Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

TENTANG
PREMATUR

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2 - A.2 / SEMESTER VI
1. SUCIATI ( 073 STYC 15 )
2. NURJAITUN ( 049 STYC 15 )
3. MUH.REZA RAHMANA ( 044 STYC 15 )
4. SAHRIL RAMDANI ( 064 STYC 15 )
5. MUH.JEFRI ( 043 STYC 15 )
6. SRI SUSANTI ( 072 STYC 15 )

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2018

1 | system reprodusi/kelompok 2
KATA PENGANTAR

Berkat rahmat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah-Nya kepada kita
semua sahingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah “Sistem reproduksi”.
Terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Dosen Sabi,Ah dosen Sistem Reproduksi
yang telah membimbing penyusun dalam penyelesaian makalah. Kami menyadari
bahwa makalah ini jauh dari sempurna, maka saran dan kritik sangat kami nantikan
dari para mahasiswa dan pengajar sehingga akan semakin memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami selaku penulis mengucapkan mohon maaf apabila ada kesalahan dan
kami berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi para mahasiswa S1
Keperawatan dan pembaca.

Mataram, 31 Mei
2018

Penyusun

Kelompok 2

2 | system reprodusi/kelompok 2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................... 1
KATA PENGANTAR....................................................................................... 2
DAFTAR ISI...................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 4
1.2 tujuan.................................................................................................... 4
1.3 ruang lingkup penulisan....................................................................... 4
1.4 Metode penelitian................................................................................. 4
BAB 2 PEMBAHASAN....................................................................................
2.1 Pengertian kala Prematur..................................................................... 5
2.2 Klasifikasidan kategori......................................................................... 5
2.3 etiologi.................................................................................................. 10
2.4 manefestasi klinis................................................................................. 10
2.5 patofisiologi..........................................................................................11
2.6 penatalaksanaan ...................................................................................13
BAB 3 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN .............................
3.1 Pengkajian Keperawatan.....................................................................16
3.2 Diagnosa Keperawatan.........................................................................16
3.3 Intervensi Keperawatan........................................................................17
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan..........................................................................................19
4.2 Saran.....................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................20

3 | system reprodusi/kelompok 2
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Kebanyakan bayi adalah matur, sehat dan terbentuk sempurna pada saat lahir,
tetapi dalam presentase kecil tidaklah demikian. Bagi mereka yang mengalami hal
demikian, deteksi dan penanganan awal terhadap masalah adalah penting.
Sebetulnya semua bayi yang berkembang dibawah normal disebut premature
kemudian diketahui bahwa baik usia gestasi dan pertumbuhan yang diukur melalui
berat badan merupakan indicator penting terhadap derajat resiko yang sesuai.
Berbicara sesuai umum, bayi paterm dan mereka dengan BBLR memiliki tingkat
mortalitas yang tinggi dibandingkan dengan bayi lahir fullterm dengan berat badan
yang sesuai. Bayi yang memiliki masalah yang berhubungan dengan pertumbuhan
biasanya mengalami gangguan pernafasan, neurology dan terminal.
Namun belakangan ini teknologi kedokteran sangat maju. Jaman dulu bayi
prematur yang lahir usia 6 bulan ke bawah (25 minggu atau kurang) hamper tidak ada
harapan hidup sama sekali. Boleh dibilang hampir semuanya mati. Karena kemajuan
kedokteran sekarang, bayi lahir prematur sekitar 6 bulan bisa dipertahankan
hidupnya.

B. Tujuan
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas
Sistem Reproduksiyang berjudul “Prematur”.
Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui  mengenai
adaptasi pada bayi baru lahir lebih dalam lagi agar dapat menambah pengetahuan
penulis ataupun pembaca.

4 | system reprodusi/kelompok 2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Persalinan preterm adalah yang berlangsung pada umur kehamilan 20-37
minggu dihitumg dari hari pertama haid terakhir (ACOG 1995).Badan kesehatan
dunia (WHO) menyatakan bahwa bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia
kehamilan37 minggu atau kurang.Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di
Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang
terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu.
Secara garis besar, kelahiran prematur mengacu pada pelahiran bayi yang
berlangsung antara usia kehamilan 24+0 dan 36+6 minggu. Persalinan prematur
dengan selaput ketuban utuh terjadi pada lebih 50% kasus yang ditemukan di unit
maternitas.
B  Klasifikasi dan Katagori
Kelahiran prematur digolongkan ke dalam 3 periode gestasi :
a. Kelahiran agak prematur. Berlangsung antara usia kehamilan 35 dan 37
minggu.
b. Kelahiran sangat prematur. Belangsung antara usia kehamilan 29 dan 34
minggu.
c. Kelahiran luar biasa prematur. Berlangsung antara usia kehamilan 24 dan 28
minggu.
Pelahiran yang lebih dini lagi biasanya disebut dengan keguguran karena usia
viabilitas terkini adalah 24 minggu, kecuali bayi telah menunjukan tanda-tanda
kehidupan pada saat kelahiran.

