Anda di halaman 1dari 11

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian

Solulusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum


janin lahir diberi beragam sebutan; abruption plasenta, accidental haemorage. Beberapa jenis
perdarahan akibat solusio plasenta biasanya merembes diantara selaput ketuban dan uterus
dan kemudian lolos keluar menyebabkan perdarahan eksternal. Yang lebih jarang, darah
tidak keluar dari tubuh tetapi tertahan diantara plasenta yang terlepas dn uterus serta
menyebabkan perdarahan yang tersembunyi. Solusio plasenta dapat total atau parsial.

2.2 Klasifikasi dan Macam Solutio Plasenta

a.         Solusio  plasenta ringan. Perdarahannya kurang dari 500 cc dengan lepasnya plasenta
kurang dari seperlima bagian. Perut ibu masih lemas sehingga bagian janin mudah di raba.
Tanda gawat janin belum tampak dan terdapat perdarahan hitam per vagina.

b.        Solusio plasenta sedang. Lepasnya plasenta antara seperempat sampai dua pertiga bagian
dengan perdarahan sekitar 1000 cc. perut ibu mulai tegang danbagian janin sulit di raba. Janin
sudah mengalami gawat janin berat sampaiIUFD. Pemeriksaan dalam menunjukkan ketuban
tegang. Tanda persalinantelah ada dan dapat berlangsung cepat sekitar 2 jam.
Solusio  plasenta berat. Lepasnya plasenta sudah melebihi dari dua pertiga bagian. Perut
nyeri dan tegang dan bagian janin sulit diraba, perut sepertipapan. Janin sudah mengalami
gawat janin berat sampai IUFD. Pemeriksaan dalam ditemukan ketuban tampak tegang.
Darah dapat masuk otot rahim, uterus Couvelaire yang menyebabkan Antonia uteri serta
perdarahan pasca partus. Terdapat gangguan pembekuan darah fibribnogen kurang dari100-
150 mg%. pada saat ini gangguan ginjal mulai nampak.

Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan solusio


plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu :

1.        Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan,
janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih
150 mg%.
2.      Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda prerenjatan, gawat janin
atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma
120-150 mg%.

3.      Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati,
pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian ataukeseluruhan.

2.3 Penyebab Solusio Plasenta

·        Trauma langsung Abdomen

·        Hipertensi ibu hamil

·        Umbilicus pendek atau lilitan tali pusat

·        Janin terlalu aktiv sehingga plasenta dapat terlepas

·        Tekanan pada vena kafa inferior


·        Preeklamsia/eklamsia

Tindakan Versi luar

·        Tindakan memecah ketuban (hamil biasa, pada hidramnion, setelah anak pertama hamil
ganda)

Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor
yang menjadi predisposisi :

1.       Faktor kardiorenovaskuler

Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia daneklamsia. Pada


penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensipada separuh kasus solusio
plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit
hipertensi kronik, sisanyahipertensi yang disebabkan oleh kehamilan.

2.      Faktor trauma

Trauma yang dapat terjadi antara lain :

·        Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.

·        Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang
·        banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan.

·        Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.

3.      Faktor paritas ibu

Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat bahwa dari 83
kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita multipara dan 18
pada primipara. Pengalaman diRSUPNCM menunjukkan peningkatan kejadian solusio plasenta
pada ibu-ibu dengan paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi paritas ibu
makin kurang baik keadaan endometrium.

4.      Faktor usia ibu

Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan


kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan
karena makin tua umuribu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.

5.      Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta
apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma.

6.      Faktor pengunaan kokain

Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan


katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah
uetrus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara
definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain dilaporkan berkisar
antara 13-35%.

7.      Faktor kebiasaan merokok

Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai
dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada
ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada
mikrosirkulasinya.

8.      Riwayat solusio plasenta sebelumnya

Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta
adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini padakehamilan berikutnya jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan ibu hamillainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta
sebelumnya.

9.      Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uteruspada vena cava
inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanyakehamilan, dan lain-lain.
2.5 Patologi

Solusio plasenta di awali perdarahan kedalam desidua basalis. Desidua kemudian


terpisah, meninggalkan satu lapisan tipis yang melekat keendometrium. Akibatnya, proses ini
pada tahapnya yang paling awal memperlihatkan pembentukan hematom desidua yang
menyebabkan pemisahan, penekanan, dan akhirnya destruksi plasenta yang ada di dekatnya.
Pada tahap awal mungkin belum ada gejala klinis.

