DISUSUN OLEH :
2020
BAB I
1
PENDAHULUAN
Manajemen pasien dengan akut abdomen memerlukan keputusan yang tepat dalam
rentang waktu yang singkat, untuk melakukan operasi pembedahan. Keputusan ini
membutuhkan evaluasi dari riwayat pasien dan pemeriksaan fisik, data laboratorium, dan tes
pencitraan. Sindrom acute abdominal pain menyebabkan sejumlah besar kunjungan ke rumah
sakit dan dapat terjadi pada mereka yang sangat muda, sangat tua, laki-laki maupun
perempuan, dan semua tingkatan sosioekonomi.
Lebih dari tujuh juta pasien datang dengan akut abdomen ke Instalasi Gawat Darurat
setiap tahunnya diseluruh dunia. Dimana, 25-41% merupakan kasus akut abdomen dengan
penyebab yang tidak spesifik. Sebagian besar merupakan kasus ringan dengan prognosis yang
baik namun demikian, beberapa kasus mengancam jiwa dapt berujung kepada kematian
akibat misdiagnosis, termasuk diantaranya ruptur aorta, aneurisma, appendicitis, kehamilan
ektopik, dan infark miokard.
Semua pasien dengan nyeri abdomen harus menjalani evaluasi untuk menegakkan
diagnosis sehingga pengobatan tepat waktu dan dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas.
Kasus abdominal pain tercatat 5% sampai 10% dari semua kunjungan gawat darurat atau 5
sampai 10 juta pasien di Amerika Serikat.
Studi lain menunjukkan bahwa 25% dari pasien yang datang ke gawat darurat mengeluh
nyeri perut. Diagnosis bervariasi sesuai untuk kelompok usia, yaitu anak dan geriatri. Sebagai
contoh nyeri perut pada anak-anak lebih sering disebabkan oleh apendisitis , sedangkan
penyakit empedu, usus diverticulitis, dan infark usus lebih umum terjadi pada bayi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
A. DEFINISI
Akut abdomen adalah suatu kondisi abdomen yang terjadi secara mendadak pada
umumnya diikuti nyeri perut akibat dari radang, luka, penyumbatan (obstruksi), kerusakan
organ (ruptur), sehingga memerlukan tindakan bedah darurat. Siegenthaller (2007)
mendefinisikan bahwa akut abdomen adalah suatu keadaan nyeri perut hebat yang terjadi
dalam hitungan jam dan tidak diketahui diketahui penyebabnya, dimana dianggap sebagai
keadaan darurat bedah karena tanda dan gejala klinisnya.
B. EPIDEMIOLOGI
Kasus abdominal pain tercatat 5% sampai 10% dari semua kunjungan gawat darurat atau
5 sampai 10 juta pasien di Amerika Serikat. Studi lain menunjukkan bahwa 25% dari pasien
yang datang ke gawat darurat mengeluh nyeri perut. Diagnosis bervariasi sesuai untuk
kelompok usia, yaitu anak dan geriatri. Sebagai contoh nyeri perut pada anak-anak lebih
sering disebabkan oleh apendisitis, sedangkan penyakit empedu, usus diverticulitis, dan
infark usus lebih umum terjadi pada bayi.
C. ETIOLOGI
Banyak kondisi yang dapat menimbulkan akut abdomen, apapun penyebabnya gejala
utama yang menonjol adalah nyeri akut pada daerah abdomen. Secara garis besar, akut
abdomen dapat disebabkan oleh infeksi atau inflamasi, oklusi obstruksi, dan perdarahan.
Keadaan infeksi atau peradangaan misalnya pada kasus apendisitis, kolesistitis, atau penyakit
Crohn. Keadaan oklusi obstruksi misalnya pada kasus hernia inkaserata atau volvulus.
Sedangkan keadaan perdarahan misalnya pada kasus trauma organ abdominal, kehamilan
ektopik terganggu, atau rupture tumor.
