Anda di halaman 1dari 13

A.

POLA TEKTONIK

Aktivitas geologi di wilayah Aceh dimulai pada zaman Miosen, yakni saat
diendapkannya batuan yang dikenal sebagai Formasi Woyla. Pada zaman tersebut dihasilkan
struktur geologi yang berarah selatan-utara, yang diikuti oleh permulaan subduksi lempeng
India-Australia terhadap lempeng Eurasia pada zaman Yura Akhir. Pada periode Yura Akhir-
Kapur diendapkan satuan batuan vulkanik. Selanjutnya, di atas satuan ini diendapkan batu
gamping (mudstone dan wreckstone) secara tak selaras berdasarkan ditemukannya
konglomerat atas.

Pada akhir Miosen, Pulau Sumatera mengalami rotasi searah jarum jam. Pada zaman
Pliopleistosen, arah struktur geologi berubah menjadi barat daya-timur laut, di mana aktivitas
tersebut terus berlanjut hingga kini. Hal ini disebabkan oleh pembentukan letak samudera di
Laut Andaman dan tumbukan antara Lempeng Mikro Sunda dan Lempeng India-Australia
terjadi pada sudut yang kurang tajam. Terjadilah kompresi tektonik global dan lahirnya
kompleks subduksi sepanjang tepi barat Pulau Sumatera dan pengangkatan Pegunungan
Bukit Barisan pada zaman Pleistosen.

~1~
Pada akhir Miosen Tengah sampai Miosen Akhir, terjadi kompresi pada Laut
Andaman. Sebagai akibatnya, terbentuk tegasan yang berarah NNW-SSE menghasilkan
patahan berarah utara-selatan.
Sejak Pliosen sampai kini, akibat kompresi terbentuk tegasan yang berarah NNE-SSW yang
menghasilkan sesar berarah NE-SW, yang memotong sesar yang berarah utara-selatan.
Pola tektonik wilayah Aceh dikontrol oleh pola tektonik di Samudera Hindia.
Samudera Hindia berada di atas lempeng samudera (Indian – Australian Plate), yang bergerak
ke utara dengan kecepatan 6–8 cm per tahun. Pergerakan ini menyebabkan Lempeng India –
Australia menabrak lempeng benua Eropa – Asia (Eurasian Plate). Di bagian barat, tabrakan
ini menghasilkan Pegunungan Himalaya; sedangkan di bagian timur menghasilkan
penunjaman (subduction), yang ditandai dengan palung laut Java Trench membentang dari
Teluk Benggala, Laut Andaman, selatan Pulau Sumatera, Jawa dan Nusa Tenggara, hingga
Laut Banda di Maluku. Di Sumatera, penunjaman tersebut juga menghasilkan rangkaian
busur pulau depan (forearch islands) yang non-vulkanik (seperti: P. Simeulue, P. Banyak, P.
Nias, P. Batu, P. Siberut hingga P. Enggano), rangkaian pegunungan Bukit Barisan dengan
jalur vulkanik di tengahnya, serta sesar aktif ’The Great Sumatera Fault’ yang membelah
Pulau Sumatera mulai dari Teluk Semangko hingga Banda Aceh. Sesar besar ini menerus
sampai ke Laut Andaman hingga Burma.
Patahan aktif Semangko ini diperkirakan bergeser sekitar sebelas sentimeter per tahun
dan merupakan daerah rawan gempa bumi dan tanah longsor. Di samping patahan utama
tersebut, terdapat beberapa patahan lainnya, yaitu:
Sesar Aneuk Batee, Sesar Samalanga-Sipopok, Sesar Lhokseumawe, dan Sesar Blangkejeren.
Khusus untuk Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar dihimpit oleh dua patahan aktif,
yaitu Darul Imarah dan Darussalam. Patahan ini terbentuk sebagai akibat dari adanya
pengaruh tekanan tektonik secara global dan lahirnya kompleks subduksi sepanjang tepi barat
Pulau Sumatera serta pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan.
Daerah-daerah yang berada di sepanjang patahan tersebut merupakan wilayah yang
rawan gempa bumi dan tanah longsor, disebabkan oleh adanya aktivitas kegempaan dan
kegunungapian yang tinggi. Banda Aceh sendiri merupakan suatu dataran hasil amblesan
sejak Pliosen, hingga terbentuk sebuah graben. Dataran yang terbentuk tersusun oleh batuan
sedimen, yang berpengaruh besar jika terjadi gempa bumi di sekitarnya. Penunjaman
Lempeng India – Australia juga mempengaruhi geomorfologi Pulau Sumatera.

