya satu lipatan pada jari kelima, antara ibu jari dengan
jari-jari lainnya terdapat ruang yang agak lebar, kulit kering, tonus otot yang
lemah.
Penyakit Jantung
Hematologi
(10%) . Diperkirakan 10% bayi yang lahir dengan sindrom Down akan mendapat
klon preleukemic, yang berasal dari progenitor myeloid pada hati yang
Dalam studi prospektif dan retrospektif, hingga 26% bayi dengan leukemia
leukemia myeloid DS (ML-DS). AMKL terjadi pada sekitar 1 dari 50 sampai 200
anak-anak dengan sindrom down. Insiden ini sekitar 500 kali lebih besar pada
anak-anak dengan DS. AMKL dapat terjadi pada 4 tahun pertama kehidupan yang
terkait dengan mutasi pada GATA1. Sebaliknya, leukemia myeloid pada orang
dengan DS berusia empat tahun atau lebih tua biasanya negatif untuk mutasi
GATA1, dan prognosis mereka tidak berbeda dari AML pada pasien tanpa
Sindrom Down. Penderita Sindrom Down juga memiliki resiko terjadi leukemia
limfoblastik akut (ALL) sekitar 10-20 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
SistemPencernaan
yang tidak terbuka (atresia) ataupun tiada saluran sama sekali di bagian tertentu
mengalami masalah menelan air liurnya. Saluran usus kecil duodenum yang tidak
terbuka penyempitan yang dinamakan “Hirshprung Disease”. Keadaan ini
disebabkan sistem saraf yang tidak normal di bagian rektum. Biasanya bayi akan
mengalami masalah pada hari kedua dan seterusnya selepas kelahiran di mana
perut membuncit dan susah untuk buang air besar. Saluran usus rectum atau
bagian usus yang paling akhir (dubur) yang tidak terbuka langsung atau
sistem saraf yang tidak normal di bagian rektum. Biasanya bayi akan mengalami
masalah pada hari kedua dan seterusnya selepas kelahiran di mana perut
membuncit dan susah untuk buang air besar Apabila anak sudah mengalami
amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan.
Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau
mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati- hati memantau
Anomali Gigi
Kelainan pada ukuran, bentuk, jumlah dan struktur gigi adalah salah satu dari
etiology, prevalence, risk factors, patterns and treatment). Frekuensi anomali gigi
pada penderita down syndrome sepuluh kali lebih besar daripada individu normal.
Kelainan dalam ukuran gigi biasanya berupa mikrodonsia (gigi dengan ukuran
yang lebih kecil dari ukuran normal) kelainan dalam bentuk gigi adalah konus,
kelainan dalam hal jumlah adalah anodonsia sebagian dan gigi supernumerary.
ukuran gigi yang menunjukkan ukuran gigi yang lebih kecil dari normal. Secara
klinis memperlihatkan ukuran mahkota yang lebih kecil daripada variasi normal
disertai bentuk yang mengerucut. Mikrodonsia umumnya pada insisif kedua baik
pada gigi sulung maupun gigi tetap (Peg shaped). Bell dkk memeriksa ukuran
gigi insisif bawah dan menemukan bahwa ukuran mahkota gigi yang mengecil
gigi tetap. Gigi sulung tidak erupsi sampai usia 2 tahun, terutama gigi anterior
rahang atas dan bawah, dan molar pertama dengan keterlambatan pertumbuhan
gigi yang utuh usia 4 sampai 5 tahun. Gigi molar permanen mengalami
keterlambatan erupsi sampai usia 6 tahun, gigi insisif rahang bawah 8 sampai 9
tahun. Hal ini dikaitkan dengan resorbsi tulang yang terjadi dengan lambat pada
anak Down syndrome. Tingkat kecepatan erupsi dipengaruhi oleh jaringan ikat
periradukular. Sirkulasi perifer yang buruk pada pada Down syndrome menjadi
serta kelainan pertumbuhan dan perkembangan pada anak secara fisik dan mental,
salah satunya adalah Down syndrome. Individu dengan Down syndrome memiliki
kemungkinan kehilangan gigi insisif lateral rahang atas sebesar 19% dan sebesar
13.2% mengalami kehilangan gigi premolar kedua pada rahang bawah. Gigi yang
paling sering mengalami missing teeth adalah gigi paling distal dari semua jenis
gigi, yaitu insisif kedua, premolar kedua, dan molar tiga. Regio yang paling sering
Agenesis ditemukan lebih banyak terjadi pada rahang atas dibandingkan dengan
unilateral.
