Laporan Pendahuluan Chronic Kidney Disease Di Ruang 27 Rssa Malang
Laporan Pendahuluan Chronic Kidney Disease Di Ruang 27 Rssa Malang
RSSA MALANG
1. Filtrasi Glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus,
seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat
impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap
air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa
nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari
curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau
sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini
dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate).
Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal
dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula
bowman’s, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah
filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula
bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya
dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas
dinding kapiler.
2. Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,
elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat
tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.
3. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran
darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak
terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara
alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion
hidrogen.
Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga
telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini,
tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa
hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi,
untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi
dan sebaliknya.
Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan
ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).
Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita
memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai
contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan
hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium
plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik.
B. DEFINISI
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis
didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau
tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010).
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi
dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif,
irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit,
sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009).
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
CKD merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun..
Adanya kelainan ginjal berupa kelainan struktural atau fungsional, yang
ditandai oleh kelainan patologi atau petanda kerusakan ginjal secara
laboratorik atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan (radiologi), dengan
atau tanpa penurunan fungsi ginjal yang ditandai dengan penurunan laju
filtrasi glomerulus (LFG) yang berlangsung > 3 bulan.
C. ETIOLOGI
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik (Infeksi saluran kemih),
glomerulonefritisi (penyakit peradangan). Pielonefritis merupakan
infeksi bakteri piala ginjal, tubulus, dan jaringaninterstisial dari salah
satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melaluiuretra
dan naik ke ginjal. salah satu jenis penyakit ginjal di mana terjadi
peradangan pada glomerulus. Glomerulus merupakan bagian ginjal yang
berfungsi sebagai penyaring dan membuang cairan serta elektrolit
berlebih, juga zat sisa (sampah) dari aliran darah.
2. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis disebabkan karena
terjadinya kerusakan vaskularisasi di ginjal oleh adanya peningkaan
tekanan darah akut dan kronik.
3. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif
4. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal
5. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis
6. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal
7. Nefropati obstruktif misalnya
- Saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal
- Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra
D. KLASIFIKASI
1. Tahap I : Penurunan Cadangan Ginjal
- GFR 40-70 ml/min/menurun 50%
- BUN dan Creatinin normal tinggi
- Tidak ada manifestasi klinik
- CCT : 76-100 ml/min
Pada stage ini tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron sehat mampu
mengkompensasi nefron yang sudah rusak. Penurunan kemmapuan
mengkonsentrasi urin menyebabkan nokturia dan poliuria.
2. Tahap II : Insufisiensi Ginjal
- GFR 20-40 ml/min atau GFR 20-35%
- BUN dan Creatinin naik
- Anemia ringan, polyuria, nocturia, edema
- CCT : 26-75 ml/min
Nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena
beratnya beban yang dterima. Mulai terjadi akumulasi sisa metabolic
dalam darah karena nefron sehat tidak mampu lagi mengkompensasi.
3. Tahap III : Gagal Ginjal
- GFR : 10-20 ml/min atau <20% normal
- Anemia sedang, azotemia
- Gangguan elektrolit : Na ↑, K ↑, dan PO4 ↑
- CCT : 6-25 ml/min
Makin banyak nefron yang mati
4. Tahap IV : ESRD (End Stage Renal Disease)
- GFR : < 10 ml/min atau <5% normal
- Kerusakan fungsi ginjal dalam pengaturan, excretory dan hormonal
- BUN dan Creatinin
- CCT : < 5 ml/min
Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Diseluruh ginjal ditemukan
jaringan parut dan atrofi tubulus. Akumulasi sisa metabolic dalam jumlah
banyak seperti ureum, kreatinin, dalam darah. Ginjal tidak mampu
mempertahankan homeostatsis. Membutuhkan pengobatan dialisa /
transplantasi ginjal
Menurut American Diabete Association, 2007
Stadium 1
Seseorang yang berada pada stadium 1 gagal ginjal kronik (GGK)
biasanya belum merasakan gejala yang mengindikasikan adanya kerusakan pada
ginjal. Hal ini disebabkan ginjal tetap berfungsi secara normal meskipun tidak
lagi dalam kondisi 100%, sehingga banyak penderita yang tidak mengetahui
kondisi ginjalnya dalam stadium 1. Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya
saat penderita memeriksakan diri untuk penyakit lainnya seperti diabetes dan
hipertensi.