3
D. ANATOMI DAN FISIOLOGI ABDOMEN
4
Perkembangan dari anatomi rongga perut dan organ-organ visera mempengaruhi
manifestasi, patogenesis dan klinis dari penyakit abdominal peritoneum, dan persarafan
sensoris viseral sangat penting untuk evaluasi acute abdominal disease.
Setelah 3 minggu perkembangan janin, usus primitif terbagi menjadi foregut, midgut, dan
hindgut. Arteri mesenterika superior menyuplai dari ke midgut (bagian keempat duodenum
sampai midtransversal kolon). Foregut meliputi faring, esofagus, lambung, dan proksimal
duodenum, sedangkan hindgut terdiri dari kolon distal dan rektum. Serabut aferen yang
menyertai suplai vaskuler memberikan persarafan sensoris pada usus dan terkait peritoneum
viseral. Sehingga, penyakit pada proksimal duodenum (foregut) merangsang serabut aferen
celiac axis menghasilkan nyeri epigastrium. Rangsangan di sekum atau apendiks (midgut)
mengaktifkan saraf aferen yang menyertai arteri mesenterika superior menyebabkan rasa
nyeri di periumbilikalis, dan penyakit kolon distal menginduksi serabut saraf aferen sekitar
arteri mesenterika inferior menyebabkan nyeri suprapubik. Saraf prenikus dan serabut saraf
aferen setinggi C3, C4, dan C5 sesuai dermatom bersama-sama dengan arteri prenikus
mempersarafi otot-otot diafragma dan peritoneum sekitar diafragma. Rangsangan pada
diafragma menyebabkan nyeri yang menjalar ke bahu. Peritoneum parietalis, dinding
abdomen, dan jaringan lunak retroperitoneal menerima persarafan somatik sesuai dengan
segmen nerve roots.
5
Peritoneum parietalis kaya akan inervasi saraf sehingga sensitif terhadap rangsangan.
Rangsangan pada permukaan peritoneum parietal akan menghasilkan sensasi yang tajam dan
terlokalisir di area stimulus. Ketika peradangan pada viseral mengiritasi pada peritoneum
parietal maka akan timbul nyeri yang terlokalisir. Banyak "peritoneal signs" yang berguna
dalam diagnosis klinis dari acute abdominal pain. Inervasi dual-sensorik dari kavum
abdomen yaitu serabut aferen viseral dan saraf somatik menghasilkan pola nyeri yang khas
yang membantu dalam diagnosis. Misalnya, nyeri pada apendisitis akut nyeri akan muncul
pada area periumbilikalis dan nyeri akan semakin jelas terlokalisir ke kuadran kanan bawah
saat peradangan melibatkan peritoneum parietal. Stimulasi pada saraf perifer akan
menghasilkan sensasi yang tajam, tiba-tiba, dan terlokalisir dengan baik. Rangsangan pada
saraf sensorik aferen intraperitoneal pada acute abdominal pain menimbulkan nyeri yang
tumpul (tidak jelas pusat nyerinya), nyeri tidak terlokalisasi dengan baik, dengan onset
gradual/ bertahap dan durasi yang lebih lama. Nervus vagus tidak mengirimkan impuls nyeri
dari usus. Sistem saraf aferen simpatik mengirimkan nyeri dari esofagus ke spinal cord. Saraf
aferen dari kapsul hepar, ligamen hepar, bagian central dari diafragma, kapsul lien, dan
perikardium memasuki sistem saraf pusat dari C3 sampai C5. Spinal cord dari T6 sampai T9
6
menerima serabut nyeri dari bagian diafragma perifer, kantong empedu, pankreas, dan usus
halus. Serabut nyeri dari colon, appendik, dan visera dari pelvis memasuki sistem saraf pusat
pada segmen T10 sampai L11. Kolon sigmoid, rektum, pelvic renalis beserta kapsulnya,
ureter dan testis memasuki sistem saraf pusat pada T11 dan L1. Kandung kemih dan kolon
rektosigmoid dipersarafi saraf aferen dari S2 sampai S4. Pemotongan, robek, hancur, atau
terbakar biasanya tidak menghasilkan nyeri di visera pada abdomen. Namun, peregangan atau