5 | system reprodusi/kelompok 2
Pelahiran prematur terindikasi adalah kelahiran prematur yang dilakukan karena
tindakan tersebut dianggap paling tepat untuk ibu atau bayi.
Kelahiran prematur spontan adalah kelahiran prematur yang terjadi akibat :
 Persalinan prematur spontan.
 Pecah ketuban dan prapersalinan (PPROM) spontan.
Klasifikasi Bayi Prematur.
Berat lahir dan usia kehamilan merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan
dalam penatalaksanaan bayi prematur setelah bayi dilahirkan :
a. Berat bayi lahir rendah kurang dari 2500 g.
b. Berat bayi lahir sangat rendah kurang dari 1500 g.
c. Berat bayi luar biasa rendah kurang dari 1000 g.
C. Etiologi
Penyebab kelahiran prematur dapat digolangkan menjadi penyebab fisiologis dan non
fisiologis.
1. Fisiologis.
a. Infeksi.
Beberapa ibu dapat menderita penyakit, seperti infeksi saluran kemih,
pielonefritis, appendisitis atau pneumonia, dan semuanya berkaitan dengan
persalianan prematur. Pada kasus tersebut, persalinan prematur mungkin
disebabkan oleh penyebaran infeksi melalui darah langsung ke rongga uterus,
penyebaran tak langsung melalui produk samping kimiawi, baik yang dari
mikroorganisme maupun dari respon peradangan tubuh.
b. Overdistensi.
Overdistensi dapat menyebabkan pecah ketuban dini prapersalinan dan juga
meregangkan reseptor didalam miometrium, yang dapat menimbulkan persepsi
bahwa kehamilan telah cukup bulan dan bayi siap dilahirkan.
c. Masalah Vaskuler.
Hemoragi antepartum dan solusio merupakan manifestasi yang sering kali
dilaporkan terjadi menjelang pelahiran prematur spontan. Darah yang mengiritasi
miometrium, melemahkan membran, dan akan menyebabkan kontraksi uterus.

6 | system reprodusi/kelompok 2
d. Lemah Serviks.
Lemah serviks, atau yang dahulu disebut inkompetensi serviks, dapat
menyebabkan keguguran prematur. Mungkin akan ditemukan dilatasi serviks
dengan atau tanpa kontraksi uterus atau pecah ketuban spontan.
e. Penyebab Latrogenik.
Hampir 30% kelahiran prematur disebabkan oleh indikasi medis atau induksi
persalianan atau perlahiran melalui prosedur bedah. Indikasi yang paling sering
ditemukan adalah preeklamsia fulminan pada ibu, atau tanda-tanda hambatan
pertumbuhan intrauterus yang serius pada janin tunggal atau salah satu janin
kembar.
f.   Penyebab Idiopatik.
Pada pelahiran dan persalinan prematur, penyebabnya tidak diketahui dan
dikatagorikan sebagai persalinan prematur idiopatik.

g. Prediktor Fisiologis Lain pada Persalinan Prematur.


 Panjang serviks.
Pemendekan serviks yang segnifikan kerap disertasi dengan dilatasi
dan pencorongan membran menuju saluran serviks. Penelitian terkini
menemukan bahwa panjang serviks yang kurang dari 15 mm beresiko
menyebabkan pelahiran prematur spontan sebelum usia kehamilan 32 minggu.
 Fibronektin.
Fibronektin janin (fFN) adalah sejenis glikoprotein menyerupai lem
yang dihasilkan oleh sel-sel korion yang mengikat lapisan membran desidua.
Glikoprotein tersebut ditemukan dalam sekresi vagina sejak awal periode
kehamilan hingga usia kehamilan 22 minggu. Antara usia kehamilan 24 dan
34 minggu, kadar fFN ini sangat kecil, dan kadar tersebut terus meningkat
menjelang awitan persalinan. Jika terdapa gangguan pada antar muka
koriodesidua akibat adanya kerusakan, infeksi, atau pedarahan, fFN dapat