~2~
Adanya penunjaman menjadikan bagian barat Pulau Sumatera terangkat, sedangkan
bagian timur relatif turun. Hal ini menyebabkan bagian barat mempunyai dataran pantai yang
sempit dan kadang-kadang terjal.
Pada umumnya, terumbu karang lebih berkembang dibandingkan berbagai jenis
bakau. Bagian timur yang turun akan menerima tanah hasil erosi dari bagian barat (yang
bergerak naik), sehingga bagian timur memiliki pantai yang datar lagi luas. Di bagian timur,
gambut dan bakau lebih berkembang dibandingkan terumbu karang. Dengan gambaran
tersebut di atas, maka tidak hanya wilayah Aceh, namun wilayah-wilayah lain di pantai barat
Sumatera, pantai selatan Jawa dan Nusa Tenggara juga perlu mewaspadai kemungkinan
bencana serupa.

Sifat Fisik Batuan di Aceh dapat dikelompokkan menjadi batuan beku dan batuan
metamorfik atau malihan, batuan sedimen dan gunungapi tua, batugamping, batuan gunung
api muda, serta endapan aluvium. Secara rinci dijelaskan sebagai berikut.

1. Kelompok batuan beku dan batuan metamorfik—terdiri dari: granit, diorit, gabro,
sekis, dan batu sabak—terdapat di bagian tengah Bukit Barisan. Batuan bersifat
padu, kelulusan airnya rendah, daya dukung fondasi bangunan umumnya baik,
mampu mendukung bangunan bertingkat tinggi, dan jarang menjadi akuifer. Granit,
diorit, dan gabro dapat digunakan sebagai bahan bangunan, meskipun tidak sebagus
andesit. Tanah hasil pelapukannya bertekstur lempung hingga pasir. Kesuburan
potensialnya tergolong sedang karena kandungan silikanya yang tinggi.
2. Kelompok batuan sedimen dan gunung api tua—terdiri dari breksi, konglomerat, dan
lava—terdapat di bagian tepi Bukit Barisan dan daerah perbukitan rendah yang
membentang dari Sigli hingga Pangkalanbrandan di Sumatera Utara. Sifat batuan
umumnya padu, kelulusan airnya rendah, mampu mendukung bangunan bertingkat,
dan dapat menjadi akuifer dengan produktifitas kecil hingga sedang. Tanah hasil
pelapukannya bertekstur lanau hingga pasir. Kesuburan potensialnya berkisar rendah
hingga sedang.

3. Batugamping terdapat memanjang di daerah Lhok Nga, sebelah selatan Banda Aceh,
dan di Lampeunerut. Bersifat padu atau berongga, kelulusannya beragam tergantung
dari banyaknya rongga. Pada batugamping padu, daya dukung terhadap pondasi
tergolong bagus. Batugamping dapat digunakan sebagai bahan bangunan dan bahan
~3~
baku semen. Tanah hasil pelapukannya bertekstur lempung dan umumnya mempunyai
kesuburan potensial tinggi.

4. Kelompok batuan gunungapi muda—terdiri dari tufa, aglomerat, breksi volkanik, dan
lava—terdapat di daerah perbukitan di sebelah selatan Lhokseumawe. Pada umumnya
batuan bersifat agak padu, kelulusan airnya sedang hingga tinggi, dan daya dukung
pondasi bagus. Tanah hasil pelapukannya bertekstur lempung, lanau dan pasir;
kesuburan potensialnya tinggi.

5. Kelompok endapan aluvium—terdiri dari lempung dan pasir—terdapat di sepanjang


pantai dan di sepanjang DAS Krueng Aceh, termasuk Kota Banda Aceh. Endapan
masih bersifat lepas hingga agak padu, kelulusan airnya rendah hingga sedang, daya
dukung pondasinya rendah hingga sedang, dan kesuburan potensial tanahnya rendah
hingga tinggi.