distensi dari peritoneum akan menghasilkan sensasi nyeri. Peradangan peritoneum akan
menghasilkan nyeri viseral, seperti halnya iskemia. Kanker dapat menyebabkan
intraabdominal pain jika mengenai saraf sensorik. Abdominal pain dapat berupa viseral pain,
parietal pain, atau reffered pain. Visceral pain bersifat tumpul dan kurang terlokalisir dengan
baik, biasanya di epigastrium, regio periumbilikalis atau regio suprapubik. Pasien dengan
nyeri viseral mungkin juga mengalami gejala berkeringat, gelisah, dan mual. Nyeri parietal
atau nyeri somatik yang terkait dengan gangguan intraabdominal akan menyebabkan nyeri
yang lebih inten dan terlokalisir dengan baik. Referred pain merupakan sensasi nyeri
dirasakan jauh dari lokasi sumber stimulus yang sebenarnya. Misalnya, iritasi pada diafragma
dapat menghasilkan rasa sakit di bahu. Penyakit saluran empedu atau kantong empedu dapat
menghasilkan nyeri bahu.
Distensi dari small bowel dapat menghasilkan rasa sakit ke bagian punggung bawah.
Selama minggu ke-5 perkembangan janin, usus berkembang diluar rongga peritoneal,
menonjol melalui dasar umbilical cord, dan mengalami rotasi 180○ berlawanan dengan arah
jarum jam. Selama proses ini, usus tetap berada di luar rongga peritoneal sampai kira-kira
minggu 10, rotasi embryologik menempatkan organ-oragan visera pada posisi anatomis
dewasa, dan pengetahuan tentang proses rotasi semasa embriologis penting secara klinis
untuk evaluasi pasien dengan acute abdominal pain karena variasi dalam posisi (misalnya,
pelvic atau retrocecal appendix).
E. PATOFISIOLOGI
Nyeri viseral
Nyeri viseral terjadi bila terdapat rangsangan pada organ atau struktur dalam rongga
perut, misalnya cedera atau radang. Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut
dipersarafi oleh sistem saraf otonom dan tidak peka terhadap perabaan, atau pemotongan.
7
Dengan demikian sayatan atau penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa rasa nyeri pada
pasien. Akan tetapi bila dilakukan penarikan atau peregangan organ atau terjadi kontraksi
yang berlebihan pada otot sehingga menimbulkan iskemik, misalnya pada kolik atau radang
pada appendisitis maka akan timbul nyeri. Pasien yang mengalami nyeri viseral biasanya
tidak dapat menunjukkan secara tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh
telapak tangannya untuk menunjuk daerah yang nyeri. Nyeri viseral kadang disebut juga
nyeri sentral.
Penderita memperlihatkan pola yang khas sesuai dengan persarafan embrional organ yang
terlibat. Saluran cerna berasal dari foregut yaitu lambung, duodenum, sistem hepatobilier dan
pankreas yang menyebabkan nyeri di ulu hati atau epigastrium. Bagian saluran cerna yang
berasal dari midgut yaitu usus halus usus besar sampai pertengahan kolon transversum yang
menyebabkan nyeri di sekitar umbilikus. Bagian saluran cerna yang lainnya adalah hindgut
yaitu pertengahan kolon transversum sampai dengan kolon sigmoid yang menimbulkan nyeri
pada bagian perut bawah. Jika tidak disertai dengan rangsangan peritoneum nyeri tidak
dipengaruhi oleh gerakan sehingga penderita biasanya dapat aktif bergerak
Nyeri somatik
Nyeri somatik terjadi karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi saraf tepi, misalnya
regangan pada peritoneum parietalis, dan luka pada dinding perut. Nyeri dirasakan seperti
disayat atau ditusuk, dan pasien dapat menunjuk dengan tepat dengan jari lokasi nyeri.