7 | system reprodusi/kelompok 2
lebih dini ditemukan dalam sekresi saluran vagina. fFn ini dapat digunakan
untuk memprediksi persalonan dan perlahiran prematur.
2. Faktor Resiko Non Fisikologis.
a. Usia Ibu.
Usia ibu sangat mempengaruhi kemungkinan mereka menjalani persalinan
dan perlahiran prematur. Secara statistik, ibu yang sangat muda yang usia kurang
dari 18 tahun atau yang usia diatas 35 tahun terbukti memiliki insiden persalinan
prematur yang lebih tinggi. Pada pelahiran anak ke dua, ibu yang berusia antara
15 dan 19 tahun beresiko tiga kali lebih tinggi mengalami pelahiran yang sangat
prematur dan bayi lahir mati dibandingkan ibu yang berusia 20-29 tahun.
b.Faktor Ekonomi atau Kelas Sosial Rendah.
Banyak faktor sosial ekonomi dinyatakan sebagai resiko prediposisi untuk
kelahiran prematur. Wanita yang berpenghasilan rendah, atau wanita yang
mendapat sedikit atau kurang mendapat dukungan finansial dari pasangan,
berisiko tinggi mengalami persalinan prematur dan melahirkan bayi kecil masa
kehamilan, serta mengalami komplikasi kehamilan yang lebih berat.

c. Wanita yang Belum Menikah atau Tidak Mendapat Dukungan.


Pasangan yang tinggal bersama tanpa menikah dan kehidupan sebagai ibu
tunggal berisiko tinggi menyebabkan kelahiran prematur. Kurang harmonisnya
hubungan dengan suami atau pasangan menyebabkan ibu berisiko tinggi
melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.
d.  Berat Badan Ibu Kurang atau Lebih.
Ibu yang berat badannya kurang akibat anoreksia nervosa yang dialami lebih
rentan mengalami persalinan prematur dan melahirkan bayi dengan berat rendah.
Disisi lain ibu yang masuk kategori obes secara klinis juga berisiko mengalami
persalinan dan perlahiran prematur, sebab mereka cenderung menyandang
diabetes gestasional selama kehamilan. Terlebih, ibu juga berisiko tinggi
mengalami preeklamsia yang berkaitan erat dengan pelahiran prematur.

8 | system reprodusi/kelompok 2
f.  Persalinan Prematur Sebelumnya.
Apabila ibu sebelumnya memiliki riwayat persalinan dan perlahiran prematur
yang tidak diketahui jelas penyebabnya, risiko ibu untuk kembali mengalami
perlahiran prematur akan meningkat tajam.
g.  Stres dan Hasil Akhir Kelahiran.
Sters maternal mungkin merupakan faktor utama yang memicu persalinan
prematur melalui satu atau dua alur fisiologis. Pertama, mereka menetapkan
bahwa stres maternal dapat mempengaruhi alur neurondokrin, yang akan
mengaktivasi sistem endokrin meternal plasenta janin yang mendorong parturisi.
Lockwood dan Kuczynksi (1999) berteori bahwa aktivasi aksis hipotalamus
hipofisis adrenal (HPA), yang disebabkan oleh stres, dapat menginduksi
persalinan dan kelahiran prematur. Kedua, alur imun inflamasi mungkin turut
berperan dalam proses ini. Stres maternal dapat mempengaruhi imunitas sistemik
dan lokal untuk meningkatkan kerentanan terhadap proses infeksi inflamasi janin
dan intrauterin, dan menyebabkan parturisi melalui mekanisme proinflasmasi
yang telah diidentifikasikan sebelumnya (Wadhwa et al., 2001).
h.  Pengaturan Jarak Kelahiran.
Penelitian menemukan bahwa semakin dekat jarak antar kehamilan, semakin
besar risiko ibu mengalami persalinan dan perlahiran prematur.

D.    Manifestasi Klinis
a. Awitan spontan kontraksi uterus yang teratur dan nyeri atau tanpa nyeri disertai
pecah ketuban spontan.
b.  Pecah ketuban dini pra persalinan secara spontan.
c.  Nyeri punggung dan ketidaknyamanan abdomen ringan.
d.  Inkontensia urin yang bertolak belakang dengan pecah ketuban dini.
E. Patofisiologi
Penyebab terjadinya kelahiran bayi prematur belum diketahui secara jelas.
Data statistik menunjukkan bahwa bayi lahir prematur terjadi pada ibu yang memiliki

