Anda di halaman 1dari 6

BAB IV

PENYAKIT SALURAN KEMIH


1. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Batasan
Berkembangnya mikroorganisme pada saluran kemih (dari pielum samapi uretra termasuk
prostat) yang memberikan manifestasi klinis infeksi.
Etiologi
E coli, proteus, staphylococcus, atau pseudomonas
Patofisiologi
Masuknya kuman secara ascending ke dalam saluran kemih

Kolonisasi kuman di sekitar uretra masuknya kuman

Melalui uretra ke buli-buli penempelan kuman pada dinding buli-buli

Masuknya kuman melalui ureter ke ginjal


Kriteria Diagnosis
 Pemeriksaan Fisik
ISK atas: demam, menggigil, kram, nyeri punggung, muntah, scoliosis, penurunan
BB
ISK bawah: nyeri suprapubik, disurria, polikisuria, nokturia, hematuria, urgensi,
stranguria
 Pemeriksaan Penunjang
Analisis urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin, kultur urin
USG, radiografi, isotope scanning (atas indikasi)
Terapi
 Farmakologis
Pada kasus non komplikata, pemberian antibiotic selama 3 hari dengan pilihan
antibiotic sebagai berikut:
a. Tripetoprim sulfametoxazole
b. Fluorikuinolon
c. Amoxicillin clavulanate
d. Cefpodoxime
Resep:
R/ Ciprofloxacin tab mg 500 No X
2 dd tab 1
 Non Farmakologis
Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik.
Jaga hygiene genitalia eksterna

2. Batu Saluran Kemih


Batasan
Massa keras seperti batu yang terbentuk sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan
nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih, dan infeksi.
Etiologi
Fenomena
Terbentuk nukleasi
Inhibitor tidak efektif secara umum
Produk pembentukan perkembangan Kristal
Timbul agregasi Kristal prfoduk konsentrasi
Inhibitor akan menghambat kristalisasi
Nukleasi sangat lambat
Nukleasi heteregenous dapat terjadi
Matriks akan terlibat
Produk solubilitas kristal tidak terbentuk
Batu yang ada dapat larut

Patofisiologi
Teori pembentukan batu:
- Teori inti: Kristal dan benda asing merupakan tempat pengendapan Kristal dengan
supersaturasi
- Teori matriks: matriks organik dari serum atau protein dengan pengendapan
- Teori inhibitor konsentrasi: sedikitnya atau tidak adanya substansi penghambat
kristalisasi
Kriteria Diagnosis
 Pemeriksaan Fisik
- Sering asimptomatik, nyeri kolik ginjal dan saluran kemih, pinggang pegal,
gejala klinik ISK berulang, kencing bernanah, keluhan Gagal Ginjal Akut
atau Gagal Ginjal Kronis.
- Terdapat nyeri ketok costovertebra, nyeri suprapubik, didapatkan tanda
ballotemen karena hidronefrosis, didapatkan tanda-tanda gagal ginjal akut
atau kronik.

 Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan darah perifer lengkap dan fungsi ginjal.
- Foto polos BNO, USG, IVP (mahal)
Terapi
 Farmakologis
R/ Nephrolit tab No XXV
4 dd tab 2
R/ Ciprofloxacin 500 mg tab No VI
2 dd tab 1
R/ Antalgin 500 mg tab No X
3 dd tab 1
R/ Furosemid 40 mg tab No III
1-0-0
 Non Farmakologis
- Minum cukup dan diusahakan produksi urin sebanyak 2-3 liter per hari
- Diet rendah protein (meningkatkan eksresi kalsium dan menyebabkan urin
menjadi lebih asam), rendah garam, rendah purin. Contoh: nangka, bayam,
kambing, softdrink
- Olahraga: jogging, skipping (dapat membantu mempercepat pengeluaran
batu)
- Aktivitas harian yang cukup
3. Sindroma Nefrotik
Batasan
Kumpulan gejala dan tanda dari:
- Edema anasarka (pria: sampai edema skrotum, wanita: sampai edema labia
mayora)
- Proteinuria massif (>3,5 gram/hari)
- Hipoalbuminemia
- Hyperlipidemia

Etiologi
GN primer atau GN sekunder akibat infeksi, keganasam, penyakit jaringan pengikat, obat
atau toksin.
Patofisiologi

