Anda di halaman 1dari 18

EKONOMI MAKRO

UTANG PEMERINTAH

Disusun Oleh :

Gede Ananda Nartapradnyana 1981421002

PROGRAM MAGISTER ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2020

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Negara yang menganut prinsip perekonomian terbuka, sudah seharusnya

memaksimalkan pendapatan dari Perdagangan Internasional.

PEMBAHASAN

A. CIRI DAN JENIS UTANG PEMERINTAH

Utang atau yang sering disebut dengan pinjaman memiliki ciri, yaitu sebagai berikut:

a) Reproductive debt

Terdapat jaminan kekayaannegara. Pembayaran hutang dan interestdari

pendapatn dari kekayaan atau hasil usaha negara(selama umur jaminan).

b) Deadweight debt

Tanpa ada jaminan kekayaan. Pembayaran hutang dan interest dari pajak (tidak

ada ketentuan karena tidak ada jaminan).

c) Pinjaman sukarela dan paksaan

 Paksa (sudah jarang dilakukan), jumlah cukup signifikan, bunga pinjaman lebih

rendah dari bunga pinjaman sukarela.

 Sukarela, negara pendonor bebas serahkan dana sukarela.


Sedangkan jenis – jenis utang atau pinjaman itu sendiri terdiri dari pinjaman luar

negeri dan pinjaman dalam negeri, yaitu:

B. SUMBER PINJAMAN NEGARA

1. Pinjaman Luar Negeri

- Berasal dari orang-orang atau lembaga negara lain.

- Pemindahan kekayaan dari negara kreditur ke debitur.

- Bisa berubah ke pinjaman dalam negeri, via pembelian surat obligasi di negara lain

oleh penduduk negara debitur dari negara kreditur.

Sumber pembiayaan pinjaman luar negeri Indonesia berasal dari World Bank,

Asian Development Bank, IMF, kreditor bilateral (Jepang, Jerman, Perancis, dll), serta

Kredit Ekspor. Pinjaman jenis ini terdiri dari program utama, yaitu:

a. Pinjaman Program

Untuk budget support dan pencairannya dikaitkan dengan pemenuhan Policy

Matrix di bidang kegiatan untuk mencapai MDGs (pengentasan kemiskinan,

pendidikan, pemberantasan korupsi), pemberdayaan masyarakat, policy terkait

dengan climate change dan infrastruktur.

b. Pinjaman Proyek

Untuk pembiayaan proyek infrastruktur di berbagai sektor (perhubungan, energi,

dll); proyek-proyek dalam rangka pengentasan kemiskinan (PNPM).

Suatu negara yang melakukan pinjaman luar negeri tentu memiliki beban

hutang, baik beban secara langsung ataupun secara tidak langsung. Beban langsung dari

pinjaman luar negeri berupa hilangnya kesejahteraan ekonomi. Sedangkan beban tidak

langsung berpengaruh pada konsumsi dan produksi via pajak.


Terdapat beberapa alasan yang mendukung terjadinya utang luar negeri, yaitu

alasan moral dan kemanusiaan, alasan ekonomi, dan alasan politik. Berdasarkan ketiga

alasan tersebut maka timbul banyak presepsi tentang utang pemerintah, ada yang pro

dan ada juga yang kontra. Alasan untuk pro dan kontra dapat dijelaskan sebagai

berikut:

PRO KONTRA
1. Membantu suatu negara untuk 1. Resiko investasi yang rendah tehadap

mengurangi defisit anggaran pembangunan ekonomi


2. Keuntungan yang 2. Alasan politik

berkesinambungan
3. Utilitas pembayaran surplus 3. Sensitif terhadap penyalahgunaan

pembayaran
3 Keputusan moral dan kemanusiaan 4. Adanya campur tangan negara pendonor

terhadap kebijakan di dalam negeri


4 Mengadopsi Teori Ekuivalen 5 Tidak adanya trickle down effect

Ricardian

2. Pinjaman Dalam Negeri

a. Berasal dari orang-orang atau lembaga sebagai penduduk di negara itu sendiri,

Badan Usaha Milik Negara (BUMN); Pemerintah Daerah,dan Perusahaan

Daerah;

b. Bersifat pemindahan kekayaan di dalam masyarakat negara itu sendiri.

c. Bisa berubah ke pinjaman Luar Negeri, via pembelian surat obligasi di negara

lain.

d. Peraturan Pemerintah (PP) No.: 54 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Pengadaan

dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri oleh Pemerintah ;


e. Untuk membiayai kegiatan dalam rangka pemberdayaan industri dalam negeri

dan pembangunan infrastruktur untuk pelayanan umum; kegiatan investasi yang

menghasilkan penerimaan.