9 | system reprodusi/kelompok 2
sosial ekonomi rendah. Kejadian ini dengan kurangnya perawatan pada ibu hamil
karena tidak melakukan antenatal care selama kehamilan. Asupan nutrisi yang tidak
adekuat selama kehamilan, infeksi pada uterus dan komplikasi obstetrik yang lain
merupakan pencetus kelahiran bayi prematur. Ibu hamil dengan usia yamg masih
muda, mempunyai kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol juga menyebabkan
terjadinya bayi prematur. Faktor tersebut bisa menyebabkan terganggunya fungsi
plasenta menurun dan memaksa bayi untuk keluar sebelum waktunya. Karena bayi
lahir sebelum masa gestasi yang cukup maka organ tubuh bayi belum matur sehingga
bayi lahir prematur memerlukan perawatan yang sangat khusus untuk memungkinkan
bayi beradaptasi dengan lingkungan luar.
G. Pemeriksaan Penunjang
                              1. Pemantauan glukosa darah terhadap hipoglikemia. Nilai normal glukosa serum:
45 mg/dl.
                              2.  Pemantauan gas darah arteri. Normal untuk analisa gas darah apabila kadar
PaO2 50 – 70 mmHg dan kadar PaCO2 35 – 45 mmHg dan saturasi oksigen harus 92
– 94 %.
                              3. Kimia darah sesuai kebutuhan.
                              4. Pemeriksaan sinar sesuai kebutuhan.
                              5.  Penyimpangan darah tali pusat
H.  Pencegahan
Cara utama untuk mengurangi risiko persalinan preterm dapat dilakukan sejak
awal, sebelum tanda-tanda persalinan muncul.Dimulai dengan pengenalan pasien
yang berisiko, untuk diberi penjelasan dan dilakukan penilaian klinik terhadap
persalinan preterm serta pengenalan kontraksi sedini mungkin, sehingga tindakan
pencegahan dapat segera dilakukan.

Beberapa indikator dapat dipakai untuk meramalkan terjadinya persalinan


preterm, sebagai berikut.
a. Indikator Klinik

10 | system reprodusi/kelompok 2
Indikatro klinik yang dapat dijumpai seperti timbulnya kontraksi dan pemendekan
serviks (secara manual maupun ultrasonogafi).Terjadinya ketuban pecah dini juga
meramalkan akan terjadinya persalinan preterm.
b. Indikator laboratorik
Beberapa indikator laboratorik yang bermakna antara lain adalah : jumlah leukosit
dalam air ketuban (20/ ml atau lebih), pemeriksaan CRP (> 0,7 mg/ml), dan
pemeriksaan leukosit dalam serum ibu (> 13.000/ml).
c. Indikator Biokimia
 Fibronektin Janin : Peningkatan kadar fribronektin janin pada vagina,
serviks, dan air ketuban memberikan indikasi adanya gangguan pada
hubungan antara korion dan desidua. Pada kehamilan 24 minggu atau
lebih, kadar fibronektin janin 50 ng/ml atau lebih mengindikasikan resiko
persalinan preterm.
 Corticotropin releasing hormone (CRH) : peningkatan CRH dini atau pada
trimester dua merupakan indikator kuat untuk terjadinya persalinan
preterm.
 Sitokin Inflamasi : seperti IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α telah diteliti
sebagai mediator yang mungkin berperan dalam sintesis protaglandin.
 Isoferitin plasenta : pada keadaan normal (tidak hamil) kadar insoferitin
sebesar 10 U/ml. Kadarnya meningkat secara bermakna selama kehamilan
dan mencapai puncak pada trimester akhir yaitu 54,8 ± 53 U/ml.
Penurunan kadar dalam serum akan berisiko terjadinya persalinan preterm.
 Feritin : rendahnya kadar feritin merupakan indikator yang sensitif untuk
keadaan kurang zat besi. Peningkatan ekspresi feritin berkaitan dengan
berbagai keadaan reaksi fase akut termasuk kondisi inflamasi. Beberapa
peneliti menyatakan ada hubungan antara peningkatan kadar feritin dan
kejadian penyakit kehamilan, termasuk persalinan preterm.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan preterm
antara lain sebagai berikut.
d. Hindari kehamilan pada ibu terlalumuda (kurang dari 17 tahun).

11 | system reprodusi/kelompok 2
e. Hindarai jarak kehamilan terlalu dekat.
f. Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan antenatal
yang baik.
g. Anjurkan tidak merokok maupun mengonsumsi obat terlarang (narkotik).
h. Hindari kerja berat dan perlu cukup beristirahat.
i.  Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan preterm.
j.   Kenali dan obati infeksi genital/saluran kencing.
k.  Deteksi dan pengamanan faktor resiko terhadap persalinan preterm.
I.  Penatalaksanaan Terapi
1.  Tokolisis
Meski beberapa macam obat telah dipakai untuk menghambat persalinan, tidak ada
yang benar-banar efektif.Namun, pemberian tokolisis masih perlu dipertimbangkan
bila dijumpai kontraksi uterus yang regular dengan perubahan serviks.
Alasan pemberian tokolisis pada persalinan preterm adalah :
a. Mencegah mortalitas dan morbiditas pada bayi prematur.
b. Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulir surfaktan
paru janin.
c.  Memberi kesempatan transfer intrauterine pada fasilitas yang lebih lengkap.
Beberapa macam obat yang dapat digunakan sebagai toklisis adalah :
a. Kalsium antagonis : Nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan tiap 8
jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul kontraksi
berulang.
b. Obat β-mimetik : seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol, dapat
digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping lebih kecil.
c. Sulfas magnesikus dan antiprostaglandin (indometasin) : jarang dipakai karena
efek samping pada ibu ataupun janin.
2. Kortikosteroid
Pemberian terapi kortekostroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan paru janin,
menurunkan insidensi RDS, mencegah perdarahan intraventrikular, yang akhirnya