Stadium 2
Sama seperti pada stadium awal, tanda – tanda seseorang berada pada
stadium 2 juga tidak merasakan gejala karena ginjal tetap dapat berfungsi
dengan baik. Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya saat penderita
memeriksakan diri untuk penyakit lainnya seperti diabetes dan hipertensi.
Stadium 3
Seseorang yang menderita GGK stadium 3 mengalami penurunan GFR
moderat yaitu diantara 30 s/d 59 ml/min. Dengan penurunan pada tingkat ini
akumulasi sisa–sisa metabolisme akan menumpuk dalam darah yang disebut
uremia. Pada stadium ini muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi
(hipertensi), anemia atau keluhan pada tulang. Gejala- gejala juga terkadang
mulai dirasakan seperti:
a. Fatique: rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
b. Kelebihan cairan: Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat
ginjal tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam
tubuh. Hal ini membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar
kaki bagian bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat
mengalami sesak nafas akaibat teralu banyak cairan yang berada dalam
tubuh.
c. Perubahan pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan
adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami
perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur
dengan darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan
terkadang penderita sering trbangun untuk buang air kecil di tengah
malam.
d. Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada
dapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal
seperti polikistik dan infeksi.
e. Sulit tidur: Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur
disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupun restless legs.
f. Penderita GGK stadium 3 disarankan untuk memeriksakan diri ke
seorang ahli ginjal hipertensi (nephrolog). Dokter akan memberikan
rekomendasi terbaik serta terapi – terapi yang bertujuan untuk
memperlambat laju penurunan fungsi ginjal. Selain itu sangat disarankan
juga untuk meminta bantuan ahli gizi untuk mendapatkan perencanaan
diet yang tepat. Penderita GGK pada stadium ini biasanya akan diminta
untuk menjaga kecukupan protein namun tetap mewaspadai kadar fosfor
yang ada dalam makanan tersebut, karena menjaga kadar fosfor dalam
darah tetap rendah penting bagi kelangsungan fungsi ginjal. Selain itu
penderita juga harus membatasi asupan kalsium apabila kandungan
dalam darah terlalu tinggi. Tidak ada pembatasan kalium kecuali didapati
kadar dalam darah diatas normal. Membatasi karbohidrat biasanya juga
dianjurkan bagi penderita yang juga mempunyai diabetes. Mengontrol
minuman diperlukan selain pembatasan sodium untuk penderita
hipertensi.
Stadium 4
Pada stadium ini fungsi ginjal hanya sekitar 15–30% saja dan apabila
seseorang berada pada stadium ini sangat mungkin dalam waktu dekat
diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal/dialisis atau melakukan
transplantasi. Kondisi dimana terjadi penumpukan racun dalam darah atau
uremia biasanya muncul pada stadium ini. Selain itu besar kemungkinan
muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia, penyakit
tulang, masalah pada jantung dan penyakit kardiovaskular lainnya. Gejala yang
mungkin dirasakan pada stadium 4 hampir sama dengan stadium 3, yaitu:
a. Fatique: rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
b. Kelebihan cairan: Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal
tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal
ini membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian
bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak
nafas akaibat teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh.
c. Perubahan pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan
adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami
perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur
dengan darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang
penderita sering trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
d. Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada
dapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal
seperti polikistik dan infeksi.
e. Sulit tidur: Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur
disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupunrestless legs.
f. Nausea : muntah atau rasa ingin muntah.
g. Perubahan cita rasa makanan : dapat terjadi bahwa makanan yang
dikonsumsi tidak terasa seperti biasanya.
h. Bau mulut uremic : ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi
melalui bau pernafasan yang tidak enak.
i. Sulit berkonsentrasi
Stadium 5 (gagal ginjal terminal)
Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk
bekerja secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal
(dialisis) atau transplantasi agar penderita dapat bertahan hidup. Gejala yang
dapat timbul pada stadium 5 antara lain:
a. Kehilangan nafsu makan
b. Nausea.
c. Sakit kepala.
d. Merasa lelah.
e. Tidak mampu berkonsentrasi.
f. Gatal – gatal.
g. Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali.
h. Bengkak, terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan kaki.
i. Kram otot
j. Perubahan warna kulit
E. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal
untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus
dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang
rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang
80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah, akan semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut
filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin
akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar
nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan
indicator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi
secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal,
tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka
RBC), dan medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan
untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia.
Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+)
yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan
tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium
bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga
terjadi
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami
perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal.
Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi,
disertai keletihan, angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka
yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal,
terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar
serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak
berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan
mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga
metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal
dibuat di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat
dan keseimbangan parathormon.
F. MANIFESTASI KLINIK
1. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi
perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama
jantung dan edema.
2. Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak,
suara krekels.
3. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan
metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran
gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
4. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu
digerakan), burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama
ditelapak kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot – otot
ekstremitas).
5. Gangguan Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan
akibat penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan
rapuh, kering bersisik, kulit mudah memar.
6. Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan
metabolic lemak dan vitamin D.
7. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi
kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia,
hipomagnesemia, hipokalsemia.
8. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi
eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang
berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam
suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan
trombositopeni.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Radiologi
1. Ultrasono ginjal
Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
2. Biopsi ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis
3. Endoskopi ginjal nefroskopi
Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal ; keluar batu, hematuria
dan pengangkatan tumor selektif
4. Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid
overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikadial.
5. Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi dan kalsifikasi metastatik.
b. Urine :
Volume, Warna, Sedimen, Berat jenis, Kreatinin, Protein
c. Darah :
Bun / kreatinin, Hitung darah lengkap, Sel darah merah, Natrium serum,
Kalium, Magnesium fosfat, Protein, Osmolaritas serum
d. Pielografi intravena
Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
e. Pielografi retrograd
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel
f. Arteriogram ginjal
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, massa.
g. Sistouretrogram berkemih
Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter, retensi.
h. Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi
ginjal. Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau
obstruksi lain.
i. EKG
Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa, aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda tanda perikarditis.
H. PENATALAKSANAAN
1. Konservatif
Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendah Protein)
Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik
merupakan hasil pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat
dalam darah jika terdapat gangguan pada klirens renal. Protein yang
dikonsumsi harus bernilai biologis (produk susu, telur, daging) di mana
makanan tersebut dapat mensuplai asam amino untuk perbaikan dan
pertumbuhan sel. Biasanya cairan diperbolehkan 300-600 ml/24 jam.
Kalori untuk mencegah kelemahan dari Karbohidrat dan lemak.
Pemberian vitamin juga penting karena pasien dialisis mungkin
kehilangan vitamin larut air melalui darah sewaktu dialisa.
b. Simptomatik
Hipertensi ditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol
volume intravaskuler. Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner perlu
pembatasan cairan, diit rendah natrium, diuretik, digitalis atau
dobitamine dan dialisis. Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya
tanpa gejala dan tidak perlu penanganan, namun suplemen natrium
bikarbonat pada dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis.
Anemia pada CKD ditangani dengan epogen (erytropoitin
manusia rekombinan). Anemia pada pasaien (Hmt < 30%) muncul tanpa
gejala spesifik seperti malaise, keletihan umum dan penurunan toleransi
aktivitas. Abnormalitas neurologi dapat terjadi seperti kedutan, sakit
kepala, dellirium atau aktivitas kejang. Pasien dilindungi dari kejang.
c. Terapi Pengganti
Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal adalah terapi yang paling ideal mengatasi
gagal ginjal karena menghasilkan rehabilitasi yang lebih baik
disbanding dialysis kronik dan menimbulkan perasaan sehat seperti
orang normal. Transplantasi ginjal merupakan prosedur menempatkan
ginjal yang sehat berasal dari orang lain kedalam tubuh pasien gagal
ginjal. Ginjal yang baru mengambil alih fungsi kedua ginjal yang telah
mengalami kegagalan dalam menjalankan fungsinya. Seorang ahli
bedah menempatkan ginjal yang baru (donor) pada sisi abdomen bawah
dan menghubungkan arteri dan vena renalis dengan ginjal yang baru.
Darah mengalir melalui ginjal yang baru yang akan membuat urin
seperti ginjal saat masih sehat atau berfungsi. Ginjal yang dicangkokkan
berasal dari dua sumber, yaitu donor hidup atau donor yang baru saja
meninggal (donor kadaver).