Secara makro tidak ada beban langsung dalam bentuk uang, tetapi tergantung

pada apakah pembayaran tersebut mempengaruhi distribusi pendapatan seperti

distribusi beban pajak dan distribusi pemilikan surat obligasi negara.

3. Surat Berharga Negara (SBN) dalam rupiah dan valuta asing, tradable dan non tradable,

fixed dan variable :

- Surat Utang Negara (SUN), surat perbendaharaan Negara (SPN/T-Bills) : SUN

jangka pendek (s.d. 12 bulan)

- Surat berharga Syariah Negara (SBSN)/ Sukuk Negara dalam rupiah dan valuta

asing dengan berbagai struktur.

C. MASALAH PENGUKURAN

Masalah dengan ukuran defisit anggaran biasanya adalah :

1. Inflasi

Pengukuran yang paling tidak kontroversial adalah koreksi terhadap inflasi.

Hampir semua ekonom sepakat bahwa utang pemerintah seharusnya diukur dalam

bentuk riil, bukan nominal. Defisit yang diukur seharusnya sama dengan perubahan

utang riil pemerintah, bukan perubahan uang nominal. Defisit anggaran yang biasa

diukur tidak mengkoreksi inflasi. Contoh untuk melihat seberapa besar pengaruh

kesalahan ini, asumsinya utang pemerintah riil tidak berubah, anggarannya seimbang.

Dalam kasus ini, utang nominal harus naik pada tingkat inflasi yaitu :

D/D = 
Dimana,  adalah tingkat inflasi dan D adalah stok utang pemerintah. Ini menunjukkan

D = D

Pemerintah akan melihat perubahan utang nominal D dan akan melaporkan

defisit anggaran sebesar D. Jadi sebagian ekonom percaya bahwa defisit anggaran yang

dilaporkan berlebih sebesar D. Misal defisit anggaran pemerintah adalah 10, lalu inflasi

5 persen dengan total hutang 1000. Maka kelebihan pelaporan adalah 50, dan jika deficit

anggaran dikurangi kelebihan tersebut, maka sebenarnya secara riil negara sudah surplus

40.

2. Aset Modal

Penilaian akurat atas defisit anggaran pemerintah memerlukan perhitungan atas

aset pemerintah serta kewajibannya. Biasanya, ketika mengukur utang pemerintah secara

keseluruhan, kita seharusnya mengurangi aset pemerintah dari utang pemerintah. Karena

itu, defisit anggaran seharusnya diukur sebagai perubahan utang dikurangi perubahan

aset.

3. Kewajiban yang Tidak Dihitung

Defisit anggaran yang diukur adalah keliru karena mengabaikan beberapa

kewajiban pemerintah yang penting. Contohnya, pensiunan pegawai negeri. Pegawai

negeri memberikan jasanya kepada pemerintah saat ini, tapi bagian kompensasi mereka

dipotong untuk masa depan. Pada dasarnya mereka memberikan pinjaman kepada

pemerintah kewajiban pemerintah untuk membayar pensiunan tersebut tidak jauh

berbeda dengan utang pemerintah. Namun, kewajiban itu tidak dimasukkan sebagai

bagian dari utang pemerintah, dan akumulasi kewajiban ini tidak dimasukkan sebagai

bagian dari defisit anggaran.

4. Siklus Bisnis
Banyak perubahan dalam defisit anggaran pemerintah secara otomatis

menanggapi perekonomian yang berfluktuasi. Misalnya, ketika perekonomian

mengalami resesi, pendapatan akan turun, sehingga kemampuan seseorang untuk

membayar pajak akan berkurang. Laba juga turun, sehingga perusahaan membayar lebih

sedikit pajak pendapatan. Semakin banyak orang yang tergantung pada bantuan

pemerintah, sehingga pengeluaran pemerintah naik dan defisit anggaran akan meningkat.