12 | system reprodusi/kelompok 2
menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia
kehamilan > 35 minggu.
Obat yang diberikan adalah : deksametason atau betametason. Pemberian steroid
ini tidak diulang karena risiko terjadinya pertumbuhan janin terhambat. Pemberian
siklus tunggal kortikosteroid adalah :
 Betametason : 2x12 mg i.m, dengan jarak pemberian 24 jam.
 Deksametason : 4x6 mg i.m, dengan jarak pemberian 12 jam
3. Antibiotika
Antiiotika iberikan bilamana kehamilan mengandung risiko terjadinya infeksi seperti
pada kasus KDP. Obat diberikan per oral, yang di anjurkanadalah : erotrominin
3x500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lain adalah ampisilin 3x500 mg selama 3 hari,
atau dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak dianjurkan
pemberian ko-amoksiklaf.
J. Penatalaksanaan Persalinan
1.  Komunikasi.
Komunikasi yang efektif sangat penting dalam perawatan dan penatalaksanaan ibu
selama persalinan prematur. Menurut Code of Profisional Conduct NMC (2004), ibu
dan keluarga harus mendapat informasi jelas tentang risiko yang terdapat pada setiap
alur perawatan yang berbeda yang mungkin diambil dan penatalaksanaan selanjutnya
untuk bayi prematur.
2. Analgesia.
Penggunaan analgesia epidural bermanfaat dalam penatalaksanaan persalinan
prematur kerana dapat membantu mencegah dan menghambat ibu untuk mengejan
sebelum pembukaan lengkap atau mencegah dan menghambat pelahiran yang
mendadak dan dramatis yang dapat menyebabkan gangguan pada janin.
3.  Tanda Vital Ibu dan Janin.
Pemantauan ketat tanda-tanda vital ibu dan janin sangat penting dilakukan untuk
menjamin keselamatan ibu dan bayi, khususnya ibu yang sejak awal sudah memiliki
masalah fisiologis.
4. Penatalaksanaan Membran.

13 | system reprodusi/kelompok 2
Membran sedapat mungkin harus tetap utuh selama persalinan agar cairan ketuban
dapat berfungsi sebagai buffer untuk menahan tekanan intrauterin yang ditimbulkan
oleh kontraksi uterus. Cairan ini dapat membantu melindungi tubuh janin yang rapuh
dan khusunya kepala janin dari trauma lahir.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Riwayat kehamilan
 Umur ibu dibawah 16 tahun dengan latar belakang pendidikan rendah
 Kehamilan kembar
 Status sosial ekonomi, prenatal care tidak adekuat, nutrisi buruk
 Kemungkinan penyakit genetik
 Riwayat melahirkan prematur
 Infeksi seperti TORCH, penyakit menular seksual dan lain sebagainya
 Kondisi seperti toksemia, prematur rupture membran, abruptio
placenta dan prolaps umbilikus
 Penyalahgunaaan obat, merokok, konsumsi kafeine dan alkohol
 Golongan darah, faktor Rh, amniocentesis.
2. Status bayi baru lahir
 Umur kehamilan antara 24 – 37 minggu, berat badan lahir rendah atau
besar masa kehamilan
 Berat badan dibawah 2500 gram
 Kurus, lemak subkutan minimal
 Adanya kelainan fisik yang terlihat
 APGAR skore 1 – 5 menit : 0 – 3 mengindikasikan distress berat, 4 – 6
menunjukkan disstres sedang dan 7 – 10 merupakan nilai normal.
3. Kardiovaskular
 Denyut jantung 120 – 160 x per menit pada sisi apikal dengan irama
teratur