Rangsang yang menimbulkan nyeri dapat berupa tekanan, rangsang kimiawi atau proses
radang.
Gesekan antara visera yang meradang akan menimbulkan rangsang peritoneum dan dapat
menimbulkan nyeri. Perdangannya sendiri maupun gesekan antara kedua peritoneum dapat
menyebabkan perubahan intensitas nyeri. Gesekan inilah yang menjelaskan nyeri
kontralateral pada appendisitis akut. Setiap gerakan penderita, baik gerakan tubuh maupun
gerakan nafas yang dalam atau batuk, juga akan menambah intensitas nyeri sehingga
penderita pada akut abdomen berusaha untuk tidak bergerak, bernafas dangkal dan menahan
batuk.
Nyeri alih
Nyeri alih terjadi jika suatu segmen persarafan melayani lebih dari satu daerah. Misalnya
diafragma yang berasal dari regio leher C3-C5 pindah ke bawah pada masa embrional
8
sehingga rangsangan pada diafragma oleh perdarahan atau peradangan akan dirasakan di
bahu. Demikian juga pada kolestitis akut, nyeri dirasakan pada daerah ujung belikat. Abses
dibawah diafragma atau rangsangan karena radang atau trauma pada permukaan limpa atau
hati juga dapat menyebabkan nyeri di bahu. Kolik ureter atau kolik pielum ginjal, biasanya
dirasakan sampai ke alat kelamin luar seperti labia mayora pada wanita atau testis pada pria.
Nyeri proyeksi
Nyeri proyeksi adalah nyeri yang disebabkan oleh rangsangan saraf sensoris akibat cedera
atau peradangan saraf. Contoh yang terkenal adalah nyeri phantom setelah amputasi, atau
nyeri perifer setempat akibat herpes zooster. Radang saraf pada herpes zooster dapat
menyebabkan nyeri yang hebat di dinding perut sebelum gejala tau tanda herpes menjadi
jelas.
Hiperestesia
Hiperestesia atau hiperalgesia sering ditemukan di kulit jika ada peradangan pada rongga
di bawahnya. Pada akut abdomen, tanda ini sering ditemukan pada peritonitis setempat
maupun peritonitis umum. Nyeri peritoneum parietalis dirasakan tepat pada tempat
terangsangnya peritoneum sehingga penderita dapat menunjuk dengan tepat lokasi nyerinya,
dan pada tempat itu terdapat nyeri tekan, nyeri gerak, nyeri batuk serta tanpa rangsangan
peritoneum lain dan defans muskuler yang sering disertai hipersetesi kulit setempat. Nyeri
yang timbul pada pasien akut abdomen dapat berupa nyeri kontinyu atau nyeri kolik.
Nyeri kontinyu
Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum parietal akan dirasakan terus menerus karena
berlangsung terus menerus, misalnya pada reaksi radang. Pada saat pemeriksaan penderita
peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding perut menunjukkan defans
muskuler secara refleks untuk melindungi bagian yang meraadang dan menghindari gerakan
atau tekanan setempat.
Nyeri kolik
Kolik merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ berongga dan biasanya
diakibatkan oleh hambatan pasase dalam organ tersebut (obstruksi usus, batu ureter, batu
9
empedu, peningkatan tekanan intraluminer). Nyeri ini timbul karena hipoksia yang dialami
oleh jaringan dinding saluran. Karena kontraksi berbeda maka kolik dirasakan hilang timbul.
Kolik biasanya disertai dengan gejala mual sampai muntah. Dalam serangan, penderita
sangat gelisah. Yang khas ialah trias kolik yang terdiri dari serangan nyeri perut yang hilang
timbul mual atau muntah dan gerak paksa.
