Strategi Ekspor Impor
Strategi Ekspor Impor
UTANG PEMERINTAH
Disusun Oleh :
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
PEMBAHASAN
Utang atau yang sering disebut dengan pinjaman memiliki ciri, yaitu sebagai berikut:
a) Reproductive debt
b) Deadweight debt
Tanpa ada jaminan kekayaan. Pembayaran hutang dan interest dari pajak (tidak
Paksa (sudah jarang dilakukan), jumlah cukup signifikan, bunga pinjaman lebih
- Bisa berubah ke pinjaman dalam negeri, via pembelian surat obligasi di negara lain
Sumber pembiayaan pinjaman luar negeri Indonesia berasal dari World Bank,
Asian Development Bank, IMF, kreditor bilateral (Jepang, Jerman, Perancis, dll), serta
Kredit Ekspor. Pinjaman jenis ini terdiri dari program utama, yaitu:
a. Pinjaman Program
b. Pinjaman Proyek
Suatu negara yang melakukan pinjaman luar negeri tentu memiliki beban
hutang, baik beban secara langsung ataupun secara tidak langsung. Beban langsung dari
pinjaman luar negeri berupa hilangnya kesejahteraan ekonomi. Sedangkan beban tidak
alasan moral dan kemanusiaan, alasan ekonomi, dan alasan politik. Berdasarkan ketiga
alasan tersebut maka timbul banyak presepsi tentang utang pemerintah, ada yang pro
dan ada juga yang kontra. Alasan untuk pro dan kontra dapat dijelaskan sebagai
berikut:
PRO KONTRA
1. Membantu suatu negara untuk 1. Resiko investasi yang rendah tehadap
berkesinambungan
3. Utilitas pembayaran surplus 3. Sensitif terhadap penyalahgunaan
pembayaran
3 Keputusan moral dan kemanusiaan 4. Adanya campur tangan negara pendonor
Ricardian
a. Berasal dari orang-orang atau lembaga sebagai penduduk di negara itu sendiri,
Daerah;
c. Bisa berubah ke pinjaman Luar Negeri, via pembelian surat obligasi di negara
lain.
d. Peraturan Pemerintah (PP) No.: 54 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Pengadaan
menghasilkan penerimaan.
Secara makro tidak ada beban langsung dalam bentuk uang, tetapi tergantung
3. Surat Berharga Negara (SBN) dalam rupiah dan valuta asing, tradable dan non tradable,
- Surat berharga Syariah Negara (SBSN)/ Sukuk Negara dalam rupiah dan valuta
C. MASALAH PENGUKURAN
1. Inflasi
Hampir semua ekonom sepakat bahwa utang pemerintah seharusnya diukur dalam
bentuk riil, bukan nominal. Defisit yang diukur seharusnya sama dengan perubahan
utang riil pemerintah, bukan perubahan uang nominal. Defisit anggaran yang biasa
diukur tidak mengkoreksi inflasi. Contoh untuk melihat seberapa besar pengaruh
kesalahan ini, asumsinya utang pemerintah riil tidak berubah, anggarannya seimbang.
Dalam kasus ini, utang nominal harus naik pada tingkat inflasi yaitu :
D/D =
Dimana, adalah tingkat inflasi dan D adalah stok utang pemerintah. Ini menunjukkan
D = D
defisit anggaran sebesar D. Jadi sebagian ekonom percaya bahwa defisit anggaran yang
dilaporkan berlebih sebesar D. Misal defisit anggaran pemerintah adalah 10, lalu inflasi
5 persen dengan total hutang 1000. Maka kelebihan pelaporan adalah 50, dan jika deficit
anggaran dikurangi kelebihan tersebut, maka sebenarnya secara riil negara sudah surplus
40.