Perubahan otomatis dalam defisit ini karena pemerintah meminjam lebih banyak ketika

resesi, menekan penerimaan pajak, dan mendongkrak pengeluaran pemerintah.

Pemerintah biasanya menghitung defisit anggaran yang disesuaikan secara siklis.

Defisit yang disesuaikan secara siklis didasarkan pada estimasi mengenai berapa

pengeluaran pemerintah dan penerimaan pajak yang terjadi jika perekonomian beroperasi

pada tingkat ouput dan kesempatan kerja alamiahnya. Defisit yang disesuaikan secara

siklis adalah ukuran yang berguna karena mencerminkan perubahan kebijakan tetapi

bukan tahapan dari siklus bisnis saat ini.

D. PENGELOLAAN UTANG NEGARA

Pengelolaan utang oleh pemerintah harus dilakukan dengan baik agar utang

senantiasa dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan yang ditetapkan.

Pengelolaan utang tersebut meliputi kegiatan perencanaan, penyusunan strategi,

komunikasi pemangku kepentingan (stakeholder) termasuk pengembangan pasar,

pelaksanaan eksekusi, pengadaan/penerbitan utang, penatausahaan, pembayaran

kewajiban dan evaluasi pelaksanaan utang.

Ketentuan perundang-undangan mengenai pengelolaan utang:

- Undang-undang no 19/2008 tentang surat berharga syariah negara.

- Undang-undang no 24/2002 tentang surat utang negara.


- Peraturan pemerintah no 10/2011 tentang tata cara pengadaan pinjaman luar negeri

dan penerimaan hibah.

- Peraturan pemerintah no 54/2008 tentang cara pengadaan dan penerusan pinjaman

dalam negeri oleh pemerintah.

Tujuan Pengelolaan utang :

a. Tujuan jangka panjang

1. Mengamankan kebutuhan pembiayaan APBN melalui utang dengan biaya

minimal pada tingkat risiko terkendali, sehingga kesinambungan fiskal dapat

terpelihara.

2. Mendukung upaya untuk menciptakan pasar Surat Berharga Nasional (SBN)

yang dalam, aktif dan likuid.

b. Tujuan jangka pendek

Memastikan terjadinya dana untuk menutupi defisit dan pembayaran kewajiban

pokok utang secara tepat waktu dan efisien.

Masalah yang sering dihadapi oleh suatu negara dalam pengelolaan utang

adalah ketika pembayaran pinjaman yang membutuhkan cadangan devisa yang besar.

1. Bagaimana mengelola pinjaman yang sudah diterima.

2. Pembayaran pinjaman dan kebutuhan devisa

3. Kemampuan membayar pinjaman (debt service capacity)

E. PANDANGAN TRADISIONAL ATAS UTANG PEMERINTAH

Ketika pemerintah memotong pajak dan mengalami defisit anggaran, pendapatan

konsumen menjadi lebih tinggi, konsumen menanggapi dengan melakukan pengeluaran lebih
banyak. Dalam Jangka pendek, pengeluaran konsumen yang tinggi akan meningkatkan

permintaan terhadap barang dan jasa, dan akan meningkatkan output dan kesempatan kerja.

Tingkat suku bunga juga akan naik ketika investor bersaing, tingkat bunga yang tinggi akan

menahan investasi dan mendorong aliran masuk modal dari luar negeri. Dalam jangka

panjang, mengecilnya tabungan nasional yang disebabkan oleh pemotongan pajak akan

berarti persediaan modal yang lebih kecil dan utang luar negeri yang lebih besar.

Dampak keseluruhan, generasi sekarang akan menerima manfaat dari konsumsi yang

lebih tinggi dan kesempatan kerja yang lebih tinggi, meskipun inflasi cenderung lebih tinggi.

Generasi mendatang yang akan menanggung lebih banyak beban dari defisit anggaran,

mereka akan dilahirkan di negara yang memiliki persediaan modal yang lebih kecil dan utang

luar negeri yang lebih besar.