membantu proses pembentukan jaringan dasar gigi, namun ada beberapa kasus
daerah penting dalam pembentukan gigi memiliki struktur yang berbeda sehingga
karena itu gigi lateral memiliki kemungkinan kehilangan gigi yang lebih besar
Maloklusi
Maloklusi sering terjadi pada individu Down syndrome dan terjadi deviasi
dalam terjadinya maloklusi ini adalah bernafas melalu mulut, pengunyahan yang
tidak benar, bruxism, agenesis, deviasi midline pada lengkung rahang atas,
openbite anterior, disfungsi TMJ, diastema gigi, keterlambatan erupsi pada gigi
Maloklusi yang sering terjadi pada anak sindrom Down adalah maloklusi
bagian tengah wajah yaitu meliputi bagian nasal, premaksila dan tulang maksila.
Peningkatan insidens maloklusi pada anak sindrom Down ini adalah seperti yang
Gambaran jaringan lunak rongga mulut yang umum dari Down syndrome
ialah ukuran lidah yang besar dan fissured tongue dengan kombinasi geographic
dari individu normal. Ukuran lidah terlihat besar karena ukuran rongga mulut
yang kecil karena tidak berkembangnya pertumbuhan dari wajah bagian tengah,
karena tonus otot yang rendah menyebabkan lidah sering menjulur ke depan.
Hipotonia dari otot orofasial misalnya otot orbikularis, zygomatik, masseter dan
mastikasi, kesulitan bicara dan ketidakstabilan rahang. Terlihat pola cetakan gigi
secara unilateral maupun bilateral pada lidah yang dinamakan scalloped tongue.
Bibir atas terangkat dan sudut mulut tertarik ke bawah. Bibir bawah tebal,
kering, dan pecah-pecah. Lapisan mukosa rongga mulut tipis karena menurunnya
laju aliran saliva. Pembukaan mulut yang persisten karena lidah yang relatif besar
dalam rongga mulut yang dapat menyebabkan bernafas melalui mulut, drooling
Down syndrome karena posisi mulut terbuka, lidah menjulur, dan hipotonik otot
atas secara vertikal mengakibatkan penutupan yang berlebih pada rahang bawah
dengan demikian menggambarkan lengkung rahang bawah relatif lebih maju dari
lengkung rahang atas. Palatum yang sempit dan tinggi sehingga terlihat seperti
jaringan dimulai dari permukaan gigi dan dapat meluas ke pulpa gigi, diikuti
dengan kerusakan bahan organik organik yang dapat menyebabkan rasa ngilu
sampai rasa nyeri. Proses karies ditandai degan terjadinya demineralisasi pada
terjadinya invasi bakteri dan kerusakan pada jaringan pulpa serta penyebaran
bikarbonat, mikrodonsia, adanya jarak antara gigi, dan fisur yang dangkal.
sindroma Down menyebabkan tingkat karies yang lebih rendah. Nilai DMF,
viskositas, serta jumlah S.mutans pada anak sindroma Down lebih rendah
daripada anak normal sedangkan pH, jumlah elektrolit dan IgA yang lebih tinggi
daripada anak normal sehingga dapat disimpulkan bahwa rendahnya karies gigi
pada anak sindroma Down dapat dihubungkan dengan pH basa, viskositas dan
jumlah S.mutans yang rendah, serta konsentrasi elektrolit dan IgA yang tinggi
pada saliva.