Cuci Darah (dialisis)
Dialisis adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami
difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari satu
kompartemen cair menuju kompartemen cair lainnya. Hemodialisis dan
dialysis merupakan dua teknik utama yang digunakan dalam dialysis,
dan prinsip dasar kedua teknik itu sama, difusi solute dan air dari
plasma ke larutan dialisis sebagai respons terhadap perbedaan
konsentrasi atau tekanan tertentu.
a. Dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan atau CAPD
Dialisis peritoneal adalah metode cuci darah dengan bantuan
membran selaput rongga perut (peritoneum), sehingga darah tidak
perlu lagi dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan seperti yang
terjadi pada mesin dialisis. CAPD merupakan suatu teknik dialisis
kronik dengan efisiensi rendah sehingga perlu diperhatikan kondisi
pasien terhadap kerentanan perubahan cairan (seperti pasien diabetes
dan kardiovaskular).
b. Hemodialisis klinis di rumah sakit
Cara yang umum dilakukan untuk menangani gagal ginjal di
Indonesia adalah dengan menggunakan mesin cuci darah (dialiser)
yang berfungsi sebagai ginjal buatan.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
1. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic,
katabolisme dan masukan diet berlebih.
2. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
rennin-angiotensin-aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan
drah selama hemodialisa
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
6. Asidosis metabolic
7. Osteodistropi ginjal
8. Sepsis
9. neuropati perifer
10. hiperuremia
infeksi vaskuler zat toksik
Obstruksi saluran kemih
reaksi arteriosklerosis tertimbun ginjal
antigen Retensi urin batu besar dan kasar iritasi / cidera jaringan
antibodi
suplai darah ginjal turun
menekan saraf hematuria
perifer
anemia
nyeri pinggang
GFR turun
GGK
sindrom uremia urokrom total CES naik suplai nutrisi dalam produksi Hb turun
resiko
tertimbun di kulit darah turun
gangguan nutrisi
tek. kapiler oksihemoglobin turun
perpospatemia gang.
naik
keseimbangan perubahan warna intoleransi
pruritis asam - basa kulit gangguan aktivitas
vol. interstisial naik suplai O2 kasar turun
perfusi jaringan
prod. asam naik
edema payah jantung kiri bendungan atrium kiri
(kelebihan volume cairan)
as. lambung naik naik
COP turun
nausea, vomitus iritasi lambung preload naik
tek. vena pulmonalis
aliran darah ginjal suplai O2 suplai O2 ke
resiko infeksi perdarahan beban jantung naik turun jaringan turun otak turun kapiler paru naik
gangguan
nutrisi gastritis
- hematemesis hipertrofi ventrikel kiri RAA turun metab. syncope edema paru
mual, - melena anaerob
muntah retensi Na & H2O timb. as. (kehilangan
anemia naik laktat naik
kesadaran)
gang. pertukaran
kelebihan vol. gas
- fatigue intoleransi aktivitas
cairan
- nyeri sendi
HEMODIALISA
1. Definisi Hemodialisis
Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawi darah
yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan menggunakan mesin
hemodialisis. Hemodialisis merupakan salah satu bentuk terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy/RRT) dan hanya menggantikan sebagian dari fungsi ekskresi ginjal.
Hemodialisis dilakukan pada penderita PGK stadium V dan pada pasien dengan AKI
(Acute Kidney Injury) yang memerlukan terapi pengganti ginjal. Menurut prosedur yang
dilakukan HD dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: HD darurat/emergency, HD
persiapan/preparative, dan HD kronik/reguler (Daurgirdas et al., 2007).
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan
sakit akut dan memerlukan terapi dialisys jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa
minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau end stage renal disease
(ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau permanen. Tujuan hemodialisa
adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan
mengeluarkan air yang berlebihan (Suharyanto dan Madjid, 2009).
2. Tujuan Hemodialisis
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain :
a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.
b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.
3. Indikasi Hemodialisis
Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera dan HD kronik.
Hemodialis segera adalah HD yang harus segera dilakukan.
a. Indikasi hemodialisis segera antara lain (Daurgirdas et al., 2007):
Kegawatan ginjal
a. Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
b. Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)
c. Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)
d. Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K >6,5 mmol/l )
e. Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
f. Uremia ( BUN >150 mg/dL)
g. Ensefalopati uremikum
h. Neuropati/miopati uremikum
i. Perikarditis uremikum
j. Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L)
k. Hipertermia
Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.
b. Indikasi Hemodialisis Kronik
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan
seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis. Menurut K/DOQI
dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien yang mempunyai GFR
<15ml/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika
dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah ini (Daurgirdas et al., 2007):
GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis
Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea dan muntah.
Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
Komplikasi metabolik yang refrakter
a. Mekanisme Hemodialisis
Pada hemodialisis, aliran darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen
dialihkan dari tubuh pasien ke dializer tempat darah tersebut dibersihkan dan
kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien. Sebagian besar dializer merupakan
lempengan rata atau ginjal serat artificial berongga yang berisi ribuan tubulus selofan
yang halus dan bekerja sebagai membran semipermeabel. Aliran darah akan melewati
tubulus tersebut sementara cairan dialisat bersirkulasi di sekelilingnya. Pertukaran
limbah dari darah ke dalam cairan dialisat akan terjadi melalui membrane
semipermeabel tubulus (Brunner & Suddarth, 2002).
Hemodialisis terdiri dari 3 kompartemen:
kompartemen darah
kompartemen cairan pencuci (dialisat)
ginjal buatan (dialiser).
Prinsip kerja hemodialisis adalah komposisi solute (bahan terlarut) suatu
larutan (kompartemen darah) akan berubah dengan cara memaparkan larutan ini
dengan larutan lain (kompartemen dialisat) melalui membran semipermeabel
(dialiser).
a. Difusi
Adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan kadar di dalam darah,
makin banyak yang berpindah ke dialisat. Mekanisme difusi bertujuan untuk
membuang zat-zat terlarut dalam darah (blood purification),
b. Osmosis
Adalah proses berpindahnya air karena tenaga kimiawi yaitu perbedaan osmolitas
dan dialisat
c. Ultrafiltrasi
Adalah proses berpindahnya zar dan air karena perbedaan hidrostatik di dalam
darah dan dialisat. Mekanisme ultrafiltrasi bertujuan untuk mengurangi kelebihan
cairan dalam tubuh (volume control) (Roesli, 2006).
Terdapat tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisa, yaitu difusi, osmosis,
ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi
dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat
dengan konsentrasi yang lebih rendah. Cairan dialisat tersusun dari semua elektrolit
yang penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kelebihan cairan dikeluarkan
dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan
menciptakan gradien tekanan, dimana air bergerak dari daerah dengan tekanan yang
lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat). Gradient ini
dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negative yang dikenal sebagai
ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan negative diterapkan pada alat ini sebagai
kekuatan penghisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air (Suharayanto
dan Madjid, 2009).
6. Komplikasi Hemodialisis
komplikasi hemodialisis mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan.
b. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi jika udara
memasuki sistem vaskuler pasien
c. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya sirkulasi
darah di luar tubuh.
d. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme
meninggalkan kulit.
e. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan serebral dan
muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini memungkinkan terjadinya lebih
besar jika terdapat gejala uremia yang berat.
f. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan
ruang ekstrasel.
g. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi.
7. Nyeri dada
Frekuensi nyeri dada saat hemodialisis adalah 2-5 % dari keseluruhan
hemodialisis (Holley, 2007). Lebih lanjut daurgirdas, 2008 menyebutkan bahwa nyeri
dada hebat saat hemodialisis ferekuensinya adalah 1-4%. Nyeri dada saat hemodialisis
dapat terjadi pada pasien akibat penurunan hematokrit dan perubahan volume darah
karena penarikan cairan (Kallenbach, et all, 2005). Perubahan dalam volume darah
menyebabkan terjadinya penurunan aliran darah miokard dan mengakibatkan
berkurangnya oksigen miokard. Nyeri dada juga bisa menyertai kompilkasi emboli udara
dan hemolisis (Kallenbach, et all, 2005, Thomas, 2003).
Nyeri dada akibat adanya ultrafiltrasi yang cepat dan volume tinggi dapat
menyebabkan penarikan cairan yang berlebihan dan cepat ke dalam dialiser sehingga
menyebabkan penurunan volume cairan, penurunan PCO2, elektrolit dalam tubuh yang
bersama dengan terjadinya sirkulasi darah diluar tubuh dapat mengakibatkan hipovolemik
dan dapat terjadi nyeri dada pada pasien dengan CKD.
a. Pengkajian
Biodata
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda, dapat
terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria
Keluhan utama
Tanda-tanda dan gejala uremia yang mengenai system tubuh (mual, muntah,
anoreksia berat, peningkatan letargi, konfunsi mental), kadar serum yang meningkat.