F. PANDANGAN RICARDIAN ATAS UTANG PEMERINTAH

Disebut juga sebagai ekuivalensi Ricardian (Ricardian equivalence), konsumen

melihat ke masa depan sehingga pemotongan pajak dengan sendirinya tidak akan mendorong

pengeluaran konsumen yang tinggi untuk masa sekarang. Konsumen mendasarkan

pengeluaran tidak hanya pada pendapatan sekarang, tapi juga pada pendapatan masa depan

yang mereka harapkan.

Logika Dasar Ekuivalen Ricardian

Pemerintah mendanai pemotongan pajak dengan utang pemerintah, dan di masa

depan, pemerintah harus meningkatkan pajak untuk membayar utang dan bunga yang

terakumulasi. Pinjaman pemerintah saat ini akan mengakibatkan pajak yang lebih tinggi di

masa depan. Pemotongan pajak yang didanai oleh utang pemerintah tidak akan mengurangi

beban pajak, pemotongan pajak tersebut hanya menjadwal ulang pajak. Konsumen yang
melihat ke depan memahami hal tersebut, sehingga pemotongan pajak tidak mendorong

konsumen melakukan pengeluaran lebih banyak. Utang pemerintah ekuivalen dengan pajak

masa depan, dan pajak masa depan akan ekuivalen dengan pajak saat ini. Jadi pemerintah

mendanai dengan utang adalah ekuivalen dengan pajak, pandangan ini yang disebut

ekuivalen ricardian.

G. PERSPEKTIF LAIN TENTANG UTANG PEMERINTAH

a. Anggaran berimbang versus kebijakan fiskal

Ada 3 alasan mengapa kebijakan fiskal optimal kadang menyebabkan defisit atau

surplus anggaran.

Stabilisasi, Defisit atau surplus anggaran bisa membantu menstabilisasi perekonomian.

Aturan anggaran berimbang akan menarik kembali kekuatan penstabil otomatis dari

sistem pajak dan transfer. Ketika perekonomian mengalami resesi, pajak secara otomatis

turun dan transfer otomatis naik, respon otomatis ini mendorong anggaran menjadi

defisit. Aturan anggaran berimbang yang ketat akan meminta pemerintah menaikkan

pajak atau mengurangi pengeluaran dalam masa resesi, tetapi akan menekan permintaan

agregat.

Tax Smoothing (pemerataan atau penghalusan pajak) , Defisit atau surplus anggaran

bisa digunakan untuk mengurangi distorsi insentif yang disebabkan oleh sistem pajak.

Misalnya pajak atas penghasilan pekerja, menurunkan insentif bagi orang-orang untuk

bekerja selama berjam-jam. Karena disinsentif ini akan menjadi sangat besar pada tarif

pajak yang sangat tinggi, maka jumlah biaya sosial pajak diminimalkan dengan

mempertahankan tarif pajak yang relatif stabil, bukan membuatnya tinggi dalam

beberapa tahun dan rendah pada tahun lainnya.


Redistribusi intergenerasi, Defisit atau surplus bisa digunakan untuk menggeser baban

pajak dari generasi sekarang ke generasi mendatang. Misal untuk membiayai perang,

generasi sekarang bisa mendanai perang dengan defisit anggaran. Pemerintah kemudian

bisa melunasi utang dengan mengenakan pajak pada generasi mendatang.

Pertimbangan ini menyebabkan sebagian besar ekonom menolak aturan anggaran

berimbang yang ketat. Aturan kebijakan fiskal perlu memperhitungkan kondisi-kondisi

yang terulang kembali, dimana defisit anggaran merupakan respon kebijakan yang

masuk akal.

b. Dampak Fiskal terhadap kebijakan moneter

Salah satu cara pemerintah untuk mendanai defisit anggaran adalah dengan mencetak

uang yang menyebabkan inflasi lebih tinggi. Pembuat kebijakan fiskal mengandalkan

pajak inflasi untuk membayar sebagian dari pengeluaran mereka. Tingkat utang yang

tinggi mendorong pemerintah menciptakan inflasi, dan sebagian besar utang pemerintah

dispesifikasikan dalam bentuk nominal, maka nilai utang riil turun ketika tingkat harga

naik.