B. PROSES TEKTONIK DAN PEMBENTUKAN GUNUNG API

Kerak bumi terbagi menjadi lempeng-lempeng tektonik yang besar dan kecil. Di
beberapa tempat, lempeng-lempeng tersebut bergerak saling menjauh dan di beberapa tempat
lain bergerak saling mendekat dan bertabrakan.

Pegunungan dibentuk oleh lempeng tektonik. Rantai pegunungan besar dapat mempengaruhi
sirkulasi udara rentang gunung yang dibentuk oleh lempeng tektonik.

~4~
Kerak bumi terbagi menjadi lempeng-lempeng tektonik yang besar dan kecil. Di
beberapa tempat, lempeng-lempeng tersebut bergerak saling menjauh dan di beberapa tempat
lain bergerak saling mendekat dan bertabrakan.

Di daerah yang lempengnya saling menjauh akan menimbulkan bahan lelehan dari
dalam bumi melalui retakan-retakan, kemudian mendingin dan membentuk batuan basalt.
Berpisahnya lempeng-lempeng bumi ini terjadi jauh di bawah laut, batuan basalt yang timbul
kemudian membentuk punggungan tengah samudra. Semakin banyak lelehan yang
membentuk basalt, lempeng-lempeng tektonik semakin jauh terpisah, hal ini menyebabkan
melebarnya dasar samudra.

Di Aceh saat ini ada tiga terdapat 5 gunung api yang hingga saat ini masih dinyatakan
aktif yaitu; Gunung Seulawah terdapat di Aceh Besar, Gunung Bur Ni Telong di Bener
Meriah, Gunung Peuet Sague yang terdapat di Aceh Pidie, , Gunung Merapi lauser di sebelah
tenggara aceh, . dan gunung api jaboi yang terdapat di kota sabang. Dibawah ini adalah 5
gunung berapi yang dinyatakan aktif dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
Indonesia. dan diurutkan berdasarkan besar gunung api tersebut.

1. GUNUNG SEULAWAH AGAM ACEH

Nama : G. Seulawah Agam


Nama Lain : Seulawah Agam, Seulawain Agam, Solawa Agam, Solawaik Agam,
Selawadjanten,   Goldberg
Nama Kawah : Kawah Heutsz, Tanah Simpago

~5~
LOKASI
a. Geografi :  5o25,5′ LU dan 95o36′ BT
b.Administrasi : Kecamatan Seulimeum,  Kabupaten Aceh Besar, Propinsi Nangro Aceh
Darusallam.
Ketinggian : 1726 m dml
Kota Terdekat : Banda Aceh, Sigli
TipeGunungapi : Strato
Lokasi Pos PGA : Desa Lambaro Tunong, Kecamatan Seulimeum 23915
Kabupaten Aceh    Besar. (5o22’12″ LU dan 95o37’46,5″ BT)

2. GUNUNG  BUR NI TELONG ACEH

Nama : Bur Ni Telong (Bur Ni = gunung, Telong = terbakar)


Nama Lain : Gunung Tutong, Boer Moetelong, G. Telong
Nama Kawah : A, B, C, D, E

Lokasi
a. Geografi : 4o38’47″ – 4o88’32″ LU dan 96o44’42″ – 96o55’03″ BT
b. Administrasi : Kabupaten Aceh Tengah, Nangro Aceh Darusallam
Ketinggian : 2624 m dml 1375 – 1725 m diatas Lembah Tritit ‘Baleq’
Kota Terdekat : Takengong (lk 17 km selatan G. Bur Ni Telong)
Tipe Gunungapi : Strato