Kriteria Diagnosis
 Pemeriksaan Fisik
o Edema mulai dari pelupuk mata pagi hari bangun tidur, menghilang pada
siang hari, kemudian menjalar ke seluruh tubuh (edema anasarka) bersifat
pitting, striae pada perut atau femur.
o Kencing makin berkurang
o Timbul ascites diikuti sesak nafas dan pleural effusion
 Pemeriksaan Penunjang
o Pemeriksaan urin : proteinuria > 3.5 g/hari (dewasa) atau 0.05 g/kg/hari
(anak)
o Pemeriksaan darah : hipoalbumin <30g/l, hyperlipidemia
(hiperkolesterolemia), hiperkoagulabilitas, penurunan Ca plasma
o Pemeriksaan fungsi ginjal, biopsi ginjal
o Pemeriksaan serologic (atas indikasi)
Terapi
 Farmakologis
o Kortiokosteroid
Prednisone 1-2 mg/kgBB/hari, 4 minggu, kemudian dosis yang sama pada
hari – hari alternating selama 4 minggu
o Diuretika
Sampai edema hilang, dapat diberikan diuretika
- Furosemide (40-80 mg/hari) per oral, atau
- Spironolakton (25-200 mg/hari) peroral
o Tambahan protein
Infus albumin (salt poor human albumin)
o Sitostatika
Indikasi pengobotan sitostatika adalah “late kortikosteroid” dan “frequent
relapsing”. Preparat :
- Cychlophosphamide (2.5 mg/kgBB/hr) peroral dosis tunggal pada pagi hari ,
selama 6 minggu. Jika leukopenia sampai <3000/mm3, cyclophosphamide
dihentikan.
o Antibiotika
Untuk mengatasi infeksi, bukan profilaksis.
 Non Farmakologis
o Istirahat
o Diet rendah garam (0.5 – 1 gr/hari)
o Protein yang cukup (0.8 – 1 gr/kgBB/hr)
o Cukup kalori

4. BPH (Benign Prostate Hyperplasia)


Batasan
Hiperplasia stroma dan sel-sel epitel kelenjar periuretral prostat mengakibatkan
pendesakan jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi kapsul bedah.
Etiologi
Belum diketahui secara pasti tetapi diduga karena gangguan keseimbangan hormonal
estrogen dan androgen.
Patofisiologi
Gangguan keseimbangan pada proses senilitas atau sebab yang  Mengakibatkan
penurunan kadar androgen sehingga terjadi hiperestrenisme relative  Peningkatan kadar
estrogen tersebut akan meningkatkan sensitivitas dari reseptor androgen  menjadi lebih
responsif terhadap kerja dihydrotestoseron (DHT) sebagai mediator pertumbuhan prostat
 hiperplasi prostat  penyempitan lumen uretra posterior  tekanan intravesikal
meningkat  Buli-buli ginjal dan ureter: hipertrofi otot destrusor – refluks vesiko ureter,
trabekulasi – hidroureter, selula – hidronefrosis, divertikel buli-buli – piolefrosis
pilonefritis
Kriteria Diagnosis
 Pemeriksaan Fisik
Umumnya terjadi pada laki-laki tua usia diatas 50 tahun. Gejala gejala pembesaran
prostat jinak dikenal sebagai Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) yang
dibedakan menjadi :
1. Gejala iritatif yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun pada malam hari untuk
miksi (nokturia), perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi), dan nyeri
pada saat miksi (dysuria).
2. Gejala obstruktif adalah pancaran melemah, rasa tidak puas setelah miksi, kalau
mau miksi harus menunggu lama, harus mengedan, kencing terputus-putus dan
waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retesi urin dan inkontinen karena
overflow.
 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus sfingter anus,
mukosa rektum dan kelainan lain seperti benjolan dalam rektum dan prostat.
-Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus pada colok dubur
ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa urin kurang
dari 50 ml.
-Derajat dua, apabila ditemukan tanda dan gejala dan sama seperti pada derajat
satu, prostat lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih
dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.
-Derajat tiga, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan
sisa urin lebih dari 100 ml
-Derajat empat, apabila sudah terjadi retensi urin total.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. analisa urin dan pemeriksaan mikroskopik urin, elektrolit dan kadar ureum
kreatinin.
b. bila perlu prostate specific antigen (PSA) untuk dasar penentuan biopsy
3. Pemeriksaan pencitraan
a. foto polos abdomen
b. BNO-IVP
c. Systocopy
d. Cystografi
e. USG
4. Pemeriksaan lain
a. Uroflowmetri
b. pemeriksaan tekanan pancaran (Pressure folw studies)
c. pemeriksaan volume residu urin
Terapi
 Non Farmakologis
o Observasi  watchfull waiting
o Rujuk
o Operasi  prostatektomi terbuka, endourologi (TURP, TUIP, TULP
(laser)), invasive minimal (TUMT, TUBD, Strent uretra dengan prostacath)
 Farmakologis
o Penghambat adrenergic alfa (prazosin, terazosin, doksazosin dan akuzosin),
penghambat reduktase alfa (finasterid (proskar) dengan dosis 1x5 mg/hari),
fitoterapi (serenoa repens atau saw palmetto dan pumpkin seeds), hormonal

Anda mungkin juga menyukai