c. Utang dan proses politik

Kemungkinan mendanai pengeluaran pemerintah dengan berutang membuat seluruh

proses politik menjadi buruk. Karena dalam pengambilan kebijakan ada banyak pendapat

yang terjadi.

d. Dimensi-dimensi internasional

Defisit anggran pemerintah menurunkan tabungan nasional, hal itu seiring menyebabkan

defisit perdagangan yang didanai dengan meminjam dari mancanegara. Hubungan

antara defisit anggaran dan defisit perdagangan menyebabkan dua dampak lanjutan atas

utang pemerintah. Pertama, tingkat utang pemerintah yang tinggi dapat meningkatkan

risiko bahwa perekonomian akan mengalami capital flight, penurunan yang merugikan
dalam permintaan atas aset nasional di pasar uang dunia. Kedua, Tingkat utang yang

tinggi yang didanai oleh utang luar negeri bisa menurunkan pengaruh politis negara

tersebut dalam percaturan global.

H. Studi kasus :

Kondisi Utang Negara Indonesia

Data di atas memperlihatkan kondisi APBN Indonesia pada kurun waktu 2006 –

2011 dengan kondisi anggaran yang deficit dari tahun ke tahun. Nilai deficit ini cenderung

membesar karena pendapatan yang berasal dari penerimaan pajak dan bukan pajak belum

cukup untuk membiayai pembelanjaan Negara. Nilai pembelanjaan Negara yang besar

diakibatkan oleh adanya beban bunga utang yang merupakan akumulasi dari periode

sebelumnya. Pembelanjaan Negara juga semakin membengkak akibat nilai beban subsidi
yang ditanggung oleh pemerintah semakin besar. Defisit anggaran ini akan dibiayai oleh

pembiayaan pemerintah. Pada jaman sebelum era reformasi, komponen pembiayaan

merupakan komponen utang yang berfungsi sebagai “penutup deficit anggaran”.

Beban bunga utang yang terakumulasi akan memberikan beban tambahan pada

current account karena komponen bunga utang masuk dalam belanja tidak langsung pada

APBN. Komponen utang dan cicilan pokok masuk ke dalam pembiayaan. Nilai kedua

komponen ini meningkat dari waktu ke waktu . Beban utang dan bunga utang berkorelasi

secara positif dan berdampak negative terhadap kemampuan perekonomian suatu Negara

karena dapat menyebabkan deficit dalam anggaran yang ada.

Kreditur Indonesia berasal dari Negara lain ataupun lembaga keuangan dunia,

Peringkat kreditor terbesar dipegang oleh Negara Jepang disusul oleh lembaga keuangan

ADB ( Asian Development Bank ) dan World Bank. Negara Jepang menjadi pilihan

pemerintah untuk melakukan pinjaman oleh karena suku bunga pinjaman dari Negara Jepang
terhitung rendah. Nilai pinjaman dari dalam negeri terhitung sangat kecil dibandingkan posisi

pinjaman yang berasal dari lembaga maupun Negara asing.

Posisi pinjaman berdasarkan sector ekonomi yang terbesar adalah sector jasa-jasa,

sedangkan yang terendah adalah sector pertambangan dan penggalian . Sektor jasa-jasa

merupakan sector yang komprehensif dimana keterkaitan sector ini terhadap sector lain

sangat besar, sedangkan sector pertambangan memiliki nilai pinjaman yang kecil dikarenakan

input yang dipakai oleh perusahaan tambang maupun galian rata-rata adalah miliki sendiri.

Perusahaan tambang asing maupun dalam negeri memakai teknologi yang berbeda tetapi

masih minim transfer teknologi dari Negara maju ke Negara berkembang.