Pada beberapa kasus, arteri spiralis desidua mengalami rupture sehingga


menyebabkan hematom retroplasenta, yang sewaktu membesar semakin banyak pembuluh
darah dan plasenta yang terlepas. Bagian plasenta yang memisah dengan cepat meluas dan
mencapai tepi plasenta. Karena masih teregang oleh hasil konsepsi, uterus tidak dapat
berkontraksi untuk menjepit pembuluh darah yang robek yang memperdarahi tempat
implantasi plasenta. Darah yang keluar dapat memisahkan selaput ketuban dari dinding uterus
dan akhirnya muncul sebagai perdarahan eksternal, atau mungkin tetap tertahan dalam uterus.

2.6 Gambaran Klinis

Soluti   plasenta ringan

Terjadi rupture sinus masrginalis. Bila terjadi perdarahan pervaginamwarna merah


kehitaman, perut terasa agak sakit atau terus menerus agak tegang.Tetapi bagian-bagian janin
masih teraba.

Solution plasenta sedang

Plasenta telah terlepas seperempat sampai duapertiga luas permukaan. Tanda dan
gejala dapat timbul perlahan seperti pada solution plasenta ringan atau mendadak dengan
gejala sakit perut terus menerus, nyeri tekan, bagian janin sukardi raba., BJA sukar di raba
dengan stetoskop biasa. Sudah dapat terjadi kelainan pembekuan darah atau ginjal.

Solution plasenta berat

Plasenta telah lepas lebih duapertiga luas permukaannya, terjadi tiba-tiba,ibu syok
janin meningggal. Uterus tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam
tidak sesuai dengan keadaan syok ibu. Besar kemungkinan telah terjadi gangguan pembekuan
darah dan ginjal.
2.7 Komplikasi

Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang
terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat
terjadi pada ibu :

1.      Syok perdarahan

Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat
dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah diselesaikan,
penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat
untuk menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan pada
pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan
jumlah perdarahan yang terlihat.

2.      Gagal ginjal

Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio plasenta,
pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang terjadi.
Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong
dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan
intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks
ginjal mendadak. Oleh karena itu, oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran
pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan
gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya, pemberantasan infeksi, atasi
hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan
darah.

3.      Kelainan pembekuan darah

Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh


hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di RSUPNCM
dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus solusio plasenta
yang ditelitinya. Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah
450mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100
mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah. Mekanisme gangguan pembekuan darah
terjadi melalui dua fase, yaitu:

a.       Fase I
Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadipembekuan darah,
disebut  disseminated intravasculer clotting.Akibatnya ialah peredaran darah kapiler
(mikrosirkulasi) terganggu.Jadi pada fase I, turunnya kadar fibrinogen disebabkan
karenapemakaian zat tersebut, maka fase I disebut jugacoagulopathi consumptive. Diduga
bahwa hematom subkhorionik mengeluarkan tromboplastin yang menyebabkan pembekuan
intravaskuler tersebut.Akibat gangguan mikrosirkulasi dapat mengakibatkan syok,
kerusakanjaringan pada alat-alat yang penting karena hipoksia dan kerusakanginjal yang
dapat menyebabkan oliguria/anuria.

b.              Fase II

Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untukmembuka kembali peredaran
darah kapiler yang tersumbat. Usaha inidilaksanakan dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang
berlebihan malahberakibat lebih menurunkan lagi kadar fibrinogen sehingga terjadiperdarahan
patologis. Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuandarah harus dibuktikan dengan
pemeriksaan laboratorium, namun diklinik pengamatan pembekuan darah merupakan cara
pemeriksaanyang terbaik karena pemeriksaan laboratorium lainnya memerlukanwaktu terlalu
lama, sehingga hasilnya tidak mencerminkan keadaanpenderita saat itu.

4.    Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)

       Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahimdan di bawah
perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum.Perdarahan ini menyebabkan
gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau ungu yang biasa
disebutUterus  couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak, tergantung
pada kesanggupannya dalam membantu menghentikan perdarahan. Komplikasi yang dapat
terjadi pada janin:

1.      Fetal distress

2.            Gangguan pertumbuhan/perkembangan

3.      Hipoksia dan anemia

4.      Kematian

2.8 Diagnosis

Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Sebagai
contoh, perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan plasenta belum begitu
luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau dapat juga terjadi perdarahan
eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin meninggal sebagai
akibat langsung dari keadaan ini.

Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung ancaman bahaya yang


jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan koagulopati yang
lebih tinggi, namun juga akibat intensitas perdarahan yang tidak diketahui sehingga
pemberian transfusi sering tidak memadai atau terlambat. Menurut penelitian retrospektif
yang dilakukan Hurd dan kawan-kawan pada 59 kasus solusio plasenta dilaporkan

 Solusio plasenta klasik mempunyai ciri-ciri nyeri yang hebat pada perut yang
datangnya cepat disertai uterus yang tegang terus menerus seperti papan, penderita menjadi
anemia dan syok, denyut jantung janin tidak terdengar dan pada pemeriksaan palpasi perut
ditemui kesulitan dalam meraba bagian-bagian janin. Prosedur pemeriksaan untuk dapat
menegakkan diagnosis solusio plasenta antara lain :

1.      Anamnesis.

·        Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat menunjukkan tempat


yang dirasa paling sakit.