~6~
3.  GUNUNG  PUET SAGUE AEH

Gunung Puet Sague adalah sebuah gunung berapi yang terletak di wilayah Kecamatan
Meureudu, Kabupaten Sigli wilayah Pidie Propinsi Aceh. Gunung ini menjulang tinggi
majemuk dengan empat buah puncak. 
Gunung ini memiliki ketinggian 2780 mdpl dengan posisi geografis berada pada 4 0 – 55 1/2
0 Lintang Selatan dan 96 0 – 20 0 Bujur Timur. Secara rinci dapat dilihat dibawah ini:
Nama : G. Puet Sague
Nama Lain : Puet Sagoe, Puet Sagu atau Ampat Sagi
Lokasi
a. Geografi : 4°55,5 LU dan 96°20 BT
b. Administrasi : Kecamatan Meureudeu Selatan, Kabupaten Sigli, Propinsi Nangroe Aceh
Darusallam.
Ketinggian              : 2780 m dml
Kota Terdekat         : Sigli
Tipe  Gunungapi     : Strato

4. GUNUNG LAUSER ACEH

~7~
Gunung Leuser dengan ketinggian 3.404 m adalah gunung tertinggi di Aceh,
Indonesia. Gunung Leuser terletak di sebelah tenggara Aceh, dekat perbatasan dengan
Sumatera Utara. 
Gunung Leuser terletak di dalam Taman Nasional Gunung Leuser yang mengambil nama
gunung ini sebagai namanya. Sedangkan Taman Nasional Gunung Leuser dan area
disekitarnya dikenal dengan nama Kawasan Ekosistem Leuser yang menjadi Situs Warisan
Dunia UNESCO. Tidak banyak informasi mengenai gunung berapi di lauser. 

5. GUNUNG MERAPI JABOI KOTA SABANG.

Gunung berapi di sabang sangat kecil namun masih layak untuk dikunjungi. Pergilah
ke Jaboi dan belok ke kiri setelah melewati desa, lalu ikuti jalan tersebut hingga tidak bisa
naik lebih tinggi lagi. Anda perlu jalan kaki sepanjang 200 meter di jalan setapak yang
mengarah ke kanan. Mungkin akan sedikit sulit untuk menemukan jalur tersebut, jadi ikuti
saja bau asap belerang dari gunung berapi tersebut. Gunung bearpi di kota sabang juga
dinyatakan aktif. tapi tidak dalam status waspada ataupun berbahaya. walaupun demikian,
namanya juga alam, bentar baik, tiba-tiba mengamuk, jadi kita tetap harus waspada apabila
sewaktu-waktu gunung itu mengamuk.

~8~
C. PROSPEK CEKUNGAN ACEH YANG BERPOTENSI
MENGANDUNG CADANGAN MIGAS DAN BATUBARA SERTA
MINERAL EKONOMIS LAINNYA

1. Prospek Hidrokarbon Sub-cekungan Simeulue

Survey kemitraan Indonesia (BPPT, Bakosurtanal, LIPI dan PPPGL) dan  Jerman (BGR)
yaitu  Sonne Cruise 186-2 SeaCause-II dilaksanakan pada tgl. 21 Januari  – 25 Februari 2006
di perairan barat Aceh sampai ke wilayah Landas Kontinen di luar 200 mil.  Selama kegiatan
tersebut telah dilaksanakan pengambilan data seismik 2D sepanjang sekitar 1500 km lintasan,
yang dilengkapi dengan data-data batimetri multibeam, magnetik dan gravitasi. Sebagian
kegiatan tersebut terfokus pada daerah laut dalam (deep water) cekungan Simeulue, dan
hanya satu lintasan seismik yang mengikat dengan tiga lokasi bor ex Union Oil dekat pantai.
Hasil review dan re-interpretasi lintasan-lintasan seismik yang memotong sub-cekungan
Simeulue yaitu lintasan 135-139 memperlihatkan indikasi sbb:

1. Sub-cekungan Simelue merupakan bagian dari cekungan Sibolga, bentuk cekungan a-


symetri, terletak pada laut dalam dengan kedalaman laut antara 1.000-1.500 m
(Gambar 4), makin ke barat ketebalan sedimen makin tebal mencapai lebih dari 5.000
m.
2. Di sisi barat cekungan ini ditemukan sesar-sesar (kelanjutan Sesar Mentawai)  yang
mengontrol aktifnya sesar-sesar tumbuh (growth fault) sehingga mengakibatkan
deformasi kuat struktur batuan sedimen pada tepian cekungan.
3. Di bagian timur cekungan, ditemukan lamparan karbonat (Miocene) dan indikasi
beberapa carbonate build-up Late-Miocene yang dapat berperan sebagai batuan