Pemecahan proporsi utang pemerintah merupakan salah satu cara perlindungan

terhadap resiko utang karena nilai mata uang yang “volatile”. Pemecahan konsentrasi ini

dimaksudkan agar ketika terjadi fuktuasi pada nilai tukar salah satu mata uang asing, dampak

yang dirasakan tidak terlalu besar. BErdasarkan gambit diagram di atas, proporsi utang dalam

rupiah masih mendominasi disusul oleh mata uang dollar ASdan Yen Jepang. Mata uang

yang dipilih di sini adalah mata uang “hard currency” yang memiliki kestabilan lebih besar

daripada mata uang lain. Dengan mempertimbangkan factor


I. Kesimpulan

Meminjam ke luar negeri merupakan salah satu cara untuk menutup defisit anggaran

pemerintah. Penerimaan pemerintah dari pajak seringkali tidak cukup untuk membiayai

seluruh pengeluaran pemerintah. Pada sebagian besar negara sedang berkembang termasuk

Indonesia, defisit anggaran tersebut oleh pemerintah negara yang bersangkutan ditutup

dengan utang luar negeri. Utang adalah bagian dari kebijakan fiskal APBN yang menjadi

bagian dari kebijakan pengelolaan ekonomi secara keseluruhan. Tujuan dari pengelolaan

ekonomi itu sendiri yaitu menciptakan kemakmuran rakyat dalam bentuk penciptaan

kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan, menguatkan pertumbuhan ekonomi, serta

menciptakan keamanan. Utang adalah konsekuensi dari postur APBN yang mengalami

defisit, dimana pendapatan negara lebih kecil daripada belanja negara. Utang Luar Negeri

Pemerintah (ULNP) selain berdampak pada neraca pembayaran juga berdampak pada kinerja

anggaran pemerintah, untuk Indonesia adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN). Karena sebagai penutup defisit, ULNP ini seolah-olah sebagai ‘penerimaan’

pemerintah, tetapi disisi lain pembayaran atas utang menjadi beban APBN yang dicatat dalam

pos pengeluaran. Dengan demikian komitmen untuk mendapatkan pinjaman akan terkait

dengan kemampuan membayar utang tersebut.

Setiap tindakan ekonomi pasti mengandung berbagai konsekuensi, begitu juga halnya

dengan tindakan pemerintah dalam menarik pinjaman luar negeri. Dalam jangka pendek,

pinjaman luar negeri dapat menutup defisit APBN, dan ini jauh lebih baik dibandingkan jika

defisit APBN tersebut harus ditutup dengan pencetakan uang baru, sehingga memungkinkan

pemerintah untuk melaksanakan pembangunan dengan dukungan modal yang relatif lebih

besar, tanpa disertai efek peningkatan tingkat harga umum (inflationary effect) yang tinggi.

Dengan demikian pemerintah dapat melakukan ekspansi fiskal untuk mempertinggi laju

pertumbuhan ekonomi nasional. Meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi berarti


meningkatnya pendapatan nasional, yang selanjutnya memungkinkan untuk meningkatnya

pendapatan per kapita masyarakat, apabila jumlah penduduk tidak meningkat lebih tinggi.

Dengan meningkatnya perdapatan per kapita berarti meningkatnya kemakmuran masyarakat.

Dalam jangka panjang, ternyata utang luar negeri dapat menimbulkan permasalahan

ekonomi pada banyak negara debitur. Di samping beban ekonomi yang harus diterima rakyat

pada saat pembayaran kembali, juga beban psikologis politis yang harus diterima oleh negara

debitur akibat ketergantungannya dengan bantuanasing.

Sehingga dari uraian tersebut pemerintah sebaikya lebih berhati hati dalam melakukan

pinjaman, misalkan memang sangat dibutuhkan maka harus dikelola dengan baik sehingga

tepat sasaran dan tidak membawa perekonomian menjadi lebih buruk.


DAFTAR PUSTAKA

Departemen Keuangan. 2011. Perkembangan Utang Negara: Pinjaman & Surat Berharga
Negara. Jakarta: DJPU Kementrian Keuangan Republik Indonesia.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang. 2011. Strategi Pengelolaan Utang Negara Tahun
2010-2014. Jakarta : DJPU Kementrian Keuangan Republik Indonesia
Case, Karl E. and Ray C. Fair. 2006. Case Fair: Prinsip – Prinsip Ekonomi Jilid 2, (8th ed).
Jakarta: Erlangga.
Mankiw, N. Gregory. 2006. Makroekonomi, (6th ed). Jakarta: Erlangga.
Raharja, Prathama dan Mandala Manurung. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi
& Makroekonomi), (3th ed). Jakarta: Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
www.bi.go.id
www.depkeu.go.id

Anda mungkin juga menyukai