·        Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-konyong(non-


recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuandarah yang berwarna kehitaman.

·        Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak
bergerak lagi).

·        Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang.Ibu terlihat anemis
yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluarpervaginam.

·        Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.

2.      Inspeksi.

·        Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.

·        Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.

·        Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).

3.      Palpasi
·        Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan

·        Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut  uterus in bois  (wooden uterus) baik
waktu his maupun di luar his.

·        Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.

·        Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.

4.      Auskultasi

Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengarbiasanya di atas 140,
kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilangbila plasenta yang terlepas lebih dari satu
per tiga bagian.

5.      Pemeriksaan Dalam

Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.

·        Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his
maupun di luar his.

·        Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke
bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta, ini sering meragukan
dengan plasenta previa.

6.      Pemeriksaan Umum

Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit
vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuhdalam keadaan syok. Nadi cepat, kecil dan
filiformis.

7.      Pemeriksaan Laboratorium

·        Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit.

·        Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match  test. Karena pada


solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia, maka
diperiksakan pula COT(Clot Observation test) tiap l jam, tes kualitatif
fibrinogen  (fiberindex),dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 15O mg%).

8.       Pemeriksaan Plasenta

Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian
plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya
menempel di belakang plasenta yang disebut hematoma retroplacenter.

9.      Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)

Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain:

·        Terlihat daerah terlepasnya plasenta-Janin dan kandung kemih ibu.

·        Darah.

·        Tepian plasenta.

Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya


gejala klinis, yaitu:

a.       Solusio plasenta ringan

Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan
berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang,janin hidup) dengan tirah baring dan
observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan.

Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas,
pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan
harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan
amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.

b.      Solusio plasenta sedang dan berat

Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit
meliputi transfusi darah, amniotomi, infusoksitosin dan jika perlu seksio sesaria.

Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telahterjadi


sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi akan
merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga
dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin
ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari
hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-mana.

Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang terjadi
adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat tertolong dengan
penanganan yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosiskorteks ginjal, prognosisnya buruk
sekali. Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita umumnya masih baik. Oleh karena itu
oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus
secara rutin dilakukan pada penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi yang disertai
hipertensi menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang
hilang, pemberantasan infeksi yangmungkin terjadi, mengatasi hipovolemia, menyelesaikan
persalinan secepatmungkin dan mengatasi kelainan pembekuan darah.

Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan pengamatan


pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh karena
itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada penderita yang sangat memerlukan, dan bukan
pengobatan rutin. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat
mencegah kelainan pembekuan darah.

Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta.


Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin,
maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria.

Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi histerektomi.


Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka
tindakan histerektomi perlu dilakukan.

2.9 Prognosis

Prognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus,
banyaknya perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau preeklamsia, tersembunyi
tidaknya perdarahan, dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta sampai selesainya
persalinan. Angka kematian ibu pada kasus solusio plasenta berat berkisar antara 0,5-5%.
Sebagian besar kematian tersebut disebabkan oleh perdarahan, gagal jantung dan gagal ginjal.

Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian. Tetapi ada
literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar antara 50-80%. Pada
kasus solusio plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin tergantung pada luasnya plasenta
yang lepas dari dinding uterus, lamanya solusio plasenta berlangsung dan usia kehamilan.
Perdarahan lebih dari 2000 ml biasanya menyebabkan kematian janin. Pada kasus-kasus
tertentu tindakan seksio sesaria dapat mengurangi angka kematian janin
2.10 Penatalaksanaan

1.      Konservatif

Menunda pelahiran mungkin bermamfaat pada janin masih imatur serta bila solusio
plasenta hanya berderajat ringan. Tidak adanya deselerasi tidak menjamin lingkungan intra
uterine aman. Harus segera dilakukan langkah-langkah untuk memperbaiki hipovolemia,
anemia dan hipoksia ibu sehingga fungsi plasenta yang masih berimplantasi dapat dipulihkan.
Tokolisis harus dianggap kontra indikasi pada solusio plasenta yang nyata secara klinis

2.      Aktif

 Pelahiran janin secara cepat yang hidup hampir selalu berarti seksio caesaria.
Seksio sesaria kadang membahayakan ibu karena ia mengalami hipovolemia
beratdan koagulopati konsumtif. Apabila terlepasnya plasenta sedemikian
parahnya sehingga menyebabkan janin meninggal lebih dianjurkan
persalinan pervagina kecuali apabila perdarahannya sedemikian deras
sehingga tidak dapat di atasi bahkan dengan penggantian darah secara agresif
atau terdapat penyulit obstetric yang menghalangi persalinan pervaginam.

Anda mungkin juga menyukai