~9~
reservoir hidrokarbon, namun belum dapat dipastikan adanya batuan dasar cekungan
sebagai batuan sumber.
4. Batuan dasar cekungan diperkirakan berumur Paleo-Oligocene, walaupun tidak
ditemukan control aktifitas magmatik (sebagai sumber pematangan thermal), kecuali
di bagian timur mendekati daratan Sumatera kemungkinan dipengaruhi oleh aktivitas
gunungapi dari busur volkanik. Gambar 5. Memperlihatkan pola anomali magnet
yang mencerminkan bentuk pola batuan dasar sub-cekungan busur muka Simeuleu.
5. Interval antar lintasan survey yaitu > 20 km tidak dapat serta-merta mewakili seluruh
kondisi cekungan sehingga korelasi antar lintasan dianggap masih terlalu jauh.

Prospek Hidrokarbon Sub-cekungan Simeulue sebagai “Second Opinion”

Berdasarkan kajian yang dilakukan PPPGL terhadap data terbatas yang tersedia maka
dapat dikemukakan hal-hal berikut: 

1. Besarnya cadangan migas hasil hitungan BPPT yaitu antara 107-320 milyar barrel,
mungkin merupakan hasil hitungan sangat spekulatif untuk seluruh batuan reservoir
yang dianggap homogen (asumsi volume total dari batuan karbonat Miocene sebagai
kontainernya), jadi bukan cadangan terukur pada reservoar yang lazim terperangkap
pada antiklin atau perangkap struktur lainnya.
2. Interpretasi rekaman seismic 2D lazimnya hanya dapat menentukan ciri-ciri plays saja
yaitu hanya mengidentifikasi kemungkinan batuan reservoir  seperti carbonate build
up. Jadi belum layak digunakan untuk menghitung cadangan migas. Untuk
meningkatkan status indikasi plays menjadi lead maka diperlukan data seismik
tambahan dengan interval yang lebih rapat agar dapat  menentukan bentuk perangkap
dan batuan tudung (cap rock, seal), dan batuan induk (source rock). Selanjutnya
untuk mengetahui bahwa lead tersebut berpotensi migas maka perlu data pemboran
dan analisa core sehingga statusnya meningkat menjadi prospek.
3.  Dalam status prospek dikenal istilah cadangan probabilitas P10, P50 dan P90.
Prospek telah mencantumkan hasil analisa kimia perminyakan dari core hasil
pemboran, sehingga dapat diketahui kemungkinan besarnya cadangan (reserved). 
Cadangan inipun masih perlu dibuktikan klasifikasinya menjadi cadangan terduga
(P3), cadangan terukur (P2) dan cadangan terbukti (P1).

~ 10 ~
4. Oleh sebab itu, tidak mungkin menghitung cadangan migas hanya berdasarkan data
seismik 2D saja. Demikian pula untuk menghitung besarnya akumulasi minyak bumi
total (OOIP) pada status terbukti/mungkin/harapan dalam satuan barrel memerlukan
data tambahan yaitu survey G & G (geophysics dan Geology) terutama seismik 3D
serta analisa porositas batuan reservoir.

Tujuan dan ijin yang diberikan oleh pihak-pihak yang berwenang pada survey kemitraan
dengan BGR (Jerman) ini adalah survey saintifik murni tentang Geo-risk potential pasca
tsunami Aceh, bukan ditujukan secara khusus untuk  pencarian potensi migas (hydrocarbon
hunting), sehingga metode dan kelengkapan peralatan seismik yang digunakan
dalam survey ini belum memenuhi standar industri pada suatu eksplorasi hidrokarbon.

2. Cekungan Meulaboh“ Aceh Barat.

Pemerintah Belanda telah menerbitkan pula hasil penyelidikan emas di daerah ini dalam
bentuk buku laporan tahunan 1919. Pada akhir tahun 1930 Marsman’s Algemene Ekploratie
Maatschappij (MAEM) melakukan melakukan penyelidikan emas di Krueng Woyla dan
Krueng Seunagan (Blang Agoi) dengan mengunakan bor bangka dan membuat sumur uji.