Riwayat penyakit
Sekarang
Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan kardiogenik.
Dahulu
Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia,
prostatektomi.
Keluarga
Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).
Riwayat obat-obatan
Pasien yang menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus dievaluasi dengan
cermat. Terapi antihipertensi, yang sering merupakan bagian dari susunan terapi
dialysis, merupakan salah satu contoh di mana komunikasi, pendidikan dan evaluasi
dapat memberikan hasil yang berbeda. Pasien harus mengetahui kapan minum obat
dan kapan menundanya. Sebagai contoh, obat antihipertensi diminum pada hari yang
sama dengan saat menjalani hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi selama
hemodialisis dan menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya.
Psikospiritual
Penderita hemodialisis jangka panjang sering merasa kuatir akan kondisi penyakitnya
yang tidak dapat diramalkan. Biasanya menghadapi masalah financial, kesulitan
dalam mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang menghilang serta
impotensi, dipresi akibat sakit yang kronis dan ketakutan terhadap kematian. Prosedur
kecemasan merupakan hal yang paling sering dialami pasien yang pertama kali
dilakukan hemodialisis. (Muttaqin, 2011: 267)
ADL (Activity Day Life)
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup
sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal ginjal kronik sehingga
menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk
tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu
perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Anoreksia, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut, intake minum yang
kurang. dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan
klien. Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat badan (malnutrisi)
anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut (amonia), Penggunaan diuretic,
Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori,
kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut tipis, kuku rapuh.
3) Pola Eliminasi
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak
dapat kencing. Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
abdomen kembung, diare atau konstipasi, Perubahan warna urine, (pekat, merah,
coklat, berawan) oliguria atau anuria.
4) Pola tidur dan Istirahat
Gelisah, cemas, gangguan tidur.
5) Pola Aktivitas dan latihan
Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas menyebabkan klien tidak mampu
melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, Kelemahan otot, kehilangan
tonus, penurunan rentang gerak.
6) Pola hubungan dan peran
Kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja, mempertahankan fungsi
peran).
7) Pola sensori dan kognitif
Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada
luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien mampu melihat dan
mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami disorientasi/ tidak.
Pemeriksaan fisik
BB : Setelah melakukan hemodialisis biasanya berat badan akan menurun. TTV:
Sebelum dilakukan prosedur hemodialisis biasanya denyut nadi dan tekanan darah
diatas rentang normal. Kondisi ini harus di ukur kembali pada saat prosedur selesai
dengan membandingkan hasil pra dan sesudah prosedur. (Muttaqin, 2011: 268) B2 :
hipotensi, turgor kulit menurun
1) Pernafasan (B 1 : Breathing)
Gejala:
Nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum, kental
dan banyak.
Tanda:
Takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif dengan / tanpa
sputum.
2) Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala:
Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau angina dan sesak
nafas, gangguan irama jantung, edema.
Tanda
Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki, telapak tangan,
Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik, friction rub perikardial,
pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.kecendrungan perdarahan.
3) Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran: Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma.
4) Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder)
Gejala:
Penurunan frekuensi urine (Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine
kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing), oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda:
Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.
5) Pencernaan - Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan Diare
6) Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala:
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat malam hari),
kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda:
Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada kulit, fraktur
tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi keterbatasan gerak
sendi
Pemeriksaan Penunjang
Kadar kreatinin serum diatas 6 mg/dl pada laki-laki, 4mg/dl pada perempuan, dan
GFR 4 ml/detik.
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Pre Hemodialisis
1. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional mengenai tindakan
yang akan dilakukan.
Intra Hemodialisis
2. Resiko tinggi terhadap kehilangan akses vaskuler berhubungan dengan
perdarahan karena lepas sambungan secara tidak sengaja.
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
ultrafiltrasi.
4. Resiko tinggi kelebihan volume cairan berhubungan dengan
pemasukan cairan untuk mendukung tekanan darah selama dialisa.
5. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah
Post Hemodialisis
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan dengan status kesehatan atau
fungsi peran
7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi kulit pada sisi
pemasangan kateter
DAFTAR PUSTAKA