Penyakit Periodontal
35% menjadi 74% pada individu DS. Hanya hubungan moderat antara plak gigi
bahwa kerusakan periodontal yang cepat dan parah tidak dapat dijelaskan oleh
Gingivitis
maloklusi yang sering terjadi pada rahang atas dan kelainan bentuk gigi
mikrodontia sehingga terdapat celah antar gigi pada rahang bawah sebagai retensi
plak dan keterbatasan dalam membersihkan gigi dan mulutnya menyebabkan
kalkulus yang kasar akan menjadi retensi plak sehingga menyebabkan akumulasi
plak Beberapa studi melaporkan bahwa insidensi dari penyakit periodontal pada
penderita down syndrome berkisar antara 90-96%. Hal ini juga dihubungkan
dengan penurunan respon imun. Gangguan sistem imun dan rendahnya daya tahan
tantangan bagi dokter gigi dan staf lain. Perawatan gigi pada anak-anak down
masalah medis yang lebih mendesak, pertimbangan keuangan atau orang tua ingin
dokter gigi. Sayangnya hal ini membuat anak lebih sulit diajarkan perawatan yang
tepat saat perawatan home care dan mengembangkan hubungan dengan anak yang
pendekatan tingkah laku yang sesuai agar anak mau menerima perawatan,
menjaga oral hygiene secara benar. Tujuan perawatan untuk semua populasi
visual yang diberikan berupa melalui foto-foto, model gigi, dan video youtube
sikat gigi dan model gigi. Selain itu, bila pasien sangat gelisah saat pertama
pemeriksaan skor plak yang rutin, dan penyikatan gigi. Metode lainnya
yang diterapkan adalah modeling dan tell-show-do. Metode ini dapat dilakukan
dental invasif, tetapi anak tidak kooperatif dan individu berkebutuhan khusus.
kontrol suara, dan hipnosis. Selain itu, ada pula pendekatan non
kebutuhan khusus pasien sebelum kunjungan pertama. Diskusikan hal ini dengan
2. Membuat jadwal pada pagi hari atau waktu yang terbaik untuk pasien
3. Membicarakan dengan orang tua atau pengasuh untuk menentukan tingkat
6. Mulai pemeriksaan rongga mulut secara perlahan, hanya menggunakan jari pada
prosedur baru.
verbal positif.
gigi dengan pasien. Dan pada setiap kunjungan dengan staff gigi dan operator
yang sama.
bila diindikasikan.
2. Pemeriksaan pasien dari hari pertama kelahiran, mencermati pola erupsi gigi dan
malformasi.
3. Memantau penyakit periodontal. Berikan perawatan sesuai dengan kebutuhan dan
4. Memberi saran cara menyikat gigi dengan tekanan atau tidak setelah mengetahui
dan menentukan batas toleransi pada anak yang mungkin terlalu merangsang
pemeliharaan ruang dengan melakuakan konsultasi ortodontik jika ada gigi yang
hilang.
KESIMPULAN
Down syndrome merupakan kelainan genetic autosomal yang dapat terjadi pada
anak laki-laki dan perempuan (1:1000 kelahiran hidup) dengan kelebihan satu kromosom
karakteristik fisik dan mental, kemampuan intelektual, dan gangguan fungsi fisiologis.
kebersihan rongga mulutnya sehingga masalah dalam rongga mulut pun tidak dapat
dihindari. Perawatan dental pasien sindroma down membutuhkan kerjasama dokter gigi,
dengan orang tua serta perawat, Dokter gigi harus mengetahui kondisi pasien secara detil,
sedang dapat dilakukan Tell Show Do, immobilisasi untuk tingkat kecemasan tinggi
lakukan anestesi umum