2. Aset Modal
aset pemerintah serta kewajibannya. Biasanya, ketika mengukur utang pemerintah secara
keseluruhan, kita seharusnya mengurangi aset pemerintah dari utang pemerintah. Karena
itu, defisit anggaran seharusnya diukur sebagai perubahan utang dikurangi perubahan
aset.
negeri memberikan jasanya kepada pemerintah saat ini, tapi bagian kompensasi mereka
dipotong untuk masa depan. Pada dasarnya mereka memberikan pinjaman kepada
berbeda dengan utang pemerintah. Namun, kewajiban itu tidak dimasukkan sebagai
bagian dari utang pemerintah, dan akumulasi kewajiban ini tidak dimasukkan sebagai
4. Siklus Bisnis
Banyak perubahan dalam defisit anggaran pemerintah secara otomatis
membayar pajak akan berkurang. Laba juga turun, sehingga perusahaan membayar lebih
sedikit pajak pendapatan. Semakin banyak orang yang tergantung pada bantuan
pemerintah, sehingga pengeluaran pemerintah naik dan defisit anggaran akan meningkat.
Perubahan otomatis dalam defisit ini karena pemerintah meminjam lebih banyak ketika
Defisit yang disesuaikan secara siklis didasarkan pada estimasi mengenai berapa
pengeluaran pemerintah dan penerimaan pajak yang terjadi jika perekonomian beroperasi
pada tingkat ouput dan kesempatan kerja alamiahnya. Defisit yang disesuaikan secara
siklis adalah ukuran yang berguna karena mencerminkan perubahan kebijakan tetapi
Pengelolaan utang oleh pemerintah harus dilakukan dengan baik agar utang
terpelihara.
Masalah yang sering dihadapi oleh suatu negara dalam pengelolaan utang
adalah ketika pembayaran pinjaman yang membutuhkan cadangan devisa yang besar.
konsumen menjadi lebih tinggi, konsumen menanggapi dengan melakukan pengeluaran lebih
banyak. Dalam Jangka pendek, pengeluaran konsumen yang tinggi akan meningkatkan
permintaan terhadap barang dan jasa, dan akan meningkatkan output dan kesempatan kerja.
Tingkat suku bunga juga akan naik ketika investor bersaing, tingkat bunga yang tinggi akan
menahan investasi dan mendorong aliran masuk modal dari luar negeri. Dalam jangka
panjang, mengecilnya tabungan nasional yang disebabkan oleh pemotongan pajak akan
berarti persediaan modal yang lebih kecil dan utang luar negeri yang lebih besar.
Dampak keseluruhan, generasi sekarang akan menerima manfaat dari konsumsi yang
lebih tinggi dan kesempatan kerja yang lebih tinggi, meskipun inflasi cenderung lebih tinggi.
Generasi mendatang yang akan menanggung lebih banyak beban dari defisit anggaran,
mereka akan dilahirkan di negara yang memiliki persediaan modal yang lebih kecil dan utang
melihat ke masa depan sehingga pemotongan pajak dengan sendirinya tidak akan mendorong
pengeluaran tidak hanya pada pendapatan sekarang, tapi juga pada pendapatan masa depan
depan, pemerintah harus meningkatkan pajak untuk membayar utang dan bunga yang
terakumulasi. Pinjaman pemerintah saat ini akan mengakibatkan pajak yang lebih tinggi di
masa depan. Pemotongan pajak yang didanai oleh utang pemerintah tidak akan mengurangi
beban pajak, pemotongan pajak tersebut hanya menjadwal ulang pajak. Konsumen yang
melihat ke depan memahami hal tersebut, sehingga pemotongan pajak tidak mendorong
konsumen melakukan pengeluaran lebih banyak. Utang pemerintah ekuivalen dengan pajak
masa depan, dan pajak masa depan akan ekuivalen dengan pajak saat ini. Jadi pemerintah
mendanai dengan utang adalah ekuivalen dengan pajak, pandangan ini yang disebut
ekuivalen ricardian.
Ada 3 alasan mengapa kebijakan fiskal optimal kadang menyebabkan defisit atau
surplus anggaran.
Aturan anggaran berimbang akan menarik kembali kekuatan penstabil otomatis dari
sistem pajak dan transfer. Ketika perekonomian mengalami resesi, pajak secara otomatis
turun dan transfer otomatis naik, respon otomatis ini mendorong anggaran menjadi
defisit. Aturan anggaran berimbang yang ketat akan meminta pemerintah menaikkan
pajak atau mengurangi pengeluaran dalam masa resesi, tetapi akan menekan permintaan
agregat.