Nyeri iskemik
Nyeri perut juga dapat berupa nyeri iskemik yang sangat hebat, menetap, dan tidak
mereda. Nyeri iskemik merupakan tanda adanya jaringan yang terancam nekrosis. Lebih
lanjut akan tampak tanda intoksikasi umum seperti takikardia, keadaan umum yang jelek dan
syok karena resorbsi toksin dari jaringan nekrosis.
F. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Dalam anamnesis penderita akut abdomen, perlu ditanyakan dahulu permulaan nyerinya,
letaknya, keparahannya dan, perubahannya, lamanya dan faktor yang mempengaruhinya.
Adakah riwayat keluhan serupa.
Muntah sering didapatkan pada pasien akut abdomen. Pada obstruksi usus tinggi, muntah
tidak akan berhenti dan bertambah berat. Konstipasi didapatkan pada obstruksi usus besar
dan pada peritonitis umum. Nyeri tekan didapatkan pada iritasi peritoneum. Jika ada radang
peritoneum setempat ditemukan tanda rangsang peritoneum yang sering disertai defans
muskuler. Pertanyaan mengenai defekasi, miksi daur haid, dan gejala lain seperti keadaan
sebelum serangan akut abdomen harus dimasukkan dalam anamnesis.
Nyeri viseral dari suatu organ biasanya sesuai letaknya sama dengan asal organ tersebut
pada masa embrional, sedangkan letak nyeri somatik biasanya dekat dengan organ sumber
10
nyeri sehingga relatif mudah menentukan penyebabnya. Nyeri pada anak presekolah sulit
ditentukan letaknya karena mereka selalu menunjuk daerah sekitar pusat bila ditanya tentang
nyerinya. Anak yang lebih besar baru dapat menentukan letak nyeri.
Sifat nyeri
Berdasarkan letak atau penyebarannya nyeri dapat bersifat nyeri alih, dan nyeri yang
diproyeksikan. Untuk penyakit tertentu, meluasnya rasa nyeri dapat membantu menegakkan
diagnosis. Nyeri bilier khas menjalar ke pinggang dan ke arah belikat, nyeri pankreatitis
dirasakan menembus ke bagian pinggang. Nyeri pada bahu kemungkinan terdapat rangsangan
pada diafragma.
Bagaimana bermulanya nyeri pada akut abdomen dapat menggambarkan sumber nyeri.
Nyeri dapat tiba-tiba hebat atau secara cepat berubah menjadi hebat, tetapi dapat pula
bertahap menjadi semakin nyeri. Misalnya pada perforasi organ berongga, rangsangan
peritoneum akibat zat kimia akan dirasakan lebih cepat dibandingkan proses inflamasi.
Demikian juga intensitas nyerinya. Sesorang yang sehat dapat pula tiba-tiba langsung
merasakan nyeri perut hebat yang disebabkan oleh adanya sumbatan, perforasi atau pluntiran.
Nyeri yang bertahap biasanya disebabkan oleh proses radang, misalnya pada kolesistitis atau
pankreatitis.
Posisi pasien
Posisi pasien dalam mengurangi nyeri dapat menjadi petunjuk. Pada pankreatitis akut
pasien akan berbaring ke sebelah kiri dengan fleksi pada tulang belakang, panggul dan lutut.
Kadang penderita akan duduk bungkuk dengan fleksi sendi panggul dan lutut. Pasien dengan
abses hati biasanya berjalan sedikit membungkuk dengan menekan daerah perut bagian atas
seakan-akan menggendong absesnya. Appendisitis akut yang letaknya retrosaekum
mendorong penderitanya untuk berbaring dengan fleksi pada sendi panggul sehingga
melemaskan otot psoas yang teriritasi. Akut abdomen yang menyebabkan diafragma teritasi
akan menyebabkan pasien lebih nyaman pada posisi setengah duduk yang memudahkan
bernafas. Penderita pada peritonitis lokal maupun umum tidak dapat bergerak karena nyeri,
sedangkan pasien dengan kolik terpaksa bergerak karena nyerinya.