14 | system reprodusi/kelompok 2
 Saat kelahiran, terdengar murmur
4. Gastrointestinal
 Protruding abdomen
 Keluaran mekonium setelah 12 jam
 Kelemahan menghisap dan penurunan refleks
 Pastikan anus tanpa/dengan abnormalitas kongenital
5. Integumen
 Cyanosis, jaundice, mottling, kemerahan, atau kulit berwarna kuning
 Verniks caseosa sedikit dengan rambut lanugo di seluruh tubuh
 Kurus
 Edema general atau lokal
 Kuku pendek
 Kadang-kadang terdapat petechie atau ekimosis
6. Muskuloskeletal
 Cartilago pada telinga belum sempurna
 Tengkorak lunak
 Keadaan rileks, inaktive atau lethargi
7. Neurologik
 Refleks dan pergerakan pada test neurologik tanpa resistansi
 Reflek menghisap, swalowing, gag reflek serta reflek batuk lemah atau
tidak efektif
 Tidak ada atau minimalnya tanda neurologik
 Mata masih tertutup pada bayi dengan umur kehamilan 25 – 26
minggu
 Suhu tubuh yang tidak stabil : biasanya hipotermik
8. Pulmonary
 Respiratory rate antara 40 – 60 x/menit dengan periode apnea
 Respirasi irreguler dengan nasal flaring, grunting dan retraksi
(interkostal, suprasternal, substrenal)
 Terdengar crakles pada auskultasi
9. Renal
 Berkemih terjadi 8 jam setelah lahir
 Kemungkinan ketidakmampuan mengekresikan sulution dalam urine
10. Reproduksi
 Perempuan : labia mayora belum menutupi klitoris sehingga tampak
menonjol
 Laki-laki : testis belum turun secara sempurna ke kantong skrotum,
mungkin terdapat inguinal hernia.
11. Data penunjang
 X-ray pada dada dan organ lain untuk menentukan adanya
abnormalitas
 Ultrasonografi untuk mendeteksi kelainan organ
 Stick glukosa untuk menentukan penurunan kadar glukosa

15 | system reprodusi/kelompok 2
 Kadar kalsium serum, penurunan kadar berarti terjadi hipokalsemia
 Kadar bilirubin untuk mengidentifikasi peningkatan (karena pada
prematur lebih peka terhadap hiperbilirubinemia)
 Kadar elektrolit, analisa gas darah, golongan darah, kultur darah,
urinalisis, analisis feses dan lain sebagainya.

B. Diagnosa keperawatan

1. Dx. 1. Resiko tinggi distress pernafasan berhubungan dengan immaturitas


paru dengan penurunan produksi surfactan yang menyebabkan hipoksemia
dan acidosis
1. Tujuan : Mempertahankan dan memaksimalkan fungsi paru
2. Tindakan :
1. Kaji data fokus pada kemungkinan disstres pernafasan yaitu :
1. Riwayat penyalahgunaan obat pada ibu atau kondisi
abnormal selama kehamilan dan persalinan
2. Kondisi bayi baru lahir : APGAR score, kebutuhan
resusitasi
3. Respiratory rate, kedalaman, takipnea
4. Pernafasan grunting, nasal flaring, retraksi dengan
penggunaan otot bantu pernafasan (intercostal,
suprasternal, atau substernal)
5. Cyanosis, penurunan suara nafas
2. Kaji episode apneu yang terjadi lebih dari 20 detik, kaji
keadaan berikut :
1. Bradykardi
2. Lethargy, posisi dan aktivitas sebelum, selama dan
setelah episode apnea (sebagai contoh saat tidur atau
minum ASI)
3. Distensi abdomen
4. Suhu tubuh dan mottling
5. Kebutuhan stimulasi
6. Episode dan durasi apnea
7. Penyebab apnea, seperti stress karena dingin, sepsis,
kegagalan pernafasan.
3. Berikan dan monitor support respiratory sebagai berikut :
1. Berikan oksigen sesuai indikasi
2. Lakukan suction secara hati-hati dan tidak lebih dari 5
detik
3. Pertahankan suhu lingkungan yang normal
4. Monitor hasil pemeriksaan analisa gas darah untuk mengetahui
terjadinya acidosis metabolik
5. Berikan oabt-obat sesuai permintaan dokter seperti theophylin
IV. Monitor kadar gula darah setiap 1 – 2 hari.