Tax Smoothing (pemerataan atau penghalusan pajak) , Defisit atau surplus anggaran
bisa digunakan untuk mengurangi distorsi insentif yang disebabkan oleh sistem pajak.
Misalnya pajak atas penghasilan pekerja, menurunkan insentif bagi orang-orang untuk
bekerja selama berjam-jam. Karena disinsentif ini akan menjadi sangat besar pada tarif
pajak yang sangat tinggi, maka jumlah biaya sosial pajak diminimalkan dengan
mempertahankan tarif pajak yang relatif stabil, bukan membuatnya tinggi dalam
pajak dari generasi sekarang ke generasi mendatang. Misal untuk membiayai perang,
generasi sekarang bisa mendanai perang dengan defisit anggaran. Pemerintah kemudian
yang terulang kembali, dimana defisit anggaran merupakan respon kebijakan yang
masuk akal.
Salah satu cara pemerintah untuk mendanai defisit anggaran adalah dengan mencetak
uang yang menyebabkan inflasi lebih tinggi. Pembuat kebijakan fiskal mengandalkan
pajak inflasi untuk membayar sebagian dari pengeluaran mereka. Tingkat utang yang
tinggi mendorong pemerintah menciptakan inflasi, dan sebagian besar utang pemerintah
dispesifikasikan dalam bentuk nominal, maka nilai utang riil turun ketika tingkat harga
naik.
proses politik menjadi buruk. Karena dalam pengambilan kebijakan ada banyak pendapat
yang terjadi.
d. Dimensi-dimensi internasional
Defisit anggran pemerintah menurunkan tabungan nasional, hal itu seiring menyebabkan
antara defisit anggaran dan defisit perdagangan menyebabkan dua dampak lanjutan atas
utang pemerintah. Pertama, tingkat utang pemerintah yang tinggi dapat meningkatkan
risiko bahwa perekonomian akan mengalami capital flight, penurunan yang merugikan
dalam permintaan atas aset nasional di pasar uang dunia. Kedua, Tingkat utang yang
tinggi yang didanai oleh utang luar negeri bisa menurunkan pengaruh politis negara
H. Studi kasus :
Data di atas memperlihatkan kondisi APBN Indonesia pada kurun waktu 2006 –
2011 dengan kondisi anggaran yang deficit dari tahun ke tahun. Nilai deficit ini cenderung
membesar karena pendapatan yang berasal dari penerimaan pajak dan bukan pajak belum
cukup untuk membiayai pembelanjaan Negara. Nilai pembelanjaan Negara yang besar
diakibatkan oleh adanya beban bunga utang yang merupakan akumulasi dari periode
sebelumnya. Pembelanjaan Negara juga semakin membengkak akibat nilai beban subsidi
yang ditanggung oleh pemerintah semakin besar. Defisit anggaran ini akan dibiayai oleh
Beban bunga utang yang terakumulasi akan memberikan beban tambahan pada
current account karena komponen bunga utang masuk dalam belanja tidak langsung pada
APBN. Komponen utang dan cicilan pokok masuk ke dalam pembiayaan. Nilai kedua
komponen ini meningkat dari waktu ke waktu . Beban utang dan bunga utang berkorelasi
secara positif dan berdampak negative terhadap kemampuan perekonomian suatu Negara
Kreditur Indonesia berasal dari Negara lain ataupun lembaga keuangan dunia,
Peringkat kreditor terbesar dipegang oleh Negara Jepang disusul oleh lembaga keuangan
ADB ( Asian Development Bank ) dan World Bank. Negara Jepang menjadi pilihan
pemerintah untuk melakukan pinjaman oleh karena suku bunga pinjaman dari Negara Jepang
terhitung rendah. Nilai pinjaman dari dalam negeri terhitung sangat kecil dibandingkan posisi
Posisi pinjaman berdasarkan sector ekonomi yang terbesar adalah sector jasa-jasa,
sedangkan yang terendah adalah sector pertambangan dan penggalian . Sektor jasa-jasa
merupakan sector yang komprehensif dimana keterkaitan sector ini terhadap sector lain
sangat besar, sedangkan sector pertambangan memiliki nilai pinjaman yang kecil dikarenakan
input yang dipakai oleh perusahaan tambang maupun galian rata-rata adalah miliki sendiri.