2. Pemeriksaan fisik
11
Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan keadaan umum, wajah, denyut nadi,
pernafasan, suhu badan dan sikap berbaring. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok
dan infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan.
Inspeksi
Pada ileus obstruksi terlihat distensi abdomen bila obstruksinya letak rendah, dan bila
orangnya kurus kadang-kadang terlihat peristalik usus (Darm-steifung). Tanda-tanda khusus
pada trauma daerah abdomen. Keadaan nutrisi penderita. Cullen’s sign (daerah kebiruan pada
periumbilical) dan grey turner’s sign (daerah kebiruan pada bagian flank) merupakan tanda
pancreatitis
12
Bekas-bekas trauma pada dinding abdomen, memar, luka, prolaps omentum atau usus.
Kadang-kadang pada trauma tumpul abdomen sukar ditemukan tanda-tanda khusus, maka
harus dilakukan pemeriksaan berulang oleh dokter yang sama untuk mendeteksi
kemungkinan terjadinya perubahan pada pemeriksaan fisik. Pada ileus obstruksi terlihat
distensi abdomen bila obstruksinya letak rendah, dan bila orangnya kurus kadang-kadang
terlihat peristalsis usus (Darm-steifung).
Palpasi
Palpasi akan menunjukkan 2 gejala yaitu nyeri dan muscular rigidity/ defense
musculaire. Nyeri yang memang sudah dan akan bertambah saat palpasi sehingga dikenal
gejala nyeri tekan dan nyeri lepas. Pada peitonitis lokal akan timbul rasa nyeri di daerah
peradangan dan daerah penekanan dinding abdomen. defense musculaire/ muscular rigidity
ditimbulkan karena rasa nyeri peritonitis diffusa dan rangsangan palpasi bertambah sehingga
terjadi defense musculaire.
Kebanyakan kasus nyeri epigastrik atau nyeri perut atas akan didapatkan nyeri tekan.
Ada beberapa teknik palpasi khusus murphy sign (palpasi dalam di perut bagian kanan atas
menyebabkan nyeri hebat dan berhentinya nafas sesaat) untuk cholecystitis, rovsing sign
(nyeri di perut kanan bawah saat palpasi di daerah kiri bawah/samping kiri) pada
appendicitis. Nyeri lepas di perut kanan bawah pada appendicitis dan nyeri lepas di hampir
seluruh bagian perut pada kasus peritonitis. Palpasi pada kasus akut abdomen memberikan
13
rangsangan peritoneum melalui peradangan atau iritasi peritoneum secara lokal atau umum
tergantung dari luasnya daerah yang terkena iritasi.
Hepatomegali menandakan hepatitis dan abses hepar jika hebar teraba lunak, atau ca
liver jika teraba keras dan berbenjol-benjol. Benjolan di daerah epigastrik dapat berupa
kanker lambung atau pancreas.
Perkusi
Perkusi pada akut abdomen dapat menunjukkan 2 hal yaitu perasaan nyeri oleh
ketokan jari yang disebut sebagai nyeri ketok dan bunyi timpani karena meteorismus
disebabkan distensi usus yang berisikan gas karena ileus obstruksi letak rendah. Pekak hati
yang menghilang merupakan tanda khas terjadinya perforasi (tanda pneumoperitoneum,
udara menutupi pekak hati).
Auskultasi
Auskultasi dapat memberikan informasi yang berguna tentang saluran pencernaan dan
sistem vaskular. Suara usus biasanya dievaluasi kuantitas dan kualitasnya.
Data ini kemudian dapat dibandingkan dengan temuan selama palpasi dan dievaluasi
untuk konsistensi. Meskipun beberapa pasien sengaja mencoba untuk menipu dokter mereka,
beberapa mungkin melebih-lebihkan keluhan rasa sakit mereka sehingga tidak dapat
diabaikan atau dianggap enteng.