16 | system reprodusi/kelompok 2
2. Dx. 2. Resiko hipotermia atau hipertermia berhubungan dengan
prematuritas atau perubahan suhu lingkungan
1. Tujuan : Mempertahankan suhu lingkungan normal
2. Tindakan :
1. Pertahankan suhu ruang perawatan pada 25 C
2. Kaji suhu rectal bayi dan suhu aksila setiap 2 jam atau bila
perlu
3. Tempatkan bayi di bawah pemanas atau inkubator sesuai
indikasi
4. Hindarkan meletakkan bayi dekat dengan sumber panas atau
dingin
5. Kaji status infant yang menunjukkan stress dingin
3. Dx. 3. Defisiensi nutrisi berhubungan dengan tidak adekuatnya cadangan
glikogen, zat besi, dan kalsium dan kehilangan cadangan glikogen karena
metabolisme rate yang tinggi, tidak adekuatnya intake kalori, serta kehilangan
kalori.
1. Tujuan : meningkatkan dan mempertahankan intake kalori yang
adekuat pada bayi
2. Tindakan :
1. Kaji refleks hisap dan reflek gag pada bayi. Mulai oral feeding
saat kondisi bayi stabil dan respirasi terkontrol
2. Kaji dan kalkulasikan kebutuhan kalori bayi
3. Mulai breast feeding atau bottle feeding 2 – 6 jam setelah lahir.
Mulai dengan 3 – 5 ml setiap kali setiap 3 jam. Tingkatkan
asupan bila memungkinkan.
4. Timbang berat badan bayi setiap hari, bandingkan berat badan
dengan intake kalori untuk menentukan pemabatasan atau
peningkatan intake
5. Berikan infus dextrose 10% jika bayi tidak mampu minum
secara oral
6. Berikan TPN dan intralipid jika dibutuhkan
7. Monitor kadar gula darah
4. Dx. 4. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan imaturitas, radiasi
lingkungan, efek fototherapy atau kehilangan melalui kulit atau paru.
1. Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Tindakan :
1. Kaji dan hitung kebutuhan cairan bayi
2. Berikan cairan 150 – 180 ml/kg berat badan dan 200 ml/kg
berat badan jika dibutuhkan.
3. Timbang berat badan bayi setiap hari
4. Monitor dan catat intake dan output setiap hari, bandingkan
jumlahnya untuk menentukan status ketidakseimbangan.
5. Test urine : spesifik gravity dan glikosuria
6. Pertahankan suhu lingkungan normal
7. Kaji tanda-tanda peningkatan kebutuhan cairan :

17 | system reprodusi/kelompok 2
1. Peningkatan suhu tubuh
2. Hipovolemik shock dengan penurunan tejanan darah
dan peningkatan denut jantung, melemahnya denyut
nadi, tangan teraba dingin serta motling pada kulit.
3. Sepsis
4. Aspiksia dan hipoksia
8. Monitor potassium, sodium dan kadar chloride. Ganti cairan
dan elektrolit dengan dextrose 10% bila perlu.
5. Dx. 5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imaturitas imunologik bayi
dan kemungkinan infeksi dari ibu atau tenaga medis/perawat
1. Tujuan : Infeksi dapat dicegah
2. Tindakan :
1. Kaji fluktuasi suhu tubuh, lethargy, apnea, iritabilitas dan
jaundice
2. Review riwayat ibu, kondisi bayi saat lahir, dan epidemi
infeksi di ruang perawatan
3. Amati sampel darah dan drainase
4. Lakukan pemeriksaan CBC dengan hitung leukosit, platelets,
dan imunoglubolin
5. Berikan lingkungan yang melindungi bayi dari infekasi :
1. Lakukan cuci tangan sebelum menyentuh bayi
2. Ikuti protokol isolasi bayi
3. Lakukan tehnik steril saat melakukan prosedur pada
bayi
6. Dx. 6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rapuh
dan imaturitas kulit
1. Tujuan : Mempertahankan integritas kulit
2. Tindakan :
1. Kaji kulit bayi terhadap kemerahan, iritasi, rashes, dan lesi
serta keadaan pada area kulit yang tertekan.
2. Kaji tempat-tempat prosedur invasif pada bayi
3. Berikan perawatan kulit setiap hari. Lindungi kulit bayi dari
kontak dengan agen pembersih atau plester.
7. Dx. 7. Gangguan sensori persepsi : visual, auditory, kinestehetik,
gustatory, taktil dan olfaktory berhubungan dengan stimulasi yang kurang
atau berlebihan pada lingkungan intensive care
1. Tujuan : Mempertahankan stimulasi sensori yang optimal tanpa
berlebihan
2. Tindakan :
1. Kaji kemampuan bayi memberikan respon terhadap stimulus.
Observasi :
1. Deficit neurologik
2. Kurangnya perhatian bayi terhadap stimulus
3. Tidak ada respon terhadap suara, kontak mata atau
tidak adanya refleks normal