Perusahaan tambang asing maupun dalam negeri memakai teknologi yang berbeda tetapi
terhadap resiko utang karena nilai mata uang yang “volatile”. Pemecahan konsentrasi ini
dimaksudkan agar ketika terjadi fuktuasi pada nilai tukar salah satu mata uang asing, dampak
yang dirasakan tidak terlalu besar. BErdasarkan gambit diagram di atas, proporsi utang dalam
rupiah masih mendominasi disusul oleh mata uang dollar ASdan Yen Jepang. Mata uang
yang dipilih di sini adalah mata uang “hard currency” yang memiliki kestabilan lebih besar
Meminjam ke luar negeri merupakan salah satu cara untuk menutup defisit anggaran
pemerintah. Penerimaan pemerintah dari pajak seringkali tidak cukup untuk membiayai
seluruh pengeluaran pemerintah. Pada sebagian besar negara sedang berkembang termasuk
Indonesia, defisit anggaran tersebut oleh pemerintah negara yang bersangkutan ditutup
dengan utang luar negeri. Utang adalah bagian dari kebijakan fiskal APBN yang menjadi
bagian dari kebijakan pengelolaan ekonomi secara keseluruhan. Tujuan dari pengelolaan
ekonomi itu sendiri yaitu menciptakan kemakmuran rakyat dalam bentuk penciptaan
menciptakan keamanan. Utang adalah konsekuensi dari postur APBN yang mengalami
defisit, dimana pendapatan negara lebih kecil daripada belanja negara. Utang Luar Negeri
Pemerintah (ULNP) selain berdampak pada neraca pembayaran juga berdampak pada kinerja
anggaran pemerintah, untuk Indonesia adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). Karena sebagai penutup defisit, ULNP ini seolah-olah sebagai ‘penerimaan’
pemerintah, tetapi disisi lain pembayaran atas utang menjadi beban APBN yang dicatat dalam
pos pengeluaran. Dengan demikian komitmen untuk mendapatkan pinjaman akan terkait
Setiap tindakan ekonomi pasti mengandung berbagai konsekuensi, begitu juga halnya
dengan tindakan pemerintah dalam menarik pinjaman luar negeri. Dalam jangka pendek,
pinjaman luar negeri dapat menutup defisit APBN, dan ini jauh lebih baik dibandingkan jika
defisit APBN tersebut harus ditutup dengan pencetakan uang baru, sehingga memungkinkan
pemerintah untuk melaksanakan pembangunan dengan dukungan modal yang relatif lebih
besar, tanpa disertai efek peningkatan tingkat harga umum (inflationary effect) yang tinggi.
Dengan demikian pemerintah dapat melakukan ekspansi fiskal untuk mempertinggi laju
pendapatan per kapita masyarakat, apabila jumlah penduduk tidak meningkat lebih tinggi.
Dalam jangka panjang, ternyata utang luar negeri dapat menimbulkan permasalahan
ekonomi pada banyak negara debitur. Di samping beban ekonomi yang harus diterima rakyat
pada saat pembayaran kembali, juga beban psikologis politis yang harus diterima oleh negara
Sehingga dari uraian tersebut pemerintah sebaikya lebih berhati hati dalam melakukan
pinjaman, misalkan memang sangat dibutuhkan maka harus dikelola dengan baik sehingga
Departemen Keuangan. 2011. Perkembangan Utang Negara: Pinjaman & Surat Berharga
Negara. Jakarta: DJPU Kementrian Keuangan Republik Indonesia.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang. 2011. Strategi Pengelolaan Utang Negara Tahun
2010-2014. Jakarta : DJPU Kementrian Keuangan Republik Indonesia
Case, Karl E. and Ray C. Fair. 2006. Case Fair: Prinsip – Prinsip Ekonomi Jilid 2, (8th ed).
Jakarta: Erlangga.
Mankiw, N. Gregory. 2006. Makroekonomi, (6th ed). Jakarta: Erlangga.
Raharja, Prathama dan Mandala Manurung. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi
& Makroekonomi), (3th ed). Jakarta: Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
www.bi.go.id
www.depkeu.go.id