Rectal Toucher
Pemeriksaan rectal toucher atau perabaan rektum dengan jari telunjuk juga merupakan
pemeriksaan rutin untuk mendeteksi adanya trauma rektum atau keadaan ampulla recti
apakah berisi faeces atau teraba tumor.
Colok dubur dapat membedakan antara obstruksi usus dengan paralisis usus karena pada
paralisis dijumpai ampula rekti yang melebar, sedangkan pada obstruksi usus ampulanya
kolaps. Pemeriksaan vagina menambah informasi kemungkinan kelainan di organ
ginekologis.
14
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk memantau kemungkinan terjadinya
perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit.
Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi
menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak terutama pada kemungkinan
ruptura lienalis.
Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma
pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan
kemungkinan trauma pada hepar.
b. Pemeriksaan radiologi
1) Foto thoraks
Selalu harus diusahakan pembuatan foto thoraks dalam posisi tegak untuk
menyingkirkan adanya kelainan pada thoraks atau trauma pada thoraks.
Harus juga diperhatikan adanya udara bebas di bawah diafragma atau adanya
gambaran usus dalam rongga thoraks pada hernia diafragmatika.
15
Berguna sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi
dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.
c. Pemeriksaan khusus
1) Abdominal paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan
adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm
dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah dimasukkan
100--200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan indikasi untuk
laparotomi.
2) Pemeriksaan laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber
penyebabnya.
3) Rektosigmoidoskopi
Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rektosigmoidoskopi.
4) NGT
Pemasangan nasogastric tube (NGT) untuk memeriksa cairan yang keluar dari
lambung pada trauma abdomen.
Dari data yang diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
tambahan dan pemeriksaan khusus dapat diadakan analisis data untuk
memperoleh diagnosis kerja dan masalah-masalah sampingan yang perlu
diperhatikan. Dengan demikian dapat ditentukan tujuan pengobatan bagi
16
penderita dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan
pengobatan.
G. DIAGNOSIS BANDING
Kadang sukar membedakan kelainan akut di perut yang disertai nyeri perut dengan
kelainan akut di toraks yang menyebabkan nyeri perut. Umumnya pada anamnesis nyata
bahwa penyakit organ toraks tidak didahului atau disertai dengan mual atau muntah. Kelainan
perut umumnya tidak mulai dengan panas tinggi atau menggigil (kecuali pada apendisitis dan
tifus abdominalis), sedangkan panas tinggi yang disertai menggigil lazim ditemukan sebagai
tanda awal kelainan akut toraks seperti pleuritis. Pada pemeriksaan perut pun tidak ditemukan
tanda rangsangan peritoneum.
Nyeri perut juga dapat disebabkan oleh kelainan organ kelamin dan saluran kemih.
Radang akut (pielitis) atau pionefros serta kolik ureter (batu atau gumpalan darah) mungkin
menyebabkan tanda yang mirip akut abdomen.
Paraumbilical:
1. Ileus obstruksi
2. Appendicitis
3. Pancreatitis acute
4. Trombosis A/V mesentrial
5. Hernia Inguinalis strangulata
6. Aneurisma aorta yang pecah
7. Diverculitis (ileum/colon)
Kwandran kanan bawah: Kwandran kiri bawah:
1. Appendicitis 1. Sigmoid diverculitis
2. Salpingitis acute 2. Salpingitis acute
3. Graviditas axtra uterine yang pecah 3. Graviditas axtra uterine yang pecah
4. Torsi ovarium tumor 4. Torsi ovarium tumor
5. Hernia Inguinalis incarcerata,strangulata 5. Hernia Inguinalis incarcerata,strangulata
17
6. Diverticulitis Meckel 6. Perforasi colon descenden (tumor,
7. Ileus regionalis corpus alineum)
8. Psoas abses 7. Psoas abses
9. Batu ureter (kolik) 8. Batu ureter (kolik)
Perkiraan penyebab berdasarkan fakta bahwa patologi struktur yang mendasari di
setiap regio cenderung memberikan nyeri perut maksimal di regio tersebut.