18 | system reprodusi/kelompok 2
4. Efek obat terhadap perkembangan bayi
2. Berikan stimulasi visual :
1. Arahkan cahaya lampu pada bayi
2. Ayunkan benda didepan mata bayi
3. Letakkan bayi pada posisi yang memungkinkan untuk
kontak mata : tegakkan bayi
3. Berikan stimulasi auditory :
1. Bicara pada bayi, lakukan dengan tekanan suara rendah
dan jelas
2. Panggil bayi dengan namanya, bicara pada bayi saat
memberikan perawatan
3. Bernyanyi, mainkan musik tape recorder atau hidupkan
radio
4. Hindari suara bising di sekitar bayi
4. Berikan stimulasi tactile :
1. Peluk bayi dengan penuh kasih sayang
2. Berikan kesempatan pada bayi untuk menghisap
3. Sentuh bayi dengan benda lembut seperti saputangan
atau kapas
4. Berikan perubahan posisi secara teratur
5. Berikan stimulasi gustatory dengan mendekatkan hidung bayi
ke payudara ibu atau ASI yang ditampung.
6. Berikan periode istirahat dan tidur yang cukup.
8. Dx. 8. Defisit pengetahuan (keluarga) tentang perawatan infant yang
sakit di rumah
1. Tujuan :Keluarga mengetahui cara merawat anak yang sakit di rumah
2. Tindakan :
1. Informasikan orangtua dan keluarga tentang :
1. Proses penyakit
2. Prosedur perawatan
3. Tanda dan gejala problem respirasi
4. Perawatan lanjutan dan therapy
2. Ajarkan orangtua dan keluarga tentang treatment pada anak :
1. Therapy home oksigen
2. Ventilasi mekanik
3. Fisiotherapi dada
4. Therapy obat
5. Therapy cairan dan nutrisi
3. Berikan kesempatan pada keluarga mendemontrasikan
perawatan pada bayinya
4. Anjurkan keluarga terlibat pada perawatan bayi
5. Ajarkan keluarga dan orangtua bagaimana menyeimbangkan
istirahat dan tidur dan bagaimana menilai toleransi bayi
terhadap aktivitas.

19 | system reprodusi/kelompok 2
C. Intervensi :

6. Amati komplikasi prenatal yang mempengaruhi status plasenta


dan fetal (penyakit jantung atau ginjal, PIH atau Diabetes)
7. Review status intrapartal termasuk denyut jantung, perubahan
denyut jantung, variabilitas irama, level PH, warna dan jumlah
cairan amnion.
8. Catat waktu dan pengobatan yang diberikan kepada ibu seperti
Magnesium sulfat atau Demerol
9. Kaji respiratori rate
10. Catat keadaan nasal faring, retraksi dada, respirasi grunting,
rales atau ronchi
11. Bersihkan jalan nafas; lakukan suction nasofaring jika
dibutuhkan, monitor pulse apikal selama suction
12. Letakkan bayi pada posisi trendelenburg pada sudut 10 derajat.
13. Keringkan bayi dengan handuk yang lembut selimuti dan
letakkan diantara lengan ibu atau hangatkan dengan unit
pemanas

20 | system reprodusi/kelompok 2
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Upaya memprediksi, mencegah, dan mengelola persalinan dan perlahiran
prematur hingga kini masih menjadi tantangan tersendiri bagi tenaga kesehatan
profesional. Tujuan perawatan adalah :
 Pertama mengkaji dan mengenali faktor risiko yang dapat menyebabkan
persalinan prematur.
 Kedua, mewujudkan pelahiran yang aman dan tepat waktu bagi ibu dan bayi
dengan bantuan tenaga kesehatan profesional yang trampil dan
berpengalaman.
 Akhirnya, memberikan asuhan neonatal spesialis dan tepat, yang akan
meningkatkan hasil akhir bagi bayi prematur selama periode neonatal.
B. Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini,
agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

21 | system reprodusi/kelompok 2
DAFTAR PUSTAKA

Geri, Morgan. 2009. Obstetri &Ginekologi : Panduan Praktik. Jakarta : EGC


Holmes, debbie dan philiph N. Baker. 2011. Buku Ajar Ilmu Kebidanan.
Jakarta : EGC

Doenges, Marilyn E., Maternal/Newborn Care Plans : Guidelines for Client


Care, F.A. Davis Company, Philadelphia, 1988

Markum, A.H., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1991

Melson, Kathryn A & Marie S. Jaffe, Maternal Infant Health Care Planning,
Second Edition, Springhouse Corporation, Springhouse Pennsylvania, 1994

Wong, Donna L., Wong & Whaley’s Clinical Manual of Pediatric Nursing,
Fourth Edition, Mosby-Year Book Inc., St. Louis Missouri, 1990

22 | system reprodusi/kelompok 2

Anda mungkin juga menyukai