Jepang melakukan penyelidikannya tahun 1939–1945, kemudian setelah Perang


Dunia II dilakukan penyelidikan oleh de Groet disepanjang Krueng Kila (Tuwih Saraja) dan
Krueng Cut. Penyelidikan di daerah aliran Krueng Woyla telah dilakukan oleh Teungku
Daud (1950), Charter Consolidated (1973) dan AMAX (1978-1979).

~ 11 ~
Lanjutan penyelidikan emas plaiser pernah dilakukan oleh ACA Howe Australia Pty. Ltd/PT.
Mincon Abadi (1982-1983) di Krueng Kila dan Krueng Cut, Jhon Harris/PT. Mincon (1984),
Kejan. C (1987) dan Bird M.C (1988). Penyelidikan Geokimia telah dilakukan pula oleh
Direktorat Geologi Sumber Daya Mineral Bandung.

Berdasarkan hasil penyelidikan tersebut diatas menunjukkan sebaran endapan emas


plaser terdapat didaerah aliran sungai utama serta anak-anak sungainya, seperti Krueng
Meureubo, Krueng Woyla, Krueng Seunagan, dan Krueng Cut serta beberapa sungai lainnya
di Aceh Barat. Cadangan yang cukup potensil Krueng Woyla, Krueng Meureubo dan Krueng
Seunagan dengan anak sungainya yaitu Krueng Kila dan Krueng Cut. Endapan emas plaser di
Krueng Woyla telah di ekploitasi oleh PT. Ara Tutut yang memulai produksinya pada tahun
1983. Teknik penambangan yang diterapkan oleh PT. Ara Tutut adalah menggunakan sistem
“Dredging” dimana kapal keruk ini dilengkapi dengan perangkat pengolahan dan pemurnian
emas dengan sistem amalgamasi.

Produk tertinggi yang dihasilkan perusahaan ini terjadi pada tahun 1991 yaitu emas
sebanyak 122,93 Kg, perak 9,60 kg dan platina 2,50 Kg. Sedangkan di Krueng Woyla dan
Krueng Cut telah dilakukan pendulangan emas oleh penduduk setempat sebagai pekerjaan
sampingan selain bertani. Biasanya sekali mendulang, setiap pendulang menghasilkan 1 s/d
11 butir emas, dan setiap harinya setiap pendulang dapat memperoleh hasil rata-rata 0,4-3
gram emas. Selain sebagai pekerjaan sampingan, pendulang emas ini telah dilakukan secara
turun temurun oleh penduduk setempat.

Bahan galian lainnya yang telah diusahakan penyelidikan ekplorasinya adalah timah
hitam di Aceh Timur oleh PT. Rao Kencana pada tahun 1985, walaupun sudah mendapatkan
kuasa pertambangan ekploitasi pada tahun 1992, perusahan ini belum sampai berproduksi
sampai tahun 1996 sehingga izin ekploitasinya dicabut kembali.

Untuk bahan galian batubara yang mengusahakannya PT. Bintang Purnama


Manggala. Pertama kali melakukan ekplorasi batu bara di Aceh Barat pada tahun 1985
sampai dengan tahun 1989. untuk melanjutkan ketahap ekploitasi/ produksi, perusahaan ini
dapat kendala berupa tumpang tindih 75% lahan usaha pertambangan batu bara dengan lahan
pembinaan transmigrasi di Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.

~ 12 ~
DAFTAR PUSTAKA

http://distamben.acehprov.go.id/index.php/page/6/sejarah-pertambangan-aceh
http://alexanderparera.blogspot.co.id/2011/07/tektonik-pulau-sumatera_19.html
http://ayobelajargeologi.blogspot.co.id/2014/05/tektonik-pulau-sumatera_30.html
http://maidi2008mipafisika.blogspot.co.id/2012/03/kondisi-geologi-di-aceh.html
http://ilmusosial.net/proses-tektonik-dan-pembentukan-gunung-api.html
http://www.mgi.esdm.go.id/content/potensi-hidrokarbon-pada-sub-cekungan-busur-
muka-simeulue-tanggapan-geologi-kelautan-sebagai

~ 13 ~

Anda mungkin juga menyukai