H. PENANGANAN
Tujuan dari penanganan Akut abdomen antara lain, adalah :
1) Penyelamatan jiwa penderita
2) Meminimalisasi kemungkinan terjadinya cacat dalam fungsi fisiologis alat pencemaan
penderita.
Tindakan untuk mencapai tujuan ini berupa operasi dengan membuka rongga
abdomen yang dinamakan laparotomi.
19
2) Usaha menghentikan perdarahan secepat mungkin. Bila perdarahan berasal dari
organ padat penghentian perdarahan dicapai dengan tampon abdomen untuk
sementara. Perdarahan dari arteri besar hams dihentikan dengan penggunaan klem
vaskuler. Perdarahan dari vena besar dihentikan dengan penekanan langsung.
3) Setelah perdarahan berhenti dengan tindakan darurat diberikan kesempatan pads
anestesi untuk memperbaiki volume darah.
4) Bila terdapat perforasi atau laserasi usus diadakan penutupan lubang perforasi atau
reseksi usus dengan anastomosis.
5) Diadakan pembersihan rongga peritoneum dengan irigasi larutan NaCl fisiologik.
6) Sebelum rongga peritoneum ditutup harus diadakan eksplorasi sistematis dari
seluruh organ dalam abdomen mulai dari kanan atas sampai kiri bawah dengan
memperhatikan daerah retroperitoneal duodenum dan bursa omentalis.
7) Bila sudah ada kontaminasi rongga peritoneum digunakan drain dan subkutis serta
kutis dibiarkan terbuka.
20
BAB III
PENUTUP
Istilah akut abdomen merupakan tanda dan gejala yang disebabkan penyakit intra
abdominal dan biasanya membutuhkan terapi pembedahan. Banyak penyakit yang
menimbulkan gejala di perut, beberapa di antaranya tidak memerlukan terapi pembedahan,
sehingga evaluasi pasien dengan nyeri abdomen harus dilakukan dengan cermat.
Berbagai penyebab pada keadaan akut abdomen dapat berasal dari intra dan ekstra
abdomen. Morbiditas dan mortalitas ditentukan oleh kecepatan penanganan yang sangat
tergantung dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diperlukan
pengetahuan yang luas, mencakup anatomi, fisiologi, pemeriksaan fisik dasar, dan
pengalaman klinis multidisiplin. Selain itu juga perlu teliti, waspada, dan peka terhadap
perkembangan dari waktu ke waktu, serta mampu menggunakan rasio setepat mungkin .
Pada akut abdomen, apapun penyebabnya, gejala utama yang menonjol adalah nyeri
akut pada daerah abdomen. Kadang-kadang penyebab utama sudah jelas seperti pada trauma
abdomen berupa vulnus abdominis penetrans namun kadang-kadang diagnosis akut abdomen
baru dapat ditegakkan setelah pemeriksaan fisik serta pemeriksaan tambahan berupa
pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan radiologi yang lengkap dan masa observasi yang
ketat.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. R. Syamsu Hidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, 1997,
Jakarta.
2. Media Aesculapius, Kapita Selekta Kedokteran, Fakultas Kedokteran UI, Jilid 2,
2001, Jakarta.
3. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bagian Bedah , Staf Pengajar Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 1995, Jakarta.
4. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bagian Bedah, Staf Pengajar Fakultas Kedokteran
Universitas Padjajaran, 1995, Bandung.
5. Mowschenson M. Peter, Segi Praktis Ilmu Bedah, Edisi Ke-2, Binarupa Aksara, 1992,
Jakarta.
6. Stiff Moris. G dan Foster E.M, Tekhnik Bedah Umum, Farmedia, 2001, Jakarta.
22